BAB III HARAE UPACARA PENYUCIAN
DALAM SHINTO DI JEPANG
Di Jepang upacara penyucian mendahului semua peristiwa yang penting, misalnya jika sebuah bangunan baru ingin dibangun maka sebuah upacara yang
disebut jichinsai diadakan. Tujuan upacara harae ini adalah untuk menenangkan kami tanah yang mungkin terganggu dan menyucikan tempat dimana konstruksi
dikerjakan. Demikian juga sebuah pesawat baru disucikan sebelum pesawat tersebut melakukan penerbangan pertama. Ada juga permintaan harae dari orang-
orang yang memiliki kendaraan yang berharap keselamatan selama perjalanan. Berikut ini akan dibahas upacara-upacara harae yang dilaksanakan dengan
berbagai tujuan.
3.1 Jichinsai Barai
地鎮祭祓い Memiliki rumah sendiri adalah sebuah impian dan cita-cita yang dimiliki
oleh sejumlah besar mayoritas penduduk Jepang. Dengan langkanya tempat kosong di negara kepulauan ini, harga tanah sangat tinggi bahkan juga bila
dibandingkan dengan standar Eropa dan Amerika, makin banyak orang yang harus puas memiliki rumah dalam bentuk unit-unit apartemen. Namun hasrat
untuk memiliki sebuah rumah sendiri dengan halaman, berukuran modern, tetap ada. Sebelum membangun rumah, masyarakat Jepang harus melaksanakan ritual
Jichinsai. Upacara Jichinsai adalah ritual Shinto yang diharapkan untuk
menenangkan kami tanah bila saja sebuah bangunan baru atau bangunan lainnya
Universitas Sumatera Utara
didirikan. Jika tanpa melakukan protokol permohonan izin dari kami tanah dipercaya kami akan marah dan bangunan apapun akan ke arah kehancuran.
Tujuan lainnya adalah berdoa agar pembangunan benar-benar berjalan tanpa ada kecelakaan. Bahkan disaat pendirian bangunan-bangunan Jepang di lepas pantai
Misalnya pembangunan pabrik di Cina, Eropa, dan Amerika ritual Jichinsai pasti dilaksanakan. Upacara ini tidak begitu religius, tetapi lebih pada kebudayaan.
Upacara jichinsai melibatkan perwakilan yang tergabung dengan proyek, misalnya pemilik rumah dan arsitek jika proyeknya rumah; pemilik saham,
perusahaan konstruktor, dan perwakilan masyarakat untuk proyek-proyek besar seperti pembangunan bandara. Jichinsai terdiri atas dua bagian utama. Yang
pertama adalah kouten, artinya memanggil kami. Setelah menghormati kami, bagian yang kedua adalah shouten, artinya mengembalikan kami. Jichinsai
dipimpin oleh kannushi. Sepanjang jaman Edo, tugas ini dijalankan oleh tukang kayu.
Sebelum Jichinsai dimulai, ranting-ranting kecil bambu dengan kertas simbolis yang melekat ditempatkan di setiap sudut bangunan. Kemudian sebuah
tenda kecil dari kain yang bergaris putih dan merah didirikan dikelilingi oleh tali suci shimenawa. Secabang sakaki kecil diletakkan di atas altar. Upacara
jichinsai barai dimulai, kannushi memulai dengan melakukan harai. Kannushi menyucikan altar dengan haraigushi, kemudian menyucikan tiga benda yang
terbuat dari kayu sebagai simbol alat tukang yaitu sabit besar, beliung, dan sekop, dan yang terakhir ke semua yang hadir dengan maksud menghilangkan kekotoran
sehingga dapat berkomunikasi dengan kami.
Universitas Sumatera Utara
Kannushi lalu memberikan isyarat kepada perwakilan untuk mengikutinya berjalan ke setiap sudut bangunan untuk penyucian dengan air dan kertas persegi
yang kecil-kecil. Lalu sampailah kepada persembahan berupa ranting kecil sakaki yang disebut tamagushi. Satu persatu diberikan tamagushi untuk diletakkan diatas
altar. Setelah melakukan hal tersebut, setiap orang menunduk dua kali, bertepuk tangan dua kali, dan yang terakhir menunduk sekali lagi yang merupakan cara
khusus mengambil perhatian dan menghormati kami. Selanjutnya dilakukan ritual pencangkulan tanah. Di gundukan tanah di
luar daerah suci, kannushi meletakkan jimat. Pemilik bangunan lalu mengambil bagian dalam ritual, menganggap dirinya mencangkul tiga kali sambil berteriak
“ei-ei-ei”. Ini diulangi oleh si arsitek dan tukang bangunan. Akhir dari ritual jichinsai, sake ditawarkan kepada semua yang hadir, dan waktunya mengirim
kembali kami. Jimat dibawa oleh si arsitek yang akan ditempatkan di dalam dasar bangunan. Kannushi kemudian mengumumkan bahwa upacara telah selesai.
Bambu dan tali yang menandai tempat yang suci akan tetap ada sampai pembangunan dimulai.
3.2 Yakubarai