19
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG
‘IDDAH
A. Konsep ‘Iddah dalam Fikih
1. Pengertian ‘Iddah
Secara bahasa „iddah merupakan salah satu kosa kata dari bahasa
arab dalam bentuk mashdar sima‟i yaitu „iddah
1
, Éàع artinya hitungan,
sejumlah. Berasal dari kata àعĩ àع yang berarti menghitung, semakna
dengan kata ĦصÙأ dan ÆسÙ. ÉأäĚĕà Éàع berarti „iddah seorang perempuan
yang bercerai atau ditinggal mati suaminya.
2
Alasan pemakaian istilah „iddah yaitu karena setiap „iddah
mengandung hitungan, baik berdasarkan hitungan quru‟ atau hitungan
bulan.
3
Dalam bahasa Indonesia kata „iddah telah menjadi kata serapan
menjadi idah dan didefenisikan denga masa tunggu atau masa dimana belum diperbolehkan menikah bagi wanita yang berpisah dengan suami
baik karena ditalak maupun bercerai mati.
4
Sedangkan dalam KHI selain kata
„iddah juga digunakan istilah “waktu tunggu”.
5
Sedangkan pengertian „iddah menurut istilah, terdapat beragam
defenisi dari ulama fikih tapi masih dengan eksistensi yang sama,
1
Abdurrahman al Jaziri, Al Fiqh „ala al Mazahib al Arba‟ah, Dar al Irsyad, tth, Jilid. 4,
h. 461.
2
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al Munawir Arab Indonesia, Cet. XIV, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997, h .903, Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer
Arab-Indonesia, Cet. 8, Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1998, h. 1275.
3
Wahbah al Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Damaskus : Dar al-Fikr, Jilid. 9, h. 589. lihat juga Syihab al Din al Qalyubi, Hasyiyah Syarah Minhaj ath Thalibin, h.40.
4
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008, h. 516.
5
Pasal 153 KHI.
20
diantaranya, pengertian „iddah menurut Syekh Wahbah al Zuhaili, „iddah
merupakan masa penantian bagi seorang perempuan untuk memastikan keadaan rahimnya dalam keadaan kosong dari kandungan, atau dengan
tujuan ta‟abbudi,
6
atau sebagai bentuk ungkapan kesedihan istri atas
perpisahannya dengan suami.
7
Menurut mazhab Hanafiyah, „iddah adalah masa yang ditentukan
oleh syari‟
8
untuk menghilangkan jejak pernikahan atau firasy.
9
Menurut mazhab Malikiyah, „iddah adalah masa larangan untuk
menikah bagi perempuan pasca ditalak, wafatnya suami, atau terjadi faskh pernikahan.
10
Menurut mazhab Hanabilah, „iddah adalah masa tunggu bagi
perempuan yang ditentukan oleh syara‟.
11
Abu Zahrah mendefenisikan „iddah sebagai masa yang ditentukan
oleh syari‟ untuk menghilangkan jejak pernikahan, apabila terjadi
6
Ta‟abbudi atau ta‟abbudiyah merupakan sesuatu yang tidak bisa dinalar dengan akal atau tidak diketahui hikmahnya secara logika, melakukan hanya sebagai ketundukan hamba
kepada Tuhannya. Lihat, Abu Bakr bin Muhammad al Dimyati, I‟anah al Thalibin, Beirut: Dar al
Fikr, tth, Jilid. 4, h.37, Abu Bakr bin Muhammad al Dimyati menjelaskan dalam pembahasan „iddah bahwa ta‟abbudi merupakan „illat hukum „iddah yang kedua setelah bara atu al rahim.
7
Wahbah al Zuhaili, Al Fiqh al Islami wa Adillatuhu, Jilid.9, h. 7166, seperti pengertian „iddah menurut Syafi‟iyah, lihat, Abdurrahman al Jaziri, Al Fiqh „ala al Mazahib al Arba‟ah, Jilid.
4, h .465.
8
Syari‟ atau yang membuat syariat dikenal juga dengan istilah Hakim atau pembuat hukum, yaitu Allah Swt. baik suatu hukum diketahui dengan perantara wahyu atau dengan jalan
ijtihad. Sehingga hukum didefenisikan sebagai khitab atau ketetapan Allah Swt. lihat Wahbah al Zuhaili, Al Wajiz fi Ushul Al Fiqh, h. 144.
9
Abdurrahman al Jaziri, Al Fiqh „ala al Mazahib al Arba‟ah, Jilid. 4, h. 457. Kata firasy
menunjukkan bahwa pada masa perbudakan masih terjadi budak perempuan yang digauli oleh tuannya, juga menjalani masa
„iddah.
10
Abdurrahman al Jaziri, Al Fiqh „ala al Mazahib al Arba‟ah, Jilid .4, h .461. Diantara
bentuk fasakh, seperti adanya hubungan sepersusuan antara suami istri, ditemukan aib pada salah satu keduanya, terjadi
li‟an, perpindahan agama atau murtad, dll.
11
Abdurrahman al Jaziri, Al Fiqh „ala al Mazahib al Arba‟ah, Jilid. 4, h. 457. Defenisi ini
tampak lebih ringkas, tanpa menyebutkan „illat hukum baik untuk mengetahui kosongnya rahim
atau selainnya.
21
perceraian antara suami istri, maka wanita tidak langsung terbebas dari akibat hukum pernikahan. Tapi ia menunggu dan tidak boleh menikah
dengan laki-laki lain hingga berakhir masa „iddah yang telah ditentukan
tersebut.
12
Sayuti Thalib dalam bukunya menyebutkan bahwa kata „iddah
dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, dilihat dari segi kemungkinan keutuhan perkawinan yang telah ada, suami dapat rujuk
kepada istrinya. Dengan demikian, kata „iddah dimaksudkan sebagai suatu
istilah hukum yang mempunyai arti tenggang waktu sesudah jatuh talak, dalam waktu dimana suami dapat rujuk kepada istrinya. Kedua, dengan
demikian dilihat dari segi istri, masa „iddah itu akan berarti sebagai suatu
tenggang waktu dalam waktu dimana istri belum dapat melangsungkan pernikahan dengan pihak atau laki-laki lain.
13
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan, bahwa „iddah
adalah jangka waktu tertentu yang ditetapkan syara‟ bagi perempuan pasca putusnya perkawinan. Dan selama periode tersebut perempuan terikat
hukum, berupa larangan-larangan ataupun hak-hak.
2. Dasar Hukum ‘Iddah