Dimensi Work Value Pengukuran Work Value Kesiapan Berubah.

42 Sementara Wollack 1971 memberi definisi work value sebagai sikap individu terhadap pekerjaannya secara umum, bukan pada posisi atau spesifikasi dari pekerjannya di perusahaan. Menurut Sofyandi dan Garniwa 2007 definisi work value adalah keyakinan-keyakinan dasar akan suatu perilaku dan meresap di dalam prakarsa individual, serta mengandung suatu unsur pertimbangan, dalam arti mengemban gagasan-gagasan seorang individu mengenai apa yang benar, baik, atau diinginkan. Work value mempunyai atribut isi maupun intensitas dan diidentifikasikan oleh kepentingan relatif seperti kebebasan, hormat diri, kejujuran, kepatuhan dan kesamaan. Work value merupakan nilai bersama seluruh karyawan dari setiap hubungan pekerjaan, dan kesuksesan organisasi tergantung pada work value nya. Work value yang dimiliki oleh individu akan menentukan prestasi kerja, maka prestasi kerja yang cemerlang adalah hasil daripada work value yang positif. Selanjutnya dikatakan work value merupakan petunjuk untuk menilai sejauh mana penilaian pekerja terhadap pekerjaannya dan bagaimana rasa tanggung jawab, kesungguhan, cara bekerja, dan akhinya prestasi kerja yang dihasilkannya. Berdasarkan beberapa definisi diatas maka diambil kesimpulan bahwa work value dapat diartikan sebagai suatu keyakinan dan sikap individu mengenai cara- cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu terhadap pekerjaannya yang digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya dalam melakukan pekerjaan.

2. Dimensi Work Value

Menurut Kalleberg 1997, work value memiliki beberapa dimensi yaitu : Universitas Sumatera Utara 43 a. Intrinsik : yang berhubungan dengan tugas serta kemampuan diri dari setiap individu untuk mengembangkan kemampuan serta job involvement nya dalam organisasi. b. Kenyamanan : karakteristik pekerjaan yang memberikan kenyamanan, seperti nyaman untuk bekerja dan lingkungan kerja yang menyenangkan. c. Keuangan : meliputi gaji, manfaat dan keamanan kerja, dimana ada kesesuaian antara pekerjaan serta gaji yang diberikan. d. Hubungan dengan rekan-rekan kerja : termasuk perubahan suasana kerja, dimana peran rekan kerja sangat berpengaruh terhadap kondisi kerja sehingga ada semangat tolong menolong dalam menyelesaikan pekerjaan. e. Karir : terkait dengan nilai pekerja serta kemajuan karir dan pengakuan dari organisasi atas pencapaian yang dicapai. f. Sumber daya : memberdayakan pekerja untuk saling menghargai sumber daya yang ada dan sangat diperlukan untuk meningkatkan kinerja. Berdasarkan uraian diatas maka dimensi dari work value adalah, intrinsik, kenyamanan, keuangan, hubungan dengan rekan-rekan kerja, karir dan sumber daya yang berkecukupan.

3. Pengukuran Work Value

Pengukuran work value dapat dilakukan dengan menggunakan dimensi yang dikemukakan oleh Kalleberg 1997. Ia mengatakan pengukuran work value dapat dilakukan dengan metode kuantitatif dan dapat diukur dengan metode skala, wawancara dan observasi. Universitas Sumatera Utara 44

4. Dampak Work Value

Work value terkait langsung dengan kredibilitas yang merupakan suatu tindakan yang sesuai dengan apa yang diucapkan credibility.Work value merupakan jembatan antara lingkungan dalam dan lingkungan luar dalam organisasi. Sementara proses dalam organisasi itu sendiri dilakukan sesuai dengan work value yang dianut sebagai penuntunnya Kouzes dan Posner, 1993. Menurutnya work value memiliki dampak kepada individu, adapun dampaknya adalah sebagai berikut : a. Dapat berpikir secara positf, adil, cerdas dan bijaksana. b. Bekerja dengan adanya kepedulian terhadap lingkungan dan berusaha mencapai visi organisasi. c. Memiliki pengabdian, kerja keras serta loyal kepada organisasi. d. Memiliki ketekunan, kompeten dan keselarasan dalam bekerja e. Memiliki kreativitas dan selalu konsisten. f. Memiliki rasa persahabatan dan perdamaian dalam tindakan dan perilaku.

D. Profil Perusahaan

Setelah upaya memanfaatkan potensi sungai Asahan yang mengalir dari Danau Toba di Propinsi Sumatera Utara untuk menghasilkan tenaga listrik, mengalami kegagalan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, pemerintah Republik Indonesia bertekad mewujudkan pembangunan pembangkkit listrik tenaga air PLTA di sungai tersebut. Tekad ini semakin kuat ketika tahun 1972 pemerintah menerima dari Nippon Koei, sebuah perusahaan konsultan Jepang laporan tentang studi kelayakan proyek PLTA dan Aluminium Asahan. Laporan Universitas Sumatera Utara 45 tersebut menyatakan bahwa PLTA layak untuk dibangun dengan sebuah peleburan aluminium sebagai pemakai utama listrik yang dihasilkannya. Pada tanggal 7 Juli 1975 di Tokyo, setelah melalui perundingan- perundingan yang panjang dan dengan bantuan ekonomi dari pemerintah Jepang untuk proyek ini, pemerintah Republik Indonesia dan 12 perusahaan penanam modal Jepang menandatangani Perjanjian Induk untuk PLTA dan pabrik peleburan aluminium Asahan yang kemudian dikenal dengan sebutan Proyek Asahan. Kedua belas perusahaan penanam modal Jepang tersebut adalah, Sumitomo Chemical company Ltd., Sumitomo Shoji Kaisha Ltd., Nippon Light Metal Company Ltd.,C itoh Co., Ltd., Nissho Iwai Co.,Ltd., Nichimen Co., Ltd.,m Showa Denko K.K., Marubeni Corpotation, Mitsubihi Chemical Industries Ltd., Mitsubshi Corporation, Mitsui Aluminium Co., Ltd., Mitsui Co., Ltd. Selanjutnya untuk penyertaan modal pada perusahaan yang akan didirikan di Jakarta, kedua belas perusahaan penanam modal tersebut bersama pemerintah Jepang membentuk sebuah perusahaan dengan nama Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd NAA yang berkedudukan di Tokyo pada tanggal 25 Nopember 1975 Pada tanggal 6 Januari 1976, PT Indonesia Asahan Aluminium, sebuah perusahaan patungan antara pemerintah Indonesia dan Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd, didirikan di Jakarta. Inalum adalah perusahaan yang membangun dan mengoperasikan proyek Asahan, sesuai dengan perjanjian induk. Perbandingan saham antara pemerintah Indonesia dan Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd pada saat perusahaan didirikan adalah 10 dengan 90. Pada bulan Oktober 1978 perbandingan tersebut menjadi 25 dengan 75, dan sejak Juni 1987 menjadi Universitas Sumatera Utara 46 41,13 dengan 58,87. Dan sejak 10 Februari 1998 menjadi 41,12 dengan 58,88. Untuk melaksanakan ketentuan dalam perjanjian induk, Pemerintah Indonesia kemudian mengeluarkan SK Presiden No. 51976 yang melandasi terbentuknya otorita pengembangan proyek Asahan sebagai wakil pemerintah yang bertanggung jawab atas lancarnya pembangunan dan pengembangan proyek Asahan PT Inalum dapat dicatat sebagai pelopor dan perusahaan pertama di Indonesia yang bergerak dalam bidang industri peleburan aluminium dengan investasi sebesar 411 milyar Yen. Kontrak kerjasama antara Indonesia dan Jepang didalam perusahaan ini akan segera berakhir,yaitu pada tanggal 31 Oktober 2013, maka direncanakan pada 1 November 2013 perusahaan akan diambil alih sepenuhnya oleh pemerintah Indonesia. Perusahaan yang tadinya PMA akan berubah menjadi BUMN. PT Inalum membangun dan mengoperasikan PLTA yang terdiri dari stasiun pembangkit listrik Siguragura dan Tangga yang dikenal dengan Asahan 2 yang terletak di Paritohan, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Stasiun pembangkit ini dioperasikan dengan memanfaatkan air sungai Asahan yang mengalirkan air Danau Toba ke Selat Malaka. Oleh karena itu total listrik yang dihasilkan sangat bergantung pada kondisi permukaan air Danau Toba. Pembangunan PLTA dimulai pada tanggal 9 Juni 1978. Pembangunan stasiun pembangkit listrik bawah tanah Siguragura dimulai pada tanggal 7 April 1980 dan di resmikan oleh Presiden RI, Soeharto dalam acara peletakan batu pertama yang diselenggarakan dengan tata cara adat Jepang dan tradisi lokal. Universitas Sumatera Utara 47 Pembangunan seluruh PLTA memakan waktu 5 tahun dan diresmikan oleh Wakil Presiden Umar Wirahadikusuma pada tanggal 7 Juni 1983. Total kapasitas tetap 426 MW dan output puncak 513 MW. Listrik yang dihasilkan digunakan untuk pabrik peleburan aluminium di Kuala Tanjung. Desain produksi aluminium ingot PT. Inalum adalah 225.00 ton aluminium per tahun. Namun dengan adanya Technology Improvement yang dilakukan oleh karyawan PT. Inalum, kini produksi PT. Inalum jauh diatas desain produksinya 260.00 tontahun. Tingkat efisiensi penggunaan arus listrik juga meningkat lebih dari 92. Kapasitas produksi aluminium batangan PT. Inalum sangat bergantung kepada jumlah listrik yang dihasilkan oleh PLTA PT. Inalum. Sedangkan PLTA PT. Inalum sangat bergantung pada kondisi permukaan air danau Toba sebagai sumber air utama sungai Asahan. Jumlah seluruh karyawan pada saat ini sebanyak 1940 orang pertanggal 1 November 2013.

E. Pengaruh Job Involvement terhadap Kesiapan Berubah.

Conner Patterson 1982 mengatakan bahwa faktor penting yang mengakibatkan tidak suksesnya perubahan organisasi adalah kurangnya komitmen dari orang-orang yang terlibat didalamnya. Penelitian yang dilakukan Zangaro 2001, menunjukkan adanya hubungan tidak langsung antara komitmen organisasi dan dukungan organisasi, kepuasan dan job involvement dengan kesiapan individu untuk berubah. Penelitian tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Shah 2009, bahwa job involvement memiliki korelasi positif yang signifikan terhadap kesiapan untuk berubah. Hal ini berarti bahwa Universitas Sumatera Utara 48 semakin tinggi job involvement seorang karyawan, maka akan semakin tinggi pula kesiapan untuk berubah pada karyawan tersebut dan demikian pula sebaliknya. Dalam penelitian Madsen 2005 menemukan bahwa job involvement memiliki hubungan yang bermakna dengan kesiapan individu untuk berubah. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu yang terlibat secara aktif dalam organisasi akan memiliki kesiapan untuk berubah yang lebih tinggi daripada individu yang terlibat secara pasif. Individu yang terlibat secara aktif dalam organisasi akan memiliki job involvement yang cukup tinggi pula terhadap pekerjaannya. Selain itu karyawan yang memiliki job involvement yang tinggi akan menunjukkan perasaan solidaritas yang tinggi terhadap perusahaan dan mempunyai motivasi internal yang tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa karyawan yang memiliki job involvement yang tinggi akan lebih siap untuk mengikuti perubahan yang dilakukan perusahaan. Demikian pula dalam penelitian yang dilakukan Armenakis 1993, Becker, 1995 dan Lehman 2002 menyimpulkan adanya hubungan yang signifikan antara job involvement dengan kesiapan untuk berubah pada karyawan. Hal ini dikatakan bahwa individu yang memiliki job involvement yang tinggi dalam organisasi dan selalu melihat akan perkembangan dan persaingan global maka individu tersebut akan memiliki kesiapan untuk berubah. Penelitian ini didukung oleh Feldman 1978 yang menemukan bahwa individu yang memiliki job involvement yang tinggi akan mampu mengantarkan dirinya sebagai bagian dari organisasi dan mampu untuk bersaing dalam kancah persaingan, hal ini menunjukkan job involvement mempengaruhi kesiapan individu untuk berubah. Universitas Sumatera Utara 49 Dalam penelitian yang dilakukan Ciliana dan Mansoer 2008 ditemukan bahwa job involvement, kepuasan kerja, stres kerja dan komitmen organisasi, memiliki pengaruh yang bermakna dengan kesiapan untuk berubah. Demikian pula penelitian yang dilakukan Januarti dan Bunyanuddin 2006 menunjukkan bahwa job involvement dan etika kerja dalam organisasi memiliki pengaruh secara positif dan signifikan terhadap kesiapan untuk berubah. Etika kerja yang baik dalam organisasi dan job involvement yang tinggi akan membuat individu siap dalam menghadapi perubahan yang dilakukan oleh organisasi. Sementara penelitian yang dilakukan Mansoer 2008 bahwa dukungan organisasi, keadilan organisasi, iklim psikologis dan job involvement memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesiapan untuk berubah. Apabila organisasi selalu mendukung setiap anggota organisasi yang memiliki job involvement yang tinggi maka anggota organisasi akan lebih siap untuk menghadapi perubahan. Selanjutnya penelitian yang dilakukan Prihatini dan Wardani 2012 menunjukkan bahwa secara simultan job involvement dan komitmen organisasi mempengaruhi kesiapan untuk berubah. Dikatakan apabila karyawan memiliki job involvement yang baik serta berkomitmen terhadap organisasi maka karyawan tersebut akan siap untuk menghadapi perubahan yang dilakukan oleh perusahaan. Selanjutnya di temukan bahwa dukungan organisasi, derajat kesadaran dan kepercayaan diri serta job involvement mempunyai hubungan yang positif terhadap kesiapan untuk berubah pada karyawan. Kepercayaan diri dalam melakukan tugas pekerjaan berdampak kepada efektivitas job involvement dan sangat berpengaruh kepada kesiapan untuk berubah bagi karyawan tersebut. Universitas Sumatera Utara 50

F. Pengaruh Work Value terhadap Kesiapan Berubah

Menurut Simpson 2002, kesiapan berubah antara lain dipengaruhi sejauh mana pengetahuan dan teknologi baru bisa diadopsi oleh warga organisasi. Selanjutnya dikatakan Simpson tentang perlunya untuk memperkenalkan pengetahuan dan teknologi baru kedalam program pengembangan organisasi. Program tersebut akan berkembang apabila didukung oleh warga organisasi yang siap untuk berubah. Dalam hal ini perlu mengkreasikan iklim kerja dan menerapkan work value yang positip kepada seluruh warga organisasi agar tercapai kesuksesan perubahan. Ketersediaan aspek motivasional dari pimpinan organisasi dan bila diikuti dengan ketersediaan work value yang positip serta melekat pada setiap warga organisasi akan menumbuhkan inovasi dalam organisasi dan mempersiapkan warga organisasi menghadapi perubahan Lehman, 2002. Menurut Kasali 2007 organisasi yang mampu mengembangkan inovasi akan lebih memungkinkan bagi organisasi tersebut melakukan perubahan. Studi yang dilakukan Soetjipto 2007 menyatakan bahwa tuntutan perubahan yang sedang berkembang dipengaruhi oleh work value dan sikap baru yang sangat relevan dengan perubahan. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa para individu yang memiliki kesiapan untuk berubah sangat dibutuhkan oleh sebuah organisasi yang juga harus menghadapi tuntutan perubahan yang berkembang di masyarakat. Oleh karena itu kesiapan individu untuk berubah diasumsikan dipengaruhi work value dalam organisasi. Kajian yang dilakukan Klein Sorra 1996 menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi dan menentukan kesiapan untuk berubah yaitu: ketersediaan sumber dana, dukungan managemen, dan work value yang Universitas Sumatera Utara 51 selalu diusahakan untuk dikembangkan. Lewis 1998 mengatakan bila kesiapan untuk berubah telah melekat kuat dalam semua warga organisasi, maka hal ini akan memunculkan budaya kerja baru yang disebut dengan kesiapan untuk berubah. Desplaces, 2005 dalam penelitiannya menyatakan bahwa dukungan organisasi yang dirasakan karyawan berkaitan dengan work value yang berkembang dalam organisasi untuk mengembangkan karir. Work value yang berkembang ini akan membentuk komitmen dari anggota organisasi dan selanjutnya akan mendukung kesiapan anggota organisasi untuk berubah. Dukungan organisasi yang dirasakan akan membantu karyawan dalam mengadopsi work value, cara kerja, budaya kerja, dan teknologi terbaru. Menurut Lehman, 2002 kesiapan untuk berubah didukung oleh iklim organisasi, work value, ketersediaan sumber daya dan sikap positif yang dikembangkan para karyawan. Dalam hal ketersediaan sumber daya dalam organisasi akan mencakup work value organisasi, ketersediaan fasilitas kerja dan karyawan yang terlatih. Ketersediaan karyawan yang terlatih didukung work value serta sikap positif dari karyawan untuk terlibat dalam kesiapan untuk berubah. Untuk mencapai hal ini maka dikembangkanlah work value, kepercayaan diri yang tinggi dalam bekerja serta kemampuan karyawan untuk dapat berdaptasi dengan situasi baru. Hasil penelitian yang dilakukan Silver 1997 menemukan bahwa rasa percaya diri pada karyawan berhubungan positif dengan kemampuan mereka menampilkan kinerja yang terbaik dan kesediaan mereka untuk mengadopsi work value yang baru. Dengan kata lain meningkatnya kesiapan individu untuk berubah Universitas Sumatera Utara 52 memiliki hubungan dengan adanya dukungan organisasi yang dirasakan karyawan dan rasa percaya diri serta kemauan untuk mengadopsi work value yang baru. Dalam penelitian Powel 1995 program pengembangan yang dijalankan organisasi merupakan faktor yang akan memunculkan budaya kerja yang baru dan akan membuka work value yang baru dalam pemberdayaan karyawan serta meningkatkan komitmen kerja dalam melaksanakan perubahan. Studi yang dilakukan Campbell 2004 menyatakan bahwa kesiapan untuk berubah didukung oleh pimpinan organisasi yang kuat, penuh komitmen dan memiliki disiplin yang tinggi dalam peningkatan kinerja organisasi dalam mewujudkan work value. Penelitian yang dilakukan oleh Tummers 2013 menyatakan bahwa karyawan yang mendapatkan pelatihan berkesinambungan untuk merangsang pikiran intellectual stimulate yang merupakan dimensi work value memiliki kesiapan berubah lebih baik dari karyawan yang tidak pernah mengikuti pelatihan dalam mengembangkan kapasitas intelektualnya. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Sikh 2011 menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara supervisory relations merupakan dimensi work value dengan kesiapan untuk berubah pada individu. Hubungan yang positif akan berdampak kepada kesiapan untuk berubah dari karyawan tersebut. Hallgrimsson 2008 dalam penelitiannya kepada para executive manager menemukan bahwa executive manager yang memiliki peranan serta kepercayaan dan hormat prestige didalam perusahaan akan cendrung memiliki kesiapan berubah yang lebih tinggi. Universitas Sumatera Utara 53

G. Pengaruh Job Involvement dan Work Value terhadap Kesiapan Berubah

Kesiapan individu untuk berubah dipengaruhi oleh job involvement dan work value, dimana individu yang terlibat dalam pekerjaannya memiliki pertumbuhan yang kuat dalam mencapai work value dan berpartisipasi aktif dalam pekerjaannya lebih siap untuk berubah, karena perubahan dapat memenuhi kebutuhannya untuk terus berkembang dalam pekerjaan Lodahl Kejner, 1965; Robbins, 2003 Penelitian yang dilakukan oleh Timmor 2011 mengidentifikasi bahwa keyakinan pengambilan risiko dan manajemen proaktif dari individu performance self esteem contigency yang merupakan dimensi dari job involvement didukung dengan kenyamanan serta rasa aman dalam bekerja convinance yang merupakan dimensi dari work value memiliki hubungan yang sangat erat dengan kesiapan berubah. Kesiapan berubah juga di wujudkan dalam kesediaan untuk melakukan tindakan dalam pengambilan keputusan terhadap proyek-proyek berisiko, dan mampu melihat peluang dan ancaman dalam lingkungan organisasi. Selain itu ditemukan bahwa organisasi yang memposisikan untuk sulit berubah cendrung lambat dalam bereaksi terhadap respon eksternal dan kurang berhasil merespon tantangan perubahan. Selanjutnya dalam penelitian Timmor 2011 menemukan bahwa kesiapan berubah secara positif dipengaruhi oleh ketersediaan peralatan dan fasilitas resources adequacy, dan kompetensi sumber daya manusia psychological identification yang merupakan dimensi job involvement. Hal ini dijelaskan bahwa antara sumber daya dan tekhnologi memiliki korelasi yang relatif tinggi. Selain itu, temuan ini mendukung gagasan Universitas Sumatera Utara 54 bahwa orientasi kewirausahaan sangat penting dalam kesiapan untuk berubah pada sumber daya manusia. Demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Howley 2012, bahwa kesiapan berubah pada karyawan dalam sebuah organisasi dipengaruhi oleh keyakinan kemampuan diri performance self esteem contigency yang merupakan dimensi job involvement yang disertai dengan hubungan dengan rekan-rekan kerja relationships with co-workers merupakan dimensi work value. Dengan adanya respon terhadap perubahan, maka perubahan yang direncanakan beserta informasi dari konsekuensinya akan dapat berhasil. Dalam penelitian Bouckenooghe, D., Devos, G., Van den Broeck, H. 2009 ditemukan bahwa individu yang mengidentifikasikan dirinya unggul dan merasa mampu performance self esteem contingency dalam menyelesaikan tugasnya, serta memiliki pandangan positif akan keberlangsungan karirnya career intrinsic memiliki hubungan yang signifikan terhadap kesiapan berubah serta memiliki respon positif terhadap rencana perubahan organisasi dan tantangan dari luar.

H. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan penelitian dari berbagai sumber diatas penulis menetapkan dugaan sementara atau hipotesis sebagai berikut: H1 : Ada pengaruh positif yang signifikan antara job involvement terhadap kesiapan berubah. Job involvement berperan terhadap peningkatan kesiapan berubah karyawan. Universitas Sumatera Utara 55 H2 : Ada pengaruh positif dan signifikan antara work value terhadap kesiapan berubah. Work value berperan terhadap peningkatan kesiapan berubah karyawan. H3 : Ada pengaruh positif yang signifikan antara job involvement dan work value terhadap kesiapan berubah. Job involvement dan work value berperan terhadap peningkatan kesiapan berubah karyawan. Universitas Sumatera Utara 56

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan metode penelitian yang meliputi variabel penelitian, sampel penelitian, alat ukur penelitian, uji validitas, uji reabilitas dan metode analisis data.

A. Identifikasi variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Variabel terikat Y : Kesiapan berubah. 2. Variabel bebas X1 : Job involvement. X2 : Work value.

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Kesiapan Berubah.

Kesiapan berubah adalah keyakinan karyawan yang menerima, merangkul dan mengadopsi rencana perubahan yang dilakukan oleh organisasi serta bersedia untuk terlibat dalam aktivitas perubahan tersebut. Kesiapan berubah diukur dengan mengunakan skala kesiapan berubah yang disusun berdasarkan dimensi- dimensi kesiapan berubah yang dikemukakan oleh Holt 2003 dan dijelaskan dalam tabel 3.1. Universitas Sumatera Utara 57 Tabel 3.1 Dimensi Kesiapan Berubah No Dimensi 1 Appropriateness 2 Change specific efficacy 3 Management support 4 Personal benefit Skor kesiapan berubah diperoleh dari total skor seluruh dimensi dari skala kesiapan berubah. Skor tinggi pada skala kesiapan berubah menggambarkan bahwa subjek memiliki kesiapan berubah yang tinggi dan sebaliknya apabila skor rendah yang didapatkan menggambarkan bahwa subjek memiliki kesiapan yang rendah pula.

2. Job Involvement