Misogi Shuhō Fuj ōharai

kedua pengantin dipersatukan, sake kembali disuguhkan untuk menyatukan kedua keluarga. Bagian akhir dari upacara adalah setelah beberapa nyanyian dilagukan oleh pendeta, ia akan membawa suatu pemberian ranting kecil sakaki yang sudah dihias yang disebut tamagushi ke depan altar. Ini sebagai ucapan terima kasih kepada dewa. Ranting-ranting ini biasanya diberikan pertama kepada kedua pengantin, kemudian nakoodo perantara pernikahanorang yang menjodohkan, dan terakhir kepada kedua pihak keluarga yang biasanya ayah dari kedua pengantin. Pemberian ranting-ranting ini disertai dengan tepukan tangan dan menunduk yang dilakukan oleh semua hadirin. Pada puncak acara dilakukan pertukaran cincin diiringi tepuk tangan. Upacara ditutup oleh pendeta dengan mengucapkan “selamat” untuk mendoakan semua dan mendoakan agar pernikahan yang baru dapat mendirikan rumah tangga yang selaras..

3.6 Misogi Shuhō

禊手法 Penyucian ini dilakukan dengan berdiri di bawah air terjun atau membenamkan tubuh di laut atau sungai. Ritual ini biasanya dilakukan di malam hari atau subuh hari, hanya diterangi oleh kompor arang atau kayu bakar. Para peserta dipimpin oleh seseorang yang disebut michihiko. Peserta wanita memakai kimono putih dan ikat kepala hachimaki, sedangkan yang pria memakai kain sepinggang fundoshi dan ikat kepala. Sebelum menjalani misogi, para peserta menjalani praktek persiapan penyucian. Mereka mulai “menggoncangkan jiwa” dengan menggerakkan tangan mereka di depan perut untuk mengetahui kehadiran jiwa didalamnya. Lalu mereka Universitas Sumatera Utara memulai pemanasan dengan menggerakkan badanbersenam. Sambil mengikuti pemimpinnya, mereka meneriakkan doa untuk menggerakkan jiwa, menguatkan tenaga untuk menyadari jiwa miliknya, dan mempersatukan orang-orang dengan kami. Sebelum masuk ke air terjun para peserta meningkatkan metabolisme mereka dan menyerap ki 気 sebanyak mungkin dengan bentuk pernapasan yang dalam. Si pemimpin melakukan sejumlah gerak-gerik termasuk menuangkan sake kedalam air terjun dan menaburkan garam kedalamnya dan ke semua peserta. Lalu pemimpin menghitung sampai sembilan dan membelah udara sambil meneriakkan kata “yei” untuk menghalau kekotoran. Si pemimpin masuk ke air terjun terlebih dahulu yang kemudian diikuti satu persatu. Mereka terus-menerus menyanyikan kalimat Harae-tamae-Kiyome-tamae-ro-kon- shō-jo di bawah air terjun sampai si pemimpin memberi isyarat untuk keluar. Kalimat tersebut memohon kami untuk membersihkan kekotorandosa dari enam unsur manusia yaitu lima panca indera dan pikiran. Upacara misogi shuhō sudah berakhir, dan dipercaya semua peserta dalam kondisi suci kembali

3.7 Fuj ōharai

不浄祓い . Dalam ajaran Shinto beranggapan kegare adalah kurofuj ō 黒不浄 dan akafujō 赤不浄 . Kurofujō 黒不浄 adalah kotor yang dikarenakan kematian. Dewasa ini, apabila ada anggota sebuah keluarga meninggal, maka di depan pintu rumahnya ditempeli tulisan yang berbunyi kichū 忌中 . Tulisan ini menunjukkan bahwa anggota keluarga yang berada dalam rumah tersebut sedang berkabung. Pada masa berkabung ini, keluarga melakukan imi dan melakukan bermacam- Universitas Sumatera Utara macam larangan. Untuk sementara waktu mereka mengucilkan diri dari masyarakat. Apabila salah satu anggota keluarga pergi ke sawah maka tanaman di sawah akan layu atau mati begitu saja. Bila ia pergi ke peternakan ulat sutera, ulat sutera itu pun akan mati. Api yang berada di rumah orang yang meninggal, juga dibenci dan ditakuti oleh para pelayat, sehingga apabila ada yang menyantap makanan yang direbus dengan api tersebut, maka orang tersebut akan terkena tabu duka. Oleh karena itu, para pelayat ke rumah duka tidak akan makan atau minum bahkan merokok dari api di rumah tersebut. Biasanya masa berkabung ini berlangsung selama 49 hari, setelah berakhir kondisi kekotoran mereka berkurang dan mereka dapat kembali ke kehidupan semula. Untuk mengembalikan kondisi yang benar-benar suci, maka biasanya keluarga almarhum melakukan upacara misogi. Akafujō berasal dari kata aka 赤 berarti merah dan fujō 不浄 berarti kotor. Wanita yang sedang menstruasi dan yang baru selesai melahirkan dianggap berada dalam kondisi kotor, karena itu mereka wajib melakukan penyucian berbentuk imi larangan. Sama dengan keluarga yang sedang berkabung, wanita yang melahirkan atau menstruasi dipisahkan dari pergaulan dengan tinggal di gubuk kecil atau di dalam rumahnya. Bermacam-macam nama untuk sebutan gubuk kecil seperti ubuya 産屋 atau taya berdasarkan daerah. Ini berlangsung selama delapan atau sembilan hari dalam kasus menstruasi dan selama sekitar 50 hari dalam kasus melahirkan, mereka tidak diijinkan keluar. Dan lagi selama 75 hari setelah melahirkan tidak ada wanita yang diijinkan mendaki gunung. Setelah masa imi berakhir, barulah mereka dapat kembali masuk ke masyarakat. Universitas Sumatera Utara

3.8 Hatsumiyamairi