Pengertian Komunikasi Politik Konseptualisasi Komunikasi Politik
studi mengenai pendapat umum, propaganda, dan perang urat saraf, serta berkembangnya teori media kritis sebagai bagian dari ilmu politik.
2
Sebelum kita membahas pengertian komunikasi politik, sebaiknya kita uraikan terminolgy yang melekat dalam konteks komunikasi politik, yakni komunikasi
dan politik. Komunikasi berasal dari bahasa Latin „communis‟ atau „common‟
dalam bahasa Inggris yang berarti sama. Berkomunikasi berarti kita sedang berusaha untuk mencapai kesamaan makna,
“commonness”. Atau dengan ungkapan yang lain, melalui komunikasi kita mencoba berbagi informasi, gagasan
atau sikap kita seringkali mempunyai makna yang berbeda terhadap lambang yang sama. Oleh karena itu, komunikasi seharusnya dipertimbangkan sebagai aktivitas
di mana tidak ada tindakan atau ungkapan yang diberi makna secara penuh, kecuali jika diinterpretasikan oleh partisipan komunikasi yang terlibat, demikian
pengertian komunikasi yang diberikan Kathleen K. Reardon dalam buku Interpersonal Commmunication, Where Minds Meet 1987.
3
Aristoteles yang hidup empat abad sebelum masehi 385-322SM dalam bukunya Rethoric
membuat definisi komunikasi dengan menekankan “siapa mengatakan apa kepada siapa.” Definisi yang dibuat Aristoteles ini sangat
sederhana, tetapi ia telah mengilhami seorang ahli ilmu politik bernama Harold D. Lasswell pada 1948, dengan coba membuat definisi komunikasi yang lebih
sempurna dengan menanyakan “SIAPA mengatakan APA, MELALUI apa, KEPADA siapa, dan apa AKIBATNYA.”
2
Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia, h. 11.
3
Syaiful Rohim, Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam dan Aplikasi, Jakarta, Rineka Cipta: 2009, cet 1, h. 108.
Para sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antarmanusia human communication
yakni “Komunikasi adalah sautu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan
1 membangun hubungan antarsesama manusia; 2 melalui pertukaran informasi; 3 untuk membuat sikap dan tingkah laku orang lain; serta 4
berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu.”
4
Sedangkan definisi politik, pada umumnya diketahui berasal dari perkataan politicos menyangkut warga Negara, polites seorang warga Negara, polis
kota, negara, dan politea kewargaan di zaman Yunani Klasik.
5
Kemudian berkembang dalam berbagai bentuk bahasa Inggris, seperti polity, politics,
politica, political, dan policy. Selain itu dikenal juga istilah politicos yang berarti kewarganegaraan, yang kemudian berkembang menjadi politer yang bermakna
hak-hak warga negara. Sejak zaman Yunani klasik telah dikenal istilah politike techne yang berarti kemahiran politik.
6
Eric Louw menyebutkan, politik adalah sebuah proses pengambilan keputusan, sebuah perebutan untuk memperoleh akses pada posisi pengambilan keputusan, dan proses
kewenangan untuk menjalankan keputusan-keputusan itu.
7
Dari definisi yang diungkapkan Eric Louw mengandung sejumlah konsep kenegaraan, yakni: kekuasaan power, pengambilan keputusan decision making,
kebijaksanaan policy, dan pembagian atau alokasi sumber daya resources.
8
4
Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi, Jakarta, Rajawali Pers: 2009, edisi I, cet II, h. 18-19.
5
Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Politik Indonesia: Dinamika Islam Politik Pasca- Orde Baru, Bandung, PT Remaja Rosdakarya: 2008, cet I, h. 28.
6
Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia, Yogyakarta, Graha Ilmu: 2011, edisi II, cet I, h. 2.
7
Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi, Jakarta, Rajawali Pers: 2009, edisi I, cet II, h. 28.
8
Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi, h. 28.
Selain itu Lasswell merumuskan formula bahwa politik ialah siapa memperoleh apa, kapan, dan bagaimana caranya who, gets what, when, how.
Siapa yang melakukan aktivitas politik, apa yang dicapainya dalam aktivitas itu, serta kapan dan bagaimana cara mencapainya. Aktivitas yang dilakukan oleh
manusia dengan maksud mencapai tujuan bersama pada waktu tertentu bisa dilakukan dengan cara memanfaatkan pengaruh influenze, wewenang
authority, kekuasaan power atau kekuatan force. Sejalan dengan Lasswell, Dahl menyebutkan bahwa politik itu adalah aturan, kekuasaan, pengaruh,
wewenang, dan pemerintahan sebagai cakupan politik.
9
Adapaun pembahasan mengenai kajian komunikasi politik pada awalnya berakar pada ilmu politik, meskipun penamaan lebih banyak dikenal dengan
istilah propaganda. Ini dimulai pada tahun 1922 dengan penelitian dari Ferdinand Tonnies dan Walter Lippmann yang meneliti tentang opini publik pada
masyarakat, kemudian dilanjutkan oleh Bagehot, Maine, Bycre, dan Graha Wallas di Inggris yang menelaah peranan pers dan pembentukan opini publik. Bahkan
ketika Harold D. Lasswell menulis disertasi doktor tentang Propaganda Technique in the World War 1927. Praktik propaganda berkembang terutama menjelang
Perang Dunia II ketika Nazi Jerman berhasil melakukan ekspansi dengan gemilang di bawah propaganda Dr. Joseph Gobbel.
10
Komunikasi politik merupakan persilangan antara ilmu politik dan ilmu komunikasi. Di dalamnya ada proses komunikasi dan proses politik. Pembahasan
9
Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia, Yogyakarta, Graha Ilmu: 2011, edisi II, cet I, h. 3-4.
10
Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi, Jakarta, Rajawali Pers: 2009, edisi I, cet II, h.32.
kajian ini berkutat pada proses penyampaian pesan melalui media yang juga bersifat politis. Sama seperti pesan, media dan saluran politik formal seperti
negara dan lembaga-lembaga politik lainnya juga memiliki kekuatan politik.
11
Kendati komunikasi politik merupakan persilangan komunikasi dan politik, bukan berarti mendefinisikan komunikasi politik cukup dengan menggabungkan
dua definisi, “komunikasi” dan “politik”. Ia memiliki konsep tersendiri, meskipun secara sederhana merupakan gabungan dari dua konsep tersebut. Komunikasi
politik secara keseluruhan tidak bisa dipahami tanpa menghubungkannya dengan dimensi politik dengan segala aspek dan problematikanya. Kesulitan dalam
mendefinisikan komunikasi politik terutama dipengaruhi oleh keragaman sudut pandang terhadap kompleksitas realitas sehari-hari.
12
Ilmuwan komunikasi A. Muis, menjelaskan bahwa istilah komunikasi politik menunjuk pada pesan sebagai objek formalnya sehingga titik berat konsepnya
terletak pada komunikasi dan bukan pada politik. Pada hakikatnya komunikasi politik mengandung informasi atau pesan tentang politik. Sedang McNair,
menyebutkan bahwa komunikasi politik adalah komunikasi yang diupayakan untuk mencapai tujuan-tujuan politik tertentu. Kemudian Graber, memandang
bahwa komunikasi politik adalah proses pembelajaram, penerimaan, dan persetujuan atas kebiasaan-kebiasaan atau aturan-aturan, struktur, dan faktor-
faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan politik.
13
11
Nurani Soyomukti, Komunikasi Politik: Kudeta Politik Media, analisa Komunikasi Rakyat dan Penguasa, Malang: 2013, cet I, h. 1.
12
Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Politik Indonesia: Dinamika Islam Politik Pasca- Orde Baru, Bandung, PT Remaja Rosdakarya: 2008, cet I, h. 28.
13
Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia, Yogyakarta, Graha Ilmu: 2011, edisi II, cet I, h.12.
Menurut Rush dan Althoff, komunikasi politik adalah transmisi informasi yang relevan secara politis dari satu bagian sistem politik kepada sistem politik yang lain, dan antara sistem sosial
dengan sistem politik.
14
Adapun Susanto mendefinisikan komunikasi politik sebagai “komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga
masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini, dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama.” Sedangkan dilihat dari
kegunaannya, menurut Kantaprawira, komunikasi politik berguna untuk “menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat, baik pikiran intra-
golongan, institut, asosiasi, ataupun sektor kehidupan politik masyarakat dengan sektor pemerintahan.”
15