Hubungan Kebijakan Dividen dan Harga Saham
31 Menurut Shleifer dan Vishny tahun 1986 dalam Murhadi 2008: 5,
hubungan struktur kepemilikan dan deviden dapat dijelaskan dengan menggunakan teori keagenan, dimana kepemilikan institusi akan dapat
membantu memecahkan masalah keagenan melalui pengawasan terhadap manajemen. Pada sisi lain, menurut Morck, Shleifer, dan Vishny 1998
kepemilikan institusi yang tinggi akan mengakibatkan munculnya masalah keagenan tipe II antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang
saham minoritas, mereka menyebutnya sebagai argumen entrenchment. Hubungan struktur kepemilikan dengan harga saham juga dapat
dijelaskan dengan teori keagenan, dimana kepemilikan perusahaan oleh institusi yang tinggi akan meningkatkan pengawasan terhadap manajer.
Peningkatan pengawasan ini akan mengurangi konflik kepentingan antara pemegang saham dan manajer, sehingga berdampak pada peningkatan
nilai perusahaan. Pada sisi lain, kepemilikan institusi yang tinggi dapat mendorong manajer untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan bagi
pemegang saham minoritas Murhadi, 2008: 6. b. Tahapan Daur Hidup Perusahaan.
Ide utama dalam strategis bisnis menurut Boston Consulting Group adalah untuk menciptakan cost advantage atau demand advantage yang
melebihi pesaing, dimana keduanya diharapkan akan menciptakan halangan untuk masuk bagi pendatang baru. Teori daur hidup menyatakan
bahwa pengembangan strategi yang paling pas adalah dengan memperhatikan tahapan daur hidup perusahaan.
32 Anthony dan Ramesh 1992 menyatakan perusahaan yang berada
pada tahapan growth memiliki tingkat pembayaran yang rendah, pertumbuhan penjualan yang tinggi, dan umur yang relative muda,
sedangkan perusahaan pada tahapan mature memiliki karakteristik pembayaran dividen yang lebih tinggi, pertumbuhan penjualan yang
rendah, dan umur yang relatif lebih tua. Sementara itu, ciri-ciri perusahaan dalam tiap tahapan daur hidup
menurut Aharony, Falk, dan Yehuda 2003 adalah sebagai berikut. 1 Tahapan star-ups. Ditandai dengan terbatasnya aset yang dimiliki,
adanya kesempatan untuk bertumbuh, earning dan aliran kas dari aktivitas operasi yang rendah, dan umur yang relatif muda.
2 Tahapan growth. Ditandai dengan lebih banyak aset yang dimiliki, pertumbuhan yang pesat, earning dan aliran kas dari aktivitas operasi
yang mulai tumbuh, dan umur yang memasuki tahap medium. 3 Tahapan mature. Ditandai oleh pertumbuhan yang rendah dan
perusahaan menjadi cash cow. 4 Tahapan decline. Ditandai dengan penurunan pertumbuhan, financing
cost yang tinggi dan kompetisi yang intensif.
Chang dan Rhee tahun 1990 dalam Murhadi 2008: 8, semakin tinggi tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, akan semakin besar tingkat
kebutuhan dana untuk membiayai ekspansi. Semakin besar kebutuhan dana di masa yang akan datang, akan semakin memungkinkan perusahaan
menahan keuntungan dan tidak membayarkannya sebagai deviden. Oleh
33 karenanya, potensi pertumbuhan perusahaan menjadi faktor penting yang
menentukan kebijakan deviden. Sebagai indikator dari atribut pertumbuhan, digunakan tingkat pertumbuhan campuran yang diatur pada
setiap tahun dalam total aset. Lebih lanjut, Megginson 1997 menyatakan bahwa perusahaan yang berada dalam industri yang mature cenderung
untuk membayarkan lebih banyak deviden daripada perusahaan yang masih muda dan sedang mengalami pertumbuhan. Murhadi, 2008: 6
Menurut Senchack dan Lee pada tahun 1980 dalam Djumahir 2009: 144, tahapan daur hidup perusahaan dapat mempengaruhi kebijakan
dividen, perusahaan yang pada awal pertumbuhan yang tinggi cenderung untuk tidak membagikan dividen akan tetapi pada perusahaan yang
memiliki pertumbuhan rendah akan cenderung untuk membagikan dividen yang lebih besar.
Perusahaan akan menghadapi siklus daur hidup, dimana prospek ke depan yang dimiliki akan sesuai dengan tahapan daur hidup dimana
perusahaan tersebut berada. Adapun pertimbangan sebagai dasar penelitian Murhadi 2008 adalah bahwa perusahaan yang berada pada tahapan
pertumbuhan growth akan memiliki prospek ke depan yang lebih baik sehingga diharapkan akan berpengaruh terhadap pergerakan harga saham.
Sementara itu, perusahaan yang berada pada tahapan dewasa mature cenderung memiliki kesempatan berkembang yang terbatas sehingga
pergerakan sahamnya menjadi relatif stabil.
34 c. Financial Leverage
Leverage menunjuk pada hutang yang dimiliki perusahaan. Dalam arti
harafiah, leverage berarti pengungkittuas. Sumber dana perusahaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu sumber dana intern dan sumber dana ekstern.
Sumber dana intern berasal dari laba yang ditahan, pemilik perusahaan yang tercermin pada lembar saham atau prosentasi kepemilikan yang
tertuang dalam neraca. Sementara sumber dana ekstern merupakan sumber dana perusahaan yang berasal dari luar perusahaan, misalnya hutang.
Kedua sumber dana ini tertuang dalam neraca pada sisi kewajiban widanarto.files.wordpress.com200808bab-iv-analisis-leverage.doc.
Menurut Dewi 2008: 50 pada tahun 2005 Nuringsih menyebutkan bahwa apabila perusahaan mengalami keterbatasan laba ditahan,
perusahaan cenderung memanfaatkan hutang namun bila penggunaan hutang terlalu besar dapat berdampak pada financial distress dan
kebangkrutan. Berdasarkan dampak ini apabila perusahaan ingin menghindari hutang yang tinggi, maka laba perusahaan dialokasikan ke
laba ditahan yang digunakan untuk operasi perusahaan dan investasi di masa yang akan datang sehingga akan mengurangi penggunaan hutang.
Secara tidak langsung tindakan ini akan menyebabkan penurunan pembayaran dividen. Selain itu, Magginson 1997 serta Chen dan Stainer
1999 mengatakan bahwa kebijakan hutang mempengaruhi kebijakan dividen secara negatif. Perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi akan
berusaha mengurangi agency cost of debt dengan mengurangi hutangnya. Pengurangan hutang dapat dilakukan dengan membiayai investasinya
35 dengan sumber dana internal sehingga pemegang saham akan merelakan
dividennya untuk membiayai investasinya. Menurut Matriadi 2007: 231, struktur hutang financial leverage
perusahaan menggambarkan earning yang diperoleh dan risiko yang dihadapi oleh investor. Pembiayaan perusahaan melalui hutang
menggambarkan tingkat keuntungan yang diperoleh oleh pemegang saham. Namun, hutang yang tinggi dapat menimbulkan risiko yang besar
apabila perusahaan tidak dapat melunasinya. Pada saat tingkat suku bunga bank tinggi, perusahaan yang memiliki hutang yang besar cenderung
dihindari oleh investor karena besarnya cost of capital atas hutang sehingga berpengaruh terhadap harga saham.
d. Tingkat Suku Bunga SBI. Bodie, Kane, dan Marcus 2006: 638 mendefinisikan interest rate
suku bunga sebagai jumlah dolar yang diterima per dolar yang diinvestasikan per periode. Lebih lanjut, Bodie, Kane, dan Marcus 2006:
180 menyatakan bahwa suku bunga dan prakiraan nilainya di masa depan merupakan salah satu masukan yang penting dalam keputusan investasi.
Wiguna dan Mendari 2008: 132 mendefinisikan suku bunga sertifikat bank Indonesia sebagai suatu nilai dalam bentuk presentase
yang digunakan untuk menandakan sertifikat bank Indonesia yang diterbitkan oleh bank sentral sebagai salah satu surat berharga, dimana
nilai tersebut merupakan balas jasa atas investasi dalam sertifikat bank Indonesia tersebut.
36 Martin J. Pring 1988 dalam Feba 2002: 30 menyebutkan bahwa
perubahan tingkat bunga dapat mempengaruhi tingkat saham karena tiga alasan berikut:
1 Fluktuasi pada harga yang dikenakan pada uang mempengaruhi pendapatan atau profit yang bisa didapat oleh perusahaan sehingga
mempengaruhi harga saham yang akan dibeli oleh investor, 2 Pergerakan tingkat bunga mengubah antara aset-aset finansial yang
saling bersaing, dimana hubungan antara pasar obligasi atau pasar saham menjadi sangat penting, dan
3 Sejumlah ekuitas yang berarti dibeli dengan uang pinjaman sehingga perubahan-perubahan dalam biaya hutang tersebut, seperti tingkat
bunga, memengaruhi keinginan dalam memegang saham. Sementara itu, Usman Marzuki 1990 dalam Faizah 2009
menyatakan bahwa pengaruh suku bunga akan perdagangan saham yaitu mempengaruhi persaingan di pasar modal antara saham dan obligasi.
Apabila suku bunga naik, maka investor akan mendapatkan hasil yang besar dari obligasi, sehingga mereka akan menjual saham mereka untuk
ditukar dengan obligasi. Penukaran demikian atas naiknya suku bunga akan menurunkan perdagangan saham. Kondisi seperti itu, dimana
banyaknya investor yang mengalihkan modalnya dari saham ke obligasi, mengakibatkan
perusahaan kekurangan
modal untuk
pendanaan operasionalnya, pada akhirnya perusahaan akan mengakumulasikan
dananya ke dalam laba ditahan, yang berarti akan terjadi penurunan dalam
37 pembayaran deviden. Maka perubahan tingkat suku bunga juga dianggap
dapat mempengaruhi kebijakan pembayaran deviden.