30
4 Pihak-pihak yang terlibat sengketa telah sepakat untuk membatasi
permasalahan yang akan di bahas. 5
Para pihak mempunyai keinginan besar untuk menyelesaikan masalah mereka.
6 Para pihak telah mempunyai atau akan mempunyai hubungan lebih
lanjut dimasa yang akan datang. 7
Tingkat kemarahan dari para pihak masih dalam batas normal. 8
Para pihak bersedia menerima bantuan pihak ketiga. 9
Terdapat alasan-alasan yang kuat untuk menyelsaikan sengketa. 10
Para pihak tidak memiliki persoalan psikologis yang benar-benar menggangu hubungan mereka.
11 Terdapat sumber daya untuk tercapainya sebuah kompromi.
12 Para pihak memiliki kemauan untuk saling menghargai
31
.
Alokasi yang terbear dalam mediasi biasanya terjadi pada tahap negosiasi, karena dalam negosiasi ini membicarakan masala krusial yang diperselisihkan
32
. Pada tahap ini terbuka kemungkinan terjadi perdebatan bahkan dapat terjadi keributan
antara para pihak yang bersengketa. Seorang mediator harus bisa menjalin kerja sama dengan para pihak secara bersama-sama dan terpisah untuk mengidentifikasikan isu-
31
Rachm adi Usm an, Pilihan Penyelesaian Sengket a di Luar Pengadilan Bandung: PT Adit ya bakt i, 2003, h.102-103.
32
Rachm adi Usm an, Pilihan Penyelesaian Sengket a di Luar Pengadilan, h. 104.
31
isu, memberikan pengarahan para pihak dari posisi masing-masing menjadi kepentingan bersama
33
. Yang bisa dilakukan mediator pada tahap ini, ialah: 1
Membantu para pihak menaksir, menilai dan memprioritaskan kepentingan masing-masing.
2 Memperluas atau mempersempit sengketa bilaman perlu.
3 Membuat agenda negosiasi.
4 Memberikan penyelesaian alternatif.
3. Tahap Pengambilan Keputusan
Pada tahap ini para pihak saling berkerja sama denga bentuan mediator untuk mengevaluasi pilihan, mendapatkan trade off dan menawarkan paket, memperkecil
perdebatan-perdebatan dan mencari basis yang adil bagi alokasi bersama. Dalam tahap penentuan keputusan mediator dapat juga menekan para pihak, mencarikan rumusan-
rumusan untuk menghindari rasa malu, membantu para pihak dalam menghadapi para pemberi kuasa kalau dikuasakan
34
.
33
Rachm adi Usm an, Pilihan Penyelesaian Sengket a di Luar Pengadilan, h. 105.
34
Rachm adi Usm an, Pilihan Penyelesaian Sengket a di Luar Pengadilan, h. 106.
32
BAB III MEDIASI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Dasar Hukum Mediasi
Dasar hukum mediasi terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi Saw. Prinsip- prinsip untuk menyelesaikan perselisihan dengan cara damai termaktub dalam
beberapa ayat al-Qur’an, diantaranya:
:ءﺎﺴﻨﻟا
Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakamdari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga
perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal. Q.S. An-Nisa Ayat 35
ثاﺮﺠﺤﻟا
:
١٠
-
٩ Artinya: Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang
hendaklah kamu damaikan antara keduanya tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai
surut kembali pada perintah Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berlaku adil.
Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah perbaikilah hubungan antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah,
supaya kamu mendapat rahmat. Q.S. Al-Hujurat: 9-10
33
:ءﺎﺴﻨﻟا ٨٢
Artinya: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak Mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang
sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan
memelihara dirimu dari nusyuz dan sikap tak acuh, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Q.S. An-Nisa: 128
B. Konsep Peradamaian As-Sulhu Dalam Penyelesaian Perselisihan Suami Isteri
As-Sulhu berasal dari kata Sholuha, yang berarti perdamaian.
35
Wahbah Zuhaily mengartikan secara bahasa berarti memutus pertikaian atau persengketaan.
36
Sedangkan secara syara’, as-Sulhu adalah akad yang bertujuan untuk mengakhiri persengketaan yang terjadi antara dua belah pihak yang berselisih.
37
Sedangkan musholih berarti juru damai atau pendamai.
38
Rukun-rukun as-sulhu adalah adanya orang atau pihak yang berakad untuk melakukan perdamaian disebut mushalih, adanya objek yang disengketakan disebut
mushalih ‘anhu. Adanya tindakan yang dilakukan salah satu pihak untuk memutuskan
35
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996, hal 1186. Lihat juga Ahmad Warson
Munawwir, Al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progresif,1997. Hal.788.
36
Wahbah zuhaily, al-Fiqh al-islami wa aadilatuhu, Syiria: Dar-alfikr, 1985, juz V, Cet.II. h.293
37
Wahbah zuhaily, al-Fiqh al-islami wa aadilatuhu, Syiria: Dar-alfikr, 1985, juz V, Cet.II. h.293
38
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996, hal 1186
34
perselisihan dengan jalan damai yang disebut dengan Masalih ‘alaihi atau Badalush sulh, dan adanya ijab dan qabul dari kedua pihak yang melakukan perdamaian.
Adapun syarat-syarat Mashalih bih atau barang-barang yang disengketakan adalah berbentuk harta yang dapat dinilai, dapat diserah terimkan dan bermanfaat, dan
barang haruslah diketahui secara jelas agar memperkecil kemungkinan timbulnya perselisihan kembali. Selain itu barang yang disengketakan tidak terdapat hak orang
lain didalamnya. Dalam hal ini para ulama sepakat bahwa tidak sah untuk bentuk kesepakatan, jika terdapat hak orang lain dalam bendaharta yang disengketakan.
39
Mushalih ‘anhu tidak sah jika terkait dengan hak Allah seperti perbuatan zina, mencuri atau minum khamar kemudian berdamai dengan orang yang menangkapnya
atau berdamai dengan memberikan sejumlah uang kepada hakim agar melepasnya, dan lain-lain. karena syarat utama dari sulhu adalah bukan menghalalkan yang haram dan
bukan mengharamkan yang halal.
40
Syarat ini di dukung dengan sabda Rasulullah SAW : Artinya: dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: Perdamaian itu boleh
diadakandilakukan diantara
sesama muslim,
kecuali perdamaian
yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram.” Hadis Riwayat Ibnu
HIbban.
41
39
Tenngku M uhamm ad Hasbi Ash Shiddiqy, Hukum -hukum Fiqh Islam : Tinjauan Ant ar M azhab, Sem arang: PT. Pust aka Rizky Putra,2001, h.55.
40
Tenngku M uhamm ad Hasbi Ash Shiddiqy, Hukum -hukum Fiqh Islam : Tinjauan Ant ar M azhab, Sem arang: PT. Pust aka Rizky Putra,2001, h.56.
41
Sepert i yang dikut ip oleh Wahbah Zuhaily bahw a menurut At -Tirm idzi hadist ini derajat nya adalah shahih. Lihat Wahbah Zuhaily, al-fiqh al-Islam w a adilat uhu, juz yang ke V, Syira. Dar-al-fikr.
Cet .II. 1985.h.294.
35
Sedangkan Sayyid sabiq
42
dan Wahbah Zuhaily
43
mengkatagorikan tiga jenis perdamaian, yakni;
1. Perdamaian ikrar, yakni perdamaian yang terjadi jika pihak tergugat
membenarkan gugatan penggugat dan kemudian mereka berdamai. 2.
Perdamaian ingkar, yakni gugatan yang diajukan penggugat kepengadilan dengan alasan tergugat telah ingkar terhadap suatu perjanjian yag dulu
telah mereka sepakati. Apabila mereka berdamai maka disebut perdamaian ingkar 3.
Perdamaina sukut yakni jika seorang menggugat orang lain tentang suatu hal, kemudian ia hanya berdiam diri tanpa membenarkan maupun menyangkal.
Apabila kedua belah pihak berdamai maka telah terjadi perdamaian sukut. Perdamaian sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Dalam Firman Allah
dikatakan bahwa;
:تاﺮﺠﺤﻟا ٩
- ١٠
Artinya: Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya tapi kalau yang satu melanggar perjanjian
terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara
keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Orang-orang beriman itu Sesungguhnya
42
Sayyid sabiq, Fiqh Sunnah, Bandung: PT.Al-M a’arif, 1987, juz 13, H. 213.
43
Wahbah Zuhaily, al-fiqh al-Islam w a adilat uhu, Syiria: Dar-al-Fikr, 1985 Juz yang ke V, Cet .II, h. 295-297