Teori-teori Kebijakan Dividen Kebijakan Dividen

28 memiliki informasi yang berbeda, dimana manajer lebih memiliki informasi yang lengkap daripada pemegang saham. Pemegang saham akan menginterpretasikan peningkatan pembayaran dividen oleh perusahaan sebagai signal bahwa pihak manajemen memiliki prediksi arus kas yang tinggi di masa yang akan datang. Sebaliknya, penurunan pembayaran dividen diinterpretasikan sebagai antisipasi manajer terhadap terbatasnya arus kas di masa yang akan datang. Sedangkan menurut Husnan 2005: 307 dalam Faizah 2009 harga saham yang beragam pada umumnya mencerminkan keadaan fundamental perusahaan pada periode tertentu. Namun, adakalanya harga saham lebih dipengaruhi oleh faktor ekstern di luar faktor fundamental, seperti kondisi makro ekonomi, stabilitas politik, kebijakan pemerintah dalam dunia industri dan usaha atau faktor sejenis yang terjadi pada perusahaan merupakan variabel yang bisa ikut memicu arah pergerakan kurs saham. Alli 1993 dalam Prihantoro 2003: 9 membedakan variabel yang mempengaruhi pembayaran dividen, diantaranya adalah: 1. Batasan Legal legal restriction. Peraturan tertentu yang akan membatasi besarnya dividen yang akan dibayarkan. 2. Posisi Likuiditas liquidity position. Keuntungan yang diperoleh dan laba ditahan yang tinggi tidak harus menyebabkan posisi kas yang tinggi juga. Karena ada kemungkinan bahwa keuntungan dan laba ditahan tersebut telah digunakan untuk membayar hutang atau melekat pada aktiva selain kas. 29 3. Ketiadaan sumber pembiayaan lain absence or lack of other source of financing. Bagi perusahaan yang baru tumbuh pada umumnya sumber dana internal memiliki arti yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena perusahaan tersebut mengalami kesulitan untuk memperoleh pinjaman atau menjual sahamnya. Sebagai konsekuensinya, dividen yang akan dibayarkan cenderung rendah atau bahkan tidak membagi dividen, karena manajemen akan berusaha mengakumulasikan keuntungan ke dalam laba ditahan yang berguna untuk pendanaan internalnya. 4. Prediksi Penerimaan earning predictability. Jika keuntungan berfluktuasi, maka dividen tidak dapat bergantung semata-mata dari keuntungan tersebut, sehingga diperlukan adanya trend keuntungan yang stabil untuk menentukan porsi dividen yang direncanakan. 5. Kontrol Kepemilikan ownership control. Jika perusahaan memutuskan untuk membayarkan dividen yang tinggi, hal ini akan menyebabkan laba ditahan tidak cukup untuk membiayai investasi barunya. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan cara menerbitkan saham baru untuk mencukupi dananya. Keputusan ini menimbulkan kontrol dari pemegang saham perusahaan lama semakin berkurang. Tentunya hal ini tidak diinginkan oleh para pemegang saham, sehingga mereka akan lebih menyukai dengan tidak memperoleh dividen. 6. Inflasi inflation. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan kemampuan perusahaan tidak dapat mencukupi untuk melakukan investasi yang baru, sehingga perusahaan akan melakukan akumulasi dananya ke dalam laba 30 ditahan. Hal ini akan berdampak pada penurunan terhadap pembayaran dividen, atau bahkan tidak melakukan pembayaran dividen. Mengacu pada pendapat Alli mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden, serta pendapat Suad Husnan yang mengisyaratkan masih banyaknya faktor-faktor lain—selain kebijakan deviden—yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap harga saham, berikut ini beberapa faktor yang dianggap dapat mempengaruhi kebijakan deviden dan dampaknya terhadap harga saham. a. Struktur Kepemilikan. Scott pada tahun 2000 dalam Dewi 2008: 50, memiliki pandangan bahwa tingkat saham institusional yang tinggi akan menghasilkan upaya- upaya pengawasan yang lebih intensif sehingga dapat membatasi perilaku opportunistic manajer, yaitu manajer melaporkan laba secara oportunis untuk memaksimumkan kepentingan pribadinya. Secara teoritis, kepemilikan institusi akan mengurangi masalah keagenan tipe I antara pihak manajemen dan pemegang saham, Jensen dan Meckling pada tahun 1976 menyebutnya sebagai argumen konvergensi. Menurutnya, struktur penyebaran kepemilikan dapat dilihat dari preferensi masing-masing pemilik. Semakin besar porsi kepemilikan saham oleh institusi berdampak positif, karena mendorong manajer bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham, akan tetapi sisi negatif tingginya porsi kepemilikan institusi akan merugikan investor minorotas Djumahir, 2009: 144. 31 Menurut Shleifer dan Vishny tahun 1986 dalam Murhadi 2008: 5, hubungan struktur kepemilikan dan deviden dapat dijelaskan dengan menggunakan teori keagenan, dimana kepemilikan institusi akan dapat membantu memecahkan masalah keagenan melalui pengawasan terhadap manajemen. Pada sisi lain, menurut Morck, Shleifer, dan Vishny 1998 kepemilikan institusi yang tinggi akan mengakibatkan munculnya masalah keagenan tipe II antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas, mereka menyebutnya sebagai argumen entrenchment. Hubungan struktur kepemilikan dengan harga saham juga dapat dijelaskan dengan teori keagenan, dimana kepemilikan perusahaan oleh institusi yang tinggi akan meningkatkan pengawasan terhadap manajer. Peningkatan pengawasan ini akan mengurangi konflik kepentingan antara pemegang saham dan manajer, sehingga berdampak pada peningkatan nilai perusahaan. Pada sisi lain, kepemilikan institusi yang tinggi dapat mendorong manajer untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan bagi pemegang saham minoritas Murhadi, 2008: 6. b. Tahapan Daur Hidup Perusahaan. Ide utama dalam strategis bisnis menurut Boston Consulting Group adalah untuk menciptakan cost advantage atau demand advantage yang melebihi pesaing, dimana keduanya diharapkan akan menciptakan halangan untuk masuk bagi pendatang baru. Teori daur hidup menyatakan bahwa pengembangan strategi yang paling pas adalah dengan memperhatikan tahapan daur hidup perusahaan.