45
Pada Desember 1993, Kongres Lesbian dan Gay KLGI I diselenggarakan di Yogyakarta. KLGI II kemudian menyusul di Jawa Barat pada 1995.
Sejarah munculnya organisasi LGBTIQ di Indonesia dapat dilihat seperti di bawah ini :
“Orang-orang LGBT di Indonesia sudah cukup lama berorganisasi. Semua berawal dari tahun 1960-an. Waria adalah kelompok pertama yang membentuk organisasi, yaitu Himpunan
Wadam Djakarta HIWAD yang berdiri pada tahun 1968 di Jakarta yang difasilitasi oleh Ali Sadikin, Gubernur Jakarta masa itu, kemudian diikuti oleh organisasi gay melalui Lambda
Indonesia pada tahun 1980-an dan selanjutnya kelompok lesbian dimulai dengan organisasi PERLESIN pada masa kurun waktu yang bersamaan. Sayangnya organisasi lesbian sempat
vakum beberapa lama sama pada Kongres Perempuan Indonesia KPI pertama setelah rejim Orde Baru tahun 1999, untuk pertama kalinya kelompok perempuan secara terbuka
memperhatikan persoalan-persoalan lesbian dan pada saat itu juga KPI menunjukkan perhatiannya secara serius dengan membentuk sektor 15 yang secara khusus memberikan
perhatian pada persoalan-persoalan yang dihadapi oleh LBT Lesbian, Bisexual and Transgender. Dan selanjutnya pada tahun 2000 organisasi-organisasi lesbian bermunculan di
berbagai tempat seperti di Jakarta ada Ardhanary Institute, Kipas di Makasar, Gendhis di Lampung dan di daerah lainnya.
”
64
2.1.2 Catatan Sejarah Seksualitas Lesbian yang Minim
Pada Bab I di atas, penulis telah menguraikan tentang peminggiran seksualitas perempuan dan lesbian. Hal ini cukup dirasakan oleh penulis ketika menelusuri
referensi mengenai sejarah perkembangan lesbian di Indonesia. Referensi sejarah lesbian dalam lingkup internasional sebenarnya ada banyak namun penulis
mengalami beberapa kendala teknis untuk mengaksesnya. Buku-buku lesbian yang berbahasa Indonesia tidak tersedia di toko-toko buku seperti halnya buku-
buku lainnya. Oleh karena itu, penulis langsung memesan beberapa buku yang diterbitkan oleh Ardhanary Institute, yang hanya didistribusikan oleh Ardhanary
Institute dan bisa dipesan melalui telepon dan online. Berikut ini beberapa hasil penelusuran penulis.
64
Khanis Suvianita, Op. Cit, hal. 18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
Menurut Oetomo 2001 : 53, pelembagaan homoseksualitas pada perempuan seperti pada masyarakat Yunani Kuno tidak ada. Ini disebabkan karena wanita
Yunani Kuno sangat terbatas ruang geraknya di luar rumah. Hanya ada catatan sejarah mengenai penyair wanita Sappho abad ke-6 SM., yang mengepalai
sekolah gadis di Mytilene di Pulau Lesbos. Nama pulau inilah yang kemudian pada zaman sekarang digunakan untuk menyebut homoseks perempuan. Orang
Yunani kala itu sendiri menyebut homoseksualitas pada wanita tribade dari kata tribein: menggosok.
Intitute Perempuan mencatat hubungan cinta sejenis antara perempuan pertama kali yang berasal dari Yunani Kuno. Chris Poerba dalam Sri Agustine
dan Evi Lina Sutrisno eds., 2013 : 126 juga menyebutkan hal serupa. Penjelasannya sebagai berikut :
“Sappho, eponim dari “sapphism,” diduga memiliki kehidupan cinta yang kompleks bahkan literatur kuno juga menyebut-nyebut hubungannya dengan lelaki; sementara nara sumber
jaman dahulu, Maximus of Tyre, menganggap hubungannya dengan murid-murid perempuan di sekolah itu murni platonik. Intelektual modern, berdasarkan teks kuno, menunjukkan
hubungan paralel jalinan cinta Yunani kuno antara lelaki dewasa dan anak-anak lelaki yang belum dewasa dengan Sappho dan anak didiknya, di mana baik pedagogi pendidikan
maupun pederasti berperan. Hubungan lesbian juga diberitakan dalam Sparta Plutarch, teks kuno tentang orang-orang Lacedaemonia, yang memberitakan b
ahwa “cinta begitu dihargai di antara mereka sehingga anak-anak perempuan juga menjadi sasaran erotis perempuan-
perempuan terhormat.” Rekaman hubungan lesbian juga ditemukan dalam puisi dan cerita- cerita Cina kuno, tetapi tak didokumentasikan dengan rinci seperti homoseksualitas laki-laki.
Pada jaman pertengahan ada laporan dari Arab tentang hubungan para penghuni harem. Mereka biasanya ditekan, bahkan atas perintah Kalifah Musa al-Hadi ada dua gadis yang
dipenggal kepalanya ketika tengah bercinta.
”
65
Dalam minimnya catatan mengenai seksualitas lesbian pada masa lampau, penulis juga berhasil menemukan catatan tentang Anna Rulling, seorang pelopor
pejuang lesbian di awal abad 20. Anna adalah seorang perempuan Jerman yang
65
http:www.pelangiperempuan.or.idberitaetimologi-lesbian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
sudah menjadi aktivis lesbian pertama di tahun 1904 dan menyatakan diri secara terbuka sebagai lesbian
66
. Catatan mengenai Anna dan peran-perannya di masa lampau ditulis oleh Simone de Beauvoir dalam buku The Second Sex sehingga
jejaknya masih dapat diketahui hingga saat ini
67
.
2.2 SITUASI DAN KONDISI LESBIAN SECARA INTERNASIONAL