Pencahayaan Karakteristik Rumah Responden

Lorong jalan yang sempit juga mempengaruhi intensitas cahaya yang masik kedalam rumah. Selai itu, kondisi tanah yang tidak rata, mengakibatkan perbedaan ketinggian rumah yang membuat cahaya tidak menyebar secara merata. Bagi rumah yang memilih kaca hitam juga mempengaruhi intensitas cahaya yang mampu masuk kedalam rumah. hasil uji statistik yang dilakukan menunjukkan nilai p 0,05 0,430 yang dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pencahayaan dengan kejadian ISPA pada balita. Meskipun perbedaan antara kelompok kasus dan kelompok kontrol, namun perbedaan tersebut tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap kejadian ISPA pada balita. Pada penelitian ini, ditemukan nilai OR 1. Hal ini menunjukkan bahwa pencahayaan yang baik dapat melindungi balita dari kejadian ISPA. Hal serupa juga ditemukan dalam penelitian Diana 2012. Pada penelitian tersebut juga tidak menemukan adanya hubungan yang berarti antara pencahayaan dengan kejadian ISPA pada balita yang disebabkan sangat rapatnya letak rumah dan tidak tersedianya jendela.

5.1.7 Suhu

Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa seluruh rumah pada seluruh sampel baik kelompok kasus dan kelompok kontrol memiliki suhu yang memenuhi syarat 18-30 o C. hal ini dapat terjadi dikarenakan rumah sampel berada dalam satu lingkungan yang sama dengan ketingian tanah dan intensitas cahaya matahari yang sama. Suhu setiap rumah pada penelitian ini berbeda-beda namun perbedaan suhu tersebut masih berada pada kisaran suhu yang memenuhi syarat.

5.1.8 Kelembaban

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 100 rumah pada kelompok kasus masih memiliki kelembaban yang tidak memenuhi syarat. Begitu pula pada kelompok kontrol, sebanyak 96,8 rumah masih belum memiliki kelembaban rumah yang memenuhi syarat. Rumah yang kelembabannya memenuhi syarat jika kelembaban rumah berkisar 40-70. Dan sebagian besar rumah pada penelitian ini memiliki kelembaban rumah diatas 70. Hasil uji statistik yang dilakukan menunjukkan p 0,05 1,000 yang dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kelembaban rumah dengan kejadian ISPA pada balita. Hal ini dapat terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor seperti padatnya pemukiman di daerah Kelurahan Gundaling I yang membuat kualitas udara menurun dan salah satunya adalah Kelembaban. Kemudian dikarenakan oleh pekerjaan para penduduk yang mayoritas petani yang pergi dari rumah pada pagi hari dan pulang bertani pada sore hari. Hal ini mengakibatkan jendela yang cukup kecil menjadi jarang dibuka, yang mengakibatkan berkurangnya kualitas udara dalam ruangan. Penelitian yang dilakukan oleh Diana 2012, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kelembaban udara dengan kejadian ISPA pada balita. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmayatul 2013, yang menemukan bahwa tidak ada hubungan yang berarti antara kelembaban udara dalam rumah terhadap kejadian ISPA pada balita. Kualitas udara yang baik dalam rumah harus memenuhi beberapa ketentuan seperti kelembaban udara dalam rumah harus berkisar antara 40-70, suhu udara