95
Fakta ini membuat mereka lebih memilih untuk tidak bertindak ‘aneh-aneh’, lebih baik ‘lurus-lurus’ saja. Lurus berarti tidak melawan kehendak orangtua,
tidak melanggar hukum, tidak menunjukkan identitasnya kepada masyarakat agar jangan dikira menyimpang. Itulah sebabnya banyak lesbian yang akhirnya
menuruti kemauan orangtuanya untuk menikah dengan laki-laki, meskipun mereka tidak tertarik kepada laki-laki itu. Ima, yang pernah mengalami hal
tersebut mengaku bahwa setiap kali ia membayangkan akan tidur dengan suaminya, ia merasa seperti diperkosa. Itulah sebabnya ia lari dan meninggalkan
suaminya. Sekarang ia sudah hidup bahagia dengan butchi yang dicintainya.
4.3.2 Mendambakan sebuah “pernikahan”
Pernyataan Blackwood yang dikutip oleh Boelstorff bahwa di seluruh Indonesia, para individu, apakah itu lelaki atau perempuan, belum dianggap
dewasa sampai mereka menikah secara heteroseksual. Lesbian di Kota Medan juga merasakan hal yang demikian. Lebih lanjut jelas Boelstorff :
“…dan “gagasan tentang selibat atau hidup melajang sangat tidak dikenal” Hoskins 1998:17. Namun bila nafsu seksual merupakan pemilikan semua orang masih diperdebatkan, tidak
ada yang alami tentang mengapa harus mengambil bentuk-bentuk perkawinan tertentu. Universalitas nyata tentang keharusan perkawinan memaksa adanya respon kritis yang
menghargai
keanekaragaman arti “perkawinan” dalam konteks sejarah dan budaya, khususnya tentang bagaimana konsep perkawinan modern merangkul pacaran, penerimaan nasional, dan
subyektivitas konsumerisme yang dibentuk oleh kapitalisme Abelove 1992; Collier 1988
Ketika sedang membicarakan tentang pernikahan, semua informan dalam penelitian ini mengaku mempunyai keinginan untuk menikah dan membentuk
keluarga. Namun ketika ditanya ingin menikah seperti apa, jawaban informan berbeda-beda ; ada yang ingin menikah dengan kekasih perempuannya, ada pula
yang berencana akan tetap menikah dengan laki-laki demi membahagiakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
96
orangtuanya. Eva tidak pernah berencana untuk menikah dengan laki-laki karena ia memang merasa tidak tertarik kepada laki-laki. Ia tidak ingin membohongi
dirinya sendiri demi menyenangkan siapapun. Kesenangan macam apa jika ia harus berpura-pura menyukai orang yang memang tidak disukainya. Ia lebih baik
menunjukkan sisi positif dirinya yang begitu banyak kepada orangtua dan orang- orang di sekitarnya daripada harus berpura-pura suka pada laki-laki. Baginya,
menjadi pribadi lesbian yang mandiri, cerdas dan berhati tulus jauh lebih mulia daripada menjadi seorang yang berpura-pura menjadi heteroseksual agar
mendapatkan penerimaan dari keluarga dan masyarakat. Meskipun berada dalam satu organisasi yang sama, Eva menemukan beberapa
teman-temannya yang masih juga ingin menikah dengan lawan jenis hanya untuk menyenangkan hati orangtuanya. Bagi Eva, tidak apa-apa menikah dengan laki-
laki kalau memang ada ketertarikan dan dilakukan dengan keinginan dan kesiapan yang tepat. Namun, jika hnaya dilakukan dengan embel-embel untuk
menyenangkan hati orangtua dan mendapat pengakuan dari masyarakat, sangat kasihan dan alangkah menyedihkannya hidup mereka nanti di masa depan. Eva
juga sering bercerita dengan teman-temannya yang tadinya menikah, tapi toh pada akhirnya mereka harus lari dari pernikahan itu karena tidak tahan terus-terusan
berpura-pura. Seperti yang dikemukakan Eva, beberapa informan yang femm mengaku
kadang-kadang masih memiliki keinginan untuk menikah dengan lawan jenis. Mereka sadar bahwa ketertarikan mereka kepada laki-laki tidak ada. Namun,
mereka juga tidak tahu harus berbuat apa jika nanti sudah tiba waktunya mereka
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
97
akan dituntut menikah oleh keluarga. Ketika ditanya perihal keinginan untuk menikah sesama jenis di luar negeri, semua informan ingin melakukannya. Sejak
sekarang, mereka bahkan sudah menyiapkan dana yang dibutuhkan untuk ke luar negeri. Andai saja di Indonesia bisa menikah sejenis. Tapi harapan itu sepertinya
hanya menjadi angan-angan yang sulit terwujud.
4.3.3 Relasi butchi dan femm