Konsep Peradamaian As-Sulhu Dalam Penyelesaian Perselisihan Suami Isteri

36 bersaudara. sebab itu damaikanlah perbaikilah hubungan antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. Q.S. Al-Hujurat: 9-10 Berdasarkan ayat diatas , kata حﻼﺻا disebutkan sebanyak dua kali. Menurut Quraish Shihab ayat kedua dikaitkan dengan kata ﺪﻌﻟﺎﺑ ل dengan adil. Menurut beliau, upaya islah pertama banyak kemungkinan menyinggung perasaan yang mengganggu jalannya proses perdamaian. Untuk itu perlu mengupayakan perdamaian lagidengan hati-hati hingga lahirlah keadilan bagi kedua belah pihak. 44 Kata ﺻ ا اﻮﺤﻠ berasal dari kata , حﻼﺻا yang asalanya adalah ﺢﻠﺻ yang berarti mufakat. 45 Lawan kata حﻼﺻا adalah ﺪﺴﻓ yang berarti rusak. Sedangkan حﻼﺻا adalah upaya menghentikan kerusakan atau meningkatkan kualitas sehingga manfaatnya lebih banyak lagi. Menurut Quraish Shihab, dalam konteks hubungan sosial, nilai-nilai tersebut tercermin dalam keharmonisan hubungan antara manusia, dan jika hubungan ini terganggu maka terjadilah kerusakan atau paling tidak berkurang manfaat tersebut. Hal ini menuntut adanya حﻼﺻا yakni perbaikan agar keharmonisan hingga menjadi pulih kembali. Dengan demikian terpenuhilah nilai-nilai manfaat dalam hubungan tersebut hingga lahirlah manfaat dan kemaslahatan bagi keduanya. 46 Terdapat dua kunci pada ayat ini, yakni kata لﺪﻋ Al-‘adl dan kata ﻂﺴﻗ Al- Qisth. Kata لﺪﻋ Al-‘Adl itu, bermakna lurus atau tidak condong kearah manapun. Jika dikaitkan dengan salah satu Asma Allah, kata لﺪﻋ Al-a‘dl bermakna bahwa Dia tidak condong kepada nafsu atau keinginan-keinginan yang dapat membuat dia 44 Quraish Shihab, Tafsir Misbah, Jakarta: Lentera Hati,2002, Volume 13, h.245-246. 45 Munawwir A.W., Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, Surabaya:Pustaka Progresif,1997,Cet,XIII h.788 46 Quraish Shihab, Tafsir Misbah, Jakarta: Lentera Hati,2002, Volume 13, h.245-246. 37 condong kearah lain yang mempengaruhi penetapan-penetapan-Nya. 47 Adil dapat juga dikatakan menepatkan sesuatu pada tempatnya. 48 Sebab kata ﻂﺴﻗ Al-Qisth, banyak disamakan artinya dengan Al-adl. 49 Namun sebenarnya terdapat perbedaan antara keduanya. Mengenai hal ini Quraish Shihab berpendapat bahwa kata ﻂﺴﻗ Al-Qist dan kata لﺪﻋ ‘Adl memiliki perbedaan. Kata ﻂﺴﻗ berarti keadilan yang diterapkan di atas dua pihak atau lebih atau keadilan yang menjadikan mereka semua senang. Sedangkan لﺪﻋ adalah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya walau tidak menyenangkan salah satu pihak. 50 Dengan demikian konsep win-win solution dapat merupakan salah satu bentuk dari kata ﻂﺴﻗ Ini berarti konsep yang ditawarkan proses mediasi lebih disukai Allah, karena banyak manfaat bagi kedua belah pihak yang bersengketa. Lebih lanjut Quraish Shihab menambahkan, bahwa Allah lebih menyukai jika ditegakkannya keadilan walaupun hal tersebut mengakibatkan kerenggangan hubungan diantara kedua belah pihak yang berselisih, tetapi ia lebih menyukai lagi jika keadilan tersebut dirasakan oleh kedua belah pihak sehingga perselisihan tidak akan menjadi berlarut-larut. 51 Dalam hal penyelesaian perselisihan rumah tangga, Al- 47 Munawwir A.W., Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, Surabaya:Pustaka Progresif,1997,Cet,XIII h.904 48 Ibnu Mandzur, Lisan al- ‘Arab, Beirut:Darul As-Shodir,2000, Juz ke 10, h.60. 49 Munawwir A.W., Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, Surabaya:Pustaka Progresif,1997,Cet,XIII h.1118 50 Quraish Shihab. Tafsir Misbah. Volume 13, h.246. 51 Quraish Shihab. Tafsir Misbah. Volume 13, h.246. 38 Quran telah mengatur beberapa metode dalam penyelesaian konflik yang terjadi di antara kedua pasangan suami-istri. 1. Musyawarah Musyawarah merupakan salah satu pokok ajaran yang sangat penting dalam islam. Dalam peribahasa orang Arab dikatakan: “Orang beristikharah tidak akan gagal, orang yang bermusyawarah tidak akan menyesal”. Maka dari itu, al-Qur’an sangat mengapresiasi musyawarah sebagai jalan untuk mencapai kesepakatan atau kemaslahatan. Musyawarah yang dimaksud adalah musyawarah yang dilakukan oleh kedua pasangan suami istri secara langsung. Terdapat tiga ayat yang berbicara dan menyebutkan dalam al-Qur’an, yaitu:                                                                          ا :ةﺮﻘﺒﻟ Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara maruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih sebelum dua tahun dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. Q.S. Al- Baqarah 2 ayat 233 39                                    :ناﺮﻤﻌﻟا ١٥٩ Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. Q.S. Ali “imran 3 ayat 159             :راﺆﺴﻟا ٣٨ Artinya: Dan bagi orang-orang yang menerima mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka. Q.S. As-Syura’ 42 ayat 38 Ketiga ayat diatas mengindikasikan bahwa dengan cara musayawarah, baik itu kesepakatan ataupun kemaslahatan, dapat tercapai. Musyawarah memang bukan hanya di peruntukan bagi yang sedang bertikai tetapi juga dalam satu kelompok yang menghendaki adanya kemaslahatan bagi mereka. Dalam hal ini, penulis mengkhususkan musyawarah dalam kaitannya dengan pertikaian diantara suami istri. Memang sebaiknya segala persoalan dalam rumah tangga, baik itu hal yang sepele sifatnya ataupun besar, diselesaikan lewat musyawara. Hal ini akan membuat suami atau istri dihargai haknya. Di dalam musyawarah ada penghargaan atas pendapat-pendapat pasangan yang juga memiliki hak untuk menentukan arah ataupun 40 hal yang ingin di capai. Misalnya saja pada ayat yang pertama di atas, ayat tersebut mengisyaratkan bahwa dalam hal sekecil apapun Menentukan arah ataupun hal yang ingin dicapai. Misalnya saja pada ayat yang pertama diatas, ayat tersebut mengisyaratkan bahwa dalam hal sekecil apapun dianjurkan untuk melakukan musyawarah terutama dalam menyelesaikan konflik rumah tangga. Dalam permusyarawaratan ini, kedua belah pihak dapat mengeksplor lebih jauh keinginan mereka sehingga keduanya dapat meraih kesepakatan bersama win-win solution. 2. Hakamain Pada ayat diatas penyelesaiannya yang dianjurkan adalah penyelesaian dengan jalan bermusyawarah yang dilakukan oleh kedua belah pihak secara langsung. Namun jika masih menemukan jalan buntu, dapat ditempuh dengan mengutus pihak ketiga yang disebut hakamain, yakni hakam dari pihak suami dan hakam dari pihak istri. Adapun hakam yang di maksud disyaratkan haruslah mengetahui permasalahan yang mereka hadapi. Seperti dalam Firman Allah SWT;                         :ءﺎﺴﻨﻠﻟا ٣٥ Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. An-Nisa’: 33 Pada ayat sebelumnya An-Nisa ayat 34, dijelaskan bahwa terdapat tiga langkah penyelesaian dalam perselisihan rumah tangga yang disebabkan oleh pembangkang nusyuz yang dilakukan oleh istri, yakni: pertama, memberi nasihat 41 atau pendapat yang bisa membuat istri menyadari dan menginsyafi kesalahan- kesalahan yang dilakukannya. Jika tidak dihiraukan oleh istri, maka untuk tidak tidur dalam satu ranjang. Apabila istri tidak berubah juga maka dianjurkan untuk memukul istri akan tetapi tidak mukanya. Ayat ini diartikan secara literal oleh para ulama, and dijadikan dasar hukumhujjah untuk menggunakan kekerasan terhadap perempuan jika tidak mematuhi suaminya. Padahal Rasulullah sendiri tidak pernah memukul istri-istrinya. Lebih spesipik Fatima Mernisi menjelaskan bahwa, para mufassir banyak yang menjelaskan bahwa nusyuz adalah suatu bentuk penolakan untuk mematuhi suami dalam masalah hubungan badan, termasuk Al-Thabari. Dimana dijelaskan bahwa nusyuz itu adalah istri yang memperlakukan suaminya dengan kesombongan, menolak untuk berhubungan ditempat tidur yang dianggap telah melakukan penolakan yang nyata untuk melakukan kepatuhan yang diinginkan oleh suami. 52 Pada ayat selanjutnya dikemukakan terdapat strategi lain dalam menyelesaikan permasalahan rumah tangga. Apalagi jika keduanya telah pisah rumah dan tidak memungkinkan untuk berkomunikasi lagi karena diselimuti amarah. Srategi tersebut adalah mengutus dua hakam untuk menengahi keduanya, yakni satu hakam dari pihak suami dan satu hakam dari pihak isteri untuk bermusyawarah. Upaya ini diharapkan agar dapat sebagai penyambung pesan atau tuntutan dari kedua belah pihak yang bertikai dan mencapai kata sepakat. 53 52 Fatima Mernisi, Menengok Kontroversi Peran Kaum Wanita Dalam Politik Surabaya, Dunia Ilmu Offset,1997, h. 217. 42 Sejalan dengan teori ini, terdapat suatu peristiwa menurut riwayat Imam As- Syafi’I dalam kitab Al-Umm dan al-Baihaqi di dalam As-Sunan dan beberapa riwayat lain Ubaidah Al-Sulaimani 54 diceritakan bahwa suatu hari datanglah seorang laki- laki dan seorang perempuan kepada Ali bin Abi Thalib r.a. mereka mengadukan perselisihan syiqaq yang terjadi dalam rumah tangga mereka. Kemudian Ali memerintahkan agar mengutus dua orang hakam yakni dari pihak suami dan dari pihak suami dan dari pihak isteri. Kemudian Ali berkata pada dua orang hakam tersebut tentang tugasnya agar menyelidiki tentang duduknya perkaranya. Namun Ali menambahkan bahwa jika menurut hakam tersebut keduanya tidak dapat diceraikan maka hakam tersebut diperintahkan untuk menceraikannya. Ibnu Abbas juga sepakat ayat ini diperuntukan bagi mereka suami-isteri yang telah rusak hubungan rumah tangganya. 55 Menurut Ali dan Ibnu Abbas, kewenangan yang dimiliki seorang hakam adalah memiliki hak penuh dalam menyatukan kembali hubungan suami isteri dan bahkan menceraikannya. Berbeda dengan Hasan Bishri yang berpendapat bahwa kewenangan hakam hanya sebatas pada hak untuk menyatukan kembali dan tidak menceraikan. Upaya ini banyak diterapkan Negara-negara muslim lain dalam hukum beracara di pengadilan. Itu sebabnya metode mediasi secara utuh dikalangan Negara muslim belum dikenal.

C. Konsep Perdamaian As-Sulhu Dalam Sistem Perjanjian Hukum Islam

53 Fatima Mernisi, Menengok Kontroversi Peran Kaum Wanita Dalam Politik Surabaya, Dunia Ilmu Offset,1997, h. 217. 54 Lihat Hamka. Tafsir Al-Azhar. Juz V-VI Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1983h. 54 55 Lihat Hamka. Tafsir Al-Azhar. Juz V-VI Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1983 h. 54. 43 Perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang ada di dalam persetujuan tersebut. 56 Kesepakatan atau persetujuan yang diraih oleh para pihak yang berperkara adalah merupakan tanda bahwa mediasi telah berhasil. Kesepakatan itu timbul karena para pihak bersengketa telah melakukan al’aqdu akad dan al’ahdu janji. Kata ﺪﻘﻋ adalah mengikat sesuatu dengan sesuatu sehingga tidak menjadi baginya dan tidak berpisah dengannya. 57 Abdoerraoef menjelaskan bahwa terdapat tiga tahap yang terjadi dalam suatu perikatan al-‘aqdu, yakni: 58 ● Al-ahdu perjanjian, yaitu pernyataan dari seseorang untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dan tidak ada kaitannya dengan orang lain yang sifatnya mengikat mengikat kedua belah pihak. ● persetujuan, yakni pernyataan setuju dari pihak kedua untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sebagai reaksi terhadap janji yang dinyatakan oleh pihak pertama. ● Apabila janji tersebut dilaksanakan oleh para pihak, maka terjadilah yang dinamakan ‘aqdu perikatan. Proses perikatan ini tidak jauh berbeda dengan konsep perikatan milik Subekti, yakni satu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana 56 Departemen Penddidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, cet. Ke-3, h.778. 57 Quraish Shihab, Tafsir Misbah: Peran, Kesan dan KeserasianAl-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati,2002, Volume 3, Cet ,IX, h.7. 58 Munawwir A.W., Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, Surabaya:Pustaka Progresif,1997,Cet,XIII h.953 44 pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk mematuhi tuntutan itu. Dari pejanjian ini, maka terciptalah hubungan hukum diantara keduanya. 59 Hasil akhir dari proses mediasi adalah kesepakatan atau perjanjian yang tertuang dalam bentuk akta perdamaian. Konsep kesepaktan yang dibuat oleh kedua belah pihak yang harus memenuhi asas-asas dalam hukum Islam. Syamsul Anwar mengelompokan 8 delapan asas perjanjian dalam Islam ke dalam 8 kelompok 60 , yakni; 1. Asas Ibahah Mabda’ al-Ibahah 2. Setiap perjanjian atau perikatan adalah dibolehkan, sampai adanya suatu aturan yang mengharamkannya. Asas ini adalah asas umum hukum mu’amalah dalam Islam. Rasulullah bersabda; “Perjanjian diantara orang- orang muslim itu boleh, kecuali perjanjian yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal”. Dari Abu Daud, at-Tirmizi, Ibnu Majah, al-Hakim dan Ibnu Hibban meriwayatkan dari ‘Amir bin Auf. 1. Asas kebebasan Berakad Mabda’ Hurriyyah at-Ta’aqud Para pihak bebas melakukan transaksi apapun, bebas menentukan objek dari transaksi, bebas menentukan dengan siapapun. Asas kebebasan berkontrak di dalam hukum Islam dibatasi oleh ketentuan syari’at Islam. Dalam membuat perjanjian, tidak dibolehkan ada paksaan, kekhilapan dan penipuan. Adapun kebebasan dalam berakad 59 Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1992, Cet.14, h.1. 60 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, Jakarta: PT.Rajawali Pres, 2007, h.83. 45 dalam hukum Islam didasarkan pada Firman Allah, yakni: “wahai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad perjanjian-perjajian.” Q.S. Al-Ma’idah 5:1 61 1. Asas konsensualisme Mabda’ ar-Radha’iyyah Asas ini menghendaki terciptanya suatu perjanjian yang dicukupkan dengan hanya kata sepakat antara kedua belah pihak tanpa harus dipenuhinya formalitas- formalitas tertentu. Misalnya terjadi pada transaksi tukar-menukar barang. Pada transaksi jenis ini para pihak cukup menggunakan kata sepakat saja. Dalil dari asas ini adalah sabda Nabi SAW, “Sesungguhnya jual beli itu berdasarkan kata sepakat”. 62 2. Asas Janji itu Mengikat Dari kesepakatan akan melahirkan janji. Janji tersebut punya kekuatan untuk mengikat dalam hubungan hukum yang sudah terjalin dari adnya kesepakatan. Dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang memerintahkan manusia agar memenuhi janji, diantaranya ”…dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu akan dimintakan pertanggung jawabannya”. Q.S. Al-Isra’ 17:34. Dalam ayat ini jelas dikatakan bahwa Allah memerintahkan umat manusia untuk memenuhi janji terhadap siapapun orang yang kita janjikan. Karena janji yang kamu janjikan akan diminta pertanggung jawabannya oleh Allah kelak di hari kemudian. 63 3. Asas keseimbangan Mabda’ at-Tawaazun fi al-Mu’awahah Dalam perjanjian atau perikatan, kedua belah pihak menanggung resiko dan 61 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, Jakarta: PT.Rajawali Pres, 2007, h.83 62 Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Beirut: Dar al-Fikr,t.t, Hadis no.2185, Juz II, h.737. 63 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, Jakarta: PT.Rajawali Pres, 2007, h.83