Work Value Saran Praktis

87 Tabel 4.18 Kategorisasi Skor Job Involvement Subjek Penelitian Berdasarkan Skor Hipotetik Variabel Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase Job Involvement X 56 Rendah 0.0 56 ≤ X 88 Sedang 27 8.94 X ≥ 88 Tinggi 275 91.06 Total 302 100 Berdasarkan tabel 4.18, terlihat bahwa dari 302 subjek penelitian, tidak ada yang memiliki job involvement rendah, namun 27 orang 8.94 memiliki job involvement sedang dan 275 orang 91.06 memiliki job involvement tinggi. Dengan demikian, mayoritas subjek penelitian memiliki job involvement tinggi 91.06.

2. Work Value

Jawaban responden atas ke-60 item work value selanjutnya direkapitulasi untuk mendapatkan tingkat work value berdasarkan nilai norma kategorisasi berikut: Tabel 4.19 Norma Kategorisasi Rentang Nilai Kategori X -1 SD + M Rendah -1 SD + M ≤ X 1 SD + M Sedang 1 SD + M ≥ X Tinggi Universitas Sumatera Utara 88 Untuk nilai M tersebut di atas, diperoleh dari nilai mean empirik dan hipotetik work value sebagai berikut: Tabel 4.20 Tabel 4.21 Deskriptif Skor Work Value Berdasarkan Nilai Empirik dan Hipotetik Variabel N Data Empirik Data Hipotetik Mean Min Max SD Mean Min Max SD Work value 302 240.81 185 300 20.36 180 60 300 40 Berdasarkan tabel 4.20 diperoleh nilai mean empirik sebesar 240.8146 dengan nilai standard deviasi SD =20.36279, dan pada tabel 4.21 nilai mean hipotetik adalah 60x5+60x12 =180 dengan nilai standard deviasi = 60x5-60x16 = 40. Dengan demikian nilai mean empirik 240.81 lebih tinggi dari nilai mean hipotetik 180. Selanjutnya berdasarkan nilai mean dan standard deviasi hipotetik tersebut di atas, dilakukan pengkategorian work value subjek penelitian sesuai dengan model distribusi normal kedalam 3 kategori berikut: Tabel 4.22 Kategorisasi Skor Work Value Subjek Penelitian Berdasarkan Skor Hipotetik Variabel Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase Work value X 140 Rendah 0.0 140 ≤ X 220 Sedang 37 12.25 X ≥ 220 Tinggi 265 87.75 Total 302 100 Descriptive Statistics 302 185.00 300.00 240.8146 20.36279 302 WORK VALUE Valid N listwise N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Universitas Sumatera Utara 89 Berdasarkan tabel 4.22, terlihat bahwa dari 302 subjek penelitian, tidak ada yang memiliki work value rendah, namun 37 orang 12.25 memiliki work value sedang dan 265 orang 87,75 memiliki work value tinggi. Dengan demikian, mayoritas subjek penelitian memiliki work value tinggi 87,75.

3. Kesiapan Berubah

Jawaban responden atas ke-40 item kesiapan berubah selanjutnya direkapitulasi untuk mendapatkan tingkat kesiapan berubah berdasarkan nilai norma kategorisasi berikut: Tabel 4.23 Norma Kategorisasi Rentang Nilai Kategori X -1 SD + M Rendah -1 SD + M ≤ X 1 SD + M Sedang 1 SD + M ≥ X Tinggi Untuk nilai M tersebut di atas, diperoleh dari nilai mean empirik dan hipotetik kesiapan berubah sebagai berikut: Tabel 4.24 Tabel 4.25 Deskriptif Skor Kesiapan Berubah Berdasarkan Nilai Empirik dan Hipotetik Variabel N Data Empirik Data Hipotetik Mean Min Max SD Mean Min Max SD Kesiapan berubah 302 160.98 122 200 13.20 120 40 200 26.66 Descriptive Statistics 302 122.00 200.00 160.9801 13.20952 302 KESIAPAN BERUBAH Valid N listwise N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Universitas Sumatera Utara 90 Berdasarkan tabel 4.24 diperoleh nilai mean empirik sebesar 160.9801 dengan nilai standard deviasi SD =13,20952, pada tabel 4.25 nilai mean hipotetik adalah 40x5+40x12 =120 dengan nilai standard deviasi = 40x5-40x16 = 26.66. Dengan demikian nilai mean empirik 160.98 lebih tinggi dari nilai mean hipotetik 120. Selanjutnya berdasarkan nilai mean dan standard deviasi hipotetik tersebut di atas, dilakukan pengkategorian kesiapan berubah subjek penelitian sesuai dengan model distribusi normal kedalam 3 kategori berikut: Tabel 4.26 Kategorisasi Skor Kesiapan berubah Subjek Penelitian Berdasarkan Skor Hipotetik Variabel Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase Kesiapan berubah X 93.34 Rendah 0.0 93.34 ≤ X 146.66 Sedang 41 13.58 X ≥ 146.66 Tinggi 261 86.42 Total 302 100 Berdasarkan tabel 4.26, terlihat bahwa dari 302 subjek penelitian, tidak ada yang memiliki kesiapan berubah rendah, 41 orang 13.58 memiliki kesiapan berubah sedang dan 261 orang 86.42 memiliki kesiapan berubah tinggi. Dengan demikian, mayoritas subjek penelitian memiliki kesiapan berubah tinggi 86.42. Universitas Sumatera Utara 91

F. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa job involvement berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesiapan karyawan untuk berubah. Hal ini berarti job involvement berkontribusi terhadap kesiapan karyawan untuk berubah. Job involvement merupakan hal yang penting dalam suksesnya pelaksanaan perubahan dalam organisasi. Ada beberapa alasan yang dapat menjelaskan pengaruh tersebut, pertama, Greenberg dan Baron 1991 menjelaskan bahwa ada dua motif yang mendasari seseorang untuk terlibat pada organisasi atau unit kerjanya, antara lain: 1 Side-Best Orientation, memfokuskan pada akumulasi dari kerugian yang dialami atas segala sesuatu yang telah diberikan oleh individu pada organisasi apabila meninggalkan organisasi tersebut; 2 Goal-Congruence Orientation, memfokuskan pada tingkat kesesuaian antara tujuan personal individu dan organisasi sebagai hal yang menentukan keterlibatan pada organisasi. Semakin tinggi keterlibatan terhadap organisasi, semakin tinggi pula kesiapannya untuk berubah. Hal ini didukung oleh Conner Patterson 1982 yang mengatakan bahwa faktor penting yang mengakibatkan tidak suksesnya perubahan organisasi adalah kurangnya keterlibatan dari orang-orang yang ada didalamnya. Kesiapan berubah dalam penelitian ini dikaji dari 4 empat aspek yakni appropriateness, change specific efficacy, management support dan personal benefit, sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh Holt 2007. Kedua, Angle dan Perry 1981 menjelaskan bahwa, 1 semakin lama seseorang bekerja dan terlibat pada suatu organisasi, semakin memberi ia peluang untuk berubah dan menerima tugas-tugas yang lebih menantang, otonomi yang lebih besar, keleluasaan bekerja, tingkat imbalan ekstrinsik yang lebih tinggi, dan Universitas Sumatera Utara 92 peluang menduduki jabatan atau posisi yang lebih tinggi; 2 makin lama seseorang bekerja dan terlibat pada suatu organisasi, peluang investasi pribadi pikiran, tenaga dan waktu untuk organisasi semakin besar; dengan demikian, semakin sulit untuk meninggalkan organisasi tersebut; 3 keterlibatan individu dengan organisasi dan masyarakat di lingkungan organisasi tersebut semakin besar, yang memungkinkan memberikan akses yang lebih baik dalam membangun hubungan-hubungan sosial yang bermakna, menyebabkan individu segan untuk meninggalkan organisasi; 4 mobilitas individu berkurang karena lama berada pada suatu organisasi, yang berakibat kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan lain makin kecil. Ketiga, karyawan-karyawan yang terlibat dalam pekerjaan cenderung lebih siap untuk berubah ke tingkat yang lebih tinggi dalam peran kinerja pekerjaan. Pembinaan job involvement merupakan tujuan organisasi yang penting karena banyak peneliti menganggap karyawan sebagai penentu utama efektivitas organisasi Chughtai, 2008. Keempat, menurut Kakabedse John Susan 2004, Job involvement berhubungan positif terhadap kesiapan karyawan untuk berubah, karyawan yang selalu terlibat dalam pekerjaan cendrung memiliki kesiapan untuk berubah ke tingkat yang lebih tinggi. Hal yang sama dikemukakan oleh Uygur 2009 job involvement berhubungan dengan kesiapan individu untuk berubah, karyawan telah menjadi satu dengan pekerjaannya. Peneliti berpendapat bahwa terdapat hubungan antara job involvement dengan kesiapan karyawan untuk berubah. Hal ini menunjukkan kesempatan penting, dengan menggunakan aset berharga yaitu karyawan sebagai sarana untuk meningkatkan keberhasilan dalam lingkungan Universitas Sumatera Utara 93 perusahaan. Job involvement adalah internalisasi nilai-nilai tentang pekerjaan atau pentingnya pekerjaan sesuai dengan individu. Individu dengan Job involvement yang tinggi akan memiliki kesiapan untuk berubah yang tinggi pula. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Armenakis 1993, Becker 1995 dan Lehman 2002 menyimpulkan adanya hubungan yang signifikan antara job involvement dengan kesiapan untuk berubah pada karyawan. Karyawan yang memiliki job involvement yang tinggi dalam organisasi akan selalu melihat perkembangan dan persaingan global maka individu tersebut akan memiliki kesiapan untuk berubah. Penelitian ini didukung oleh Feldman 1978 yang menemukan bahwa individu yang memiliki job involvement yang tinggi akan mampu mengantarkan dirinya sebagai bagian dari organisasi dan mampu untuk bersaing dalam kancah persaingan, hal ini menunjukkan job involvement mempengaruhi kesiapan individu untuk berubah. Selanjutnya, Sekaran 2004 mengatakan semakin tinggi karyawan terlibat di dalam pekerjaannya, dan menghabiskan lebih banyak waktu dan energi di tempat kerja, karyawan akan berupaya melakukan perubahan yang terbaik pada pekerjaan. Hasil penelitian selanjutnya juga menunjukkan work value berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesiapan karyawan untuk berubah. Hal ini berarti bahwa work value berkontribusi secara positif terhadap kesiapan karyawan untuk berubah. Ada beberapa alasan yang dapat menjelaskan pengaruh tersebut, pertama sesuai dengan pendapat yang dijelaskan oleh Hofstede, Matsumoto Juang 2000 yang mengatakan bahwa work value merupakan orientasi individual dan sikap terhadap pekerjaannya sendiri, terhadap hubungan personalnya dengan anggota perusahaan dan loyalitas kepada perusahaan maupun organisasi. Work Universitas Sumatera Utara 94 value penting karena mempengaruhi perilaku organisasi, performa kerja, produktifitas, job involvement dan komitmen organisasi. Kecemerlangan organisasi sangat tergantung pada work value individu dalam organisasi. Work value yang dimiliki individu akan menentukan prestasi kerjanya. Prestasi kerja yang cemerlang merupakan hasil daripada work value yang positif dan akan dapat meningkatkan kesiapan karyawan untuk berubah serta akan mempengaruhi produktivitas organisasi. Simpson 2002 mengatakan, perlu menerapkan work value yang positif kepada seluruh warga organisasi agar tercapai kesuksesan perubahan. Kesuksesan dalam kesiapan berubah dipengaruhi sejauh mana pengetahuan dan teknologi baru bisa diadopsi oleh warga organisasi. Selanjutnya dikatakan Simpson tentang perlunya untuk memperkenalkan pengetahuan dan teknologi baru kedalam program pengembangan organisasi. Program tersebut akan berkembang apabila didukung oleh warga organisasi yang siap untuk berubah. Lehman 2002 mengatakan, ketersediaan work value yang positif serta melekat pada setiap warga organisasi akan menumbuhkan inovasi dalam organisasi dan mempersiapkan warga organisasi menghadapi perubahan. Kedua, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Wollack 1981 bahwa work value menggambarkan sikap individu terhadap pekerjaannya secara umum, bukan pada posisi ataupun spesifikasi dari pekerjaannnya di perusahaan. Setiap perusahaan yang unggul sangat jelas selalu menjunjung work value yang tercermin dalam perilaku kerja mereka, work value sebagai dasar semangat dan pengerak dan juga faktor tunggal dalam merespon dan memasuki dimensi perubahan organisasi Peters, 2009. Universitas Sumatera Utara 95 Sementara Cherrington 1980 mengungkapkan bahwa work value merupakan suatu refleksi sikap seseorang terhadap aspek-aspek pekerjaannya seperti aktivitas ataupun keterlibatan dalam perusahaan, dan jenjang karir yang lebih tinggi. Work value penting karena mempengaruhi perilaku organisasional, performa kerja, produktivitas dan komitmen organisasi. Dengan kata lain, work value dapat merupakan sikap individu terhadap apa yang ia kerjakan, loyalitas terhadap perusahaan, hubungan dengan anggota-anggota dalam perusahaan, keterlibatan dalam perusahaan, serta jenjang karir dalam perusahaan. Hal ini juga didukung oleh studi yang dilakukan Soetjipto 2007 yang menyatakan bahwa tuntutan perubahan yang sedang berkembang dipengaruhi oleh work value dan sikap baru yang sangat relevan dengan perubahan. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa para individu yang memiliki kesiapan untuk berubah sangat dibutuhkan oleh sebuah organisasi yang juga harus menghadapi tuntutan perubahan yang berkembang di masyarakat. Oleh karena itu kesiapan individu untuk berubah diasumsikan dipengaruhi work value dalam organisasi. Ketiga, sesuai dengan konsep manajemen perubahan yang dikemukakan oleh Prosci 1997, terdapat lima tahapan yang dikembangkan oleh Prosci mengenai manajemen perubahan yaitu apa yang biasa disebut dengan ADKAR model: 1 awareness, yaitu tahap untuk membangkitkan kesadaran karyawan terhadap perubahan yang direncanakan akan terjadi; 2 desire, yaitu tahap dimana karyawan sudah mulai memiliki “keinginan untuk berubah” sesuai dengan rencana; 3 knowledge, yaitu tahapan dimana karyawan tidak hanya memahami tujuan perubahan dan pentingnya hal itu untuk perusahaan tapi juga mengetahui bagaimana menjalankannya; 4 ability, yaitu tahap dimana karyawan diharapkan Universitas Sumatera Utara 96 telah memiliki kemampuan untuk menjalankan perubahan dengan baik; 5 reinforcement, yaitu tahap dimana perubahan yang sudah dijalankan untuk tetap dipertahankan dan bahkan disempurnakan. Untuk dapat mencapai kelima tahapan perubahan tersebut memiliki kaitan yang sangat erat dengan keterlibatan karyawan dalam pekerjaan. Prosci 1997 mengatakan, awareness, desire, knowledg, ability dan reinforcement, dapat dicapai serta diterapkan oleh organisasi apabila karyawan memiliki komitmen untuk terlibat dalam organisasi dan memiliki work value yang positif. Karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi, maka karyawan tersebut akan senantiasa terlibat secara penuh terhadap pekerjaannya dan ini dipengaruhi oleh work value yang positif yang telah tertanam didalam dirinya. Berdasarkan analisis regresi diperoleh persamaan regresi Y =18,989 + 0,415X 1 + 0,422X 2 . Dalam hal ini setiap peningkatan job involvement sebesar 1 point akan dapat meningkatkan kesiapan berubah sebesar 0,415 point dan setiap peningkatan work value sebesar 1point akan meningkatkan kesiapan berubah sebesar 0,422 point. Hal ini menunjukkan bahwa job involvement dan work value memiliki pengaruh yang kuat terhadap kesiapan karyawan untuk berubah. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Lodahl Kejner, 1965; Robbins, 2003 yang menyatakan kesiapan individu untuk berubah dipengaruhi oleh job involvement dan work value, dimana individu yang terlibat dalam pekerjaannya memiliki pertumbuhan yang kuat dalam mencapai work value dan berpartisipasi aktif dalam pekerjaannya lebih siap untuk berubah, karena perubahan dapat memenuhi kebutuhannya untuk terus berkembang dalam pekerjaan. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Howley 2012, bahwa kesiapan Universitas Sumatera Utara 97 berubah pada karyawan dalam sebuah organisasi dipengaruhi oleh keyakinan kemampuan diri performance self esteem contigency yang merupakan dimensi job involvement yang disertai dengan hubungan dengan rekan-rekan kerja Relationships with co-workers merupakan dimensi work value. Dengan adanya respon terhadap perubahan, maka perubahan yang direncanakan beserta informasi dari konsekuensinya akan dapat berhasil. Hasil penelitian berikutnya yaitu gambaran skor yang diperoleh dari masing-masing variabel. Pertama dari variabel job involvement sebagian besar subjek penelitian memiliki job involvement pada kategori tinggi 91.06, sementara sisanya memiliki job involvement kategori sedang 16.9. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata subjek penelitian memiliki tingkat job involvement tinggi. Kedua, pada variabel work value sebagian besar subjek penelitian memiliki work value kategori tinggi 87.75, sedangkan sisanya memiliki work value kategori sedang 12.25. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata subjek penelitian memiliki kategori work value tinggi. Ketiga, pada variabel kesiapan berubah, sebagian besar subjek penelitian memiliki kesiapan berubah kategori tinggi 86.42, sementara sisanya memiliki kesiapan berubah kategori sedang 13.58. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata subjek penelitian memiliki kesiapan berubah dalam kategori tinggi. Penelitia yang dilakukan di PT Inalum adalah pada fase akhir akhir transisi perusahaan dari PMA menjadi BUMN. Fase awal transisi adalah pada akhir desember 2014. Ketika perusahaan masih berstatus PMA pimpinan perusahaan Universitas Sumatera Utara 98 berasal dari Jepang. Sekarang ini perusahaan telah di pimpin oleh professional yang berasal dari BUMN. Universitas Sumatera Utara 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini, peneliti akan menjabarkan mengenai kesimpulan dan saran mengenai hasil penelitian. Saran yang diajukan berupa saran yang bersifat praktis dan teoritis. Saran yang bersifat praktis adalah saran untuk perusahaan, sedangkan saran teoritis adalah saran yang dapat digunakan untuk meningkatkan penelitian sejenis dimasa mendatang.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data tentang pengaruh job involvement dan work value terhadap kesiapan berubah karyawan pada PT. Inalum Persero dapat disimpulkan bahwa: 1. Job involvement memberi pengaruh signifikan terhadap kesiapan berubah pada karyawan PT Inalum Persero. Artinya job involvement berperan terhadap peningkatan kesiapan karyawan untuk berubah. 2. Work value memberi pengaruh signifikan terhadap kesiapan berubah pada karyawan PT Inalum Persero. Artinya work value berperan terhadap peningkatan kesiapan karyawan untuk berubah. 3. Job involvement dan work value memberi pengaruh simultan terhadap kesiapan berubah. Artinya job involvement dan work value berperan terhadap peningkatan kesiapan karyawan untuk berubah. 4. Besarnya pengaruh job involvement dan work value terhadap kesiapan berubah adalah sebesar 69.8 R- square = 0.698 Universitas Sumatera Utara 100

B. Saran

Mengingat pentingnya kesiapan karyawan untuk berubah, maka masalah job involvement dan work value memegang peran penting, oleh karena itu, peneliti menyampaikan saran praktis dan saran teoritis sebagai berikut:

1. Saran Praktis

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh peneliti, job involvement dan work value berada pada kategori tinggi serta kesiapan berubah pada kategori tinggi. Oleh karena itu peneliti dapat memberikan saran kepada perusahaan untuk mempertahankan tingkat job involvement dan work value karyawan. Beberapa hal yang dapat dilakukan perusahaan antara lain: a. Melakukan survey mengenai job involvement dan work value secara berkala untuk memantau tingkat job involvement dan work value pada karyawan. b. Meningkatkan pemahaman akan nilai-nilai yang dianut dan tujuan organisasi secara reguler dengan melakukan sosialisasi pada event-event seperti pada saat upacara ataupun meeting. c. Melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan organisasi sesuai dengan batas wewenang yang dimiliki karyawan. Dengan demikian karyawan merasa dihormati dan dihargai sehingga dapat meningkatkan keterlibatan karyawan dalam pekerjaan. d. Melakukan sosialisasi mengenai perubahan yang direncanakan bahkan yang akan dilaksanakan organisasi secara bertahap dan terus menerus kepada seluruh karyawan sebelum perubahan dilakukan. Tujuannya adalah agar seluruh karyawan lebih siap dalam menghadapi perubahan dan turut berpartisipasi dalam perubahan yang dilakukan organisasi. Universitas Sumatera Utara 101

2. Saran Teoritis