kalus primer. Hubungan rata-rata saat terbentuknya kalus pada posisi eksplan dengan pengaruh zat pengatur tumbuh dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Hubungan Rata-Rata Saat Terbentuknya Kalus Primer Pada Posisi Eksplan Dengan Zat Pengatur Tumbuh 2,4-D
Perkembangan pembentukan kalus primer pada eksplan apikal bud terlihat tidak merata antar posisi eksplan. Pada posisi segmen basal terlihat lebih cepat
membentuk kalus dibandingkan pada segmen median dan segmen apikal. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh yang diberikan pada
tiap-tiap posisi eksplan yang berbeda mempengaruhi terhadap saat terbentuknya kalus. Zat pengatur tumbuh juga menstimulasi pembelahan dan perkembangan sel,
kadang-kadang jaringan atau eksplan dapat memproduksi zat pengatur tumbuh sendiri endogen, tetapi biasanya zat pengatur tumbuh harus ditambahkan dari
luar ke medium kultur jaringan untuk pertumbuhan dan perkembangan dari kultur Beyl, 2005. Efek dari zat pengatur tumbuh sangat tergantung pada jenis dan
kosentrasi yang digunakan dan jaringan target Beyl, 2005. Auksin berperan pada proses perkembangan tanaman, merangsang pemanjangan dan pembesaran sel,
dominan apikal, induksi akar dan embrio somatik Beyl, 2005.
4.2 Persentase Eksplan yang Membentuk Kalus
Dari persentase eksplan membentuk kalus adalah sebesar 23,61 yaitu sebanyak 17 botol dari 72 botol, dimana pembentukan kalus rata-rata terjadi pada
minggu ke 8 setelah penanaman pengkulturan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh 2,4-D yang diberikan mempengaruhi lama waktu
kecepatan terbentuknya kalus. Dengan adanya rangsangan dan zat pengatur tumbuh endogen atau eksogen menyebabkan metabolisme sel menjadi aktif
sehingga terbentuk kalus. Berdasarkan data pengamatan terhadap saat terbentuknya kalus dari setiap
posisi segmen eksplan terlihat pada Lampiran 4. Pada posisi segmen basal eksplan, hasil penelitian menunjukkan persentase induksi kalus primer tertinggi
dengan nilai rata-rata sebesar 23,5 jika dibandingkan pada segmen median dan apikal dengan persentase berturut-turut sebesar 5,9 dan 3,9. Hasil
menunjukkan perbedaan persentase sangat jauh, hal tersebut dikarenakan pada segmen basal terdiri dari jaringan meristem dimana pada jaringan ini selalu
mengalami pembelahan secara terus menerus untuk menambah jumlah sel. Bagian meristem biasanya terletak pada bagian dalam dan terlindung oleh pelepah yang
telah tua pada ujung batang. Umumnya bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif dan mempunyai daya
generasi lebih tinggi, sel-selnya masih aktif membelah diri dan relatif lebih bersih Yusnita2003. Pertumbuhan kalus dicerminkan oleh pertambahan berat basah dan
berat kering kalus. Rata-rata bobot basah kalus dan bobot kering kalus tertinggi pada perlakuan 130mgl 2,4-D pada posisi segmen basal.
4.3 Pengaruh Konsentrasi 2,4-D dan Posisi Eksplan pada Induksi Kalus Primer
Dari hasil pengamatan interaksi antara tingkat konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D terhadap posisi eksplan dapat dilihat pada Lampiran . Dari hasil
pengamatan pembentukan kalus primer pada tingkat konsentrasi 2,4-D 130 mgL memberikan hasil tertinggi terhadap induksi kalus primer dengan nilai
persentaserata-rata sebesar 15,7, ini jauh berbeda jika dibandingkan pada tingkat
konsentrasi 2,4-D 120 mgL dan 2,4-D 110 mgL dengan nilai persentase rata-rata sebesar 11,8 dan 5,9 dalam menginduksi kalus primer.
Dari Analisis sidik ragam dapat dijelaskan bahwa tingkat konsentrasi zat pengatur tumbuh mempengaruhi secara nyata terhadap terbentuknya kalus primer
yaitu dengan nilai sig. 0.006 0.001 atau p 0.001 dengan nilai F hitung 3.991. Sehingga terdapat interaksi antara konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D faktor
A dengan posisi eksplan faktor B terhadap terbentuknya kalus primer. Berdasarkan hasil uji DMRT Duncan Multiple Range Test saat
terbentuknya induksi kalus primer terhadap konsentrasi 2,4-D diperoleh hasil yaitu pada konsentrasi 2,4-D 120 mgL dan 130 mgL memberikan pengaruh yang
sama terhadap induksi kalus primer, tetapi konsentrasi 2,4-D 110 mgL berbeda nyata dengan konsentrasi 120 mgl dan 130 mgL. Pada konsentrasi 2,4-D 110
mgL memberikan pengaruh yang paling kecil terhadap induksi kalus primer. Sedangkan, konsentrasi 2,4-D 130 mgL memberikan pengaruh paling baik untuk
induksi kalus primer. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zulkarnaen 2011 yang menyatakan didalam teknik kultur jaringan, kehadiran zat pengatur tumbuh sangat
nyata pengaruhnya. Bahkan, Pierik 1997 menyatakan bahwa sangat sulit untuk menerapkan teknik kutur jaringan pada upaya perpanyakan tanaman tanpa
melibatkan zat pengatur tumbuh. Kontribusi 2,4-D secara signifikan mempercepat dalam menginduksi kalus dan kalus embriogenik pada kelapa sawit Abdullah et
al., 2005, Eeuwens et al., 2002. Terlebih lagi, 2,4-D mempunyai dua efek dalam kultur in vitro dengan bertindak secara langsung sebagai auksin dan sebagai faktor
tekanan Feher et al., 2003. Berdasarkan hasil Uji DMRT Duncan Multiple Range Test saat
terbentuknya induksi kalus primer terhadap posisi eksplan diperoleh hasil yaitu posisi segmen apikal dan segmen median memberikan pengaruh yang sama
terhadap induksi kalus primer, tetapi posisi segmen basal memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap segmen median dan segmen apikal. Daerah basal
memberikan pengaruh yang paling baik terhadap induksi kalus primer. Hal ini disebabkan pada segmen basal terdiri dari jaringan meristem dimana
padajaringaini selalu mengalami pembelahan secara terus menerus untuk
menambah jumlah sel. Bagian meristem biasanya terletak pada bagian dalam pada ujung batang dan ujung akar. Hal yang sama pada penelitian Thuzhar et al.,
2012 menyatakan segmen basal terdiri dari meristem apikal dan jaringan daun termuda, sel-sel disegmen ini secara aktif membelah, sehingga mereka memiliki
potensi yang lebih besar untuk memperoleh kemampuan embriogenik. Penggunaan jaringan meristem dalam kultur jaringan sering digunakan untuk
mendapatkan tanaman yang bebas virus, bebasnya jaringan meristem dari infeksi virus disebabkan sedikitnya vakuola yang dimiliki oleh sel-sel meristem
Zulkarnain, 2011. Sifat-sifat genetik jaringan meristem yang stabil, memungkinkan dihasilkannya tanaman baru dengan sifat-sifat genetik yang
identik dengan induknya, alasan inilah yang membuat kultur jaringan meristem penting dalam upaya perbanyakan tanaman secara in vitro.
Tabel 4.1. Rata-Rata Persentase Induksi Kalus Primer Kelapa Sawit pada Beberapa Tingkat Konsentrasi 2,4-D dan Posisi Eksplan.
Konsentrasi 2,4-D
Induksi Kalus Primer Rata-Rata
Basal Median
Apikal 110 mgL
11,7 5,9
0,0 5,9
a
120 mgL 23,5
5,9 5,9
11,8
b
130 mgL 35,3
5,9 5,9
15,7
b
Rata-Rata 23,5
b
5,9
a
3,9
a
F A: 2,4-D 9,70
F B: Segmen 8,22
F A x B 3,99
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji p 0,05 DMRT. = berbeda nyata
4.4 Waktu Pembentukan Kalus Embriogenik