Dukungan Qatar terhadap NTC sebagai Bentuk Intervensi

50

BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG QATAR UNTUK

MEMBERIKAN DUKUNGAN TERHADAP NTC Fenomena Arab Spring yang terjadi di Timur Tengah, termasuk Libya, memicu dunia internasional untuk membantu menghadapi krisis yang dialami oleh negara-negara yang terkena krisis politik. Qatar merupakan salah satu negara yang aktif melibatkan diri dalam proses penyelesaian konflik tersebut. Di Libya, peran Qatar merupakan peran yang paling signifikan dalam membantu meredam konflik dibandingkan negara-negara Arab lainnya. Salah satu upaya Qatar dalam meredam konflik di Libya ialah dengan memberikan dukungan terhadap pihak oposisi Libya yakni NTC. Beberapa dukungan yang diberikan Qatar terhadap NTC di Libya tersebut dapat dikategorikan sebagai sebuah intervensi Qatar terhadap Libya.

A. Dukungan Qatar terhadap NTC sebagai Bentuk Intervensi

Sebuah tindakan intervensi, bagi Finnemore dapat diterapkan dengan menggunakan atribut militer yang memiliki tujuan kemanusiaan, yakni melindungi rakyat sipil dari pelanggaran kemanusiaan. 121 Berdasarkan pemahaman mengenai intervensi tersebut, maka tindakan yang dilakukan Qatar melalui bantuan-bantuan secara militer dalam krisis politik yang terjadi di Libya dapat dikategorikan sebagai sebuah intervensi. Knudsen menyatakan bahwa 121 Martha Finnemore 1996 dalam Kardas, “Humanitarian Intervention”, 1. sebuah intervensi merupakan tindakan campur tangan yang dilakukan secara paksa terhadap negara yang berdaulat dengan didasarkan pada kepedulian terhadap manusia. 122 Intervensi pada dasarnya merupakan upaya untuk menerapkan tanggung jawab negara-negara dunia dalam isu kemanusiaan atau yang dikenal dengan responsibility to protect. Seperti yang dinyatakan oleh PBB 123 : “… authorizing military intervention as a last resort, in the event of genocide and other large-scale killing, ethnic cleansing or serious violations of humanitarian law …” United Nations High-Level Panel on Threats, Challenges and Changes, 2005 “… mengesahkan intervensi militer sebagai upaya terakhir, saat terjadi genosida dan pembunuhan skala besar lainnya, pemusnahan etnis atau pelanggaran berat terhadap hukum kemanusiaan…” Pernyataan tersebut menegaskan bahwa PBB memberikan izin sebuah intervensi militer sebagai upaya terakhir untuk menghentikan genosida dan pembunuhan skala tinggi, pemusnahan etnis, atau pelanggaran terhadap hukum kemanusiaan lainnya. Intervensi ini dapat diterapkan ketika negara yang bersangkutan tidak mampu atau tidak berupaya untuk menghentikan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Qatar dan negara lain yang melakukan intervensi dalam krisis politik yang terjadi di Libya pada tahun 2011 lalu merupakan sebuah upaya untuk 122 Tonny Brems Knudsen 1997 dalam Kardas, “Humanitarian Intervention”, 1. 123 “norm that there is a collective international responsibility to protect…civilians from the effect of war and human right abu ses… This responsibility is exersicable by the Security Council, authorizing military intervention as a last resort, in the event of genocide and other large-scale killing, ethnic cleansing or serious violations of humanitarian law which sovereign Governments have proved powerless or unwilling to prevent” United Nations High-Level Panel on Threats, Challenges and Changes, 2005 dalam Joshep S. Nye, Jr., Understanding International Conflict: An Introduction to Theory and History, New York: Longman, 1991, 161. menghentikan atau meredam pelanggaran kemanusiaan akibat krisis. Sejak awal krisis, yakni 15 Februari hingga 22 Februari, telah terdata sebanyak 500-700 korban jiwa akibat kerusuhan yang terjadi di Libya. 124 Kerusuhan yang terjadi tanpa adanya keinginan pemerintah untuk meredam konflik mendorong negara- negara lain untuk melakukan intervensi. Intervensi yang dilakukan oleh Qatar dalam menanggapi krisis politik di Libya merupakan otoritas yang diberikan oleh DK-PBB dalam resolusi 1973 tahun 2011. 125 Dalam resolusi tersebut dinyatakan bahwa DK-PBB memberikan izin kepada seluruh negara anggota PBB untuk melakukan segala upaya perlindungan terhadap masyarakat sipil di Libya. Tindakan tersebut dapat dilakukan secara nasional maupun tindakan di bawah kerangka organisasi regional tertentu. Qatar sebagai salah satu negara Arab yang aktif dalam memberikan respon di Libya telah menerapkan beberapa langkah intervensi yang berbeda. Joseph Nye menjelaskan bahwa bentuk intervensi memiliki beberapa tahapan dari low coercion yang berupa pernyataan suatu negara terhadap negara lain hingga high coercion yang berupa invasi militer. 126 Qatar memulai intervensi di Libya dengan pernyataan yang mengutuk tindakan kekerasan dalam aksi protes di Libya hingga aksi militer untuk menjatuhkan rezim Qaddafi. 124 Adams, “Libya and the Responsibility to Protect”, 5-6. 125 “Authorizes Member States that have notified the Secretary-General, acting nationally or through regional organizations or arrangements, and acting in cooperation with the Secretary- General, to take all necessary measures, notwithstanding paragraph 9 of resolution 1970 2011, to protect civilians and civilian populated areas under threat of attack in the Libyan Arab Jamahiriya, including Benghazi…”, SRES1973 2011 126 Nye, Understanding International Conflict, 162. Pernyataan pemerintah Qatar yang mengutuk aksi kekerasan yang terjadi dalam revolusi 17 Februari 2011 di Libya merupakan langkah awal tindakan intervensi Qatar. 127 Sebab, sebuah pernyataan resmi oleh otoritas sebuah negara merupakan bentuk terendah dalam intervensi. Nye menyatakan bahwa sebuah intervensi dapat dilakukan melalui sebuah pidato kenegaraan yang bertujuan untuk memengaruhi politik domestik negara lain. 128 Dalam hal ini, pernyataan yang diajukan Qatar dilakukan untuk membujuk otoritas Libya agar menghentikan pelanggaran HAM yang terjadi. Bentuk intervensi lainnya yang dilakukan oleh Qatar ialah melalui bantuan ekonomi. Bantuan ekonomi Qatar di Libya menghabiskan dana hingga 400 juta dollar AS. 129 Bantuan ekonomi juga dapat memengaruhi politik domestik di Libya. 130 Dengan memberikan bantuan kepada pihak NTC, Qatar membantu meningkatkan posisi NTC sebagai otoritas sementara Libya dalam menjalankan aktifitas kenegaraan. Intervensi yang paling tinggi yang dilakukan oleh Qatar terhadap krisis politik di Libya ialah berupa bantuan militer. Intervensi dalam bentuk militer ini berupa bantuan perlengkapan dan pasukan militer. Bantuan militer menjadi intervensi tertinggi bagi Qatar dalam membantu pihak NTC, sebab bantuan militer tersebut juga memperkuat kemampuan militer NTC dalam menjatuhkan rezim Qaddafi dari kursi pemerintahan Libya. 127 Peter Hutchison, et.al., “Libya Protest: As It Happened Feb 22”, The Telegraph, 23 Februari 2011, tersedia di: http:www.telegraph.co.uknewsworldnewsafricaandindianoceanlibya8342183Libya- protests-as-it-happened-Feb-22.html diakses pada 26 September 2014, pukul 21.58. 128 Nye, Understanding International Conflict, 162. 129 Barakat, “The Qatari Spring”, 27. 130 Nye, Understanding International Conflict, 162. Intervensi Qatar dalam krisis politik di Libya didasarkan oleh beberapa faktor. Dalam melihat peran Qatar tersebut ada baiknya untuk melihat faktor apa saja yang mendorong Qatar untuk memberikan dukungan terhadap pihak NTC. Kebijakan luar negeri ini akan dianalisa melalui dua faktor utama, yakni faktor subjektif yang terdiri dari faktor idiosyncratic dan faktor objektif yang terdiri dari faktor internal dan eksternal.

B. Faktor-Faktor yang mendorong Kebijakan Qatar terhadap NTC