2. Klasifikasi Tunarungu
a. Klasifikasi secara etimologis, yaitu pembagian berdasarkan
sebab-sebab, dalam hal ini penyebab ketunarunguan
ada beberapa faktor, yaitu: Pada saat sebelum dilahirkan
a Salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunarungu
atau mempunyai gen sel pembawa sifat abnormal, misalnya dominat genes, recesive gen, dan lain-lain.Karena penyakit;
sewaktu ibu mengandung terserang suatu penyakit, terutama penyakit-penyakit yang diderita pada saat kehamilan tri
semester pertama yaitu pada saat pembentukan ruang telinga. Penyakit itu ialah rubella, moribili dan lain-lain.
b Karena keracunan obat-obatan; pada suatu kehamilan, ibu
meminum obat-obatan terlalu banyak, ibu seorang pecandu alkohol, atau ibu tidak menghendaki kehadiran anaknya
sehingga ia meminum obat penggugur kandungan, hal ini dapat menyebabkan ketunarunguan pada anak yang
dilahirkan. Pada saat kelahiran :
a. Sewaktu melahirkan, ibu mengalami kesulitan sehingga
persalinan dibantu dengan penyedotan tang. b.
Prematuritas, yakni bayi yang lahir sebelum waktunya. Pada saat setelah kelahiran post natal
a. Ketulian yang terjadi karena infeksi, misalnya infeksi
pada otak meninggitis atau infeksi umum seperti difteri, morbili, dan lain-lain.
b. Pemakaian obat-obatan otoksi pada anak-anak, karena
kecelakaan yang
mengakibatkan kerusakan
alat pendengaran bagian dalam, misalnya jatuh.
Klasifikasi menurut tarafnya dapat diketahui dengan tes audiometris:
Andreas Dwidjosumarto mengemukakan : a.
Tingkat I, kehilangan kemampuan mendengar antara 35- 54
dB, penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secara khusus.
b. Tingkat II, kehilangan kemampuan mendengar
antara 55 sampai 69 dB, penderita kadang-kadang memerlukan
penempatan sekolah secara khusus, dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan latihan berbicara dan bantuan
latihan berbahasa secara khusus. c.
Tingkat III, kehilangan kemampuan mendengar antara 70- 89 dB.
d. Tingkat IV, kehilangan kemampuan mendengar 90 dB
keatas. Penderita dari tingkat I dan II dikatakan mengalami
ketulian. Dalam kebiasaan sehari-hari mereka sesekali latihan berbicara, mendengar berbahasa, dan memerlukan pelayanan
pendidikan secara khusus. Anak yang kehilangan kemampuan mendengar dari tingkat
III sampai IV pada hakekatnya memerlukan pendidikan
khusus. Pengaruh pendengaran pada perkembangan bicara dan bahasa. Perkembangan bahasa dan
bicara berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran, akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak tunarungu tidak mampu
mendengar dengan baik. Dengan demikian pada anak tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa merabaan, proses
peniruannya hanya terbatas pada peniruan visual. Adapun berbagai media komunikasi yang dapat digunakan
sebagai berikut: 1.
Bagi anak tunarungu yang mampu bicara, tetap mengunakan bicara sebagai media dan membaca ujaran sebagai sarana
penerimaan dari pihak tunarungu. 2.
Menggunakan media tulisan dan membaca sebagai sarana penerimaannya.
3. Mengunakan isyarat sebagai media.
40
40
T.Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, h.93-101.