Tanaman Palawija Teknologi Pertanian Awal di Desa Sambaliang tahun 1890an - 1930an.

16

BAB III TEKNOLOGI PERTANIAN DESA SAMBALIANG

3.1. Teknologi Pertanian Awal di Desa Sambaliang tahun 1890an - 1930an.

Pada masa 1890an setelah terbentuknya Desa Sambaliang, menurut perkataan informan dilapangan yaitu Asmin Sihombing, 46 tahun, bahwa mata pencaharian masyarakat pada saat itu adalah bercocok tanam. Jenis tanaman yang ditanam di desa tersebut masih hanya jenis tanaman muda palawija seperti : padi-padian, sayur-sayuran dan nilam. Dulunya tanaman padi-padian dan sayur- sayuran di desa ini hasilnya masih digunakan sebagai kebutuhan pokok sehari- hari.

3.1.1. Tanaman Palawija

Jenis tanaman palawija yang ditanam pada masa itu adalah jenis padi sawah dan umur tanaman ini berkisar antara 5–6 bulan. Proses penanaman padi pada awalnya dimulai dengan penanaman biji atau butir padi selama 1–1,5 bulan di tanah yang gembur. Proses penanaman butir padi itu sangat sederhana, hanya dengan menaburkan biji padi ketanah dengan menggunakan tangan. Setelah butir padi yang ditanam selama 6 minggu itu tumbuh menjadi bibit padi, kemudian bibit tesebut dapat dipindahkan ke sawah yang sudah dipersiapkan. Pengolahan tanah menjadi persawahan juga masih menggunakan alat-alat sederhana atau tradisional seperti cangkul yang berguna untuk menggemburkan tanah sehingga tanah tersebut menjadi lunak. Cangkul yang digunakan untuk menggemburkan tanah tersebut terbuat dari besi dan gagangnya terbuat dari kayu. Universitas Sumatera Utara 17 Cangkul ini bisa diperoleh petani dengan cara membeli di tukang jual besi sementara gagangnya biasanya dibuat sendiri oleh petani, dari pohon durian, pohon kemenyan atau masyarakat setempat menyebutnya haminnjon kemenjen. Setiap tumbuhan tidak bisa tumbuh dengan baik tanpa adanya air, begitu juga dengan tanaman padi. Sistem pengairan sawah yang dibuat oleh masyarakat pada waktu itu juga sangat sederhana. Lahan persawahan masyarakat di Desa Sambaliang umumnya dekat dengan sumber mata air sehingga sangat menguntungkan tanaman padi dapat tumbuh dengan subur. Masyarakat pada masa itu membuat pengairan atau irigasi dengan cara mengalirkan aliran sungai. Dari sumber air dilakukan pencangkulan tanah agar air dapat mengalir sampai kelahan persawahan. Pemeliharaan tanaman padi ini dulunya tidak mengenal proses pemupukan. Pada masa itu dalam menanam padi tidak banyak kesulitan yang dihadapi, misalnya tidak adanya serangan hama tikus seperti zaman sekarang. Ketika padi telah berbuah dan mengeluarkan bijinya, lahan persawahan tidak lagi dialiri dengan air. Hal ini berguna untuk pertumbuhan tanaman padi, padi yang terlalu banyak dialiri dengan air akan membusuk. Pada umur 5–6 bulan dan biji padi sudah berubah warna menjadi kekuningan, tanaman padi dapat dipanen. Menurut pemaparan dari salah seorang informan, Bapak Jamidin Sihombing, 48 tahun mengatakan : “kami maksudnya orang-orang yang dulu hidup pada masa itu hanya menggunakan tangan sendiri untuk mencangkul…itupun kami lakukan sampai sore, tidak ada alat-alat yang canggih macam sekarang ini, paling-paling kami menggunakan alat-alat sederhana seperti, cangkul ini sambil menunjukkan cagkul yang sedang dipegangnya”. Universitas Sumatera Utara 18 Alat-alat yang digunakan masyarakat untuk memanen padi masih tradisional yaitu mengunakan arit sabit atau ani-ani. Arit atau ani-ani ini terbuat dari besi yang bentuknya melengkung dan mata pisaunya bergerigi tajam yang gunanya memotong batang padi, sedangkan bagian gagangnya terbuat dari kayu hutan atau pohon durian. Alat ini bisa digunakan oleh laki-laki maupun perempuan, karena bentuknya kecil dan tidak berat sehingga pemakaiannya sangat cocok ketangan para petani. Cara petani menggunakan alat ini pertama-tama tangan yang satu memegang batang padi yang akan dipotong kemudian tangan yang satunya memegang sabit. Mata pisau sabit yang bergerigi dan tajam sehingga memungkinkan batang padi terpotong. Proses pemanenan dilakukan dengan cara memotong batang padi dengan menggunakan arit atau ani-ani tadi. Dalam pemanenan padi ini dilakukan secara bergotong royong. Pemotongan batang padi untuk luas lahan persawahan sekitar 1 rantai memakan waktu berkisar 1 jam untuk 2 orang petani. Padi yang telah dipotong kemudian dipisahkan biji dengan batangnya, dalam istilah Batak Toba dinamakan maspas sehingga didapatlah biji padi yang bersih dari batang dan daun-daunnya. Proses maspas ini dilakukan dengan cara memukul batang padi kesebuah batang bambu besar pada masa sekarang masyarakat menggunana sebuah drum yang sudah dipersiapkan. Batang bambu yang panjang dibentangkan secara horizontal dan dibuat penyangga dari ujung keujung sepanjang batang bambu. Biasanya panjang batang bambu yang digunakan.berkisar 8-10 M. Maspas ini juga dilakukan secara bergotong royong dan para petani mempunyai tugas-tugas Universitas Sumatera Utara 19 tersendiri dalam proses maspas. Beberapa orang bertugas melakukan pemukulan batang padi, sebagian orang lagi bertugas menampi biji padi. Hal ini dilakukan untuk memisahkan biji padi dari sampah yang menyatu dengan biji padi seperti daun-daun padi yang kecil dan biji padi yang tidak ada buahnya. Proses penampian dilakukan dengan tangan manusia misalnya mengambil segenggam biji padi yang kemudian dijatuhkan kembali. Biji padi yang dijatuhkan tadi merupakan hasil akhir dari proses pemanenan., sedangkan sampah yang menyatu dengan biji padi terpisah karena diterbangkan oleh angin. Ada juga proses penyortiran dengan menggunakan tampi atau tampah. Butir-butir padi diletakkan dalam tampi kemudian dipiar-piari secara naik-turun untuk membuang sampah seperti daun-daun padi yang pada butir-butir padi. Setelah proses memaspas di ladang dilakukan dan pemisahan biji padi dari batangnya selesai, kemudian hasil biji padi tadi dikumpulkan dalam beberapa kantung goni kemudian dijunjung di atas punggung atau kepala untuk dibawa ke rumah. Kegiatan yang dilakukan kemudian adalah proses pengeringan, untuk proses pengeringan tidak membutuhkan banyak orang dalam pelaksanaannya, cukup 1 atau 2 orang saja, padi dijemur di sekitar pekarangan rumah, dengan membentangkan tikar atau goni dan padi di jemurkan di atasnya. Proses penjemuran padi tidak membutuhkan waktu yang lama, karena tergantung kepada terik matahari pada saat menjemur padi. Padi ini dijemur supaya dapat ditumbuk menjadi beras dan beras ini yang akan dimasak untuk dimakan ataupun dijual Proses penumbukan padi masih mengunakan alat yang tradisional di mana masyarakat setempat berdasarkan observasi yang dilakukan masih menggunakan Universitas Sumatera Utara 20 alu atau penumbuk padi, yang dikerjakan sendiri oleh tangan manusia. Setelah padi ditumbuk, maka selanjutnya akan ditampi dan dipisahkan beras yang bagus dalam arti masih utuh dengan beras yang sudah terbelah-belah. Setelah semuanya itu selesai maka beras tersebut sudah dapat dikonsumsi dengan cara dimasak.

3.1.2. Tanaman Nilam