15
Penyelesaian konflik atau sengketa dalam masyarakat mengacu pada prinsip kebebasan yang menguntungkan kedua belah pihak. Para pihak dapat menawarkan
opsi penyelesaian sengketa dengan perantara tokoh masyarakat. Penyelesaian yang dapat memuaskan para pihak walaupun tidak 100 dapat ditempuh melalui
mekanisme musyawarah dan mufakat. Musyawarah mufakat merupakan falsafah masyarakat Indonesia dalam setiap
pengambilan keputusan, termasuk penyelesaian sengketa. Musyawarah mufakat sebagai nilai filosofi bangsa dijelmakan dalam dasar Negara, yaitu Pancasila. Dalam
sila keempat Pancasila disebutkan, kerakyatan yang yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Nilai tertinggi ini, kemudian
dijabarkan lebih lanjut dalam UUD 1945 dalam sejumlah peraturan perundang- undangan dibawahnya.
9
Dalam sejarah perundang-undangan Indonesia prinsip musayawarah mufakat yang berujung damai juga di gunakan di lingkungan peradilan, terutama dalam
penyelesaian sengketa perdata. Hal ini terlihat dari sejumlah peraturan perundang- undangan sejak masa Kolonial Belanda sampai sekarang masih memuat asas
musyawarah damai sebagai salah satu asas peradilan di Indonesia bahkan akhir-akhir ini muncul dorongan kuat dari berbagai pihak untuk memperteguh prinsip damai
melalui mediasi dan arbitrase dalam penyelesaian sengketa.
10
Dorongan-dorongan ini didasarkan pada sejumlah pertimbangan antara lain; penyelesaian sengketa melalui
pengadilan memerlukan waktu yang cukup lama, melahirkan pihak menag kalah,
9
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: kencana, 2009, hal284
10
Stephen B. Green, Arbitration: A viable Alternative for Solving Commercial Dispute in Indonesia, dalam Timothy Lindsey ed., hal 291.
16
cenderung mempersulit hubungan para pihak pasca lahirnya putusan hakim, dan para pihak tidak leluasa mengupayaka opsi penyelesaian sengketa mereka.
Berikut akan dikemukakan sejumlah peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar yuridis bagi penerapan mediasi dipengadilan maupun diluar pengadilan.
Mediasi dengan landasan musyawarah menuju kesepakatan damai, mendapat pengaturan tersendiri dalam sejumlah produk hukum Hindia-Belanda maupun dalam
produk hukum setelah Indonesia merdeka sampai hari ini.
a. Masa Kolonial Belanda
Pada masa kolonial Belanda pengaturan penyelesaian sengketa melalui upaya damai lebih banyak ditujukan pada proses damai dilingkungan peradilan, sedangkan
penyelesaian sengketa di luar pengadilan, kolonial Belanda cenderung memberikan kesempatan pada hukum adat. Belanda meyakini bahwa hokum adat mampu
menyelesaikan sengketa kaum pribumi secara damai, tanpa memerlukan intervensi pihak kolonial Belanda. Hukum adat adalah hukum yang hidup living law dan
keberadaannya menyatu dengan masyarakat pribumi. Masyarakat Indonesia pribumi tidak dapat dilepaskan dari kehidupan adat mereka termasuk dalam penyelesaian kasus
hukum.
11
Pada masa kolonial Belanda lembaga pengadilan diberikan kesempatan untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa. Kewenangan mendamaikan kasus-kasus
keluarga dan perdata pada umumnya seperti perjanjian, jual beli, sewa menyewa, dan berbagai aktivitas bisnis lainnya.
12
11
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: kencana, 2009, hlm, 286.
12
R. Tresna, Komentar HIR, Jakarta: Pradnya Paramita,1979, hlm.298
17
Dalam pasal 130 HIR Het Herziene Indonesich Reglement, Staatsblad 1941:44, atau pasal 154 R.Bg Rechts reglement Buitingwesten, Staatsblad, 1927:
227, atau Pasal 31 Rv Reglement op de Rechtsvonrdering, Staatsblad 1874: 52, disebutkan bahwa hakim atau majlis hakim akan mengusahakan perdamaian sebelum
perkara mereka diputuskan. Secara lebiih lengkap ketentuan pasal ini adalah: 1 Jika pada hari yang ditentukan, kedua pihak datang, maka pengadilan negeri dengan
pertolongan ketua mencoba akan mendamaikan mereka; 2 Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu bersidang, diperbuat surat akta tentang
itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan menempati perjanjian yang perbuat itu, surat mana akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai keputusan biasa; 3
Keputusan yang demikian itu tidak dapat diijinkan banding; dan 4 Jika pada waktu mencoba akan mendamaikan kedua belah pihak, perlu dipakai juru bahasa, maka
peraturan pasal yang berikut dituruti untuk itu.
13
Ketentuan dalam Pasal 30 HIR154 R.Bg31 Rv menggambarkan bahwa penyelesaian sengketa melalui damai merupakan bagian dari proses penyelesaian
sengketa sengketa di pengadilan. Upaya damai menjadi kewajiban hakim, dan ia tidak boleh memutuskan perkara sebelum upaya mediasi dilakukan terlebih dahulu. Bila
kedua belah pihak bersetuju menempuh jalur damai, maka hakim harus segera melakukan mediasi terhadap kedua belah pihak, sehingga mereka sendiri menemukan
bentuk-bentuk kesepakatan yang dapat menyelesaikan sengketa mereka. Kesepakatan tersebut harus dituangkan dalam sebuah akta perdamaian, sehingga memudahkan para
pihak melaksanakan isi kesepakatan itu. Akta damai memiliki kekuatan hukum sama
13
Reno Soeharjo, Reglement Indonesia yang Dibaharui s. 1941 No. 44 HIR, Bogor: Politeia,1955, hlm.43