Kedudukan Qatar di Timur Tengah sebelum Arab Spring

beberapa cara, seperti mengadakan acara kebudayaan tahunan dalam Qatar Cultural Fest, kepemilikan satelit televisi Aljazeera dan perusahaan penerbangan Qatar Airways. Hal-hal tersebut menjadi langkah nyata bagi Qatar untuk bermain aktif di lingkungan internasional. Selain itu, state branding ini juga dilakukan melalui bidang olahraga, salah satunya adalah keberhasilan Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 mendatang. 92

1. Kedudukan Qatar di Timur Tengah sebelum Arab Spring

Sejak pertengahan tahun 2000, Qatar mulai aktif bermain dalam lingkungan global. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh Qatar menjadi salah satu poin utama Qatar dapat berperan aktif di lingkungan internasional. Selain menjadi negara dengan pendapatan per kapita tertinggi selama beberapa tahun, Qatar juga menjadi salah satu negara anggota tidak tetap DK-PBB. Aktifnya Qatar dapat dilihat terutama dari peran mediasi dalam menghadapi isu-isu di Timur Tengah seperti yang dilakukan di Sudan, Libanon dan Yaman. Pada awal tahun 2008, Menteri Luar Negeri Qatar, Ahmad bin Abdullah Al-Mahmud mengawali upayanya untuk memediasi konflik yang terjadi di Sudan. Upaya awal dilakukan dengan melakukan observasi mengenai konflik secara mendalam dengan memahami berbagai perspektif terkait konflik bersama aktor- aktor internasional lainnya seperti Amerika Serikat, Libya, Tiongkok, Perancis, 92 Peterson, “Qatar’s International Role”, 1-2. PBB, Liga Arab, dan Uni Afrika. 93 Hal tersebut dilakukan oleh Qatar untuk memahami secara mendalam mengenai konflik yang terjadi di Darfur tersebut. Selain itu Al-Mahmud juga mengunjungi wilayah Darfur secara langsung untuk mengetahui kondisi konflik disana. Menurut pejabat Sudan dan Darfur, mediasi yang dilakukan Qatar berbeda dengan mediasi yang dilakukan oleh negara lain. Qatar berperan secara intim selama proses mediasi dengan pengetahuan mengenai situasi konflik secara mendalam. Pada tahun 2009, berdasarkan Memorandum of Understanding MoU yang dijalin antar kedua negara tersebut, Qatar dan Sudan sepakat untuk menjadikan Doha sebagai lokasi resmi untuk melangsungkan proses negosiasi. 94 Mediasi yang dilakukan di Qatar dalam konflik Sudan memiliki kelemahan tersendiri. Lemahnya kordinasi, tranparansi, dan substansi dalam proses negosiasi menjadi salah satu kelemahan tersebut. Selain itu, ketua dari salah satu kelompok pemberontak Justice and Equality Movement JEM, Ahmed Huseein, menyatakan bahwa proses negosiasi yang dilakukan Qatar terburu-buru dilihat dari struktur negosiasi yang sederhana dengan jangka waktu yang singkat untuk melakukan upaya-upaya mediasi. 95 Selanjutnya, Qatar juga menjadi mediator terkait konflik yang terjadi antara Hizbullah dan pemerintah Lebanon. Meskipun dalam kasus tersebut posisi Qatar bukan sebagai mediator utama, melainkan Qatar berperan di bawah organisasi Liga Arab, tetapi Qatar tetap memainkan peran penting dalam upaya 93 Mehran Kamrava, “Mediation and Qatari Foreign Policy”, Middle East Journal, 65:4 Autumn, 2011: 545. 94 Kamrava, “Mediation and Qatari Foreign Policy”, 546. 95 Barakat, “The Qatari Spring”, 21-22. penyelesaian konflik. 96 Pada Mei 2008, Doha Agreement berhasil ditandatangani sebagai perjanjian damai oleh kedua pihak yang bersengketa. Keberhasilan mediasi ini didasarkan pada adanya keyakinan pemerintah Lebanon dan Hizbullah terhadap upaya Qatar dalam memediasi konflik dan memberikan kuasa penuh terhadap Qatar dalam mengupayakan perdamaian 97 . Namun demikian, resolusi 2008 tersebut tidak berhasil membenahi krisis yang terjadi di Lebanon hingga ke akar permasalahan. Selain itu, Qatar juga lemah dalam memahami konteks mediasi di Lebanon. 98 Meskipun dengan kekurangan tersebut, Qatar telah berhasil meredam ketegangan antara pemerintah Lebanon dengan Hizbullah. Di Yaman, upaya memediasi konflik antara pemerintah Yaman dan pihak pemberontak Huthi dilakukan sebanyak dua kali, yakni pada tahun 2007 dan 2010. Pada tahun 2007, Qatar membujuk pihak yang bersengketa untuk menghentikan peperangan dan berjanji akan mengalokasikan dana rekonstruksi. Perdamaian dicapai pada tahun 2008 dengan Qatar memberikan dana rekonstruksi 300-500 juta dollar AS serta menyediakan tempat bagi pihak pemberontak yang diasingkan. Konflik kembali muncul pada tahun 2009 dan mendorong Qatar untuk melakukan negosiasi ulang pada tahun selanjutnya. 99 Mediasi yang dilakukan oleh Qatar sempat dinyatakan gagal oleh Ali Abdullah Saleh pada bulan Maret 2009. Kekecewaan rakyat Yaman terkait dengan banyaknya kebutuhan untuk proyek pembangunan membuat Qatar 96 Kamrava, “Mediation and Qatari Foreign Policy”, 548. 97 Barakat, “The Qatari Spring”, 18. 98 Barakat, “The Qatari Spring”, 18. 99 Kamrava, “Mediation and Qatari Foreign Policy”, 550. menarik kembali bantuan yang sebelumnya diberikan. Pada 29 Agustus 2010, pembaruan perjanjian gencatan senjata dilakukan oleh Qatar meskipun upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Kegagalan dalam memediasi konflik di Yaman ini didasari pada kurangnya monitoring selama proses mediasi serta mekanisme follow-up yang tidak diterapkan dan membuat Qatar kurang memahami konflik tersebut. 100 Meskipun upaya mediasi yang dilakukan Qatar memiliki kelemahan pada setiap prosesnya, namun peran mediasi tersebut mampu membentuk citra positif bagi Qatar. Ketekunan Qatar dalam mengupayakan perdamaian bagi negara- negara di kawasan Timur Tengah yang menghadapi konflik internal tidak jauh dari kemampuannya untuk mendanai proses negosiasi, memfasilitasi pertemuan selama proses negosiasi, komitmen untuk bersikap netral dan menciptakan perdamaian. 101 Namun hal tersebut juga tidak dapat terlepas dari upaya Qatar untuk tetap mempertahankan eksistensinya. Sebagai negara kecil, Qatar ingin menunjukkan bahwa eksistensinya di mata dunia tidak hanya dilihat dari kekuatan ekonomi tetapi juga kekuatan politik.

2. Kedudukan Qatar di Timur Tengah pada Masa Arab Spring