93
perjuangan mereka hanya untuk menarik orang-orang menjadi lesbian. Menurut Tiwi, aktivis Cangkang Queer, anggapan tersebut akan pelan-pelan lenyap jika
kerja-kerja mereka di organisasi akan semakin kelihatan di mata komunitas dan masyarakat.
4.3 NILAI
4.3.1 Kekerasan terhadap Lesbian, suatu Kewajaran ataukah harus
dilawan?
Eva, Tiwi, Ika dan Jimy mengatakan bahwa mereka siap untuk melawan kekerasan dalam bentuk apapun yang dilakukan terhadap mereka, berkenaan
dengan identitas diri mereka sebagai lesbian. Awalnya memang mereka tidak berani. Jangankan berani melawan atau melaporkan, mereka bahkan tidak tahu
menahu tentang mana yang disebut kekerasan, dan mana yang bukan kekerasan. Sejak rutin mendapatkan materi-materi seksualitas dan feminisme di organisasi-
organisasi LGBTI, akhirnya sekarang mereka menjadi lebih berani menuntut hak mereka sebagai manusia. Nita dan Ida, yang meskipun tidak pernah masuk dalam
organisasi LGBTI, tapi mereka juga sepakat untuk melawan kekerasan. Para informan ini menawarkan berbagai cara untuk melawan ketika sedang
mengalami kekerasan. Pertama, misalnya ketika mendapatkan kekerasan dari keluarga, selagi keluarga atau orangtua masih bisa diajak bicara baik-baik, ajaklah
mereka bicara dari hati ke hati. Tidak ada orangtua yang ingin melihat anaknya menderita dan tidak bahagia. Kadang-kadang, mereka hanya belum mengerti.
Apalagi, melawan arus patriarki dan heteroseksisme yang sudah mengakar di
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
94
budaya kita tidaklah mudah. Maka lesbian harus bersabar untuk membuat orangtuanya mengerti. Sembari itu, tunjukkan prestasi sebagai anak, dimanapun
berada, di sekolah, tempat kerja atau di mana saja. Kedua, jika sudah sampai mengalami kekerasan fisik atau psikis yang cukup
parah, silahkan hubungi organisasi atau lembaga bantuan hukum yang bisa membantu korban. Melaporkan segala tindak kekerasan adalah hal yang harus
dilakukan agar pelaku bisa segera ditindaklanjuti. Bahkan sekalipun pelaku adalah pacar sendiri, itu harus segera dilaporkan. Itulah sebabnya mengapa informan ini
sangat menganjurkan teman-teman mereka untuk berorganisasi. Hidup sebagai lesbian yang kerap mengalami kekerasan, tentu akan lebih mudah dijalani dengan
bergandeng tangan dengan orang-orang yang mau membantu. Selain itu, nilai- nilai baru yang lebih baik seperti mengutamakan keadilan, kesetaraan dan
solidaritas akan ditanamkan di dalam organisasi. Bagi informan yang lain, melawan kekerasan bukanlah perkara yang mudah
semudah mengucapkannya. Mereka masih kebingungan mau melawan dengan cara apa, melapor harus kemana dan lain sebagainya, sekalipun mereka sepakat
untuk melawan. Kadang-kadang, mereka masih tidak percaya bahwa ada lembaga-lembaga yang akan membantu mereka ketika sedang mengalami
kekerasan. Menurut mereka, kesalahan akan selalu dilimpahkan kepada mereka karena mereka terbukti lesbian. Mereka merasa kurang informasi atas adanya
organisasi-organisasi lesbian yang ada di Kota Medan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
95
Fakta ini membuat mereka lebih memilih untuk tidak bertindak ‘aneh-aneh’, lebih baik ‘lurus-lurus’ saja. Lurus berarti tidak melawan kehendak orangtua,
tidak melanggar hukum, tidak menunjukkan identitasnya kepada masyarakat agar jangan dikira menyimpang. Itulah sebabnya banyak lesbian yang akhirnya
menuruti kemauan orangtuanya untuk menikah dengan laki-laki, meskipun mereka tidak tertarik kepada laki-laki itu. Ima, yang pernah mengalami hal
tersebut mengaku bahwa setiap kali ia membayangkan akan tidur dengan suaminya, ia merasa seperti diperkosa. Itulah sebabnya ia lari dan meninggalkan
suaminya. Sekarang ia sudah hidup bahagia dengan butchi yang dicintainya.
4.3.2 Mendambakan sebuah “pernikahan”