30
III. PENUTUP
Petunjuk Pelaksanaan Pelayanan Informasi Pasar merupakan acuan dalam melaksanakan
kegiatan PIP pada Dinas lingkup Perkebunan baik tingkat
Provinsi maupun
KabupatenKota. Diharapkan dengan adanya Pedoman Teknis ini
dapat menyamakan persepsi para petugas dan pembina PIP sehingga tercipta sistem pelayanan
informasi pasar yang cepat, tepat, akurat, lengkap, kontinyu dan up to date. Dengan
demikian diharapkan jaringan informasi pasar di pusat dan daerah akan semakin kuat dan
pelayanan informasi pasar yang cepat, lengkap, tepat sasaran dan waktu serta berkesinambungan
dapat terlaksana sehingga peningkatan kegiatan pemasaran hasil komoditas perkebunan bagi
masyarakat luas dan secara khusus stake holder terkait dapat terwujud.
Pedoman Teknis Pengembangan Kemitraan dan Kewirausahaan-2016 1
Petunjuk Teknis Pengembangan Kemitraan dan Kewirausahaan 2016 Page 1
I. TEMU USAHA KEMITRAAN
Keberhasilan usaha agribisnis ditentukan terutama oleh 4 faktor atau 4 pilar penunjang usaha agribisnis yaitu 1 Faktor
sumber daya termasuk sumber daya alam, sumber daya manusia dan kelembagaan usaha; 2 Modal; 3 Teknologi dan
4 Akses pasar atau pemasaran. Salah satu strategi untuk memperkuat
faktor-faktor tersebut
adalah melalui
pengembangan kemitraan baik kemitraan antar para petani itu sendiri dalam kelembagaan Kelompok Tani, Gabungan
Kelompok Tani atau Koperasi maupun kemitraan antar petani kelompok tanigabungan kelompok tani koperasi dengan
Perusahaan Swasta ataupun BUMN. Sasaran kemitraan diharapkan pada sisi petani dapat memperkuat keempat faktor
tersebut di atas, sehingga memberikan manfaat yang optimal bagi petani, sedangkan pada sisi Perusahaan Mitra bertujuan
antara lain dalam rangka efisiensi dan keberlanjutan dari usahanya. Dengan adanya kemitraan usaha diharapkan dapat
tercipta suatu sistem yang dikelola secara bersama berdasarkan prinsip : saling membutuhkan, saling memperkuat, dan saling
menguntungkan
antara stakeholder
untuk menjamin
keberlanjutan usaha melalui upaya peningkatan nilai tambah dan penciptaan produk yang berdaya saing. Selanjutnya melalui
kewirausahaan diharapkan dapat mereposisi petani menjadi wirausaha pertanian yang profesional dan mandiri.
Secara umum telah terbangun kelembagaan kemitraan usaha pertanian antara petani baik secara individu maupun
kelompok dengan perusahaan di bidang agribisnis, namun belum terbangun kelembagaan kemitraan yang saling membutuhkan,
saling memperkuat dan saling menguntungkan serta tidak
Petunjuk Teknis Pengembangan Kemitraan dan Kewirausahaan 2016 Page 2
berkelanjutan. Kelemahan mendasar yang ada antara lain adalah rendahnya komitmen antara pihak-pihak yang bermitra,
bargaining position yang tidak seimbang, serta kurangnya transparansi dalam penetapan harga dan pembagian nilai
tambahkeuntungan. Selain itu kendala lain adalah adanya ketimpangan antara pelaku usaha agribisnis di tingkat
masyarakat yang masih banyak berada di sub sistem agribisnis hulu on farm dengan pihak lain yaitu pelaku usaha di sub sistem
yang lain.
Beberapa permasalahan dalam membangun kelembagaan kemitraan agribisnis dari segi teknis, ekonomis dan sosial
kelembagaan adalah sebagai berikut: 1.
Kemampuan dan penguasaan teknologi baik budidaya maupun panen dan pasca panen pada petani dan aparat
masih kurang
2. Dukungan teknologi informasi masih lemah sehingga dalam
penentuan harga lebih didominasi oleh pihak Perusahaan Mitra pemilik modal
3. Biaya investasi relatif mahal
4. Belum ada jaminan pemasaran, terutama pada waktu
produksi melimpah 5.
Harga yang berfluaktuasi terutama saat-saat panen raya. 6.
Sistem pembayaran relatif lambat 7.
Persaingan yang tidak sehat antara petani produsen dalam menjual hasil
8. Konsolidasi kelembagaan di tingkat petani masih lemah
9. Perusahaan yang bersedia sebagai avalis dalam kemitraan
agribisnis masih terbatas 10. Komitmen yang dibangun diantara pihak-pihak yang
bermitra masih belum optimal
Petunjuk Teknis Pengembangan Kemitraan dan Kewirausahaan 2016 Page 3
11. Kelembagaan usaha petani relatif masih banyak yang bersifat informal.
Beberapa permasalahan
yang dihadapi
dalam pengembangan kewirausahaan Indonesia:
1. Jiwa ambtenaar masih mewarnai tingkah laku dan
kebiasaan masyarakat Indonesia. 2.
Masih banyak masyarakat yang lebih mementingkan gengsi dibandingkan kerja keras untuk berprestasi.
3. Masih banyak masyarakat yang lebih memperhatikan
materi tanpa memperhatikan makna dari pekerjaan yang harus ditangani.
4. Fungsi manajemen tidak berperan baik sehingga pola
manajemen dan mekanisme organisasi tidak bisa terkendali.
5. Kurangnya modal dalam pengembangan usaha.
6. Kurangnya
infrastruktur penunjang
pengembangan kewirausahaan seperti akses penghubung jalan dan
akses pemasaran.
Pada APBN Tahun 2016 Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan-Ditjen Perkebunan melalui
Program Peningkatan Produksi dan Produktivitas Komoditi Perkebunan membiayai kegiatan Temu Usaha Kemitraan.
Melalui kegiatan tersebut diharapkan dapat mendorong para petanipelaku usaha perdesaan membentuk kelembagaan tani
yang kuat dalam rangka mengembangkan kemitraan usaha, sehingga dapat mengembangkan usahanya secara lebih
profesional dengan jiwa kewirausahaan yang kuat, untuk
Petunjuk Teknis Pengembangan Kemitraan dan Kewirausahaan 2016 Page 4
menghasilkan produk yang mempunyai nilai tambah dan berdaya saing tinggi.
A. Tujuan
Kegiatan Temu Usaha Kemitraan bertujuan antara lain:
Memfasilitasi terbentuknya danatau peningkatan kemitraan usaha antara PoktanGapoktan dengan Perusahaan Mitra.
B. Sasaran
Terbentuknya danatau meningkatnya kemitraan usaha antara PoktanGapoktan dengan Perusahaan Mitra serta
berkembangnya kewirausahaan dan ekonomi kreatif pada PoktanGapoktan pada 24 satker di 24 Provinsi di Indonesia
sebagaimana terlampir.
C. Output
Terbentuknya kemitraan antara PoktanGapoktan dengan Perusahaan Mitra yang ditandai dengan adanya MoU antara
para pihak tersebut.
D. Outcome
Meningkatnya akses pasar teknologi permodalan dan capacity building.
Petunjuk Teknis Pengembangan Kemitraan dan Kewirausahaan 2016 Page 5
E. Metode Pelaksanaan
a. Identifikasi kelompok-kelompok petani yang potensial untuk dimitrakan.
b. Identifikasi perusahaan calon mitra bagi kelompok- kelompok petani yang potensial
c. Melaksanakan pertemuan dan merumuskan konsep kemitraan yang dapat dilaksanakan dan penanda-
tanganan MoU oleh para pihak.
F. Jadwal Pelaksanaan
No Jenis Kegiatan
Bulan 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10
11 12
1. Identifikasi
kelompok- kelompok petani
yang potensial untuk dimitrakan
2 Identifikasi
perusahaan calon mitra bagi
kelompok- kelompok petani
yang potensial
3. Pertemuan
kemitraan Temu Usaha
Petunjuk Teknis Pengembangan Kemitraan dan Kewirausahaan 2016 Page 6
No Jenis Kegiatan
Bulan 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
12
4. Koordinasi dengan
berbagai stakeholder dalam
rangka mendukung kemitraan
G. Anggaran
Anggaran Dana Dekonsentrasi Ditjen Perkebunan TA. 2016 untuk kegiatan Temu Usaha Kemitraan dialokasikan pada 24
Satker.
H. Pelaporan
Pelaksanaan kegiatan Temu Usaha Kemitraan, dilaporkan
oleh Dinas Perkebunan Provinsi terkait kepada Cq. Direktorat Pengolahan
dan Pemasaran
Hasil Perkebunan,
Ditjen Perkebunan.
Petunjuk Teknis Pengembangan Kemitraan dan Kewirausahaan 2016 Page 7
II. BIMBINGAN
TEKNIS TOT
KEMITRAAN DAN
KEWIRAUSAHAAN
Dalam rangka pengembangan usaha kemitraan agribisnis mulai dari hulu budidaya sampai hilir pengolahan dan
pemasaran, pemerintah mendorong untuk terjadinya kemitraan usaha yang efektif, adil dan berkelanjutan antara petani yang
tergabung dalam PoktanGapoktan, Koperasi Tani, LM3 Agribisnis, Subak Abian, Asosiasi dengan Perusahaan Mitra
MenengahBesarEksportir ataupun antara PoktanGapoktan itu sendiri.
Keberhasilan pembangunan agribisnis sangat ditentukan oleh 4 faktor 4 pilar utama yaitu : 1 Sumberdaya mencakup
sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan kelembagaan usaha; 2 Modal, 3 Teknologi, dan 4 Pasar. Dengan
demikian, diharapkan seluruh stakeholder akan benar-benar sadar akan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian tersebut selanjutnya dapat memberikan perhatian secara intensif
dan berimbang kepada keempat faktor atau pilar tersebut.
Sebagai tindak lanjut dari serangkaian kegiatan yang memberikan langkah-langkah kongkret dan nyata dalam rangka
pengembangan agribisnis melalui pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian untuk memberikan nilai tambah
dan daya saing antara lain dilakukan pengembangan kemitraan dan kewirausahaan agribisnis. Secara prinsip kemitraan usaha
tetap diarahkan dapat berlangsung atas dasar norma-norma ekonomi yang berlaku dalam keterkaitan usaha yang saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Tujuan Mengembangkan usaha kemitraan di bidang pertanian
antara lain untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan
Petunjuk Teknis Pengembangan Kemitraan dan Kewirausahaan 2016 Page 8
usaha, peningkatan kualitas sumberdaya mitra, peningkatan skala
usaha serta
dalam rangka
menumbuhkan dan
meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra yang mandiri. Terhadap kemitraan yang sudah terbangun tersebut, perlu
dilakukan pembinaan, pemantauan dan evaluasi agar dapat terwujud kemitraan yang adil, efektif dan berkelanjutan.
A. Tujuan dan Sasaran
Tujuan Bimbingan Teknis TOT Usaha Perkebunan adalah meningkatkan kemampuan dalam mengelola usaha agribisnis
dibidang perkebunan dengan menerapkan pola kemitraan
Sasaran Bimbingan
Teknis TOT Usaha
agribisnis Perkebunan yaitu kelompok yang telah tercatat sebagai
kelompok mitra
B. Sasaran
Sasaran yang diinginkan dari kegiatan Bimbingan Teknis Kemitraan dan Kewirausahaan adalah terlatihnya para pelaku
usaha tentang konsep dan pola kemitraan dan kewirausahaan perencanaan usaha d
C. Output
Output Bimbingan
Teknis TOT
Usaha agribisnis
Perkebunan adalah terbinanya PoktanGapoktan, Koperasi Tani, LM3 Agribisnis, Subak Abian, Asosiasi yang telah melakukan
kemitraan
Petunjuk Teknis Pengembangan Kemitraan dan Kewirausahaan 2016 Page 9
D. Outcome
Outcome Bimbingan Teknis TOT Usaha agribisnis Perkebunan adalah berjalannya kemitraan yang sudah berjalan
dari tahun 2011 – 2015.
E. Metode Pelaksanaan
Pelaksanaan Kegiatan sebagai berikut : a Tahap Persiapan
Pada tahap ini akan dilakukan identifikasi dan monev terhadap PoktanGapoktan yang telah bermitra,
penyusunan jadwal, penentuan materi, menghubungi narasumber, mempersiapkan undangan kepada peserta
dan narasumber dan berkoordinasi dengan Dinas Perkebunan ProvinsiKabupatenKota lingkup Pertanian
dan instansi terkait lainnya.
b Tahap Pelaksanaan Penyampaian materi pendukung di dalam kelas oleh
berbagai narasumber yang terkait. Diskusi dan tukar menukar informasi tentang materi
yang telah disampaikan, permasalahan dan upaya pemecahan masalah serta rencana tindak lanjut
terkait dengan pengembangan kemitraan usaha.
Petunjuk Teknis Pengembangan Kemitraan dan Kewirausahaan 2016 Page 10
c Tahap Pembuatan Laporan Pada tahap ini akan dilakukan pembuatan laporan hasil
pelaksanaan kegiatan,
termasuk permasalahan,
pemecahan masalah dan tindak lanjut
F. Jadwal Pelaksanaan
Jenis Kegiatan
Bulan 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
Bimbingan Teknis TOT Usaha
agribisnis Perkebunan
G. Anggaran
Anggaran Dana Dekonsentrasi Ditjen Perkebunan TA. 2016 untuk kegiatan Bimbingan Teknis TOT Kemitraan dan
Kewirausahaan dialokasikan pada 22 Satker.
H. Pelaporan
Pelaksanaan kegiatan Bimbingan Teknis TOT Kemitraan dan
Kewirausahaan meliputi
hasil kegiatan
termasuk
Petunjuk Teknis Pengembangan Kemitraan dan Kewirausahaan 2016 Page 11
permasalahan, pemecahan masalah dan tindak lanjut, dilaporkan oleh Dinas Perkebunan Provinsi terkait kepada Cq. Direktorat
Pengolahan dan
Pemasaran Hasil
Perkebunan, Ditjen
Perkebunan.
PENUTUP
Pembinaan Kemitraan, Kewirausahaan dan Ekonomi Kreatif melibatkan aspek yang sangat luas dan terkait dengan
kewenangan berbagai instansi di dalam dan di luar lingkup Kementerian Pertanian. Oleh karena itu, kerjasama yang
harmonis lintas instansi sangat dibutuhkan. Dukungan para pelaku usaha agribisnis, Pemerintah Daerah dan masyarakat
luas yang merupakan komponen utama didalam sistem agribisnis sangat dibutuhkan. Melalui kerjasama yang efektif dan
bersifat saling mendukung diharapkan program-program yang telah dirumuskan dapat direalisasikan dan mencapai tujuan serta
sasaran yang telah ditetapkan.
Pedoman teknis ini masih harus dijabarkan lebih lanjut ke dalam pedoman yang lebih operasional yang diterbitkan oleh
Dinas Perkebunan di tingkat provinsi.
Pedoman Teknis Pengembangan Agrowisata - 2016 1
Pedoman Teknis Pengembangan Agrowisata - 2016 Page i
Dalam rangka mengembangkan usaha yang merupakan salah satu upaya dalam rangka mengembangkan usaha
masyarakat untuk dapat meningkatkan kesejahteraan petani pekebun khususnya masyarakat di wilayah agrowisata. Sinergi
antara Pertanian dan Pariwisata merupakan landasan dalam pengembangan Agrowisata. Dampak positif pengembangan
Agrowisata antara lain dapat meningkatkan nilai jual komoditi pertanian yang dihasilkan dan berkembangnya sumber-sumber
pendapatan lainnya yang dapat dinikmati oleh masyarakat setempat. Untuk pengembangan lebih lanjut sebagai suatu
Kawasan Agrowisata yang dapat memberikan kontribusi nyata terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya
petani pekebun di wilayah yang bersangkutan, maka perlu adanya suatu koordinasi dan sinkronisasi dalam rangka
pembinaan dan pengawalan dengan instansi terkait serta stakeholder untuk menindaklanjuti rencana pengembangan
agrowisata.
Terkait dengan pada kegiatan tersebut diharapkan Kawasan Agrowisata dapat berkembang. Pedoman Teknis ini adalah salah
satu Pedomanacuan dalam rangka pelaksanaan kegiatan tahun 2016.
Jakarta, .... 2016 ..........................................
Pedoman Teknis Pengembangan Agrowisata - 2016 Page ii
................................. NIP. ...........................................
Pedoman Teknis Pengembangan Agrowisata - 2016 Page 1
I. PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN AGROWISATA
Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki kekayaan alam dan hayati yang sangat beragam yang jika dikelola dengan tepat,
kekayaan tersebut mampu diandalkan menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di wilayah Indonesia
sangat sesuai untuk pengembangan komoditas tropis dan sebagian sub tropis pada ketinggian antara nol sampai ribuan
meter di atas permukaan laut. Komoditas perkebunan dengan keragaman dan keunikannya yang bernilai tinggi serta diperkuat
oleh kekayaan kultural yang sangat beragam mempunyai daya tarik
kuat sebagai
agrowisata. Keseluruhannya
sangat berpeluang besar menjadi andalan dalam perekonomian
Indonesia.
Preferensi dan motivasi wisatawan berkembang secara dinamis. Kecenderungan pemenuhan kebutuhan dalam bentuk
menikmati obyek-obyek spesifik seperti udara yang segar, pemandangan yang indah, pengolahan produk secara tradisional,
maupun
produk-produk pertanian
modern dan
spesifik menunjukkan peningkatan yang pesat. Kecenderungan ini
merupakan signal tingginya permintaan akan Wisata Agro dan sekaligus membuka peluang bagi pengembangan produk-produk
agribisnis baik dalam bentuk kawasan ataupun produk pertanian yang mempunyai daya tarik spesifik.
Potensi Wisata Agro yang sangat tinggi ini belum sepenuhnya dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal.
Untuk itu, perlu dirumuskan langkah-langkah kebijakan yang konkrit
dan operasional
guna tercapainya
kemantapan pengelolaan Obyek Wisata Agro di era globalisasi dan otonomi
daerah. Sesuai dengan keunikan kekayaan spesifik lokasi yang
Pedoman Teknis Pengembangan Agrowisata - 2016 Page 2
dimiliki, setiap daerah dan setiap obyek Wisata Agro dibutuhkan kerjasama sinergis diantara pelaku yang terlibat dalam
pengelolaan Wisata Agro, yaitu masyarakat, swasta dan pemerintah.
Kerjasama sinergis diantara pelakustakeholder yang terlibat dalam pengelolaan wisata perlu dilakuka pembinaan dan
pengembangan agrowisata. Pembinaan dan pengembangan agrowisata kepada stakeholder maupun Pemerintah bisa dalam
bentuk promosi maupun dalam bentuk Focus Group Discussion antar instansi terkait dalam hal permasalahan-permasalahan
yang ada pada agrowisata serta untuk dapat mengembangkan agrowisata tersebut.
A. Tujuan
Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan koordinasi, dan sinkronisasi dalam rangka pembinaan dan pengembangan
Kawasan Agrowisata yang potensial di setiap wilayah.
B. Sasaran
Sasaran yang hendak dicapai melalui kegiatan ini ialah: 1
Adanya konsep kesepakatan antar stakeholder dalam mengembangkan Agrowisata untuk suatu Kawasan
tertentu di masing-masing wilayah Provinsi.
2 Adanya komitmen dukungan dari berbagai pihak
terkait untuk pengembangan Kawasan Agrowisata
Pedoman Teknis Pengembangan Agrowisata - 2016 Page 3
yang bersangkutan.
C. Output
Hasi yang diperoleh antara lain : 1. Kesepakatan Rencana Pengembangan Agrowisata
2. Komitmen Stakeholder
dalam mengembangkan
agrowisata
D. Outcome
Berkembangnya agrowisata.
E. Metode Pelaksanaan
1. Dalam rangka pelaksanaan Pembinaan dan
Pengembangan
Agrowisata perlu
adanyanya Kesepakatan
Rencana Pengembangan
Agrowisata :
a. Melakukan koordinasi dan silronisasi hasil analisis potensi
Kawasan yang
potensial untuk
Pengembangan Kawasan Agrowisata dilihat dari aspek teknis, sosial, ekonomi, budaya dan
lingkungan alam.
b. Melakukan koordinasi dan
silronisasi hasil
Pedoman Teknis Pengembangan Agrowisata - 2016 Page 4
delineasi Kawasan sebagai salah satu wilayah yang
telah ditetapkan
bersama akan
dikembangkan sebagai Kawasan Agrowisata. c. Menyusun
progres hasil
koordinasi dan
sinkronisasi mengenai Rencana Tata Ruang dan Tata Guna Lahan.
d. Melakukan pembinaan dan pengawalan Hasil pemetaan sesuai komponen-komponen yang
perlu dibangundikembangkan serta tahapan pelaksanaannya dalam rangka pengembangan
wilayah yang bersangkutan sebagai Kawasan Agrowisata yang berdaya saing dan berkelanjutan.
e. Menyusun progres
hasil koordinasi
dan sinkronisasi
mengenai pola
manajemen Agrowisata yang direkomendasikan bersama
Dalam rangka
pelaksanaan pembinaan
dan pengawalan tersebut perlu dilakukan langkah-langkah:
a. Rapat Koordinasi dan sinkronisasi dengan stakeholders terkait.
b. Pemantapan rencana pengembangan kawasan Agrowisata
dan atau
membentuk Tim
Pengembangan Agrowisata Koordinasi dan sinkronisasi Penyusunan rencana
dukungan masing-masing sektor terkait dalam rangka Pengembangan Agrowisata dan Wisata
Agro yang melibatkan instansi terkait, pakar usaha
Pedoman Teknis Pengembangan Agrowisata - 2016 Page 5
Agrowisata dan
wakil masyarakat
sekitar agrowisata.
2. Dalam rangka Gelar Potensi Agrowisata :
Menghadiri acara Gelar potensi agrowisata yang diselenggarakan baik di tingkat Daerah atau di Tingkat
Nasional.
a Peserta Gelar
Potensi Agrowisata
adalah stakeholder terkait di Daerah Kabupaten Kota,
Provinsi, termasuk wakil-wakil dari masyarakat di sekitar Kawasan Agrowisata dan instansi terkait.
b Hasil Koordinasi dan Sinkronisasi pemetaan Kawasan
Agrowisata dengan
stakeholders diharapkan dapat disosialisasikan lebih luas pada
acara Pameran Agrowisata di Tingkat Daerah dan atau di acara Gelar Potensi Agrowisata yang
rencananya akan di selenggarakan di Jogja Expo Center pada bulan Mei 2016.
Pedoman Teknis Pengembangan Agrowisata - 2016 Page 6
F. Jadwal Pelaksanaan
Jadwal Pelaksanaan
kegiatan Pembinaan
dan Pengembangan Agrowisata:
No Jenis Kegiatan
Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11 12
1 Rapat
Koordinasi dan Sinkronisasi
2 Pemantapan
rencana pengembangan
agrowisata
3. Pelaksanaan
Gelar Potensi Agrowisata
4.. Pelaporan
G. Anggaran
Anggaran Dana Dekonsentrasi Ditjen Perkebunan TA. 2016 untuk kegiatan Pembinaan dan Pengembangan Agrowisata
dialokasikan pada 14 Satker.
Pedoman Teknis Pengembangan Agrowisata - 2016 Page 7
H. Pelaporan
Pelaksanaan kegiatan Pembinaan dan Pengembangan Agrowisata meliputi hasil koordinasi dan sinkronisasi termasuk
permasalahan, pemecahan masalah dan tindak lanjut, dilaporkan oleh Dinas Perkebunan Provinsi terkait kepada Cq. Direktorat
Pengolahan
dan Pemasaran
Hasil Perkebunan,
Ditjen Perkebunan.
H. Pelaporan
Laporan pelaksanaan
kegiatan Pembinaan
dan Pengembangan Agrowisata kepada Ditjen Perkebunan Cq.
Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan paling lambat bulan November 2016 dan tembusan kepada Sekretariat
Ditjen Perkebunan.
Pedoman Teknis Pengembangan Agrowisata - 2016 Page 8
PENUTUP
Pengembangan Kawasan
Agrowisata melibatkan
stakeholder dengan aspek yang sangat luas dan terkait dengan kewenangan berbagai instansi di dalam dan di luar lingkup
Kementerian Pertanian. Oleh karena itu, kerjasama yang harmonis lintas instansi sangat dibutuhkan. Dukungan para
pelaku usaha agribisnis, Pemerintah Daerah dan masyarakat luas yang merupakan komponen utama didalam sistem
agribisnis sangat dibutuhkan. Melalui kerjasama yang efektif dan bersifat saling mendukung diharapkan program-program yang
telah dirumuskan dapat direalisasikan dan mencapai tujuan serta sasaran yang telah ditetapkan.
Pedoman teknis ini masih harus dijabarkan lebih lanjut ke dalam pedoman yang lebih operasional yang diterbitkan oleh
Dinas Perkebunan Provinsi.
1
I. PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Persaingan pasar yang sangat kompetitif menuntut setiap negara yang mempunyai keunggulan komparatif suatu
produk untuk selalu tanggap dan antisipatif. Indonesia memiliki unggulan komoditi perkebunan seperti kelapa
sawit, kakao, teh, kopi, pala, dll. Berbagai faktor yang mempengaruhi persaingan pasar tersebut diantaranya isu-
isu yang berkaitan dengan peningkatan daya saing produk perkebunan Indonesia terutama yang berkaitan dengan
mutustandarisasi, proteksi lewat hambatan non tarif barrier serta Sanitary and Phytosanitary SPS.
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi makin banyak produk yang bernilai tambah dapat dihasilkan dan
peluang pasar komoditi perkebunan Indonesia di pasar Internasional semakin terbuka luas, namun hal ini belum
dimanfaatkan secara maksimal oleh para pelaku usaha produk Perkebunan Indonesia.
2
Disisi lain, saat ini mulai banyak terjalin berbagai perjanjian perdagangan antara Indonesia dengan negara
mitra dagang baik dalam forum bilateral, regional dan multilateral termasuk kerjasama komoditi dalam bentuk
Free Trade Agreement FTA. Kesepakatan perdagangan bebas atau Free Trade Agreement FTA antar negara
yang merupakan wujud dari liberalisasi perdagangan tidak bisa dibendung lagi oleh suatu negara secara individual.
Karena dalam situasi seperti ini satu negara tidak lagi dapat berdiri sendiri, tetapi saling tergantung satu dengan
yang lain. Perkembangan FTA semakin berkembang antara lain
disebabkan oleh
tidak tercapainya
kesepakatan perundingan di dalam wadah WTO, termasuk perundingan
untuk produk perkebunan. Sebagai konsekuensi, sejumlah negara
berlomba untuk
melakukan Free
Trade Agreement, baik berupa bilateral maupun regional untuk
meningkatkan perdagangan antar negara yang ikut serta dalam FTA tersebut.Beberapa FTA antara Indonesia dan
negara mitratelah terbentuk antara lain: Indonesia – Japan
Economic Patnership Agreement IJ-EPA dan PTA
3
Indonesia – Pakistan sedangkan yang saat ini masih
dalam tahap negosiasi perundingan antara lain Indonesia – Korea CEPA, Indonesia – EFTA CEPA, Indonesia – EU
CEPA, Indonesia – Australia CEPA. Dalam forum
regional, Indonesia terlibat dalam forum ASEAN-FTA dan RCEP Regional Comprehensive Economic Partnership
sedangkan dalam forum multilateral Indonesia aktif dalam WTO.
AEC Asean Economic Community akan
implementatif pada 31 Desember 2015 dan RCEP dengan 16 negara akan implementatif pada 1 Januari
2016.
FTA membawa dampak ekspansi perdagangan dunia, menghilangkan hambatan perdagangan dan bertujuan
meningkatkan perdagangan antar anggota. Kesepakatan utama dalam perdagangan bebas adalah menghilangkan
hambatan tarif dan non tarif diantara negara anggota. Berbagai kesepakatan hasil negosiasi dan diplomasi di
berbagai forum
perdagangan Internasional
perludiinformasikan lebih luas kepada stakeholder instansi teknis terkait di daerah sentra produksi di seluruh
4
Indonesia, agar
hasil perundingan
perdagangan internasional tersebut bisa peningkatan ekspor produk
perkebunan. Produk perkebunan sebagian besar berorientasi ekspor,
dimana banyak isu-isu perdagangan internasional yang terus muncul seperti aflatoksin pada ekspor pala ke Uni
Eropa, kampanye negatif terhadap minyak sawit di Uni Eropa dan Amerika Serikat serta kandungan cadmium
pada biji kakao, sehingga perlu disusun strategi yang tepat
dalam menyikapi
dinamika perdagangan
internasional tersebut untuk meningkatkan ekspor produk perkebunan.Forum Diskusi Akses Pasar Perdagangan
Internasional ini
dapat menjadi
wadah untuk
mendiskusikan informasi dari forum internasional serta potensi dalam negeri. Dari forum ini diharapkan dapat
dihasilkan rumusan yang bermanfaat bagi stakeholder di dalam dan di luar negeri termasuk perwakilan Indonesia di
luar negeri KBRI, Atase Perdagangan, Indonesia Trade Promotion CenterITPC.
Sehubungan hal tersebut, pada tahun 2016 Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan telah
5
mengalokasikan Dana Dekonsentrasi berupa kegiatan Fasilitasi Pengembangan Akses Pasar Perdagangan
internasional yang dapat berupa Kegiatan Sosialisasi Hasil Negosiasi dan Diplomasi di Forum Perdagangan
Internasional atau forum temu bisnis business matching dengan mendatangkan calon pembeli buyer dari luar
negeri negara tujuan ekspor.
2.
Tujuan
Pedoman Teknis ini disusun sebagai pedoman acuan bagi Satker Penerima Dana Dekonsentrasi TA. 2016
dalam hal pelaksanaan kegiatan, peran dan tugas masing- masing pelaksana serta mekanisme dan pengadministrasi
dalam pelaksanaan kegiatan Fasilitasi Pengembangan Akses Pasar Perdagangan Internasional, khususnya untuk
produk perkebunan yang berorientasi ekspor.
3.
Sasaran
Peningkatan akses pasar internasional untuk produk perkebunan berorientasi ekspor di daerah penerima Dana
Dekonsentrasi. Selanjutnya diharapkan agar daerah dapat
6
memanfaatkan informasi maupun kegiatan temu bisnis tersebut untuk membantu para pelakucalon eksportir hasil
perkebunan dalam meningkatkan akses ke pasar-pasar tujuan ekspor yang sesuai untuk komoditas unggulan
perkebunan di daerahnya masing-masing.
4.
Provinsi Penerima Dana Dekonsetrasi Fasilitasi Pengembangan
Akses Pasar
Perdagangan Internasional
Kriteria provinsi yang dipilih sebagai daerah penerima dana dekonsentrasi adalah provinsi yang memiliki
komoditi potensial ekspor dan pelaku usaha sub sektor perkebunan yang sudah berorientasi ekspor. Provinsi
penerima dana dekonsentrasi Tahun Anggaran 2016 adalah sebagai berikut:
1 Daerah Istimewa Aceh, 2 Sumatera Utara,
3 Sumatera Barat, 4 Riau,
5 Jambi, 6 Sumatera Selatan,
7 Lampung,
7
8 Jawa Barat, 9 Jawa Tengah,
10 DI Yogyakarta, 11 Jawa Timur,
12 Kalimantan Barat, 13 Kalimantan Tengah,
14 Kalimantan Selatan, 15 Kalimantan Timur,
16 Sulawesi Utara, 17 Sulawesi Selatan,
18 Maluku, 19 Bali,
20 Maluku Utara.
5. Ruang Lingkup 5.1 Ruang Lingkup Materi
Cakupan materi dapat meliputi : a. Tata caraprosedur ekspor khususnya untuk produk
perkebunan dan persyaratan importasi di negara tujuan ekspor. Hal ini bertujuan untuk memberikan
wawasan kepada stakeholder perkebunan tentang
8
pengembangan dan
peningkatan akses
pasar internasional.
b. Peluang dan potensi ekspor berbagai komoditi perkebunan di negara tujuan ekspor yang bertujuan
untuk memberikan informasi kepada stakeholder tentang informasi pasar produk perkebunan di luar
ngeri dan produk produk perkebunan yang diminati oleh pasar luar negeri.
c. Berbagai kesepakatan yang dihasilkan dari forum perundingan bilateral, regional, multilateral maupun
kerjasama komoditi.
Hal ini
bertujuan untuk
memberikan pemahaman kepada gapoktan mengenai keterlibatan Indonesia di forum internasional beserta
peranannya dalam pembukaan akses pasar di negara tujuan dan perlindungan produk perkebunan di dalam
negeri. d. Upaya pengembangan ekspor produk perkebunan
yang sedang dan akan dilakukan baik ditingkat kabupaten, provinsi maupun pusat dapat meliputi
berbagai pemerintah mendorong ekspor produk
9
perkebunan, pengembangan market intelligence produk perkebunan, fasilitasi masalah permodalan
antara gapoktan dengan lembaga pembiayaan, dan lain-lain.
e. Peningkatan potensi ekspor perkebunan setempat f. Temu bisnis business matching antara calon importir
buyer dengan pelaku usaha poktan perkebunan
5.2 Ruang Lingkup Komoditi Komoditi yang dimaksud dalam pedoman teknis ini adalah
kopi specialty, kakao olahan, tea specialty, pala organik, lada organik, mete atau komoditi perkebunan lainnya yang
merupakan komoditi perkebunan unggulan potensial untuk ekspor di Provinsi penerima Dana Dekonsentrasi
TA. 2016.
10
II. Mekanisme