1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Desember 2010, merupakan bulan yang mengawali gejolak politik di Timur Tengah, yang disebut dengan Arab Spring. Berawal di Tunisia, aksi protes
terhadap pemerintah melahirkan bentuk-bentuk protes di negara Arab lain sebagai ekspresi ketidakpuasan terhadap pemerintahan yang ada di negara-negara Timur
Tengah. Aksi protes ini juga terjadi di Mesir pada Januari 2011 untuk menurunkan rezim Husni Mubarak. Protes tersebut berhasil menurunkan rezim
Mubarak turun dari kursi pemerintahan. Fenomena Arab Spring ini juga menyebar ke negara Timur Tengah lainnya, seperti Suriah, Yaman, Aljazair, Yordania,
Oman, Maroko, termasuk Libya.
1
Di Libya, aksi protes diawali pada bulan Februari 2011 yang menginginkan mundurnya rezim Muammar Qaddafi dari kursi pemerintahan
Libya.
2
Aksi ini menimbulkan perang saudara antara pemerintahan dengan para pemberontak yang menginginkan kemunduran Qaddafi. Kerasnya sikap Qaddafi
dalam menghadapi para pemberontak mendorong Uni Eropa dan PBB bersikap
1
Cedric Dupont dan Florence Passy, “The Arab Spring or How to Explain those Revolutionary Episodes?”Swiis Political Science Association: SPSR, 2037 Oktober 2011: 1.
2
Dr. Bruce St. John, Libyan Myths and Realities, Copenhagen: Royal Danish Defense College, 2011, 4.
tegas melalui embargo serta penarikan Libya dari keanggotaan U.N. Human Right Council.
3
Selain Uni Eropa dan PBB yang memberikan respon terhadap revolusi politik di Libya, negara-negara Arab seperti Qatar turut memberikan respon
terkait krisis tersebut. Pada Maret 2011, Qatar menjadi negara Arab pertama yang mengakui National Transitional Council NTC sebagai perwakilan resmi rakyat
Libya.
4
NTC merupakan badan yang dibentuk oleh pihak oposisi dalam menghadapi rezim Qaddafi yang kemudian diresmikan sebagai perwakilan bagi
rakyat Libya.
5
NTC memperoleh legitimasi melalui dewan-dewan lokal yang telah dibentuk oleh pihak pemberontak. Selain dari dewan lokal, negara-negara dunia
seperti Perancis, Jerman, Italia, Tiongkok, Rusia, Yordania, Kuwait, Uni Emirat Arab, termasuk Qatar turut memberikan pengakuan terhadap pemerintahan
sementara NTC sebagai perwakilan resmi rakyat Libya.
6
Qatar, selain memberikan dukungan terhadap pihak NTC, juga memberikan dukungan militer seperti pengiriman senjata, seragam, amunisi dan
transportasi perang serta bantuan keuangan dalam membantu pihak pemberontak baik secara unilateral maupun dalam kerangka kerjasama Liga Arab dan
kampanye NATO.
7
Qatar juga memfasilitasi kapal perang di Al-Udeid, yang
3
“TIMELINE-Libyas uprising against Muammar Gaddafi”. Reuters, 30 Maret 2011, tersedia di http:www.reuters.comarticle20110330libya-idUSLDE72K0KK20110330
diakses pada 9 Maret 2014.pukul 15. 32.
4
Lina Khatib, “Qatar’s Foreign Policy: The Limits of Pragmatism”, International Affairs 89: 2 2013: 421.
5
Bruce St. John, “Libyan Myths and Realities” Royal Danish Defense College, Research Paper, Agustus, 2011, 10.
6
John, “Libyan Myths and Realities”, 10.
7
Khatib.“Qatar’s Foreign Policy”, 421.
merupakan pangkalan militer Amerika Serikat AS, sebagai bentuk dukungan Qatar terhadap pihak NTC.
8
Selain memberikan bantuan dana dan militer kepada pihak anti-Qaddafi, Qatar juga memberikan bantuan dalam bidang energi, yakni membantu
memasarkan minyak mentah Libya.
9
Perjanjian penjualan minyak antara Qatar dan pihak oposisi ini dicapai sehari sebelum Qatar memberikan pernyataan
pengakuan terhadap NTC sebagai perwakilan resmi rakyat Libya.
10
Dalam respon Qatar terhadap isu Arab Spring, Qatar tidak hanya berperan dalam krisis yang terjadi di Libya saja, melainkan juga di negara Arab lain seperti
Bahrain, Yaman, Tunisia, Mesir dan Suriah. Namun, intervensi militer yang dilakukan Qatar hanya diterapkan di Libya dan Suriah. Keterlibatan Qatar secara
politik di Bahrain dan Yaman dapat dikatakan terbatas karena terdapat pengaruh besar dari Arab Saudi di kedua negara tersebut. Selain itu, di Tunisa dan Mesir,
peran Qatar hanya sebatas pemberian bantuan ekonomi.
11
Sebelum aktif dalam memberikan respon terkait fenomena Arab Spring, Qatar memosisikan dirinya sebagai mediator dalam isu-isu kawasan terdahulu,
8
David Roberts, “Behind Qatar’s Intervention in Libya: Why was Doha such a Strong Supporters of the Rebels
?” Foreign Affairs, 28 September 2011, tersedia di: http:www.foreignaffairs.comarticles68302david-robertsbehind-qatars-intervention-in-libya
diakses pada 2 Juni 2014, pukul 19.36.
9
Sultan Barakat, “The Qatari Spring: Qatar’s Emerging Role in Peacemaking”, London School of Economics and Political Science, 24 Juli, 2012: 26.
10
“ Qatar recognises Libyan rebels after oil deal”, AlJazeera, 28 Maret 2011, tersedia di:
http:www.aljazeera.comnewsmiddleeast201103201132814450241767.html diakses pada
15 Maret 2014, pukul 17.02.
11
Kristian Coates Ulrichsen, “Qatar and The Arab Spring: Policy Drivers and Regional Implications”, Carnegie Endowment for International Peace, tersedia di:
http:carnegieendowment.org20140924qatar-and-arab-spring-policy-drivers-and-regional- implications
, diakses pada 18 November 2014, pukul 20.35.
seperti di Yaman, Libanon, dan Sudan.
12
Peran mediasi yang dilakukan Qatar di negara-negara tersebut ialah dengan mengupayakan penyelesaian konflik melalui
perundingan perdamaian beserta penyediaan dana bantuan.
13
Peran tersebut menjadikan Qatar dikenal sebagai negara netral atau tidak memihak dalam upaya
penyelesaian konflik.
14
Peran Qatar dalam menghadapi krisis politik di Libya menunjukkan adanya perubahan pola kebijakan luar negeri Qatar jika dibandingkan dengan
peran mediasi dalam menghadapi isu-isu di kawasan sebelum Arab Spring. Intervensi Qatar dalam menghadapi krisis di Libya tersebut tidak lagi mewakili
reputasi netral yang dimiliki Qatar sebelumnya. Selain itu, Qatar sebagai negara kecil, berdasarkan ukuran geografisnya, dengan kebijakan intervensi akan
membentuk citra negatif bagi Qatar diantara negara-negara tetangganya.
15
Dengan adanya perubahan kebijakan yang lebih aktif melalui dukungan yang diberikan Qatar terhadap NTC, menjadi menarik untuk dibahas faktor apa
saja yang mendorong Qatar untuk memberikan dukungan bagi pihak NTC terkait krisis politik di Libya tahun 2011-2012. Pemilihan periode ini didasarkan pada
awal terjadinya revolusi di Libya serta peran yang dilakukan Qatar dalam menghadapi isu di Libya dengan melihat perkembangan kebijakannya selama
setahun kedepan.
12
Barakat, “The Qatari Spring”, 13.
13
Khatib.“Qatar’s Foreign Policy”, 418.
14
Barakat, “The Qatari Spring”, 2.
15
Kristian Coates Ulrichsen, “Small States with a Big Role: Qatar and The Unites Arab Emirates in The Wake of Arab Spring”, HH Sheikh Nasser al-Mohammad al-Sabbah, Publication Series
3Oktober, 2012: 18.
B. Pertanyaan Penelitian