71
juga perlu diinterpretasi ulang agar benar-benar tidak didasarkan kepada subjektivitas orang-orang heteroseksual saja.
Organisasi keagamaan seperti Front Pembela Islam FPI juga dirasakan sebagai pelaku kekerasan terhadap lesbian. Ika, yang ikut tergabung dalam sebuah
front perjuangan LGBTI di Medan yang bernama Rainbow United of North Sumatera RUNS bercerita :
“Mei lalu kami hampir saja berhadapan dengan FPI, waktu IDAHO International Day Against Homophobia_pen 2013. Mereka menyuruh polisi untuk menghentikan acara
IDAHO yang kami selenggarakan, padahal kami jelas-jelas punya surat ijin kegiatan dan tempat. Acara kami terpaksa diberhentikan karena kami tak ingin ada keributan disana.
Kami tidak ingin membuat masyarakat berpikir bahwa kami ada disitu untuk membuat keributan, sebab kami tak pernah merasa membuat keri
butan dimanapun kami berada”
Organisasi keagamaan lainnya seperti organisasi anak muda Kristen di kampus-kampus juga dianggap kerap melakukan kekerasan secara psikis kepada
informan yang tergabung dalam organisasi tersebut. Eva pernah merasa diejek ketika seniornya di organisasi tersebut menyebutkan bahwa homoseksual adalah
dosa yang tidak bisa diampuni oleh Tuhan. Kadang-kadang kalimat-kalimat bernada mengejek juga kerap dilontarkan oleh mereka sehingga membuat Eva
merasa tersinggung dan terluka secara psikis.
3.2.5 Kekerasan oleh Negara
Negara seharusnya bertugas untuk memenuhi kebutuhan serta masalah- masalah yang dihadapi oleh setiap warganegaranya. Negara pun tidak seharusnya
mengabaikan hak sebagian warganegara hanya karena mereka berbeda. Namun, bagi sebagian besar informan, hal itu hanyalah sebuah mimpi, khususnya di
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
72
Indonesia. Negara melalui peraturan perundangundangannya, hanya menjadi alat untuk melegitimasi kekerasan terhadap LGBTI.
Berbagai peraturan perundang-undangan baik yang berbentuk Undang- undang UU maupun Peraturan Daerah Perda di Indonesia yang diskriminatif
terhadap LGBTI antara lain yaitu : - UU RI No.442008 tentang Pornografi.
Penjelasan Pasal 4 ayat 1 huruf a UU RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi itu menyebutkan, “Yang dimaksud dengan persenggamaan yang
menyimpang antara lain persenggamaan atau aktivitas seksual lainnya dengan
mayat, binatang, oral seks, anal seks, lesbian, dan homoseksual.
”
72
Dalam naskah UU tersebut, pornografi didefenisikan sebagai gambar, sketsa, ilustrasi, foto,
tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi danatau
pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Lesbian dan homoseksual
disebut sebagai tindakan persenggamaan yang menyimpang. Dalam Ketentuan Pidana Pasal 29, tindakan yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat 1 akan dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6 enam bulan dan paling lama 12 dua belas tahun danatau pidana denda paling sedikit Rp. 250.000.000,00 dua ratus
72
UU RI No.442008 tentang Pornografi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
73
lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp. 6.000.000.000,00 enam miliar rupiah
73
. Pada tahun 2006 silam, beberapa informan yang merupakan aktivis LGBTI
bersama rekan-rekan organisasi yang mendukung kesetaraan terhadap homoseksual pernah melakukan aksi protes terhadap RUU APP kala itu. Namun
apa bisa dikata, saat ini RUU tersebut sudah menjadi UU yang sah di negeri ini. Hingga saat ini, aktivis dan organisasi LGBTI di nasional masih melakukan
advokasi untuk merevisi UU tersebut. Bagi mereka, hal ini merupakan suatu kesalahan nasional yang berujung pada pelanggaran HAM dan kebebasan pribadi
Heru W. Susanto, dalam Sri Agustine dan Evi Lina Sutrisno eds., 2013 : 228.
-UU RI NO 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dasar Perkawinan yang diatur pada Pasal 1 ayat 1 UU tersebut menyebutkan,
“Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. ”
74
-UU RI No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 72a menyebutkan, “Setiap orang berhak menjalani kehidupan reproduksi
dan kehidupan seksual yang sehat, aman, serta bebas dari paksaan danatau kekerasan dengan pasangan yang sah.
” Menurut Eva, frase pasangan yang sah
73
Ibid., hal.7
74
http:www.lbh-apik.or.iduu-perk.htm
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74
pada pasal tersebut sangat diskriminatif terhadap LGBTI, kecuali jika pernikahan sejenis sudah dilegalkan di Indonesia.
-UU RI No 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 64 berbunyi,
“KTP-el mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, memuat elemen data penduduk, yaitu NIK, nama, tempat
tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal
dikeluarkan KTP-el, dan tandatangan pemilik KTP-el.
75
”
Pemilihan jenis kelamin hanya didasarkan pada dua jenis kelamin. Tentu saja, waria transjender dan interseks tidak bisa memilih jenis kelamin mereka sesuai
dengan yang sebenarnya.
- Perda Provinsi Sumatera Selatan No. 13 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Maksiat di Provinsi Sumatera Selatan.
Bab II Pasal 2 menyebutkan lesbian dan homoseks sebagai perbuatan maksiat atau perbuatan yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat selain yang
diatur dalam norma-norma
76
.
- Perda Kota Palembang No. 2 Tahun 2004 tentang Pemberantasan Pelacuran. Pasal 8 ayat 2 menyebutkan homoseks dan lesbian sebagai perbuatan pelacuran.
75
UU RI No.24 Tahun 2013. Sumber : http:www.hukumonline.compusatdatadownloadlt52e8ddc5597ffnodelt52e8dd4cb6d80
76
Perda Provinsi Sumatera Selatan No. 13 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Maksiat di Provinsi Sumatera Selatan. Sumber :
http:www.jdih.setjen.kemendagri.go.iddownload.php?KPUU=16598
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
75
- Kebijakan Departemen Sosial melalui Dinas Pembinaan Mental dan Kesehatan Sosial Bintalkesos DKI Jakarta
Dalam kebijakan ini, Dinas Bintalkesos DKI Jakarta memasukkan waria ke dalam
kategori penyancang cacat. Oleh karena itu, penanganan waria merupakan kewenangan Sub Dinas Penyantunan Penyandang Cacat. Hal tersebut tentu
langsung menimbulkan opini publik yang negatif. Masyarakat pun akan semakin percaya bahwa kelompok waria memang merupakan kelompok penyandang cacat
Ariyanto dan Rido Triawan SH, 2008 : 21. Dengan upaya yang gigih dari
kelompok waria di Jakarta, akhirnya pada Juni 2008 Dinas Bintalkesos DKI Jakarta secara resmi menyatakan bahwa Sub Dinas yang berwenang menangani
waria yang terjerat razia di jalanan adalah Sub Dinas Rehabilitasi Tuna Sosial. Menurut Ariyanto, peraturan tersebut juga harus diharmonisasikan menjadi
peraturan yang lebih tinggi lagi agar tidak ada lagi penangkapan terhadap waria.
- RUU KUHP
Pada tahun 2005, pemerintah RI melalui Kementerian Kehakiman menginisiasi munculnya sebuah RUU yang bernama RUU KUHP. RUU ini memuat pasal-
pasal yang secara eksplisit mengatur hubungan seksual yang dikriminalisasikan. Menurut Pasal 493 RUU tersebut, LGBT dapat dijerat tuduhan tuduhan tindakan
kriminal bila melakukan hubungan seksual sesama jenis dengan pasangan yang berusia di bawah 18 tahun. Sementara itu, hal serupa tidak berlaku terhadap
pasangan berlainan jenis. Di Aceh, terdapat beberapa kebijakan negara maupun non negara
statement pejabat negara, surat edaran, dll yang diskriminatif terhadap LGBTIQ:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
76
-Surat Edaran Walikota Aceh Salon -Surat Edaran Bupati Bireun Salon
-Keputusan Kampung Neusu Waria -Statement Walikota BA
-Kitab Acara Qanun Jinayatsah Desember 2013 - Qanun Syariah Islam ekspresi gender
Di Wilayah lain seperti Lampung juga terdapat perda walikota tentang penutupan lokalisasi. Di Padang, Sumatera Barat, terdapat Perda anti maksiat
kota padang panjang 92010 amend 22004, kab. Pariaman 22004, sawaklunto sijunjung 192006.
3.3 BERBAGAI STRATEGI PEMECAHAN MASALAH PADA