BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pengaruhnya terhadap anak-anak untuk memimpin perkembangan rohani dan jasmaninya
kearah kedewasaan. Hal ini sejalan dengan pendidikan Islam yang berupa bimbingan terhadap pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani yang
berdasarkan pada ajaran Islam. Pendidikan juga merupakan suatu hal yang penting dalam menentukan maju tidaknya suatu bangsa karena pendidikan
merupakan alat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
1
Yang kita ketahui juga bahwa yang menjadi dasar perbuatan anak itu baik yaitu karena pendidikannya yang baik dan didukung pula oleh
lingkungannya yang baik pula. Pendidikan agama juga merupakan unsur penting dalam pembentukan dan pembinaan kepribadian anak didik.
Pendidikan agama yang berlangsung dengan baik dalam keluarga, sekolah dan masyarakat akan merupakan unsur penting dalam pembentukan dan pembinaan
kepribadian anak didik.
2
Sedangkan pengertian pendidikan itu sendiri, menurut Poerbakawatja dan Harahap pendidikan adalah usaha sengaja dari orang dewasa untuk
1
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pengetahuan Teoritis dan Praktis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1991, h. 11
2
Asmaran As., M.A., Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994, h. 44
1
dengan pengaruhnya meningkatkan anak kearah kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung
jawab moril dari segala perbuatannya. Sementara itu istilah tanggung jawab moril menurut Undang-
undang tentang sistem pendidikan Nasional tahun 1989 bab: II pasal 4 adalah untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani kepribadian yang mantap dan mandiri, serta
tanggung jawab masyarakat dan kebangsaan.
3
Pengertian pendidikan menurut Islam adalah suatu usaha dalam menciptakan manusia beriman, bertakwa, beramal saleh dan bermental sehat
dalam mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Semua ini dapat terwujud dengan pendidikan yang diberikan kepada manusia itu sendiri baik
melalui lembaga formal atau non formal baik orang tua dan masyarakat. Sesuai kehendak Allah menciptakan manusia dengan tujuan menjadi
khalifah dimuka bumi melalui ketaatan kepadanya. Untuk mewujudkan tujuan itu Allah memberi hidayah dan berbagai fasilitas alam semesta ini sebagai
sarana merenungi kebesaran penciptanya. Hasil perenungan ini memotivasi manusia untuk lebih mentaati dan mencintai Allah. Disisi lain Allah
memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih pekerjaan yang akan dipilih olehnya, kebaikan atau keburukan. Namun melalui para Rasul, Allah
memberikan kebebasan kepada manusia agar memahami tujuan hidup yang semata-mata untuk beribadah kepada Allah.
4
Dalam problema umum pendidikan agama di sekolah berbagai upaya para ilmuwan yang banyak memeperhatikan tentang pelaksanaan pendidikan
agama di lembaga-lembaga pendidikan formal kita, namun dalam pelaksanaan program pendidikan agama banyak sekolah kita belum berjalan seperti
diharapkan oleh masyarakat, karena berbagai kendala dalam bidang kemampuan pelaksanaanya, metodenya, sarana fisik dan non fisiknya,
3
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1995, h. 11
4
Abdurrahman an Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: PT. Gema Insani Press, 1997, Cet.1, h. 117
2
disamping suasana lingkungan pendidikan kurang menunjang suksesnya pendidikan mental-spiritual-moral ini.
Ada berbagai faktor yang di identifikasikan sebagai penghambat yaitu:
1. Faktor-faktor Eksternal a. Timbulnya sikap masyarakat atau orang tua di berbagai lingkungan
sekitar sekolah yang kurang concerned kepada pentingnya pendidikan agama, tidak mengacuhkan akan pentingnya pemantapan pendidikan
agama di sekolah yang berlanjut di rumah. b. Situasi lingkungan sekitar sekolah disubversi oleh godaan-godaan
setan yang bersosok berbagai ragam bentuknya, antara lain seperti tontonan yang bernada menyenangkan nafsu seperti blue film,
permainan ketangkasan berhadiah dan lain-lain. Situasi demikian melemahkan daya konsentrasi berfikir dan berakhlak mulia, serta
mengurangi gairah belajar, bahkan mengurangi daya bersaing dalam meraih kemajuan.
c. Timbulnya sikap prustasi di kalangan orang tua atau masyarakat bahwa ketinggian tingkat pendidikan yang dengan susah payah diraih,
tidak akan menjamin anaknya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, disebabkan perluasan lapangan kerja tidak dapat mengimbangi
pembengkakan penuntut kerja. 2. Faktor-faktor Internal sekolah
a. guru kurang kompeten untuk menjadi tenaga professional pendidikan atau jabatan guru yang disandangnya hanya merupakan pekerjaan
alternative terakhir, tanpa menekuni tugas sebernanya sebagai guru yang berkualitas baik, atau tanpa ada rasa dedikasi sesuai tuntutan
pendidikan. b. penyalahgunaan manajemen penempatan yang mengalih tugaskan guru
agama ke bagian administrasi seperti perpustakaan atau pekerjaan non- guru. Akibatnya pendidikan agama tidak dilaksanakan secara
programatis. 3
c. Pendekatan metodologi guru masih terpaku kepada orientasi tradisional sehingga tidak mampu menaraik minat murid kepada pelajaran agama.
d. Kurangnya rasa solidaritas antara guru agama dengan guru-guru bidang studi umum, sehingga timbul sikap memecilkan guru agama yang
mengakibatkan pelaksanaan pendidikan agama tersendat-sendat dan kurang terpadu.
e. Hubungan guru agama dengan murid hanya bersifat formal, tanpa berkelanjutan dalam situasi informal di luar kelas. Wibawah guru juga
hanya terbatas di dalam didnding kelas, tanpa berpengaruh di luar kelassekolah.
5
Dalam problema di atas dapat kita hindari apabila diantaranya saling kerja sama yaitu antara guru, murid, orang tua murid maupun
masyaraka. Sehingga permasalahan diatas dapat terbenahi dengan baik dan lancar.
Kita mengetahui juga bahwa tujuan penting dari pendidikan Islam adalah membentuk atau mencapai suatu akhlak atau budi pekerti yang
mulia dan sempurna karena ruh dari pendidikan Islam adalah pendidikan akhlak.
Secara sederhana dapat kita katakan bahwa akhlak yang baik itu bukan terletak pada segi perbuatan yang lahir, akan tetapi terletak pada
segi dorongan hati nurani yang ikhlas, jika akhlak yang dimiliki baik, maka baik pula perbuatan akhlak itu, dan jika perbuatan akhlak itu buruk , maka
lahirlah perbuatan yang buruk pula. Di jaman sekarang ini kita dapat banyak mengetahui bahwa anak-
anak sekolah itu banyak melakukan prilaku tidak terpuji baik itu di sekolah maupun di luar sekolah, misalnya didalam sekolah itu sendiri para siswa
terkadang tidak mematuhi peraturan yang sudah diberikan oleh pihak sekolah, apakah itu berupa dari segi berpakaian atau sopan santun terhadap
guru, sedangkan yang diluar itu sendiri para siswa setelah pulang dari sekolah kebanyakan siswa duduk-duduk dipinggir jalan bahkan terkadang
5
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, Cet. IV, h. 96-99
4
melakukan perkelahian antara pelajar bahkan ada juga antara teman sendiri melakukan keributan, yang sehingga dapat meresakan masyarakat sekitar.
Dalam masalah kasus di atas ini apakah pendidikan yang diberikan dari sekolah itu kurang diterima oleh siswa atau metodenya yang
salah dalam memberikan pembelajaran kepribadian akhlak terhadap siswa atau juga siswanya yang malas dalam belajar atau bisa juga karena faktor
lingkungannya yang mempengaruhinya. Kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala
usaha pembentukan. Jika manusia membiasakan perbuatan jahat, maka ia akan menjadi orang yang jahat. Oleh karena itu akhlak harus diajarkan,
yaitu dengan melatih jiwa kepada pekerjaan, sikap atau tingkah laku yang mulia.
Pentingnya pendidikan itu diberikan sejak dini, orang tua harus dapat membimbing anak sejak kecil kepada hal-hal yang baik dan benar.
Pendidikan akhlak terhadap anak didik akan mempengaruhi dan mewarnai watak, pribadi, pola pikir, sikap dan perilaku serta tutur katanya setelah
dewasa kelak. Bertitik tolak dari latar belakang masalah diatas, maka penulis
tertarik untuk menulis judul tentang “Kontribusi Pendidikan Agama Islam Dalam Membina Perilaku Siswa”.
B. Pembatasam Masalah