5.2.3. Kekerapan Mengkonsumsi Coklat
Pada hasil penelitian ini, tidak terbukti bahwa makanan khususnya coklat mempengaruhi kejadian acne vulgaris pada remaja SMA p0,05. Hasil tersebut
juga didukung dari data distribusi frekuensi acne vulgaris berdasarkan kekerapan mengkonsumsi coklat, dimana jumlah responden acne vulgaris yang sering
mengkonsumsi coklat sebanyak 22 orang 68,8 lebih rendah daripada yang
tidak sering mengkonsumsi coklat berjumlah 50 orang 73,5.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Dougan dan Rafikhah 2014 tentang hubungan konsumsi coklat putih batang dan coklat
batang murni 100 terhadap perubahan derajat keparahan acne vulgaris yang dilakukan selama 30 hari berturut-turut. Pada penelitian tersebut, didapatkan
jumlah total responden acne yang noninflamasi, inflamasi, dan jumlah lesi total di wajah pada responden yang mengkonsumsi coklat batang tidak mempunyai
hubungan yang signifikan p=0,98 ; 0,88 ; dan 0,96. Sedangkan, jumlah total responden acne yang noninflamasi, inflamasi, dan jumlah lesi total acne di wajah
pada responden yang mengkonsumsi coklat putih batang mempunyai hubungan yang signifikan p=0,02 ; 0,04 ; dan 0,02. Pada penelitian yang juga baru
dilakukan Caperton et al. 2014, dikatakan bahwa coklat murni 100 tanpa pemanis dapat menyebabkan eksaserbasi acne hanya pada laki-laki yang
cenderung mengalami acne p=0,006 untuk hari ke-4; p=0,043 untuk hari ke-7. Penelitian tersebut hanya dilakukan pada 14 laki-laki dengan jarak usia yang
cukup lebar 18-35 tahun, dimana hal tersebut menjadi pertimbangan karena pembatasan usia yang besar.
Akan tetapi, dalam kuesioner penelitian ini, responden ditanyakan seberapa sering mengkonsumsi coklat, tidak hanya coklat murni tetapi juga
permen coklat, es krim coklat, susu coklat, dan produk lainnya yang mengandung bahan coklat. Berdasarkan hal tersebut, jelas terlihat bahwa variabel
mengkonsumsi coklat dalam penelitian ini bukanlah coklat murni melainkan coklat yang terkandung dalam dairy product. Walaupun dari hasil penelitian ini
tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara variabel kekerapan mengkonsumsi coklat dengan kejadian acne vulgaris, dairy product yang
Universitas Sumatera Utara
terkandung dalam makanan tersebut juga mempunyai peranan sebagai faktor risiko kejadian acne vulgaris pada responden.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ismail et al. 2012 pada dewasa muda berkebangsaan Malaysia, dikatakan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara konsumsi dairy product dengan kejadian acne vulgaris p0,01. Tetapi, konsumsi coklat tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan
kejadian acne p0,05. Begitu pula dikatakan pada penelitian yang dilakukan oleh Tsoy 2013, dikatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
mengkonsumsi dairy product dengan kejadian acne vulgaris p0,001, tetapi tidak pada konsumsi coklat. Faktor endokrin yang terlibat dalam patogenesis acne
dapat dipengaruhi oleh konsumsi susu, karena susu merupakan nutrien yang insulinotropic dan mempunyai indeks insulinemic yang tinggi yang akan
meningkatkan insulin serum dan level IGF-1. Susu sapi mengandung sejumlah steroid dan prekursor androgen. Hiperinsulinemia akibat beban glikemik yang
tinggi akan meningkatkan produksi androgen di sirkulasi melalui kerja enzim steroidogenic, sekresi gonadotropin releasing hormone dan produksi sex hormone
binding globulin. Insulin juga dapat menurunkan IGF-1 binding protein, yang akan memfasilitasi proliferasi sel akibat efek dari IGF-1 Smith et al., 2007 dan
Ismail et al., 2013. Perubahan pada acne dapat dikaitkan dengan perubahan sensitivitas insulin, karena terdapat efek positif antara low glycemic load LGL
diet dengan sensitivitas insulin. Setelah 12 minggu, LGL diet menunjukkan penurunan jumlah lesi acne yang signifikan serta peningkatan sensitivitas insulin
dibandingkan dengan high-glycemic-load diet. Coklat putih batang tidak sama dengan coklat murni, karena coklat putih
batang umumnya terdiri dari cocoa butter lemak, gula, dan susu. Ketiga komponen tersebut telah lama diketahui menjadi penyebab acne vulgaris oleh
penelitian sebelumnya Dougan dan Rafikhah, 2014. Pada penelitian yang dilakukan oleh Aksu et al. 2012, dikatakan bahwa mengkonsumsi makanan kaya
lemak dan gula secara rutin berkaitan dengan kejadian acne vulgaris dan eksaserbasinya. Indeks glikemik yang tinggi dapat menyebabkan
hiperinsulinemia, abnormalitas endokrin, diantaranya peningkatan kadar androgen
Universitas Sumatera Utara
dan berubahnya retinoid signal pathways, yang akhirnya akan menyebabkan pembentukan dan eksaserbasi acne Cordain et al., 2002; Thiboutot dan Strauss,
2002 dalam Dougan dan Rafikhah, 2014.
5.2.4. Status Perokok Pasif