Fase-Fase Perkembangan Psikososial Teori Biologis

adalah sebuah masalah yang penting. Anak yang mengembangkan kemampuan-kemampuan ini, akan memperkuat keinginannya untuk hidup berkecukupan atau industri, sedangkan perkembangan yang tidak cukup baik dalam tahap ini akan berakhir dengan rasa yang tidak cukup dan inferior. e. Identitas Versus Kegamangan Perang Masa Remaja Erikson memandang tahapan ini sebagai tahapan yangsangat penting dalam pembentukan dasar kedewasaan. Para remaja diharapkan untuk mengembangkan sebuah jaminan bahwa orang lain akan melihat mereka sama seperti halnya mereka melihat diri sendiri. Pada tahapan ini, para remaja bertemu dengan arti atau tujuan hidup dan mulai mengembangkan tujuan-tujuan masa depan secara mandiri. Mereka mulai menyadari bahwa mereka perlu untuk memikul tanggung jawab atas diri mereka sendiri dan terhadap apa yang akan mereka lakukan dengan hidupnya. Tanpa kesadaran tentang identitas diri, maka akan sulit untuk mengembangkan sebuah hubungan, dan keputusan yang diambil perihal tanggung jawab orang dewasa menjadi sulit untuk dijelaskan. f. Intimasi Versus Isolasi Awal Masa Dewasa Pada tahapan ini, seorang dewasa muda belajar untuk bekerja sama dengan orang lain dan membangun hubungan yang lebih dekat. Beberapa hubungan yang sangat dekat mungkin yang memulai. Isolasi dapat terjadi jika seorang dewasa muda tidak dapat mengembangkan hubungan yang kooperatif dan dekat. g. Generatifitas Versus Stagnasi Usia Pertengahan Tahapan setelah bertanggung jawab untuk diri sendiri ialah tahapan dimana seorang pribadi bertanggung jawab pula untuk membantu orang lain. Dengan membantu orang lain tumbuh dan berkembang, orang tersebut akan menjadi dewasa. Mereka yang tidak mengembangkan rasa tanggung jawab ini akan menjadi stagnan dan kehilangan perasaan dwasa yang dihubungkan dengan kontribusi terhadap perkembangan orang lain. h. Integritas Versus Keputus Asaan Masa Tua Perasaan berharga dan berhasil dirasakan oleh orang-orang dewasa tua dalam tau dekat usia 60. Ada perasaan bahwa mereka telah berhasil dengan baik dan telah mengalami sebagian besar dari apapun yang orang dapat pertanyakan tentang hidup. Mereka yang mencapai usia ini dengan perasaan bahwa mereka gagal mencapai tujuan hidupnya, mengalami keterputusasaan, penyesalan, atau perasaan tidak berharga dalam hidupnya. Mereka merasa bahwa mereka tidak memberikan kontibusi apapun dan merasa takut tidak dapat berkontribusi pada orang lain atau mencari arti hidup pada sisa umur yang ada. 30 30 Edi Suharto, ed., Pekerja Sosial Klinis, h.218-220.

2. Perkembangan Emosi Anak Tunarungu Wicara

Kekurangan akan pemahaman bahasa lisan atau tulisan seringkali menyebabkan anak tunarungu menafsirkan sesuatu secara negatif atau salah dan ini sering menjadi tekanan bagi emosinya. Tekanan pada emosinya itu dapat menghambat perkembangan pribadinya dengan menampilkan sikap menutup diri, bertindak agresif, atau sebaliknya menampakan kebimbangan dan keragu- raguan. Emosi anak tunarungu selalu bergejolak disatu pihak karena kemiskinan bahasanya dan pihak lain karena pengaruh dari luar yang diterimanya. Anak tunarungu bila ditegur oleh orang yang tidak dikenalnya akan tampak resah dan gelisah. Karateristik anak tuna rungu dalam aspek sosial-emosional adalah sebagai berikut : 31 a. Pergaulan terbatas dengan sesama tunarungu, sebagai akibat dari keterbatasan dalam kemampuan berkomunikasi. b. Sifat ego sentris yang melebihi anak normal, yang ditunjukandengan sukarnya mereka menempatkan diri pada situasi berpikir dan perasaan orang lain, sukarnya menyesuaikan diri, serta tindakannya lebih terpusat pada ego, sehingga kalau ada keinginan harus selalu dipenuhi. 31 Rumah Tunarungu wicara, “Special Education For Change to be Better”, Artikel Diakses pada Tanggal 15 Februari 2014, dari: httparozi-k5113006- plbuns13.blogspot.com201310karakteristik-anak-tunarungu-wicara_28.html?m=1. c. Perasaan takut atau khawatir terhadap lingkungan sekitar, yang menyebabkan ia tergantung pada orang lain serta kurang percaya diri. d. Perhatian anak tunarungu sukar dialihkan, apabila ia sudah menyenangi suatu benda atau pekerjaan tertentu. e. Memiliki sifat polos, serta perasaanya umumnya dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa. f. Cepat marah dan mudah tersinggung, sebagian akibat seringnya mengalami kekecewaan karena sulitnya menyampaikan perasaankeinginannya secara lisan ataupun dalam memahami pembicaraan orang lain.

3. Perkembangan Sosial Anak Tunarungu Wicara

Manusia sebagai makhluk sosial selalu memerlukan kebersamaan dengan orang lain. Demikian pula anak tunarungu, ia tidak terlepas dari kebutuhan tersebut. Akan tetapi karena mereka miliki kelainan dalam segi fisik pada kesehatan indera pendengaran dan pengecapan biasanya akan menyebabkan suatu kelainan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan. Pada umumnya lingkungan melihat mereka sebagai individu yang memiliki kekurangan dan menilainya sebagai seseorang yang kurang berkarya. Dengan penilaian lingkungan yang demikian, anak tunarungumerasa benar- benar kurang berharga. Dengan penilaian dari lingkungan yang demikian juga memberikan pengaruh yang benar-benar besar terhadap perkembangan fungsi sosialnya. Dengan adanya hambatan dalam perkembangan sosial ini mengakibatkan pula pertambambahan minimnya penguasaan bahasa dan kecendrungan menyendiri serta memiliki sifat egosentris. Faktor sosial dan budaya meliputi pengertian yang sangat luas, yaitu ligkungan hidup dimana anak berinteraksi yaitu interaksi antara individu dengan individu, dengan kelompok, dengan keluarga, dan masyarakat. Untuk kepentingan anak tunarungu, seluruh anggota keluarga, guru, dan masyarakat disekitarnya hendaknya berusaha mempelajari dan memahami keadaan mereka karena hal tersebut dapat menghambat perkembangan kepribadian yang negatif pada diri anak tunarungu. Anak tunarungu banyak dihinggapi kecemasan karena menghadapi lingkungan yang beraneka ragam komunikasinya, hal seperti ini akan membingungkan anak tunarungu. Anak tunarungu sering mengalami berbagai konflik, kebingungan, dan katakutan karena ia sebenarnya hidup dalam lingkungan yang bermacam- macam. Sudah menjadi kejelasan bagi kita bahwa hubungan sosial banyak ditentukan oleh komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Kesulitan komunikasi tidak bisa dihindari. Namun bagi anak tunarungu tidaklah demikian karena anak ini mengalami hambatan dalam berbicara. Kemiskinan bahasa membuat dia tidak mampu

Dokumen yang terkait

Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara (Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)

3 95 103

Metode Bimbingan Agama Bagi Anak Tunarungu di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Bambu Apus, Jakarta Timur

3 9 86

Pelaksanaan Bimbingan Dalam Meningkatkan Kreativitas Anak Tuna Rungu Di Panti Sosoal Bina Rungu Wicara Melati Bambu Apus Jakarta Timur

0 11 59

Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur

2 8 168

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 8 151

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 15

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 2

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 8

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 1 30

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 2