Peran Pekerja Sosial Terhadap Psikososial Anak Tunarungu

lebih kedirinya sendiri, dan nggak nyusahin orang. Dalam hal emosi mereka itu belum stabil, menggebu gebu, pengen tahu. Sedangkan “Y” berbeda lagi, dia itu anaknya pengen menonjol pengen diakui lah ya, percaya dirinya besar sekali, tidak malu, kalau memang ada keinginannya tetapi dilarang dia pasti kecewa, marah dan mengamuk.” 26 Tidak jarang dari mereka juga merasakan terpuruk, tidak adanya motivasi, mereka berdiam diri, menutup diri, murung dan terlihat sedih. 27 Seperti yang diungkapkan pada peranan pekerja sosial juga terdapat peran sebagai pemberi motivasi atau tenaga ahli expert. 28 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial : “Peranan pemberian motivasi kita berikan reward kepada mereka yang membangun mereka, memberikan motivasi kepada mereka bahwa mereka bisa, “terus belajar,” “kamu pasti bisa.” 29 Anak tunarungu bila ditegur oleh orang yang tidak dikenalnya akan tampak resah dan gelisah. 30 Pergaulannya juga terbatas hanya kepada komunitasnya saja. 31 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial : “Mereka lebih banyak menarik diri dari orang normal, Terlihat dari pola pikir mereka, motivasinya hanya kepada komunitasnya baru nyambung, dia merasa orang normal itu belum tentu baik, mereka tidak gampang percaya, mereka selalu berkelompok, padahal kita sudah upayakan bahwa mereka harus bergaul dengan orang orang normal, mereka lebih kepada 26 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014. 27 Bab II, h. 53. 28 Bab II, h. 34. 29 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014. 30 Bab II, h.53. 31 Bab II, h.53. kelompoknya, padahal orang orang normal itu care mau perduli dengan mereka. Mereka takut dibohongi, takut di bodohi ” 32 Dalam penangananya terhadap anak tunarungu wicara kami para pekerja sosial dalam prakteknya juga menjalankan prinsip kerahasiaan, tidak mudah baginya untuk dapat menceritakan hal-hal yang mereka alami, mereka harus tahu dahulu orang tersebut apakah pantas untuk dipercaya atau tidak, karena mereka tidak mudah begitu saja mempercayai orang lain, jadi kami sebagai pekerja sosial dalam prakteknya harus menjaga baik rahasia penerima manfaat, dan hanya karena situasi dan kondisi saja seorang pekerja sosial boleh memberitahu masalah penerima manfaat kepada pekerja sosial lainnya. 33 Lalu dalam prakteknya para pekerja sosial melakukan interaksi dengan para penerima manfaat dengan komunikasi seperti yang kita tahu para penerima manfaat disini adalah mereka-mereka yang menderita rungu wicara, sebagai seorang pekerja sosial apabila penerima manfaatnya melakukan komunikasi dengan bahasa Indonesia ia harus dengan bahasa Indonesia begitu juga dengan tunarungu wicara, karena mereka tidak dapat berkomunikasi dengan baik maka dari itu pekerja sosial juga harus berkomunikasi dengan isyarat dan bahasa yang mudah dimengerti olehnya. 34 Seperti yang diungkapkan oleh pekerja sosial sebagai berikut : “Prinsip kerahasiaan merupakan prinsip pokok pertama yang dijalankan, menjaga kerahasiaan yang penerima manfaat miliki, 32 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “BS” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 10 Juni 2014. 33 Bab II, h.38. 34 Bab II, h.37. lalu komunikasi dalam hal bertatap muka dengan penerima manfaat kita harus memahami komunikasi yang mereka mengerti kami pun harus mengunakan bahasa isyarat atau konsonan kata yang mereka lihat dari gerakan bibir kita. Bahkan tidak jarang dari kami harus menggunakan bahasa yang ringan agar anak mengerti tentang apa yang tersampaikan dan apa yang kami maksud hal itu dikarenakan minimnya bahasa yang yang mereka dapatkan .” 35 Kebutuhan psikososial mencangkup cara seseorang berfikir dan merasa mengenal dirinya dengan orang lain, keamanan dirinya dan orang lain, keamanan dirinya dengan orang-orang yang bermakna baginya, hubungan dengan orang lain lingkungan sekitarnya serta pemahaman dan reaksinya terhadap kejadian- kejadian dan sekitarnya. 36 Pada karakteritik anak tunarungu wicara memiliki sifat polos, serta perasaan umumnya suka terlihat ekstrim tanpa banyak nuansa. 37 Seperti yang diungkapkan psikolog berikut ini: “Anak anak ini bisa melihat kelebihan dan kekurangan dari orang lain, dia itu ngga bisa percaya dengan yang lain, misalnya dengan mahasiswa dia itu ada yg merasa ngga nyaman atau nyaman, dia akan menceritakan permukaannya saja kalau yang tidak nyaman, mereka itu akan santai parasnya, bahkan kalau memang dia percaya dia akan sampai nangis menceritakan kepada orang baru yang baru ia kenalnya tetapi itu pun kalau dia nyaman. ” 38 Dalam hal memecahkan masalah yang terjadi dengan anak- anak di sini biasanya pekerja sosial juga menggunakan metode pekerja sosial secara group work, karena dalam pemecahan dengan metode group biasanya dapat terlihat dan terpecahkan, dan 35 Wawancara Pribadi Yang D ilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014. 36 Bab II, h.48. 37 Bab II, h. 54. 38 Wawanc ara Pribadi dengan Psikolog “TWH” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada tanggal 17 Mei 2014. bimbingan sosial kelompok dilaksanakan untuk menolong individu yang terikat di dalam kelompok. 39 Bimbingan tersebut diberikan oleh pekerja sosial dalam mengikuti kegiatan kelompok Pramuka dinamika kelompok, terapi permainan. Seperti yang diungkapkan pekerja sosial berikut ini : “terapi kelompoknya diberikan seperti permainan- permainan, pada saat pramuka ada dinamika kelompok. Semua metode dilakukan oleh pekerja sosial, metode tersebut dilakukan sesuai dengan kebutuhannya. Kami dalam menyelesaikan masalah anak-anak biasanya kami lebih seringnya di selesaikan dengan group work, biasanya kalau tidak dilakukan dengan case work susah sekali untuk di buka karena anak-anak tersebut pintar sekali menyembunyikan masalah, memutar balikan kata-kata, pandai bersandiwara. ” 40 Pada tahapan delapan tahapan psikososial yang dikemukakan Erik H Erikson yaitu pada tahapan identitas versus kegamangan perang Masa Remaja. Erikson memandang tahapan ini sebagai tahapan yang sangat penting dalam pembentukan dasar kedewasaan. 41 Pekerja sosial mengungkapkan : “anak-anak disini juga sudah banyak yang menginjak masa remaja, yang kami inginkan di sini kan anak-anak dapat mandiri, dapat terlepas dari ketergantungan orang tuanya, mereka itu juga nantinya akan hidup mandiri kan. ” 42 M enurut Pekerja Sosial PSBRW “Melati’ untuk penanganan tunarungu wicara ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pemberian terapi dalam hal terhadap psikososial para penerima manfaat disini. Teori pekerja sosial juga di peranan 39 Bab II, h. 42. 40 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Mei 2014. 41 Bab II, h.51. 42 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Mei 2014. dalam pemberian terapi kepada penerima manfaat, seperti halnya terapi kognitif perilaku pada prinsipnya terapi kognitif perilaku adalah mengidentifikasikan kandungan pemikiran yang meliputi asumsi, keyakinan, harapan, pesan kepada diri sendiri self talk atau kelengkapan atributions. Bahwa manusia dihadapkan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selalu berubah. 43 Seperti yang diungkapkan oleh pekerja sosial sebagai berikut : “kami para pekerja sosial disini juga memberikan terapi psikososial kepada para PM, seperti terapi-terapi seperti emotional freedom therapy EFT, terapi ini sih memang ada tenaga ahlinya biasanya juga kami mengundang tenaga ahlinya, terapi ini digunakan di saat emosi baru deh kita menggunakan terapi emotional. Lalu ada terapi senam otak kanan dan senam otak kiri. Kita lakukan agar ada konsentrasi antara otak kanan dan otak kiri mereka. Lalu pada psikososial juga kami berikan terapi kognitif dimana terapi ini kita berikan mereka tontonan atau film yang mana di dalamnya juga terdapat motivasi. ” 44 Pada pemberian penanganan terapi seorang pekerja sosial juga menjalankan Prinsip tidak menghakimi The Principle Of Non Judgment. 45 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial : “dalam hal pemberian terapi kami juga tidak bisa memaksakan apakah PM tersebut diikutsertakan dalam terapi atau tidak, tidak boleh dihakimi untuk ikut mereka tidak boleh dipaksakan kalau memang sikonnya mereka tidak mampu.” 46 43 Bab II, h. 44. 44 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014. 45 Bab II, h. 40. 46 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014. Prinsip pekerja sosial seperti sadar diri self a warness juga diberikan dalam penangananya. 47 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial berikut ini : “kami juga sadar akan kemampuan yang kami miliki, apabila kami tidak dapat melakukannya ya kami tidak melakukannya. Misalnya saja jikalau pekerja sosial tidak sanggup menangani masalah klien maka jangan dipaksakan. Pekerja sosial sadar akan potensi dan kemampuannya.” 48 Mengenai karakter yang dimiliki anak-anak disini, anak- anak di sini juga masih belum mengetahui apa itu konsep diri. 49 Seperti yang dijelaskan oleh pekerja sosial sebagai berikut : “Seperti halnya kalau disini kami ajarkan konsep diri saja mereka belum jelas harus terus diulangi-ulangi karena kalau hari ini sudah tahu besoknya mereka lupa dan harus sering diulangi. Harus sabar kuncinya kita harus mengajarkan kepada mereka “apa itu konsep diri, siapa diri kamu ? minimnya bahasa miskinnya kata yang dapat membuat mereka tidak mengetahuinya, kami disini berperan sebagai educator yang biasanya kami lakukan di dalam bimbingan so sial.” 50 a Hubungan Anak Dengan Orang Lain dan Lingkungan Sekitar Kebanyakan anak-anak yang mengalami tunarungu wicara memang apabila dihadapkan pada situasi ia dipertemukan dengan orang lain orang yang baru dikenalnya ia akan merasakan resah dan gelisah. 51 Keadaan emosi yang seperti itu terdapat pada diri “N”. Lain halnya dengan “Y” ia termasuk anak yang terbuka dan supel 47 Bab II, h. 40. 48 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Kepala Koordinator Pekerja Sosial “YS” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 20 Mei 2014. 49 Bab II, h. 48. 50 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014. 51 Bab II, h. 53. terhadap orang baru yang ia kenal, hubungan dengan orang lain dilingkungan sekitarnya terjalin baik. Jika tamu itu ingin berkenalan dan melakukan interaksi dengan “Y”, “Y” akan menanggapi dengan baik dan ada hubungan timbal balik yang berjalan dengan erat. Hubungan “N” maupun “Y” dengan orang lain di lingkungan panti memang terjalin sangat erat dan harmonis, hal ini dibuktikan pada saat peneliti melakukan penelitian di PSBRW “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur. Peneliti melihat hubungannya sangat baik dengan teman- temannya baik pada saat kegiatan bimbingan keterampilan maupun bimbingan sosial yang ada di kelas, ia begitu akrab dengan para instruktur, pekerja sosial, pengasuh, dan staff yang bekerja di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”, terlihat ada interaksi yang baik mengobrol dengan isyaratnya, bercanda maupun bermain. “N” dan “Y” merupakan anak yang mandiri terlihat pada saat ia sudah bisa melakukan perawatan diri dengan baik seperti mandi, mengepel, menyapu, mencuci piring, pakaian dan membersihkan kamar tidur. K alau “N” memang sudah terbiasa melakukannya di rumah, ia sudah diajarkan oleh kedua orang tua namun tidak signifikan seperti yang diajarkan di panti karena di rumah masih sering dibantu oleh orang tuanya. Tetapi selama di panti semua sudah bisa ia kerjakan dengan sendiri dan dapat dikatakan mandiri dalam hal ini. Berb eda dengan “Y’ yang memang kurang mengenal kata mandiri pada saat ia belum berada di panti. Ia tadinya kurang bisa melakukan perawatan diri dengan baik, tetapi selama ia di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati’ ia sudah ia melakukan perawatan diri dengan baik seperti yang dilakukan semua anak panti. Bahkan “Y” sering membantu pekerjaan pengasuh di asrama karena memang ia termasuk anak yang rajin. Seperti yang diungkapkan pengasuh sebagai berikut : “misalnya aja dia emang lagi kebangian jadwal piket bersihin asrama kayak nyuci piring gitu ya neng, nah dia liat cucian piring ibu banyak, dia itu enggak segan-segan nyuciin piring ibu yang banyaknya beda sama banyaknya dia ya neng, ibu langsung aja bilangin “jangan di cuciin ya “Y”, cucian ibu banyak, kasian “Y”, kamu nyuci punya kamu aja ya jangan punya ibu ya .” 52 Dalam memberikan pelayanan kepada penerima manfaat pekerja sosial juga menggunakan metode bimbingan kemasyarakatan metode community organization. 53 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial sebagai berikut : “Kalau metode yang digunakan ke masyarakat biasanya seperti kegiatan ketika ada PBK karena berhubungan dengan dunia luar, kan biasanya kita kerja sama dengan perusahaan-perusahaan di luar sana, kita bisa lihat bagaimana PM dengan bila berada di lingkungan masyarakat luar, lalu kalau untuk kemasyarakatnya seperti perayaan apa tentunya kita 52 Waw ancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pengasuh “JI” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 12 Juni 2014. 53 Bab II, h. 43. menyangkut dengan masyarakat luar, biasanya PM harus bisa bersosialisasi dan berorgaisasi dengan masyarakat luar.” 54 Kesulitan berkomunikasi merupakan hambatan yang dirasakan oleh mereka, peranan pekerja sosial juga sangat berpengaruh dan menjadi penolong mereka apabila mereka sulit berinteraksi dengan orang baru yang belum terlalu paham dengan kekurangan yang mereka alami. Peranan mediator. 55 Serta fungsi peksos dijalankan yaitu mengkaitkan dengan sistem sumber. 56 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial SN sebagai berikut : “Ketika PM merasakan ada hal yang tidak bisa ia sampaikan kepada sumber-sumber yang dianggap penerima manfaat butuhkan pekerja sosial berperan menjadi mediator antara penerima manfaat de ngan sistem sumber yang terkait.” 57 Perubahan yang besar yang terjadi pada diri “Y” dalam hal perawatan diri yang sudah mulai mandiri juga merupakan peran dari para pekerja sosial di dalamnya, menjalankan peranan sebagai pemberi informasi yaitu tenaga ahli expert dan pendidik educational. 58 Yang digunakan para pekerja sosial ia memberikan informasi serta dalam hal pengajaran terkait perawatan diri yang baik kepada semua penerima manfaatnya, bagaimana cara menjaga kebersihan diri yang baik dan benar, bagaimana menjaga kesehatan, bagaimana 54 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Mei 2014. 55 Bab II, h. 30. 56 Bab II, h. 28. 57 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014. 58 Bab II, h. 33-34. bergosok gigi dengan baik dan benar, serta pentingnya menjaga kebersihan tubuh. Peran pekerja sosial yang memang merupakan peranan utama dalam merubah penerima manfaat yang tadinya disfungsional menjadi fungsional. Dalam hal ini prosesnya tidak belajalan sebentar melainkan butuh proses lama baru dapat terlihat hasilnya sekarang. b Pemahaman-Pemahaman dan Reaksi Terhadap Kejadian Di Sekitar Pemahaman “N’ dan “Y” terhadap reaksi kejadian dengan lingkungan di sekitarnya memang terlihat jelas, peneliti melihat berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada saat kondisi bahwa ketua kelas di kelas bimbingan sosial tidak masuk, PM “N” segera mengambil alih peranan ketua kelas tersebut dan ia menggantikannya mengabsen para siswa yang lainnya dia menunjukan sikap sigap terhadap lingkungan sekitarnya. se dangkan “Y” merupakan anak yang mempunyai kepercayaan diri yang besar peneliti melihat pengamatan yang dilakukan oleh “Y” seperti halnya ketika akan melakukan materi belajar dikelas biasanya alangkah baiknya dimulai dengan membaca doa terlebih dahulu , “Y” biasanya selalu memimpin pembacaan doa di depan kelas tanpa atau disuruh oleh Guru ia dengan sigap menanggapi reaksi yang terjadi di lingkungan sekitarnya di kala anak- anak lain tidak ada yang mau memimpin doa saat itu. “N” dan “Y” merupakan anak yang dalam perkembangan intelezensinya agak lambat jika dilihat dengan anak-anak tunarungu wicara yang lainnya dalam menangkap pelajaran, itu dikarenakan mereka minim bahasa “N” sempat bersekolah hanya saja ia malas dalam belajar pada saat itu sebelum ia masuk ke dalam panti, sedangkan “Y” memang belum pernah mengenyam bangku sekolah sebelum ia berada di panti, Tetapi ia aktif dalam peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Begitu pula dijelaskan oleh pekerja sosial sebagai berikut : “N” pada dasarnya mau belajar dia ikutin aturan aja disiplin kalau dikelas ya di kelas kecuali kalau dia lagi sakit atau dia lagi tidak mood atau sedang bermasalah dengan temannya. Reaksi yang terjadi di sekitar “N” terlihat pada kegiatan bimbingan sosial “N” sering terlihat mengabsen teman-teman “N’ dikelas, menghapus papan tulis apabila masih ada coretan tinta di papan tulis. L alu kalau “Y” ya itu pedenya besar mbak dia kalau tanpa disuruh untuk mimpin doa ya dia langsung maju juga untuk mimpin doa buat teman-temannya, bagus memang pedenya positif. ” 59 Para penerima manfaat di sini juga tanggap dalam reaksi yang terjadi disekitarnya. 60 Seperti halnya rasa solidaritas terhadap kelompoknya antar penerima manfaat mereka itu mempunyai rasa solidaritas yang tinggi terhadap kelompoknya karena mereka lebih memusatkan pergaulannya dengan sesama 59 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Mei 2014. 60 Bab II, h. 48. kelompoknya. 61 Seperti halnya contoh yang diceritakan oleh pekerja sosial sebagai berikut : “anak-anak atau PM mereka itu memilki rasa setia kawan solidaritas yang begitu besar dengan komunitasnya, misalnya terlihat pada dinamika kelompok seperti persami, outbound mereka akan terlihat menolong mereka rata-rata digandeng, ditungguin. Tetapi kadang kadang rasa solisaritasnya dia tidak pas, karena kasus mereka miss communication dengan lingkungan sekitar anak-anak tunarungu segera membela temannya karena solidaritasnya. ” 62 Pemahaman mereka terkait dengan reaksi yang berada di lingkungan sekitarnya merupakan hal yang harus diperhatikan seorang pekerja sosial, terkadang tidak semua dapat memahami reaksi-reaksi yang terjadi di sekitarnya, terlebih lagi jika mereka sudah memasuki kegiatan Praktek Belajar Kerja yang diadakan panti dengan pihak luar seperti perusahaan. Pekerja sosial berperan menjadi pembela. 63 Kalau memang penerima manfaat tidak diberlakukan secara sama dengan manusia normal lainnya, Seperti yang diungkapkan pekerja sosial sebagai berikut : “Kita harus berani membela anak anak kita kalau memang mereka punya hak yang sama tetapi diperlakukan berbeda kita harus bisa membela mereka. Kalau memang mereka itu benar. ” 64 61 Bab II, h. 53. 62 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014. 63 Bab II, h. 30. 64 Wawancaara Pribad i Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Mei 2014. c Motivasi Belajar Anak M otivasi belajar “N” dan “Y” dalam mempelajari sesuatu sedikit lambat dan kurang, ia akan bisa apabila terus dilatih dan diajarkan secara berulang-ulang, tingkat intelezensi anak-anak tunarungu wicara memang berbeda dengan anak normal lainnya, tetapi tidak dipungkiri bahwa tidak semua anak- anak tunarungu wicara kurang dalam hal penangkapan materi. Banyak juga di antara mereka yang memang sudah pintar karena memang mereka sudah diajarkan dan sudah bersekolah sehingga ia pandai dan menguasai kata-kata dan bahasa yang lebih banyak dari anak-anak yang memang tidak mengenal atau kurang mengenal peranan sekolah. Dalam hal belajar “N” dan “Y” mereka anak yang disiplin dalam belajar, ia jarang sekali tidak masuk kelas, kalau memang ia tidak dalam keadaan yang membuatnya tidak dapat masuk ke kelas. Mereka selalu mengerjakan tugas yang diberikan oleh pekerja sosial yang juga memberikan peranannya sebagai pendidik educational di dalam kelas. 65 Hampir rata-rata dari mereka selalu memperhatikan apabila materi pelajaran sedang berlangsung. Pekerja sosial mengungkakan sebagai berikut : “PM “N dan “Y” ini masuknya ke kelas persiapan kelas persiapan merupakan kelas dimana anak-anak belum dapat atau belum mampu menulis dan memb aca dengan baik.” 66 65 Bab II, h. 34. 66 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Mei 2014. Kurangnya pengetahuan dan minimnya bahasanya yang mereka rasakan juga berpengaruh sangat besar terhadap tumbuh kembang intelezensi mereka, yang jelas mereka belum memiliki konsep bahasa. Para pekerja sosial dan semua pihak yag terkait sudah memberikan pelayanan semaksimal mungkin, motivasi belajar kepada anak-anak tunarungu wicara dapat ditumbuhkan sejak dini. 67 Semua peranan pekerja sosial juga diperankan seperti memberikan pengajaran yang baik, ikhlas dan terus memberikan informasi baru sehinga menambah pengetahuan bahasa yang ia punya. Motivasi belajar juga sudah dijalankan oleh panti seperti halnya menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar terlihat bahwa panti jauh dari keramaian, pada saat belajar juga berjalan dengan baik, letak gedung bimbingan sosial yang menjadi ruangan untuk belajar penerima manfaat juga berada didalam panti dengan segala sarana dan prasarannya yang dapat mendukung proses belajar. d Ganjaran atau Hukuman Untuk Anak Ganjaran atau hukuman akan menimbulkan motivasi belajar yang kuat bagi si anak untuk tidak mengulangi perbuatan jera agar ia bertingkah lakunya yang baik. 68 Kalau anak berbuat benar, maka wajib kita memberikan ganjaran seperti yang diungkapkan pekerja sosial berikut ini: 67 Bab II, h. 56. 68 Bab II, h. 56. “anak-anak di sini kalau memang mereka melakukan sesuatu yang bagus, pintar kita jangan segan-segan memberikan ganjaran seperti pujian, smile, kasih reward kepada mereka, tapi reward nya yang membangun motivasinya ya, biasanya kami juga memberikan pelukan, merangkulnya “bagus, cantik, kamu pintar besok tingkatkan terus ya. ” 69 Sedangkan pemberian hukuman kepada anak, harus diberikan secara wajar, kalau anak tersebut melakukan kesalahan. Harus diberikan pengertian dan maksud mengapa mereka dihukum agar mereka tahu mana perbuatan yang salah mana yang benar dan nantinya akan memberikan efek jera kedepannya. Seperti yang diungkapkan pekerja sosial sebagai berikut : “anak-anak di sini kalau memang mereka salah kami harus membicarakkannya kepada pihak terkait misalnya pengasuhnya, psikolognya, para pekerja sosial lainnya kalau memang sikonnya harus di case conference kan ya kita harus melakukan CC kalau memang situasinya bisa diselesaikan sekarangya tidak usah di CC kan. ” 70 e Stress Para penerima manfaat disini sering juga pernah mengalami stress akibat para penerima manfaat mengalami miskin dalam bahasanya, dalam keadaan emosinya ia sering mengalami seperti halnya stress. Seperti menarik diri apabila ia dihadapkan dalam masalah, tidak mau ikut bergabung dengan kegiatan di panti, bertemu dengan orang baru yang dikenalnya, atau dihadapkan pada orang-orang normal yang berada di luar 69 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “BS” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 10 Juni 2014. 70 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial “DI” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 13 Mei 2014. sana, banyak dari mereka juga mengalami hal seperti rendah diri, mereka takut kalau disamakan dengan orang normal mereka tidak percaya diri akan kemampuan yang ia miliki. Strees juga membuat mereka turunnya nafsu makan itu dikarenakan ia terlalu memikirkan keadaan yang sedang berlangsung. 71 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial sebagai berikut : “Stressnya ya hanya depresi yang biasa saja Ia pernah mengalami depresi ketika temen dekatnya mau lulus dia pengen ikutan berenti maunya dirumah saja, akhirnya ia pulang kerumah sebulan. Lama-lama ia lupa kan ada teman pengganti amel lagi. Sering marah murung dan sensitif. Masalah itu menjadi berpengaruh keteman temannya. ” 72 Dalam hal rendah diri, kurang percaya diri. Ada saja seorang anak yang merasa rendah diri seperti halnya dihadapkan dengan orang-orang normal di luar sana. 73 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial : “biasanya ketika mereka dihadapkan pada dunia kerja mereka-mereka kan harus bergabung dengan orang normal yang ada di luar sana, mereka merasa rendah diri ketika digabungkan dengan orang normal di luar sana. Mereka merasa orang normal lebih baik d arinya, padahal kan belum tentu.” 74 71 Bab II, h. 57. 72 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Mei 2014. 73 Bab II, h. 53. 74 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Peker ja Sosial “BS” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 10 Juni 2014.

3. Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Spiritualitas Anak Tunarungu Wicara

Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungan dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Penciptanya. 75 Pada usia anak, tahap perkembangan kepercayaan berdasarkan pengalaman. Perilaku didapat berdasarkan pengalaman. Perilaku yang didapat antara lain adanya pengalaman dari interaksi dengan orang lain keyakinan dan kepercayaan yang dianut. 76 Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritual anak. 77 Para pekerja sosial dan pihak yang terkait dalam menangani penerima manfaat terhadap perkembangan spiritual anak biasanya mereka dihadapkan pada masalah anak belum tahu apa saja perintah yang diajarkan untuk mendekatkan diri dengan Tuhannya, karena pada saat mereka berada dirumah dan belum mendapatkan bimbingan di panti, orang tua mereka tidak mengajarkan mereka tentang bagaimana dan apa saja perintah yang wajibkan agar kita mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seperti yang diungkapkan oleh pekerja sosial berikut ini : “Kita di sini mengajarkannya dari awal hingga sekarang alhamdulillah dia sudah bisa sedikit demi sedikit bacaannya sudah mulai ia pahami dan hafal. Memberikan pelayanan semaksimal mungkin kami mengajarkan sebaik mungkin agar anak tau minimal “siapa tuhannya, siapa yang menciptakannya?” baru setelah itu kami ajarkan materi yang baru lainnya. ” 78 75 Bab II, h. 59. 76 Bab II, h. 59. 77 Bab II, h. 60. 78 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “BS” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 11 Juni 2014. Tetapi tidak semua anak-anak di sini tidak mengetahui mengenai pendidikan agama tersebut, banyak dari mereka juga sudah mengetahuinya karena memang sudah dari kecil orang tua mereka mengajarkannya sehingga ketika berada di panti hanya tinggal memberikan informasi yang baru lagi terkait bimbingan agama tersebut, peran pemberi informasi tenaga ahli 79 Seperti yang di ungkapkan pekerja sosial yang manangani “N” sebagai berikut : “kami menyelipkan pemahaman agama di mana saja bisa pada saat apel bisa pada saat bimsos, tetapi bimbingan agama biasanya di berikan pada hari Senin di siang hari. Doa pendek atau surat pendek suruh hafalin dan biasanya suka ditempel ditembok agar ia membaca. Untuk hal hal yang sifatnya yang memang dia tidak paham atau belum pernah dengar ia tidak bisa seperti kata-kata najis lalu kami menjelaskannya .” 80 Dalam perkembangan spiritual pada diri “Y”, ia terlihat sering melakukan sholat berjamaah yang dilakukan di panti, “Y” belajar mendekatkan diri kepada Tuhannya, seperti yang diungkapan pembimbing Guru agama islam sebagai berikut : “ia terlihat rajin pada saat jam sholat zuhur dan ashar yang dilakukan di mushola panti “N” dan “Y” selalu ada di mushola dan melaksanakan sholat tepat waktu cenderung mereka sering terlihat melakukan sholat berjamaah degan penerima manfaat dan staff lainnya. ibu juga mengajarkan agar “N” dan “Y” “selalu bersyukur ya nak, jangan lupa berdoa sama Allah agar selalu diberikan kesehatan, kepintaran. ” 81 79 Bab II, h. 34. 80 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Mei 2014. 81 Wawancara Pribadi Yang D ilakukan Oleh Pekerja Sosial “SY” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 19 Mei 2014. Anak-anak juga sudah paham terkait hari-hari besar agamanya, seperti yang diungkapkan pembimbing guru agama islam sebagai berikut : “kalau hari-hari besar agamanya selaku pembimbing agama islamnya juga sudah memberikan informasi terkait hari-hari besar agama Islam, lagi juga suka diadakan perayaan hari besar agama islam ko mbak di ini, anak- anak pun sudah paham.” 82 Agama juga menjadi penghambat dan pendukung bagi penerima manfaat, seperti yang diungkapkan pembimbing guru agama islam sebagai berikut : “kami sebagai guru pembimbing agama memberikan motivasi kepada mereka, sebagai contoh anak ada yang bertengkar hanya karena mereka salah paham dengan apa yang dimaksud kawannya, anak tersebut saya berikan motivasi “kamu jangan membalasnya biarlah Allah SWT saja yang membalasanya, kamu sebagai hamba hanya bisa berdoa saja dan terus beribadah kepada Allah SWT. ” 83 Dalam perananan pekerja sosial memberikan pemahaman terkait spiritual kepada para penerima manfaat, biasanya peranananya itu berupa sebagai tenaga pendidik educational. 84 Dan diberikan pada saat apa saja dan kapan saja seperti yang diungkapkan pekerja sosial sebagai berikut : “Materi agama yang diberikan oleh pekerja sosial bisa diselipkan pada saat kapan saja tetapi yang sudah terjadwal ada pada hari Senin, Mereka paham kalau memang itu bersifat umum dan jelas- jelas kelihatan.” 85 82 Wawancara Pribadi Yang D ilakukan Oleh Pekerja Sosial “SY” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 19 Mei 2014. 83 Wawancara Pribadi Yang D ilakukan Oleh Pekerja Sosial “SY” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 19 Mei 2014. 84 Bab II, h. 34. 85 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 29 Mei 2014.

Dokumen yang terkait

Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara (Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)

3 95 103

Metode Bimbingan Agama Bagi Anak Tunarungu di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Bambu Apus, Jakarta Timur

3 9 86

Pelaksanaan Bimbingan Dalam Meningkatkan Kreativitas Anak Tuna Rungu Di Panti Sosoal Bina Rungu Wicara Melati Bambu Apus Jakarta Timur

0 11 59

Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur

2 8 168

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 8 151

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 15

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 2

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 8

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 1 30

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 2