Latar Belakang Hubungan Karakteristik Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita dalam Keluarga Perokok di Kelurahan Gundaling I tahun 2014

Kemenkes RI Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2012. Sebagai salah satu penyebab indoor air pollution, rokok juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita. Menurut PP RI Nomor 19 tahun 2003, rokok adalah zat adiktif yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bagi individu dan masyarakat. Rokok sangat berbahaya bagi kesehatan karena mengandung lebih dari 4000 jenis zat kimia dan sebagian besar berbahaya. Paparan asap rokok pada perokok aktif, perokok pasif dan bukan perokok dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan termasuk ISPA serta gangguan pernafasan pada balita. Hal ini disebabkan karena 60 bahan toksik yang terkandung pada asap rokok diketahui besifat karsinogen. Tidak ada tingkat paparan yang aman dari terpapar asap rokok WHO, 2011. Salah satu golongan umur yang juga terpapar asap rokok, balita juga sering di sebut perokok pasif second hand smoker. Second hand smoke adalah gabungan dari asap rokok yang dihasilkan dari pembakaran rokok dan asap rokok yang keluar dari pernafasan perokok aktif. Menurut WHO, second hand smoke lebih berbahaya karena mengandung ribuan zat kimia dan sedikitnya, 250 diantaranya dikenal sebagai zat yang bersifat karsinogenik dan beracun dan sangat berpengaruh pada kesehatan dan perkembangan balita WHO, 2007. Hal lain yang memperburuk akibat dari second hand smoke adalah bahwa asap rokok yang berasal dari sebatang rokok dapat melayang di dalam ruangan selama 2,5 jam meskipun jendela terbuka. Kemudian polutan dari asap tersebut akan mengendap di lantai dan menempel di dinding rumah dan akan dilepaskan kembali ke udara. Penelitian menunjukkan bahwa dengan membuka jendela ataupun menempatkan perokok di ruangan khusus tidak cukup membantu dalam mencegah paparan second hand smoke ASH, 2014. Di dunia sekitar 2 juta balita meninggal karena ISPA dari 9 juta kematian balita. Dari 5 kematian balita, satu di antaranya disebabkan oleh ISPA. Di negara berkembang, kejadian penyakit ISPA 60 disebabkan oleh bakteri dan oleh virus di negara maju. ISPA menduduki peringkat kedua penyebab kematian balita setelah diare di Indonesia sebesar 13,2. Walaupun demikian, ISPA tidak banyak mendapat perhatian sehingga sering disebut sebagai pembunuh balita yang terlupakan Kemenkes RI Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2012. Di Indonesia jumlah balita penderita ISPA pada tahun 2007 sekitar 477.429 balita yang tercatat dari 31 provinsi di Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa 21,52 dari jumlah keseluruhan balita yang tercatat di Indonesia pada tahun 2007 menderita ISPA. Di Sumatera Utara sendiri, 148.431 balita menderita ISPA pada tahun 2012 Profil Kesehatan Sumatera Utara 2012. Sebagai salah satu kecamatan dari Kabupaten Karo, Kecamatan Berastagi tercatat 210 orang dari 965 penderita ISPA adalah anak golongan usia balita atau sekitar 7,6 dari 2758 balita yang ada di Berastagi mengalami ISPA data Puskesmas Berastagi Tahun 2013. Banyak aspek kehidupan manusia yang dipengaruhi oleh lingkungan. Banyak pula penyakit yang disebabkan, dipengaruhi, dan ditularkan oleh faktor- faktor lingkungan. Oleh karena itu, hubungan manusia dengan lingkungannya merupakan hal yang penting dalam kesehatan masyarakat Moeller, 2005. Rumah merupakan salah satu bagian dari lingkungan sangat berpengaruh dalam kejadian suatu penyakit. Lingkungan rumah memegang kontribusi yang besar terhadap kejadian ISPA. Sebagai faktor resiko ISPA, indoor air pollution sangat dipengaruhi oleh lingkungan rumah. Kualitas udara dalam ruang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti langit-langit, ventilasi, kepadatan hunian, dan kelembaban Permenkes RI No.1077 Tahun 2011. Penelitian yang dilakukan oleh Meita 2013, bahwa ventilasi memiliki pengaruh dengan kejadian ISPA. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ventilasi yang tidak memenuhi syarat dapat memberikan kontribusi dalam kejadian ISPA. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa rumah juga berperan dalam kejadian ISPA. Rumah adalah bangunan gedung yang difungsikan sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Rumah sehat adalah rumah yang dapat memenuhi kebutuhan manusia termasuk terhindar dari penularan penyakit Candra,2007. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan, dari 10 kelurahan yang terdapat pada Kecamatan Berastagi, kelurahan yang memiliki kasus ISPA tertinggi yaitu di Kelurahan Gundaling I. Data Puskesmas Berastagi menunjukkan sebanyak 38 balita terkena ISPA pada kelurahan tersebut dari awal Januari hingga akhir April 2014. Dari referensi diatas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang apakah ada hubungan antara karakteristik rumah dengan kejadian ISPA pada balita dalam keluarga perokok di Kelurahan Gundaling I Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo tahun 2014.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil survei awal di Puskesmas Berastagi, terdapat 38 balita yang menderita ISPA dari awal Januari hingga akhir April 2014 yang ada di Kelurahan Gundaling I. Masyarakat karo juga memiliki kebiasaan merokok yang cukup tinggi bahkan menjadikan rokok sebagai salah satu pelengkap dalam acara kebudayaan. Dan dari tinjau lokasi yang dilakukan, masih banyak rumah yang ada di daerah tersebut yang belum memenuhi syarat kesehatan. Oleh karena itu peneliti ingin melihat apakah ada hubungan karakteristik rumah dengan kejadian ISPA pada Balita dalam keluarga perokok di Kelurahan Gundaling I tahun 2014. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan karakteristik rumah dengan kejadian ISPA pada balita dalam keluarga perokok di Kelurahan Gundaling I Kecamatam Berastagi Tahun 2014.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui karakteristik rumah responden penderita ISPA dan bukan penderita ISPA yang berada di Kelurahan Gundaling I Kecamatan Berastagi 2. Mengetahui karakteristik balita penderita ISPA dan bukan penderita ISPA di Kelurahan Gundaling I Kecamatan Berastagi 3. Mengetahui hubungan karakteristik rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Gundaling I Kecamatan Berastagi 4. Mengetahui hubungan asap rokok terhadap kejadian ISPA di Kelurahan Gundaling I Kecamatan Berastagi.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi pelaksana program kesehatan lingkungan pemukiman pada instansi Dinas Kesehatan Kabupaten Karo. 2. Bagi peneliti, kegiatan ini dijadikan sebagai sarana belajar untuk dapat membantu mencegah penyakit ISPA yang ada di masyarakat serta mampu menerapkan ilmu dan pengalaman yang didapat selama belajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 3. Sebagai syarat bagi peneliti untuk mendapat gelar sarjana dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.