struktur yang diperoleh adalah normal atau dewasa, dan bagaimana sebenarnya embrio terbentuk. jika dibandingkan dengan model referensi ontogenesis zigotik
atau sistem terkontrol dengan baik mampu secara teratur menghasilkan embrio somatik Schwendiman et al., 1992.
Calon tanaman untuk produksi benih sintetik dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu 1 tanaman yang memiliki dasar teknologi yang kuat
seperti yang kualitas tinggi embrio somatik saat ini dapat diproduksi, dan 2 tanaman dengan kuat dasar komersial Redenbaugh et al., 1987. Kelapa sawit
memenuhi dua kategori diatas, karena tinggi kualitas minyak sawit dari embriogenesis somatik yang telah berhasil dilakukan de Touchet el al, 1991.,
Teixeira et al, 1993., 1995, Aberlenc-Bertossi et al., 1999 dan memiliki dasar komersial yang kuat. Berdasarkan latar belakang diatas penelitian ini menyajikan
analisis histologi dari pembentukan dan perkembangan embrio somatik dari eksplan apikal bud kelapa sawit jenis Tenera.
1.2 Perumusan Masalah
Karakteristik biologis dari kelapa sawit tidak memungkinkan perbanyakan vegetatif dengan cara hortikultura konvensional. Tingginya permintaan pasar akan
bibit kelapa sawit yang bermutu, seragam dan diperoleh dalam jumlah yang banyak, maka salah satu cara untuk perbanyakan kelapa sawit adalah melalui
embriogenesis somatik. Kloning kelapa sawit Elaeis guineensis Jacq dilakukan dengan menginduksi embriogenesis somatik pada kalus yang berasal dari berbagai
sumber jaringan. Apikal bud digunakan sebagai sumber eksplan karena bersifat meristematis, dimana sel-sel disegmen ini secara aktif membelah, sehingga
memiliki potensi lebih besar dan bersifat embriogenik Thuzar et al., 2012. Teknik kultur jaringan menggunakan jaringan meristem biasanya
dimanfaatkan untuk mendapatkan tanaman bebas virus. Menurut Schwabe 1984, bebasnya jaringan meristem dari infeksi virus disebabkan oleh sedikitnya
vakuola yang dimiliki oleh sel-sel meristem, disamping terganggunya lintasan vascular didalam jaringan tersebut. Bajaj 1990 dalam Zulkarnain 2011
mengatakan bahwa kultur meristem menghindari terjadinya aberasi kromosom
dan perubahan-perubahan pada tingkat inti dan ploidi yang disebabkan oleh periode subkultur yang panjang. Hal itu dikarenakan sel-sel meristem secara
genetik bersifat stabil. Perlu dilakukannya analisis histologi pada embrio somatik untuk melihat
fase globular, skutellar berbentuk hati pada jaringan prokambial dan protoderm yang memiliki sel-sel meristematik dengan pendekatan ini, fenomena sitologi
yang terjadi selama eksplan kultur dan pembentukan kalus dan embrio mampu berkecambah dapat diselidiki. Penelitian ini, akan mengamati gambaran histologi
eksplan apikal bud dalam menghasilkan kalus yang embriogenik dengan perlakuan zat pengatur tumbuh 2,4 Dichlorophenoxyacetic acid 2,4-D.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: 1
Mengetahui konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4 Dichlorophenxyacetic acid 2,4-D yang optimal dalam menginduksi kalus yang berasal dari
eksplan apikal bud kelapa sawit jenis Tenera. 2
Mengetahui pertumbuhan terbaik apikal bud kelapa sawit jenis Tenera pada posisi eksplan yang berbeda untuk inisiasi kalus embriogenik.
3 Mengamati secara histologi kalus embriogenik pada apikal bud kelapa
kelapa sawit jenis Tenera.
1.4 Hipotesis Penelitian