xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perusahaan perbankan Indonesia selama dekade terakhir mengalami perkembangan yang pesat dan penuh gejolak. Kebijaksanaan pemerintah pada
bulan Oktober 1988 yang memberikan kebebasan untuk membuka bank dan memperluas cabang bank, telah mengakibatkan kenaikan jumlah dan kantor
cabang di Indonesia. Perkembangan tersebut selain memberikan pilihan yang semakin beragam kepada masyarakat terhadap pelayanan bank, juga
memberikan kontribusi yang sangat positif terhadap dunia usaha dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Setiap perusahaan perbankan didirikan tentunya dengan harapan akan menghasilkan profit sehingga mampu untuk bertahan dalam jangka panjang
yang tak terbatas. Hal ini berarti dapat diasumsikan bahwa perusahaan akan terus hidup dan diharapkan tidak akan mengalami likuidasi. Dalam praktek,
asumsi seperti diatas tidak selalu memjadi kenyataan. Seringkali perusahaan yang telah beroperasi dalam jangka waktu tertentu terpaksa membubarkan diri
karena mengalami kegagalan usaha kebangkrutan. Adapun kebangkrutan perusahaan ini biasanya disebabkan oleh faktor intern seperti manajemen yang
tidak kompeten, kekurangan modal kerja, kredit yang diberikan kepada para pelanggan terlalu besar, penyalahgunaan wewenang dan timbulnya
kecurangan-kecurangan. Selain faktor intern tersebut juga bisa disebabkan oleh faktor ekstern perusahaan.
xiv Kebangkrutan secara kronologi dapat dipisahkan menjadi dua dimensi
yaitu ekonomis dan financial. Dari segi ekonomi, suatu perusahaan dianggap gagal apabila mempunyai return yang negatif atau dengan kata lain tidak
adanya keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran. Sedangkan secara financial suatu perusahaan dikatakan gagal apabila pertama, jika perusahaan
tersebut tidak mampu membayar hutangnya pada saat tanggal jatuh tempo meskipun aktiva total melebihi kewajiban sehingga perusahaan dianggap
gagal keuangan dan kedua, jika total kewajiban melebihi nilai wajar dari aktiva totalnya sehingga perusahaan tersebut dinyatakan pailit.
Seperti halnya krisis ekonomi yang pernah dialami Indonesia pada tahun 1997 yang mengakibatkan banyak sekali perusahaan yang kena dampak atas
masalah ini sehingga tidak sedikit perusahaan yang dinyatakan pailit. Hasil survey yang Dilakukan Asian Development Bank ABD, Political And
Economic Risk Consultancy PERC, Booz-Allen Hamilton, World Bank, dan Pricewaterhouse Coopers yang menyimpulkan bahwa salah satu faktor
penyebab krisis moneter di Indonesia adalah tidak dipenuhinya syarat-syarat pengelolaan korporasi yang memadai. Penyebabnya, pertama, intervensi
eksternal yang menganggap dunia usaha sebagai sapi perah dan kedua, lemahnya sistem manajerial dan moral hazard manajer yaitu memanfaatkan
celah Ruvi’ah, 2005:2. Dampak yang paling nyata dari krisis ini adalah meningkatnya biaya
produksi yang mengakibatkan banyak perusahaan yang mengalami keterpurukan hingga ada yang sampai pada kebangkrutan. Adapun contoh
xv perusahaan tersebut adalah perusahaan otomotif, perusahaan real estate,
perusahan food and bavarage, dan salah satunya adalah perusahaan perbankan.
Manajemen perusahaan yang efektif tentu tidak dapat menunggu sampai perusahaan mengalami kebangkrutan total baru kemudian mengambil
tindakan. Analisis prediksi kebangkrutan baik secara internal maupun eksternal dapat digunakan untuk mengenali lebih awal tanda-tanda
kebangkrutan. Semakin awal tanda-tanda tersebut diketahui, semakin baik bagi manajemen untuk bisa mengambil strategi untuk memperbaiki kinerja
dengan segera. Pihak kreditur dan pemegang saham juga perlu mengidentifikasi tanda-tanda awal kebangkrutan supaya dapat segera
mengambil keputusan investasi dan kredit untuk menghadapi kemungkinan terburuk berupa bangkrutnya perusahaan yang bersangkutan.
Pada umumnya analisa untuk mengetahui tingkat kesehatan dan keberhasilan kinerja perusahaan adalah analisis internal, yaitu dengan cara
melakukan analisis terhadap laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan setiap tahunnya yang terdiri dari neraca, laporan laba-rugi dan
laporan laba ditahan. Analisa untuk memprediksi kesulitan keuangan perlu dilakukan karena
hasil dari analisis tersebut sangat berguna bagi beberapa pihak, diantaranya : 1 bagi pihak perusahaan dapat digunakan untuk melihat kinerja keuangannya
dan jika terdapat tanda-tanda kesulitan keuangan yang mengarah kepada kebangkrutan, pihak manajemen dapat mengambil langkah-langkah untuk
xvi menyelamatkan perusahaan, 2 bagi pihak kreditor dapat dimanfaatkan
sebagai alternatif analisis dalam pengambilan keputusan dapat tidaknya suatu perusahaan menerima kredit, 3 bagi investor dapat dijadikan sebagai
tambahan pertimbangan dalam melakukan keputusan investasi. Pada seminar restrukturisasi perbankan di Jakarta tahun 1998 oleh Almilia
dan Herdinigtyas 2005:131 disimpulkan beberapa penyebab menurunnya kinerja bank, antara lain, semakin meningkatnya kredit bermasalah perbankan,
dampak likuidasi bank-bank 1 November 1997 yang mengakibatkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan pemerintah sehingga
memicu penarikan dana secara besar-besaran, semakin turunnya permodalan bank-bank, banyak bank-bank tidak mampu melunasi kewajibannya karena
menurunnya nilai tukar rupiah, manajemen tidak profesional. Dalam menjalankan bisnisnya dan untuk mencegah terjadinya kegagalan
bank di Indonesia suatu bank harus menyampaikan laporan keuangan sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban dalam mengelola keuangan. Laporan
keuangan bank yang dipublikasikan di media cetak setiap periode sesuai dengan Surut Edaran Bank Indonesia SE BI No.275UPPB tanggal 25
januari 1995 Juncto No.285UPPB tanggal 7 september 1995 merupakan satu-satunya informasi keuangan dari suatu bank di Indonesia yang bersifat
menyeluruh. Laporan Keuangan Bank LKB memberikan informasi menyeluruh
kepada masyarakat kondisi dengan panduan penilaian kesehatan bank yang telah diatur oleh Bank Indonesia melalui Surat Keputusan Direksi Bank
xvii Indonesia No.3011KEPDIR tanggal 30 april 1997 dan surat keputusan
direksi Bank Indonesia No.30277KEPDIR tanggal 19 Maret 1998 tentang Tatacara Penilaian Kesehatan Bank Umum.
Bank Indonesia dalam menentukan tingkat kesehatan bank pada dasarnya dinilai dengan pendekatan kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh
terhadap kondisi dan perkembangan bank. Pendekatan kualitatif tersebut dilakukan dengan penilaian terhadap faktor-faktor permodalan kualitas aktiva
produktif, manajemen, rentabilitas, dan likuiditas atau lebih dikenal dengan CAMEL Capital, Assets, Management, Earnings And Liquidity yang
dikuantitatifkan sebagai aspek penilaian yang merupakan penghitungan rasio keuangan. Oleh karena itu rasio keuangan bermanfaat dalam menilai kondisi
suatu bank. Tingkat kesehatan bank ada empat golongan, yaitu predikat sehat, predikat cukup sehat, predikat kurang sehat dan predikat tidak sehat.
Tingkat kesehatan bank dapat dinilai dari beberapa indikator. Salah satu indikator utama yang dijadikan dasar penilaian adalah laporan keuangan bank
yang bersangkutan. Berdasarkan laporan keuangan akan dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim dijadikan dasar penilaian tingkat
kesehatan bank. Analisis rasio keuangan memungkinkan manajemen untuk mengidentifikasikan perubahan-perubahan pokok pada trend jumlah, dan
hubungan serta alasan perubahan tersebut. Hasil analisis laporan keuangan akan membantu mengintepretasikan
berbagai hubungan kunci serta kecenderungan yang dapat memberikan dasar
xviii pertimbangan mengenai potensi keberhasilan perusahaan dimasa mendatang
Almilia dan Herdinigtyas, 2005:132. Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupkaan salah satu
sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja serta perubahan posisi keuangan perusahaan, yang sangat bergun untuk mendukung
pengambilan keputusan yang tepat. Agar laporan yang tersaji menjadi lebih bermanfaat dalam pengambilan keputusan, data keuangan harus dikonversi
menjadi informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan ekonomis. Hal ini diperlukan dengan cara melakukan analisis laporan keuangan. Model yang
sering digunakan dalam melakukan analisis tersebut adalah dalam bentuk rasio-rasio keuangan. Foster 1986 menyatakan 4 hal yang mendorong
analisis laporan keuangan dilakukan dengan model rasio keuangan yaitu : untuk mengendalikan pengaruh perbedaan besaran antar perusahaan atau antar
waktu, untuk membuat data menjadi memenuhi asumsi alat statistik yang digunakan, untuk menginvestigasi teori yang terkait dengan rasio keuangan,
untuk mengkaji hubungna empirik antara rasio keuangan dan estimasi atau prediksi variabel tertentu seperti kebangkrutan dan Financial Distress.
Almilia dan Herdinigtyas, 2005:132. Untuk membuktikan bahwa laporan keuangan bermanfaat maka dilakukan
penelitian mengenai manfaat laporan keuangan, salah satu bentuk penelitian yang menggunakan rasio keuangan yaitu penelitian – penelitian yang
berkaitan dengan manfaat laporan keuangan untuk tujuan memprediksi kinerja perusahaan seperti kebangkrutan dan Financial Distress.
xix Almilia dan Herdinigtyas, 2005:132, mendefinisikan kebangkrutan
sebagai kondisi kesulitan keuangan pada perusahaan sehingga perusahaan tidak mampu menjalankan operasi perusahaan dengan baik yang disebut juga
dengan likuidasi perusahaan atau penutupan perusahaan karena tidak mampu membayar kewajiban-kewajibannya insolvabilitas.
Sedangkan menurut Weston dan Copeland 1996:686 menjelaskan bahwa: “kegagalan usaha dapat diidentifikasikan dengan berbagai cara dan
beberapa kegagalan tidak harus berasal dari kejatuhan dan pembubaran perusahaan”.
Brigham dan Gapenski 1996:105, kesulitan keuangan financial distress
merupakan keseluruhan kondisi keuangan yang meliputi dari kesulitan mengenai harapan profitabilitas dimasa depan, hingga kepada suatu keadaan
dimana suatu perusahaan dibubarkan atau dilikuidasi. Harus berasal dari kejatuhan dan pembubaran perusahaan”.
Dari definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kebangkrutan adalah kesulitan keuangan yang sangat parah sehingga perusahaan tidak mampu
untuk menjalankan operasi perusahaan dengan baik. Sedangkan kesulitan keuangan financial distress adalah kesulitan keuangan atau likuidasi yang
mungkin sebagai awal kebangkrutan. Sumarta 2000:49, dalam Almilia dan Herdinigtyas, 2005, Penilaian
kinerja perusahaan penting dilakukan baik oleh manajemen, pemegang saham, pemerintah dan pihak lain yang berkepentingan dan terkait dengan distribusi
kesejahteraan diantara mereka, tidak terkecuali perbankan. Untuk menilai
xx kinerja perbankan umumnya digunakan lima aspek penilaian yaitu CAMEL.
Secara internasional BIS Bank For International Settlement menetapkan CAMEL sebagai standar ukuran kinerja perbankan dan menjadi acuan hampir
seluruh negara. Dengan standar kinerja yang sama dan diterapkan dengan ketat, kondisi demikian dapat menjadikan standarisasi pengukuran kinerja
perbankan antar negara. Secara empiris tingkat kegagalan bisnis dan kebangkrutan bank dengan
menggunakan rasio-rasio keuangan model CAMEL dapat diuji sebagaimana yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu: Thomson 1991 dalam
Almilia dan Herdinigtyas 2005 yang menguji manfaat rasio keuangan CAMEL dalam memprediksi kegagalan bank di USA pada tahun 1980an
dengan menggunakan alat statistik regresi logit. Whalen dan Thomson 1988 dalam Almilia dan Herdinigtyas 2005 menemukan bahwa rasio keuangan
CAMEL cukup akurat dalam menyusun rating bank. Di Indonesia, Surifah 1999 menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan
bank dengan menggunakan model CAMEL. Juniarsi dan Suwarno 2005 menguji manfaat rasio keuangan sebagai prediksi kegagalan pada bank umum
swasta nasional non devisa di Indonesia. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Liza Angelia 2004, penelitiannya
mengkaji keunggulan model untuk memprediksi kondisi kebangkrutan. Dalam penelitian ini perbandingan model sistem peringatan dini Early Warning
System EWS untuk memprediksi kebangkrutan pada bank umum di Indonesia dengan membandingkan beberapa model untuk memprediksi kebangkrutan
xxi yaitu : model logit. Model MDA Multiple Discriminant Analysis, dan model
TR Trait Recognition menunjukkan bahwa model TR lebih unggul daripada model logit dan model MDA. Penelitian ini juga menjelaskan bahwa analisis
model logistik merupakan teknik statistik yang lebih baik daripada model diskriminan apabila digunakan untuk tujuan estimasi dan parameter.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan analisis regresi logistik untuk memprediksi kebangkrutan pada perbankan yang go public.
Maka acuan penelitian sebelumnya yang relevan adalah penelitian yang dilakukan Almilia dan Herdinigtyas 2005 dalam memprediksi kondisi
bermasalah pada lembaga perbankan periode 2000-2002. Luciana Spica Almilia dan Winny Herdinigtyas 2005 melakukan
penelitian terhadap prediksi kondisi perbankan yang bermasalah dan yang tidak bermasalah. Penelitian ini menggunakan rasio keuangan CAMEL
Capital, Asset, Management, Equity, Liabilities untuk memprediksi kondisi perbankan yang bermasalah dan yang tidak bermasalah dengan menggunakan
regresi logistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio keuangan CAMEL memiliki daya klasifikasi keseluruhan 93,1 selain itu penelitian ini
juga menunjukkan bahwa rasio CAR, APB, NPL, PPAPAP, ROA, NIM dan BOPO berbeda signifikan secara statistik antara kondisi bermasalah dan bank
yang tidak bermasalah dan hanya variabel CAR dan BOPO yang signifikan untuk memprediksi kondisi bank yang bermasalah dan tidak bermasalah.
Wilopo 2000 melakukan penelitian dengan tujuan untuk menguji kekuatan untuk memprediksi kegagalan bank dengan menggunakan rasio
xxii keuangan model CAMEL. Data penelitian ini adalah sekunder berupa laporan
keuangan yang dipublikasikan di media cetak Indonesia dan Indonesian Capital Market Directiry dengan periode pengamatan 1996-1997. Hasil
penelitian yang diperoleh bahwa rasio keuangan model CAMEL, SIZE bank dan tingkat kepatuhan terhadap Bank Indoneisa belum dapat digunakan
sebagai prediksi kegagalan bank sehingga variabel lainnya perlu dipertimbangkan sampai memperoleh model yang tepat.
Penelitian sejenis yang memasukkan control group berupa perusahaan- perusahaan yang sukses dilakukan oleh Altman 1968 dalam Warsidi 2007.
Altman menggunakan sampel sebanyak 66 perusahaan, yang terdiri atas 33 perusahaan bangkrut dan 33 perusahaan yang tidak bangkrut. Dengan
menggunakan multivariate discriminant analysis, Altman menemukan bahwa rasio-rasio keuangan liquidity, solvency, dan profitability bermanfaat dalam
memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan tingkat keakuratan yang semakin menurun seiring dengan semakin lamanya periode prediksi. Pada
periode prediksi satu tahun sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan, rasio-rasio keuangan tersebut bermanfaat untuk memprediksi kebangkrutan
dalam tingkat keakuratan 95 yang menurun menjadi 76 pada periode dua tahun sebelum bangkrut, 48 untuk periode tiga tahun, 29 untuk periode
empat tahun, kemudian naik lagi 36 untuk periode lima tahun sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan.
Adapun perbedaan penelitian ini terletak pada periode prediksi yaitu dari 2002-2006 sebelum perusahaan mengalami kondisi kebangkrutan dan
xxiii signifikansi perbedaan rasio-rasio keuangan antara perbankan yang mengalami
kebangkrutan maupun yang sehat. Rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah CAR, NPL, ROA, ROE, BOPO, LDR. Yang masing-
masing mewakili dari rasio CAMEL Capital, Asset, Management, Equity, Liabilities.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan meneliti bagaimana peranan rasio CAMEL dalam memprediksi kondisi bermasalah bangkrut pada perusahaan
perbankan yang go public periode 2002-2006. Penelitian ini lebih terfokus untuk memprediksi kondisi bermasalah bangkrut pada perusahaan
perbankan yang go public. Maksud dari kondisi bermasalah tersebut adalah : 1 bank-bank yang telah dinyatakan bangkrut atau telah ditutup oleh Bank
Indonesia Peraturan Pemerintah RI No. 25 tahun 1999, 2 bank-bank yang menderita kerugian tiga tahun berturut-turut, 3 bank-bank yang mengalami
kerugian lebih dari 75 modal disetor KUHD pasal 47 ayat 2 dalam Luciana Spica 2005.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris apakah rasio keuangan CAMEL dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan pada
perusahaan perbankan yang go public di Indonesia. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan perbankan yang go public
di Indonesia.
xxiv
B. Pembatasan Masalah