Dengan demikian, kepentingan ekonomi menjadi faktor penentu kebijakan suatu negara.
b. Faktor Eksternal: 1. Struktur dalam Sistem Internasional
Struktur yang ada dalam sistem internasional dapat memengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara. Struktur tersebut dapat berupa unipolar,
bipolar, ataupun multipolar. Dalam melihat dominasi suatu negara di sistem internasional harus juga memahami bahwa struktur dalam sistem internasional
dapat berubah. Secara umum, perubahan ini didorong oleh masalah ekonomi ketika peran sebagai negara hegemon tidak lagi mampu untuk terakomodasi. Hal
tersebut akan mendorong negara lain untuk menggantikan peran tersebut.
35
2. Aliansi
Aliansi merupakan salah satu faktor eksternal yang memengaruhi kebijakan suatu negara. Keinginan suatu negara untuk menerapkan kebijakan
tertentu dapat dipengaruhi oleh aliansi yang dijalin dengan negara atau organisasi lain. Aliansi militer, salah satu bentuk aliansi, dapat memengaruhi suatu negara
untuk mempertimbangkan pentingnya melakukan agresi atau intervensi militer terhadap negara lain. Dapat juga kebijakan yang dibuat berupa ajakan suatu
negara untuk bergabung dengan koalisi yang dibentuk atau kebijakan untuk menerima atau menolak ajakan dari negara lain.
36
35
Pearson dan Rochester, International Relations, 188
36
Mintz dan DeRouen Jr., Understanding Foreign Policy Decision Making, 126.
2. Konsep Intervensi
Konsep intervensi atau yang dikenal dengan intervensi kemanusiaan dapat dipahami sebagai tindakan oleh negara atau sekelompok negara untuk
mencegah atau membatasi dampak dari ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap manusia tanpa seizin dari negara yang dituju.
37
Konsep intervensi yang lama dapat ditekankan pada kewajiban negara dalam melindungi populasinya
sendiri. Namun, bagi Alex Bellamy, konsep intervensi ini sudah meluas dengan adanya peran bantuan dari negara-negara dunia untuk menanggapi genosida dan
kejahatan massa.
38
Bagi Martha Finnemore, intervensi kemanusiaan merupakan intervensi dengan menggunakan militer yang tujuannya untuk melindungi rakyat sipil.
39
James N. Rosenau melihat bahwa intervensi merupakan instrumen dari sebuah tindakan, bukan merupakan tujuan akhir. Nilai moralitas sebuah tindakan
intervensi tergantung dari hasil akhir yang dituju.
40
Dengan demikian, intervensi dapat dipahami sebagai aksi yang dilakukan negara terhadap negara lain dengan
maksud melindungi warga sipil dalam kondisi perang. Tetapi, aksi intervensi ini bertentangan dengan kedaulatan suatu negara. Hal tersebut menjadi perdebatan
mengenai legitimasi sebuah intervensi.
41
37
J. L. Holzgrefe dan Robert O. Keohane, Humanitarian Intervention: Ethical, Legal, and Political Dilemmas, Cambridge: Cambridge University Press, 2003, 18.
38
Alex J. Bellamy, “The Responsibility to Protect: The Five Years On”, Ethics and International Affairs 24:2 2010, 143.
39
Martha Finnemore 1996 dalam Saban Kardas, “Humanitarian Intervention: The Evolution of The Ide
a and Practice”, Journal of International Affairs, 6: 2 Juli, 2001: 1.
40
James N. Rosenau, The Scientific Study of Foreign Policy, London: Frances Printer,1980 342.
41
Gareth Evans, “From Humanitarian Intervention to The Responsibility to Protect”, Wisconsin International Law Journal , 23: 3, 704.
Gambar 2. Definisi Intervensi
Sumber
42
: Joshep S. Nye Jr. 1991.
Joseph Nye menjelaskan bahwa bentuk intervensi memiliki beberapa tahapan dari low coercion yang berupa pernyataan suatu negara terhadap negara
lain hingga high coercion yang berupa invasi militer.
43
Penjelasan mengenai intervensi ini menggambarkan bahwa intervensi dapat dilihat dari berbagai
bentuk, baik itu dari pidato kenegaraan, bantuan ekonomi, blokade hingga invasi militer.
International Commission on Intervention and State Sovereignty ICISS melihat bahwa konsep intervensi harus dilihat dari segi responsibility
tanggung jawab, yakni tanggung jawab untuk melindungi rakyat atau dapat dipahami juga sebagai responsibility to protect r2p. R2p merupakan salah satu
bentuk upaya internasional dalam melakukan pencegahan terhadap genosida dan
42
Joshep S. Nye, Jr., Understanding International Conflict: An Introduction to Theory and History, New York: Longman, 1991, 162.
43
Nye, Understanding International Conflict, 162.
kejahatan massa serta upaya perlindungan terhadap rakyat sipil dari kejahatan tersebut.
44
Terdapat tiga bentuk responsibility, yang pertama adalah responsibility to prevent tanggung jawab untuk mencegah. Bentuk pencegahan ini ditujukan
kepada penyebab apa saja yang menimbulkan krisis yang mengancam manusia. Yang kedua ialah responsibility to react tanggung jawab untuk bereaksi, yakni
memberikan respon terhadap situasi yang mengancam manusia, seperti pemberian sanksi dan intervensi militer. Yang ketiga ialah responsibility to rebuild tanggung
jawab untuk membangun kembali melalui penyediaan bantuan untuk proses pemulihan, rekonstruksi dan rekonsiliasi.
45
F. Metodologi Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, bekal yang utama bagi peneliti ialah pengalaman, yakni
pengalaman dalam menganalisa data. Pengalaman dalam menganalisa data ini kemudian dapat digunakan untuk menyusun pertanyaan penelitian dari sebuah
studi kasus. Penyusunan pertanyaan penelitian dari studi kasus berguna untuk menentukan fokus isu dalam proses pengumpulan data.
46
Sumber data yang akan digunakan untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini menggunakan data-data yang diperoleh dari buku,
jurnal, artikel, dan website. Teknik yang digunakan dalam memperoleh sumber
44
Bellamy, “The Responsibility to Protect”, 143.
45
International Commission on Intervention and State Sovereignty, The Responsibility to Protect 2110 dalam Evans,
“From Humanitarian Intervention”, 707-709.
46
Robert E. Stake, The Art of Case Study Research, CA: Sage Publications, 1995, 50