d. Penghambat yang bersifat folatik lebih cepat menguap
e. Cahaya
Kalus embriogenik mengandung bagian sel-sel meristimatik yang dilokasikan pada permukaan kalus. Pada bagian kalus yang meristimatik akan
cepat membentuk embrio somatik ke tahap globular Kysely Jacobsen, 1990. Perkembangan embrio somatik pada tanaman dikotil melalui tahap globular, hati
heart-shaped, torpedo, dan kotiledon Jurgens et al., 1991, sedangkan pada tanaman monokotil melalui tahap globular, hati skutelar dan kotiledon.
Kalus yang berbentuk lunaklembut, granular dan jaringan translucent dimana tidak mempunyai potensial embriogenik, jaringan ini ditentukan sebagai
kalus non embriogenik dan tidak dapat beregenerasi menjadi plantlet baru. Low et al.,2008. Kalus embriogenik dicirikan oleh sel yang berukuran kecil,
sitoplasma padat, inti besar, vakuola kecil-kecil dan mengandung butir pati Purnamaningsih, 2002.
2.8 Media
Kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kultur in vitro yang optimal bervariasi antar spesies ataupun antar varietas. Bahkan, jaringan yang berasal dari
bagian tanaman yang berbeda pun akan berbeda kebutuhan nutrisinya Zulkarnaian, 2011. Eeuwens 1976 melaporkan bahwa medium Eeuwens Y3
lebih baik daripada media murashige-skoog MS pada inisiasi kalus tanaman kelapa Cocos nucifera. Modifikasi medium Eeuwens Y3 paling sesuai untuk
regenerasi langsung maupun embriogenesis somatik dari Elaeis guineensis Jacq “Dura” Muniran et al., 2008. Eeuwens 1976 menyatakan bahwa media Y3
lebih baik dari pada media MS untuk inisiasi kalus pada kelapa Media Eeuwens Y3 mengandung natrium dan iodin yang tinggi, tetapi mengandung amonium,
nitrogen dan nitrat yang rendah dibanding media murashige-skoog MS.
2.9 Zat Pengatur Tumbuh 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid 2,4-D
Tanaman tingkat tinggi secara endogen menghasilkan fitohormon, senyawa ini berperan merangsang dan meningkatkan pertumbuhan serta perkembangan sel,
jaringan, dan organ tanaman menuju arah diferensiasi tertentu Pierik, 1997. Senyawa-senyawa lain yang memiliki karekteristik yang sama dengan hormon,
tetapi diproduksi secara eksogen, dikenal dengan nama zat pengatur tumbuh. Kultur jaringan merupakan manipulasi pertumbuhan suatu tumbuhan dalam
kondisi yang terkontrol dengan baik dan penambahan zat pengatur tumbuh seperti auksin serta sitokinin berperan penting dalam manipulasi ini. Kebanyakan eksplan
menghasilkan sejumlah endogenus auksin dan sitokinin. Berdasarkan kebutuhan zat pengatur tumbuh untuk membentuk kalus,
jaringan tanaman digolongkan dalam empat kelompok: a Jaringan tanaman yang membutuhkan hanya auksin selain gula dan garam-garam mineral untuk dapat
membentuk kalus umbi artichoke. b Jaringan yang memerlukan auksin dan sitokinin selain gula dan garam mineral. c Jaringan yang tidak perlu auksin dan
sitokinin, hanya gula dan garam mineral seperti jaringan kambium d Jaringan yang hanya membutuhkan sitokinin, gula dan garam mineral seperti parenkim
dan xylem akar turnip. Didalam teknik kultur jaringan, kehadiran zat pengatur tumbuh sangat
nyata pengaruhnya Zulkarnain, 2011. Pierik 1997 menyatakan bahwa pada umumnya auksin meningkatkan pemanjangan sel, pembelahan sel, dan
pembentukan akar adventif. Auksin berpengaruh pula untuk menghambat pembentukan tunas adventif dan tunas aksilar, namun kehadirannya dalam
medium kultur dibutuhkan untuk meningkatkan embriogenesis somatik pada kultur suspensi sel. Konsentrasi auksin yang rendah akan meningkatkan akar
adventif, sedangkan auksin konsentasi tinggi akan merangsang pembentukan kalus dan menekan morfogenesis Smith, 1992. Pada induksi kalus embriogenik,
kultur umumnya ditumbuhkan di medium yang mengandung auksin yang mempunyai aktifitas kuat. Dari berbagai hasil penelitian menunjukkan 2,4
Dichlorophenoxyacetic acid merupakan auksin yang efektif untuk induksi kalus embriogenik Purnamaningsih, 2002.
BAB III METODE PENELITIAN