Nagoshi no Ōharai Harae (Upacara Penyucian) Dalam Shinto Di Jepang

3.9 Nagoshi no Ōharai

夏越の大祓い Di tanggal 30 juni nagoshi no ōharai dilangsungkan yang juga merupakan bagian perputaran aktivitas tiap tahun yang mengisi kehidupan para pendeta di kuil Shinto. Di Jepang perputaran ini memberikan kehidupan dalam konteks musiman karena nag oshi no ōharai jatuh diantara musim menanam dan menuai padi. Nagoshi no ōharai adalah ritual penyucian berskala besar karena diikuti oleh ribuan orang yang termasuk berjalan melintasi sebuah lingkaran besar yang sakral yang disebut chinowa yang terbuat dari alang-alang yang disimpul dengan tidak terlalu kuat, dibangun di depan honden kuil utama. Berikut ini nagoshi no ōharai yang biasa dilakukan oleh kuil Tsubaki dipimpin oleh Gūji 宮司 Di sepanjang jalan dari torii menuju honden tergantung tali terikat dengan pita-pita dari kertas putih yang disebut gohei, menandakan batas daerah sakral. Gohei dibuat dalam ukuran yang berbeda oleh pendeta-pendeta Shinto dan juga dianggap sakral. Ritual nagoshi no ōharai dimulai di honden dengan doa dan penyucian tradisional ōharai. Sepanjang ritual penyucian, pendeta-pendeta Shinto menjatuhkan kirinusa potongan-potongan kecil kain dan tali sakral ke atas semua penyembah yang ada di honden. Beberapa pendeta kemudian keluar dari honden dan melewati kerumunan yang berbaris di jalan, melemparkan kirinusa ke atas mereka. Setelah ōharai no kotoba dibacakan, Gūji kepala pendeta selanjutnya memimpin pendeta-pendeta lainnya yang membawa kotak berisi boneka-boneka kertas melewati chinowa sebanyak tiga kali. Para penyembah mengikutinya di belakang kayafune perahu dari alang-alang yang dibawa oleh negi pendeta senior. Mereka tahu kebiasaan di dalam ritual ini adalah tradisi Universitas Sumatera Utara tahunan yang berlanjut dari generasi ke generasi, menanti dengan sabar kesempatan mereka berjalan melewati chinowa. Boneka-boneka kertas yang di dalam kotak datang dari mereka yang telah mengunjungi kuil Tsubaki selama enam bulan belakangan dengan doa-doa khusus, kekotoran, ketidakbersihan, yang disebut tsumi. Setiap boneka kertas berisi nama orang, tanggal lahir, dan perangko pribadi. Orang Jepang memakai perangko di kehidupan sehari-hari mengidentifikasikan pekerjaan tulis menulis dan rekening. Disaat kita menerima atau membayar sesuatu, kita mendapatkan perangko dari orang yang memprosesnya, menegaskan bahwa kita sudah melihat dokumen. Boneka-boneka kertas ini simbol tsumi seseorang dan telah disucikan di kuil Tsubaki sebelum dibawa oleh pendeta Shinto melewati chinowa dan ke tepi sungai. Setelah selesai dari chinowa, para pendeta beserta rombongan menuju ke sebuah sungai dekat kuil. Di sekitar tepi sungai sudah tergantung tali dengan gohei menandakan daerah sakral. Lalu gūji menebarkan garam dan sake ke dalam sungai yang sakral sambil membawakan doa-doa dengan maksud menyucikan sungai. Kemudian para pendeta meminum sake dan garam dari sebuah cangkir dan memercikkannya ke dalam sungai. Setelah itu gūji mempersembahkan sakaki pada dewa. Setelah penyucian di sungai telah dilakukan, para pendeta mengakhiri ritual dengan melempar boneka-boneka kertas ke sungai dan membiarkannya mengapung ke laut, menandakan kelepasan dari kekotoran. Pelemparan boneka- boneka kertas ke sungai adalah akhir dari upacara nagoshi no ōharai. Universitas Sumatera Utara

3.10 Yashiki Oharae