Hatsumiyamairi Harae (Upacara Penyucian) Dalam Shinto Di Jepang

3.8 Hatsumiyamairi

初宮参り Hatsumiyamairi adalah kunjungan pertama seorang bayi ke jinja yang bertujuan memperkenalkan kepada kami dan juga merupakan salah suatu bagian proses penyucian sang bayi setelah dilahirkan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kuil-kuil Shinto sangat memperhatikan kesucian. Darah dari melahirkan membuat sang bayi dan ibunya mendapatkan kecemaran kegare. Dalam kasus si bayi, periode kekotorannya berakhir setelah kurang lebih 30 hari, disaat itulah waktu yang diputuskan dilakukan hatsumiyamairi. Karena kekotoran si ibu belum berakhir maka tidak diperbolehkan masuk ke kuil untuk ikut upacara dan orang lain yang memiliki hubungan saudara yang harus membawa sang bayi menggantikan ibunya biasanya sang nenek si bayi yang menggantikan. Biasanya keluarga inti dan keluarga besar ikut terlibat di upacara ini. Ketika seluruh keluarga masuk ke kuil, seorang pendeta memukul taiko sebagai tanda kehadiran keluarga bagi kami, dan seluruh keluarga menunduk sebagai tanda menghormati kami. Di dalam kuil sudah disiapkan tempat duduk, si bayi menempati posisi tengah barisan depan, disertai keluarga dari sang ayah dan ibu di sisi kanan dan kiri. Kemudian pendeta Shinto yang memimpin upacara pertama kali mengucapkan selamat kepada keluarga atas kelahiran si bayi. Upacara dimulai dengan harae upacara penyucian. Pendeta Shinto berlutut di depan onusa dan membawakan doa-doa penyucian yang sederhana. Onusa adalah sebuah ranting kecil pohon sakaki yang ditempeli potongan kertas atau kain, yang dulunya sebuah persembahan, dipakai untuk melambangkan kedewaan dan mewakili potensi ketuhanan, jadi pengaruh-pengaruh jahat dicegah dengan mengayunkannya. Setelah itu dia mengambil onusa, berdiri, dan menuju ke Universitas Sumatera Utara belakang kuil dimana ia melambaikan untuk menyucikan tempat upacara dilangsungkan. Kemudian ia datang ke depan, seluruh keluarga menundukkan kepala di saat si pendeta melambaikan onusa dengan maksud menyucikan mereka. Upacara berlanjut dengan sebuah norito yang dipersembahkan dalam bahasa Jepang kuno. Ketika dimulai pembacaan norito, si pendeta menggoncangkan sebuah tongkat dengan lonceng-lonceng kecil diatasnya dengan maksud mendapatkan perhatian kami, lalu memperkenalkan seluruh keluarga. Yang pertama nama orang tua si bayi termasuk si ibu bayi tersebut yang tidak dapat ikut berserta alamat tempat tinggal, dan kemudian nama si bayi. Isi dari norito adalah meminta keberuntungan, memohon supaya si bayi tumbuh sehat, dan supaya besar nanti menjadi anak yang patuh pada orang tua terutama kepada kami. Sesudah norito, seluruh keluarga mempersembahkan persembahan tamagushi. Setiap anggota keluarga meletakkan tamagushi di atas altar. Setelah meletakkan, harus diikuti dengan menunduk dua kali, menepuk tangan dua kali, menunduk sekali, dan kembali ke tempat duduk. Di akhir upacara pihak keluarga menerima osagari, dan sang pendeta Shinto memukul kembali taiko sebagai tanda berakhirnya upacara hatsumiyamairi. Osagari adalah sebotol sake, sebungkus katsuo bushi ikan bonito yang dikeringkan atau simbol makanan yang lazim untuk kami, sebungkus sapu tangan sebagai hadiah, dan ofuda jimat. Selain itu masing-masing anggota keluarga menerima petunjuk halaman buku dari hakone sebagai hadiah dari keluarga kuil. Universitas Sumatera Utara

3.9 Nagoshi no Ōharai