hormon androgen yang meningkat selama masa pubertas. Pada penelitian yang dilakukan oleh Raza et al. 2012 juga dikatakan bahwa acne vulgaris lebih sering
terjadi pada laki-laki daripada perempuan selama masa remaja dan saat dewasa lebih sering terjadi pada perempuan.
2.3.4. Diet
Berbagai kontroversi mengenai makanan yang dapat menyebabkan acne, hingga saat ini masih dalam penelitian. Seringnya konsumsi makanan yang kaya
akan karbohidrat dengan indeks glikemik yang tinggi pada remaja dapat menimbulkan risiko hiperinsulinemia akut sehingga mempengaruhi pertumbuhan
epitel folikular, keratinisasi dan sekresi sebaceous Costa et al., 2010. Makanan barat yang dikaitkan dengan peningkatan beban glikemik, dapat
memodulasi lesi acne dengan mengubah konsentrasi insulin di serum dan melalui aktivitas IGF-1, myogen stimulating proliferatin of cells di duktus ekskretori
kelenjar sebaceous, IGF-binding protein-3, dan retinoid signalling pathway. Hiperinsulinemia dapat menyebabkan kenaikan kadar IGF-1 dan bersamaan
dengan penurunan IGF-1-binding protein, yang mengkontribusi hiperproliferasi keratinocyte. Telah dibukt ikan bahwa IGF-1 meningkatkan konsentrasi androgen,
dan androgen meningkatkan kadar IGF-1, yang menghasilkan lingkaran setan dan menstimulasi produksi sebum secara konstan Wyrzykowska et al., 2013.
Penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan susu dan acne Knutsen-Larson et al., 2012. Hal ini didasarkan pada tingginya kadar IGF-1 di
susu yang menyebabkan peningkatan androgen di sirkulasi Bowe et al., 2010. Produk susu berisi molekul
5α-reduced steroid yang merupakan prekursor DHT yang akan menstimulasi unit pilosebaceous sehingga terjadi hiperkeratinisasi dan
produksi sebum, sehingga blokade enzim 5α-reductase bukan menjadi tujuan
manajemen acne A.Darling et al., 1974 dalam Bowe et al., 2010. Susu meningkatkan comedogenicity melaui interaksi IGF-1 pathway.
Susu, khususnya susu skim, mempunyai korelasi positif dengan lebih tingginya kadar IGF-1. IGF-1 menstimulasi sintesis androgen di ovarium dan testis serta
menginhibisi sintesis sex hormone-binding globulin di hepar, yang mengakibatkan
Universitas Sumatera Utara
kenaikan bioavailabilitas androgen. Baik IGF-1 maupun androgen sama-sama meningkatkan produksi sebum yang terlibat dalam patogenesis acne Bowe et al.,
2010. Produk susu mengandung progesteron plasenta dan prekursor hormon
dihydrotestosterone, misalnya 5α-pregnanedione dan 5α-androstenedione, yang
merupakan faktor acnegenic. Berbagai hormon dan zat kimia lain terdapat dalam susu, tetapi IGF-1 dan hormon steroid mempunyai pengaruh terbesar dalam
patogenesis acne, khususnya disfungsi unit pilosebaceous Wyrzykowska et al., 2013. Keseluruhan substansi yang terdapat dalam susu merupakan zat yang
memicu pertumbuhan dan meningkatkan produksi sebum Raza et al., 2012. Pada penelitian yang dilakukan pada 1200 orang, termasuk 300 orang
berusia 15-25 tahun, di Pulau Kitava di New Guinea dan 115 orang di Paraguay tidak didapatkan adanya kasus acne. Masyarakat Pulau Kitava mengkonsumsi
makanan kebanyakan hanya buah, ikan, dan kelapa. Masyarakat Paraguay umumnya mengkonsumsi hasil pertanian mereka, jagung, dan nasi. Sehingga
dapat diasumsikan bahwa rendahnya insiden acne di daerah tersebut, tidak hanya berhubungan dengan faktor genetik, tetapi juga dengan lingkungan, khususnya
makanan dengan indeks glikemik yang rendah Wyrzykowska et al., 2013. Efek coklat terhadap produksi cytokine diinduksi oleh P. acnes, dan
S.aureus, dua organisme yang terlibat dalam patogenesis dan komplikasi acne. Coklat mempunyai efek stimulasi cytokines proinflamasi, misalnya TNF-
α dan IL-1b, yang diinduksi oleh P. acnes. Coklat meningkatkan produksi cytokine anti-
inflamasi IL-10 dan menurunkan produksi IL-22, yang diinduksi oleh S.aureus Witte et al., 2010. IL-10 berfungsi memodulasi cytokine yang dapat menurunkan
pertahanan tubuh melawan S. aureus, sedangkan IL-22 menginduksi produksi defensins dari sel epitel. Konsumsi coklat dapat memfasilitasi suprainfeksi lesi
acne akibat S. aureus, yang kemudian akan memperberat lesi di kulit dan memperlambat proses penyembuhan Netea et al., 2013.
Pada penelitian yang dilakukan oleh kelompok peneliti Australia yang membandingkan profil plasma pasien setelah mengkonsumsi makanan berbahan
coklat dan non-coklat, didapatkan peningkatan post-prandial insulinemia pada
Universitas Sumatera Utara
dewasa muda yang mengkonsumsi produk coklat rata-rata 28 lebih tinggi. Kadar tertinggi didapatkan pada pasien yang mengkonsumsi coklat susu rata-rata
48 lebih tinggi dibandingkan dengan susu murni, dan susu yang mengandung coklat hitam dibandingkan dengan coklat putih didapatkan 13 lebih tinggi. Hal
tersebut mungkin terjadi karena coklat mengandung bahan-bahan yang secara biologis aktif, seperti kafein, teobromine, serotonin, phenylethylamine,
trigliserida, dan cannabinoid-like fatty acids, yang meningkatkan sekresi dan resistensi perifer dari insulin. Terlebih lagi, coklat mengandung asam amino
misalnya, arginine, leucine, dan phenylalanine yang mempunyai sifat insulinotropic ketika dimakan bersama karbohidrat. Asam amino lain, seperti
valine, lysine, dan isoleucine juga terdapat pada makanan lain khususnya makanan yang kaya akan laktosa, juga mempunyai sifat tersebut Costa et al., 2010.
Mengkonsumsi ikan dan makanan laut lainnya dapat menurunkan insiden acne karena makanan tersebut kaya akan asam lemak omega-3. Asam lemak
omega-3 terbukti merupakan leukotriene B4-inhibitor, yang kemudian menurunkan produksi sebum dan memperbaiki konsisi inflamasi acne. Makanan
tersebut juga kaya akan asam lemak polyunsaturated. Kedua asam lemak tersebut telah diketahui menurunkan kadar androgen Raza et al., 2012.
Makanan yang kaya akan serat dan rendah lemak juga mengkontribusi penurunan produksi sebum. Konsumsi makanan yang mengandung 30 serat per
hari dilaporkan terjadi penurunan acne, dan hal ini mungkin terjadi karena rendahnya beban glikemik yang terkandung di dalamnya Raza et al., 2012.
2.3.5. Merokok