326
baik yang mewakili semua materi yang hendak diukur. Sedangkan tingkat reliabilitas yang digunakan menggunakan
bentuk Ekivalensi, yaitu dibuat identik dengan tes yang mempunyai karakteristik yang sama yaitu variabel yang sama, jumlah item
sama, struktur sama, mempunyai tingkat kesulitan dan mempunyai petunjuk, cara penskoran, dan interpretasi yang sama Sukardi 2008.
Berdasarkan uji taraf kesukaran, diperoleh bahwa jenis soal terkategorikan sedang yaitu berada dalam indeks 0,30 sampai 0,70.
Soal dapat dikatakan sebagai soal yang baik karena cirinya soal yang baik adalah tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah. Sehingga soal
yang dikerjakan oleh mahasiswa bisa merangsang mahasiswa untuk mempertinggi kemampuannya. Sedangkan berdasarkan analisis
pembeda diperoleh data bahwa soal-soal yang diujikan terkategorikan Baik good sehingga sanggup melihat soal yang bisa dikerjakan oleh
mahasiswa yang tergolong tinggi dengan mahasiswa yang tergolong kurang prestasinya.
Hasil Penelitian Instrumen Tes 1. Hasil postest UTS dan postest UAS siswa kelas kontrol dan
eksperimen
2. Perbedaan Mean Hasil Belajar Kelas Kontrol dan Eksperimen
Tabel 2. Perbandingan Mean Hasil Belajar Kelas Kontrol dan Eksperimen
Kelas Kontrol
Eksperimen Perbedaan Hasil
UTS 69,625
81.9375 12.31
327
UAS 69.2500
78.9583 9.71
Pengujian Persyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis 1. Uji Normalitas
Hasil Postest UTS dan UAS kelas eksperimen dan kelas kontrol Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Postest UTS Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol
Kolmogorov- Smirnov
a
Shapiro-Wilk Keterangan
Statistic df
Sig. Statistic df Sig.
UTS .098
96 .025
.910 96
.000 Tdk Berdistribusi
Normal
Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Posttest UAS Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kolmogorov-Smirnov
a
Shapiro-Wilk Keterangan
Statistic df
Sig. Statistic
df Sig.
UAS .074
96 .200
.980 96
.151 Berdistribusi Normal
2. Uji Homogenitas Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas Posttest UAS
Levene’s Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig.
t df
Sig. 2-tailed
Mean Difference
Std. Error Difference
95 Conidence Interval of the
Difference Lower
Upper
UAS Equal
variances assumed
.486 .487
3.834 94
.000 9.70833
2.53197 4.68105 14.73562
Equal variances
not assumed
3.834 93.148 .000
9.70833 2.53197 4.68045
14.73622 Keputusan
Data Homogen
3. Uji Hipotesis Posttest UTS
Berdasarkan uji normalitas diperoleh bahwa Data UTS tidak berdistribusi normal dengan demikian analisis berikutnya dengan
menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil perhitungan uji Mann-
328
Whitney adalah :
Tabel 6. Hasil UJI Mann-Whitney U
UTS Mann-Whitney U
664.000 Wilcoxon W
1840.000 Z
-3.580 Asymp. Sig. 2-tailed
.000 Hasil perhitungan uji Mann-Whitney adalah -0,580 dan diperoleh
nilai Asymp sig 2-tailed data UTS = 0,000, maka H0 ditolak artinya rata-rata pemahaman konsep akuntansi mahahasiswa pada kelompok
eksperimen lebih tinggi dari rata-rata pemahaman konsep akuntansi mahahasiswa pada kelompok kontrol.
Tabel 7. Group Statistik Postest UTS
Kelas N
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean UTS
Ekspmn 48
81.9375 11.45278
1.65307 Kontrol
48 68.5000
20.03614 2.89197
Tabel 8. Hasil Uji Independent Samples Test
Levene’s Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig.
t df
Sig. 2-tailed
Mean Difference
Std. Error Difference
95 Conidence Interval of the
Difference Lower
Upper UTS
Equal variances
assumed 8.729 .004 4.034
94 .000
13.43750 3.33108 6.82356 20.05144
Equal variances
not assumed 4.034 74.750
.000 13.43750
3.33108 6.80128 20.07372
Posttest UAS
Berdasarkan uji normalitas, data nilai UAS berdistribusi normal dan homogen, maka langkah selanjutnya adalah menghitung Uji t.
Tabel 9. Group Statistik
Kelas N
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean UAS
Ekspmn 48
78.9583 11.79607
1.70262 Kontrol
48 69.2500
12.98362 1.87402
329
Tabel 10. Hasil Uji Independent Samples Test
Levene’s Test for
Equality of Variances
t-test for Equality of Means F
Sig. t
df Sig.
2-tailed Mean
Difference Std. Error
Difference 95 Conidence
Interval of the Difference
Lower Upper
UAS Equal
variances assumed
.486 .487
3.834 94
.000 9.70833
2.53197 4.68105 14.73562 Equal
variances not assumed
3.834 93.148
.000 9.70833
2.53197 4.68045 14.73622
Dari data diatas diperoleh nilai Sig 0,487 0,05, maka Ho diterima. Jadi kedua kelompok memiliki varian yang sama. Uji selanjutnya
memakai nilai pada baris yang atas Equal variances assumed yaitu 3,834. Nilai t hitung besar dan nilai Sig 2-tailed 0,000 0,05, maka
Ho ditolak artinya Model Group Investigation berpengaruh terhadap tingkat pemahaman mahasiswa.
Pembahasan
Secara garis besar tahapan penelitian dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu perencanaan, pelaksanan, dan evaluasi. Berikut perincian
kegiatannya :
1.
Tahap perencanaan, langkah-langkah yang dilakukan pada tahap perencanaan antara lain: Penentuan Sampel Penelitian
kelas eksperimen dan kelas kontrol, Penyusunan SAP, Penyusunan Silabus, Penyusunan Instrumen tes tengah
semester, Penyusunan Instrumen tes akhir semester, Lembar Investigasi Mahasiswa.
2.
Tahap pelaksanaan, Langkah-langkah tahap pelaksanaan, meliputi: Melakukan proses perkuliahan model group
investigation untuk kelas eksperimen dan model konvensional
untuk kelas kontrol, dan Memberikan tes. Untuk kelas eksperimen,
Mahasiswa ditugaskan secara langsung ke perusahaan baik perusahaan jasa maupun perusahaan dagang dengan
membentuk kelompok kecil yaitu 4-5 orang. Masing-masing kelompok mencari salah satu perusahaan jasa dan dagang
dengan aktivitas yang berbeda, misalnya perusahaan jasa dengan aktivitas salon, bengkel, laundry, wash car, dll.
Kemudian mencari data aktual berdasarkan materi dari
330
masing-masing pertemuan, yang kemudian dipresentasikan hasil temuan disandingkan dengan teoritis yang dipelajari
dikelas. Sesion tanya jawab dilakukan setiap kelompok dan diluruskan jawabannya oleh dosen. Jika mahasiswa
sudah paham tentang teori yang dipresentasikan tadi, maka dosen memberikan latihan soal yang berkaitan dengan
soal yang diperoleh dari temuan di lapangan perusahaan yang dikerjakan dikelas. Kemudian dibahas bersama dan
disimpulkan. Untuk memperkuat pemahaman mahasiswa, dosen memberikan beberapa contoh soal yang ada di
beberapa buku sumber dengan tipe soal yang berbeda. Setiap pertemuan membahas materi yang berbeda. Sehingga
akhir pembelajaran, mahasiswa mampu menyusun laporan keuangan suatu perusahaan didasarkan pada pengalaman
dan pemahaman penyusunan laporan keuangan meskipun aktivitas perusahaan tersebut berbeda tetapi masih dalam satu
jenis perusahaan yang sama baik perusahaan jasa maupun perusahaan dagang.
Untuk kelas kontrol, Dosen menjelaskan materi berdasarkan pada rujukan beberapa
buku sumber. Setelah itu, mahasiswa diberikan kesempatan untuk bertanya berkaitan dengan materi yang disampaikan.
Baru diberikan latihan soal berkenaan dengan materi yang ada dalam buku sumber tersebut. Kemudian dosen dan mahasiswa
membahas bersama latihan yang dikerjakan tadi, yang akhirnya menyimpulkan materi dari setiap pertemuan. Untuk
memantapkan kemampuan mahasiswa, dosen memberikan tugas yang harus dikerjakan oleh mahasiswa di rumah. Dari
hasil proses pembelajaran seperti itu, diharapkan mahasiswa mampu menyusun laporan keuangan perusahaan jasa dan
dagang didasarkan pada latihan-latihan serta tugas yang dikerjakan baik secara individu maupun secara berkelompok.
3.
Tahap penyelesaian, Langkah-langkah tahap penyelesaian, meliputi: Pengumpulan dan penyusunan data nilai
pemahaman konsep akuntansi mahasiswa UTS dan UAS, pengumpulan Laporan hasil Investigasi Mahasiswa tentang
laporan keuangan, Analisis Data, diseminasi atau seminar terbatas dengan tim dosen dan teakhir adalah laporan
penelitian.
Berdasarkan data hasil posttest diketahui bahwa nilai UTS tidak berdistribusi normal dan nilai UAS berdistribusi normal dan homogen.
Nilai rata-rata posttest nilai UTS kelas eksperimen sebesar 81,9375
331
sedangkan kelas kontrol sebesar 69,625. Dan Nilai rata-rata posttest nilai UAS kelas eksperimen sebesar 78,9583 sedangkan kelas kontrol
sebesar 69,25. Hal ini menunjukkan bahwa kelas eksperimen dengan menggunakan model group investigation lebih baik dari kelas kontrol
yang hanya menggunakan metode konvensional.
Berdasarkan perhitungan pengujian hipotesis dengan uji perbedaan Uji-t, diketahui bahwa nilai t pada kelas eksperimen
sebesar 19.91 dan pada kelas kontrol 7.75 nilai ini lebih tinggi dari t
tabel
pada taraf signiikan 0.05 yaitu 2.026. Maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol Ho ditolak dan hipotesis penelitian H
1
diterima. Hal ini diperkuat melalui data observasi yang dilakukan pada
kelas eksperimen. Berdasarkan hasil obervasi, disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan modul group investigation
lebih memudahkan siswa dalam memahami konsep-konsep dalam akuntansi dengan begitu siswa tidak merasa bosan selama proses
pembelajaran berlangsung, karena mereka dapat menggali teori dalam aplikasi dilapangan secara langsung. Mahasiswa menjadi lebih
aktif dan percaya diri dalam mengungkapkan temuan-temuan mereka selama observasi dalam ruang diskusi.
Sementara berdasarkan hasil analisis angket, respon mahasiswa setelah belajar dengan menggunakan model group investigation
adalah sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan penguasaan konsep mahasiswa yang dapat dilihat dari hasil belajar
akuntansi dan keaktifan mahasiswa di kelas pada saat proses pembelajaran baik dalam hal menjawab pertanyaan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa penerapan model group investigation secara efektif dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang mata kuliah
pengantar akuntansi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis sejalan dengan hasil penelitian yang telah dikemukakan oleh beberapa
peneliti yang memiliki keterkaitan tentang group investigation yaitu penelitian yang dilakukan oleh Syamsuri, Istikomah, Lina, Yuliani,
Dwi, Diah, Lailadan Umar.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data di Bab IV, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan pemahaman mahasiswa tentang
penyusunan laporan keuangan pada mata kuliah pengantar akuntansi setelah pembelajaran dengan menggunakan group investigation
dibandingkan dengan yang tidak menggunakan metode. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan nilai rata-rata baik nilai UTS maupun
nilai UAS kelas eksperimen lebih besar dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu sebesar 81,9375 UTS kelas ekperimen 69,625 UTS
kelas kontrol, dan 69,25 UAS kelas ekperimen 78,9583 UTS kelas kontrol. Perbedaan hasilnya yaitu 12,31 untuk nilai UTS dan 9,71
332
untuk nilai UAS. Selain itu, pemahaman konsep pengantar akuntansi mahasiswa
yang pembelajarannya dengan menggunakan model group investigation
lebih tinggi daripada pemahaman konsep pengantar akuntansi mahasiswa yang proses pembelajarannya menggunakan
cara konvensional yaitu ceramah, latihan dan tugas. Hal ini dibuktikan melalui hasil uji t sebesar 3,834 dengan nilai sig 2-tailed 0,000 α
0,05, sehingga bisa disimpulkan bahwa H0 ditolak artinya Model Group Investigation berpengaruh terhadap tingkat pemahaman
mahasiswa.
Daftar Pustaka
Anne Campbell Lin Norton. Learning, Teaching and Assessing in Higher Education Developing Relective Practice. British : Learning
Matters Ltd. 2007 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,
Jakarta: Rineka Cipta, 2006. Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif Kualitatif,
Jakarta: Raja Graindo Persada, 2008. Fathurrohman, Pupuh, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Reika
Aditama, 2009. George Madeleine. Effective Teaching in higher education. London and
New York : Methuen Co.Ltd. 2002. Heather Fry, Steve, and Stephanie. Teaching ang Learning in higher
education enhancing academic practice, third Edition . New York
and London : Routledger. 2009 Horngren, Harrison, Akuntansi, Jilid Satu Edisi ketujuh. Jakarta :
Erlangga. 2007 Hakim, Lukmanul, Perencanaan Pembelajaran, Bandung: CV. Wacana
Prima, 2009 Ikatan Akuntansi Indonesia. Standar Akuntansi Keuangan, Edisi
terbaru. Salemba Empat. 2006 I Wayan Santyasa. Model-model Pembelajaran Inovatif. Artikel
Disajikan dalam pelatihan tentang Penelitian Tindakan Kelas bagi Guru-Guru SMP dan SMA di Nusa Penida, tanggal
29 Juni s.d 1 Juli 2007. http:ile.upi.eduDirektoriFIP
JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH194704171973032-MULIATI_ PURWASASMITAMODEL_MODEL_PEMBELAJARAN.pdf.
Tanggal 3 Maret 2015 .
Jerry J. Weygandt, Donald E. Kieso and Paul D. Kimmel. Accounting
333
Principle , 6 th Edition, John Wiley Sons, Inc., New York. 2003
Kadir, Statistika untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: Rose Mata Sampurna, 2010
Lena Nuryanti. 99 Model Pembelajaran. Bandung : Alfabeta. 2009 Rita Eni Indah N. Siklus Akuntansi. Yogyakarta : Kanisius. 2001
Rudianto. Pengantar Akuntansi. Jakarta : Erlangga. 2012 Suwardjono. Akuntansi Pengantar. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta.
2003 Sony Irene. Akuntansi Pengantar 1, Adaptasi IFRS. Yogyakarta : AB
Publisher. 2011 Susan Irawati. Akuntansi Dasar 1 2. Bandung : Balai Pustaka. 2008
Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik, Bandung: Nusa Media, 2008.
Subana dan Sudrajat, M., Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Bandung: Pustaka Setia, 2005.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R D, Bandung: Alfabeta, 2008, cet ke 5,
Warren, Duchac, Reeve. Pengantar Akuntansi, Buku 1. Jakarta : Salemba Empat. 2010
334
PROFIL PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS KOMPUTER
UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN SISWA SMA
Diah Mulhayatiah
Program Studi Pendidikan Fisika FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia
Email : diahmisgmail.com
Abstrak :Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan hasil kemampuan pengetahuan dengan respon siswa terhadap
pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran berbasis komputer. Metode penelitiannya adalah dengan kuasi
eksperimen Penelitian ini dilaksanakan dengan populasi siswa SMA di Jawa Barat dan Banten. Hasil pengetahuan siswa yang
diukur adalah kemampuan belajar siswa yang diukur melalui tes. Respon siswa terhadap media pembelajaran adalah dengan
menggunakan angket. Media pembelajaran yang diterapkan adalah berupa virtual laboratory, zooming presentation dan media
pembelaran berbasis web. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa penggunaan media pembelajaran ini mampu meningkatkan
hasil pengetahuan siswa secara signiikan dengan nilai rata-rata kemampuan siswa berada pada kriteria sedang dan tinggi dan
memiliki kesinkronan dengan respon siswa yang secara rata- rata menyukai pembelajaran isika karena menggunakan media
yang berbasis pada komputer.
Kata Kunci: Media Pembelajaran Fisika Berbasis Komputer, Kemampuan Pengetahuan
Pendahuluan
Keterampilan yang dimiliki siswa sangat diperlukan untuk memahami dan menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan
dunia nyata khususnya dalam pembelajaran isika. Pemahaman konsep yang dimiliki siswa dapat dijadikan kunci untuk menyelesaikan
persoalan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan dasar untuk pembelajaran pada jenjang pendidikan selanjutnya. Mengacu pada
uraian tersebut, pembelajaran yang dilakukan hendaknya merupakan
335
proses belajar yang dibangun oleh guru untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa terhadap materi isika. Selain itu, dari
proses belajar dan pembelajaran juga diharapkan siswa mampu mengaplikasikan konsep yang telah diterima ke dalam kehidupannya.
Mata pelajaran isika adalah salah satu mata pelajaran yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif
dengan menggunakan matematika, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikappercaya diri. Akan tetapi proses
belajar yang seakan monoton dan kurang kreatifnya para pendidik dalam menggunakan media belajar membuat peserta didik kesulitan
dalam memahami materi isika. Sehingga timbul anggapan bahwa isika itu tidak menarik dan cenderung membosankan. Jika anggapan
tersebut sudah melekat pada diri siswa maka akan timbul sikap malas untuk belajar isika yang nantinya akan mengakibatkan tingkat
pemahaman konsep siswa tersebut semakin rendah. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada siswa,
sebagian siswa tidak menyukai pelajaran isika karena menurut mereka isika itu konsepnya sangat sulit dipahami, materinya terlalu banyak,
terlalu banyak rumus yang bersifat kompleks, sehingga menyebabkan kurang termotivasinya mereka dalam mempelajari pelajaran isika
sehingga pemahaman konsepnya pun rendah serta hasil belajarnya pun ikut rendah.
Demi tercapainya suatu peningkatan pada pemahaman konsep siswa, sistem pendidikan yang semakin maju serta didukung oleh
perkembangan teknologi sangat memberi kontribusi pada proses pembelajaran dalam beberapa tahun terakhir ini. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses
pembelajaran. Dari sekian faktor penunjang keberhasilan proses pembelajaran, salah satunya yaitu pemanfaatan perkembangan
teknologi sebagai media pembelajaran. Media merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan pembelajaran. Dengan
adanya media yang menarik dan menyenangkan akan merangsang minat dan motivasi siswa untuk belajar. Media pembelajaran yang
digunakan adalah virtual lab, zooming presentation, dan media pembelajaran berbasis blog weblog. Media pembelajaran berbasis
blog weblog banyak digunakan oleh beberapa peneliti diantaranya Kristiyanti 2011: 44 yang menyimpulkan bahwa blog sangat
bermanfaat bagi dunia pendidikan dan dapat menjadi alternatif media pembelajaran, selain mudah diakses blog juga dapat memotivasi siswa
dalam belajar.
336
Virtual Laboratory
Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim pesan guru kepada penerima pesan siswa. Kata media berasal dari bahasa
latin,yaitu medium yang berarti perantara atau sesuatu yang dipakai untuk menghantarkan, menyampaikan atau membawa sesuatu. Kata
medium dalam American Heritage Electronic Dictionary 1991 diartikan
sebagai alat untuk mendistribusikan dan mempresentasikan informasi. Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari
kata “ medium” yang secara hariah berarti “perantara” yaitu perantara
sumber pesan dengan penerima pesan. Gagne’ dan Briggs secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang
secara isik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera,
video recorder , ilm, slide gambar bingkai, foto, gambar, graik, televisi,
dan komputer . Anderson membagi media dalam dua kategori, yaitu alat bantu
pembelajaran instructional aids dan media pembelajaran instructional media
. Media pembelajaran adalah media yang memungkinkan terjadinya interaksi antara karya seseorang pengembang mata
pelajaran guru dengan siswa. Adapun yang dimaksud dengan interaksi adalah terjadinya suatu proses belajar pada diri siswa pada
saat menggunakan atau memanfaatkan media.
Prezi pada awalnya dikembangkan oleh arsitek Hungaria
bernama Adam Somlai Fischer sebagai alat visualisasi arsitektur. Prezi
juga memiliki keistimewaan pada zooming in dan out, yang dapat digunakan dalam memperlihatkan sajian secara detail. Hal ini
dapat memberikan kesan yang mendalam pada penerima pesan. Prezi adalah sebuah perangkat lunak untuk presentasi berbasis internet.
Selain untuk presentasi, prezi juga dapat digunakan sebagai alat untuk mengeksplorasi dan berbagi ide di atas kanvas virtual.Prezi menjadi
unggul karena program ini menggunakan Zooming User Interface ZUI, yang memungkinkan pengguna prezi untuk memperbesar dan
memperkecil tampilan media presentasi.
Laboratorium virtual atau bisa disebut dengan istilah virtual labs
adalah serangkaian alat-alat laboratorium yang berbentuk perangkat lunak software komputer berbasis multimedia interaktif, yang
dioperasikan dengan komputer dan dapat mensimulasikan kegiatan di laboratorium seakan-akan pengguna berada pada laboratorium
sebenarnya Ariin 2012. Menurut Aryanto 2008 virtual laboratory dimaknakan sebagai sesuatu yang abstrak yang diwakili oleh sebuah
model visual untuk membantu si pemakai user dalam memperoleh data secara simulasi sampai pada membuat suatu hipotesis. Pengertian
lain diungkapkan oleh Babateen 2011 bahwa virtual laboratory
dideinisikan sebagai belajar virtual dan belajar lingkungan yang
337
merangsang real laboratory. Blog adalah cara mudah untuk mengenal kepribadian seorang
blogger. Topik-topik apa yang dia sukai dan tidak dia sukai, apa yang dia pikirkan terhadap link-link yang dia pilih, apa tanggapannya
pada suatu isu. Seluruhnya biasanya tergambar jelas dali blognya. Karena itu blog bersifat sangat personal. Roger Yim, seorang kolumnis
menulis bahwa sebuah blog adalah persilangan antara diary seseorang dan daftar link di internet. Sedang Scott Rosenbreg dalam kolomnya
di majalah online Salon pada May 1999 menyimpulkan bahwa blog berada pada batasan website yang lebih bernyawa daripada sekedar
kumpulan link tapi kurang instrospektif dari sekedar sebuah diary yang disimpan di internet Panjaitan, 2013: 2
Perkembangan lain dari blog yaitu ketika kemudian blog bahkan tidak lagi memuat link-link tapi hanya berupa tulisan tentang apa
yang seorang blogger pikirkan, rasakan, hingga apa yang dia lakukan sehari-hari. Blog juga kemudaian menjadi diary online yang berada
di internet. Satu-satunya hal yang membedakan blog dari diary atau jurnal yang biasa kita miliki adalah bahwa blog dibuat untuk dibaca
orang lain. Para blogger dengan sengaja mendesain blognya dan isinya untuk dinikmati orang lain.
Hasil belajar adalah perubahan perilaku, bertambahnya pengetahuan, dan kemampuan keterampilan yang dimiliki siswa
setelah mengikuti proses belajar mengajar yang diberikan guru sehingga siswa menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya. Dalam
sistem pendidikan nasional, rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan
kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasiikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar terbagi menjadi
tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari enam aspek, yaitu: 1 Mengingat C1 ; 2 Memahami C2 ; 3 Mengaplikasikan atau Menerapkan C3 ; 4 Menganalisis C4 ; 5
Mengevaluasi C5 ; 6 Menghasilkan karya atau mencipta C6 .
Menurut Mustaji 2012 pengertian berpikir kritis ialah berpikir secara beralasan dan relektif dengan menekankan pembuatan
keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Halpen dalam Achmad 2007 menyatakan bahwa berpikir kritis
adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan
tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran- merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka
memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan
semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi-
338
mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan.
Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju.
Pembahasan
Berdasarkan pembelajaran dengan menggunakan media zooming presentation
diperoleh rekapitulasi data sebagai berikut
Tabel 1. Hasil Pretest dan Posttest Berdasarkan Jenjang Kognitif
No. Jenjang Kog-
nitif Pretest
Posttest Kelas
Eksperi- men
Kelas Kontrol
Kelas Eksperi-
men Kelas
Kontrol
1. Mengingat C
1
27 51
69 65
2. Memahami C
2
38 27
82 79
3. M e n e r a p k a n
C
3
26 29
76 64
4. M e n g a n a l i s i s
C
4
19 25
72 67
Tabel di atas, menunjukkan perentase pretest dan posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan jenjang kognitif. Pada
saat pretest kemampuan kelas eksperimen dalam mengingat C
1
27, memahami C
2
38, menerapkan C
3
26, menganalisis C
4
19, sedangkan pada kelas kontrol kemampuan mengingat C
1
51, memahami C
2
27, menerapkan C
3
29, dan menganalisis C
4
25. Pada saat posttest kemampuan kelas eksperimen dalam mengingat
C
1
adalah 69, memahami C
2
82, menerapkan C
3
76, dan menganalisis C
4
72. Sedangkan pada kelas kontrol, berdasarkan jenjang kognitif dalam mengingat C
1
sebesar 65, memahami C
2
79, menerapkan C
3
64, dan menganalisis C
4
67. Dari data tersebut terlihat peningkatan jenjang kognitif antara pretest dan posttest.
Hasil pretest dan posttest tujuh aspek pemahaman konsep siswa dengan menggunakan pembelajaran dengan berbasis weblog dapat
dilihat sebagai berikut:
339
Tabel 2. Peningkatan Pemahaman Konsep
No Aspek
Pemahaman Konsep Skor Rata-Rata
Interpretasi Pretest
Posttest N-Gain
1 Menjelaskan
1.67 3.78
0.90 Tinggi
2 Menafsirkan
1.22 3.33
0.76 Tinggi
3 Mencontohkan
1.22 2.63
0.51 Sedang
4 Mengklasiikasikan
1.04 3.22
0.74 Tinggi
5 Membandingkan
0.96 3.44
0.82 Tinggi
6 Menyimpulkan
0.74 3.44
0.74 Tinggi
7 Merangkum
0.59 3.15
0.78 Tinggi
Rata-rata 31.46
82.44 0.74
Tinggi
Berdasarkan Tabel di atas dapat dilihat bahwa peningkatan yang paling signiikan terjadi pada indikator menjelaskan dengan N-Gain
0,90 dengan interpretasi Tinggi, dan peningkatan pemahaman yang terendah terjadi pada indikator mencontohkan dengan N-Gain 0,51
dengan interpretasi sedang.. Faktor siswa yang kurang mengetahui kejadian sehari-hari atau peristiwa yang terjadi di sekitar yang
berhubungan dengan materi gerak lurus beraturan menjadi penyebab indikator pemahaman konsep mencontohkan berkategori sedang.
Sedangkan hasil pemahaman konsep dengan mengunakan media virtual laboratorium adalah sebagai berikut
Tabel 3. Nilai Rata-Rata Siswa Tiap Indikator Pemahaman Konsep
No Indikator Pemahaman Konsep
Rata-Rata Kategori
1 Menafsirkan
98.33 Sangat Baik
2 Mencontohkan
76.67 Baik
3 Mengklasiikasi
60.83 Cukup
4 Merangkum
80.83 Baik
5 Menyimpulkan
56.67 Kurang
6 Membandingkan
66.67 Cukup
7 Menjelaskan
95.83 Sangat Baik
Rata- rata
77.53 Baik
340
Deskripsi yang menunjukkan gambaran keterampilan berpikir kritis siswa didapatkan berdasarkan hasil posttest di atas dengan rata-
rata perolehan nilai dalam kateori baik. Interpretasi dari hasil kemampuan siswa pada setiap indikator
keterampilan berpikir kritis terangkum dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4. Nilai Rata-Rata Siswa Tiap Indikator Keterampilan Berpikir Kritis
No Indikator Keterampilan Berpikir Kritis
Rata-Rata Kategori
1 Memberi penjelasan sederhana; kemam-
puan menjelaskan konsep pemuaian ber-
dasarkan fenomena sehari-hari 80.83
Baik
2 Membangun keterampilan dasar; kemam-
puan memberikan alasan pada fenomena
sehari-hari yang berhubungan dengan perubahan wujud zat
75.00 Cukup
3 Menyimpulkan; kemampuan
membuat hasil deduksi melalui percobaan
95.83 Sangat
Baik 4
Memberi penjelasan lanjut; kemampuan memberikan penjelasan mengenai istilah-
istilah yang ada dalam perubahan wujud zat
98.33 Sangat
Baik
5 Mengatur strategi dan taktik 1; kemam-
puan mempertimbangkan alternatif atau pemecahan masalah dalam proses
pemuaian 60.83
Cukup
6 Mengatur strategi dan taktik 2; kemam-
puan mempertimbangkan alternatif atau pemecahan masalah dalam proses peruba-
han suhu 55.83
Kurang Rata-
rata 77.87
Baik Berdasarkan table di atas nilai rata-rata untuk keterampilan
berpikir kritis siswa berada pada kategori baik. Keseluruhan hasil yang diperoleh dari paparan di atas
memperlihatkan peningkatan kemampuan siswa dengan menggunakan media pembelajaran berbasis komputer Hal ini sesuai
dengan Arsyad 2002 media pembelajaran dengan komputer dapat menampilkan dengan baik berbagai simulasi, visualisasi, konsep-
konsep, dan multimedia yang dapat diakses user siswa sesuai
341
dengan yang diinginkan sehingga visualisasi yang bersifat abstrak dapat ditampilkan secara konkret dan dipahami secara mendalam
Rahmasari Rismiati, 2013: 77. Senada dengan paparan di atas Sudjana Rivai 2005: 2 menyebutkan bahwa media pembelajaran
sangat membantu diantaranya adalah: 1 agar pembelajaran lebih menarik perhatian sehingga menumbuhkan motivasi belajar siswa;
2 materi pembelajaran akan lebih mudah dipahami oleh siswa; 3 metode mengajar lebih variatif sehingga dapat mengurangi kebosanan
belajar; 4 siswa lebih aktif dalam melakukan kegiatan belajar
Hasil data angket siswa terkait penggunaan media zooming presentation
adalah sebagai berikut
Tabel 5. Hasil Angket Penggunaan Media Pembelajaran Zooming Presentation
No. Indikator Angket
Kelas Eksperimen Persentase
Kesimpulan
1. Minat belajar siswa terhadap mata
pelajaran isika menggunakan me- dia pembelajaran zooming presenta-
tion 70
Baik 2.
Penjelasan konsep suhu dan kalor pada media pembelajaran zooming
presentation 76
Baik 3.
Pemanfaatan zoom in dan zoom out- pada media pembelajaran zooming
presentation 76
Baik 4.
Tampilan media pembelajaran zooming presentation
82 Baik Sekali
Rata-rata 76
Baik
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan penggunaan media pembelajaran zooming presentation dalam pembelajaran
isika konsep suhu dan kalor memperoleh hasil yang baik. Artinya penerapan media pembelajaran zooming presentation dapat diterima
oleh para siswa. Hasil data angket siswa terkait penggunaan media berbasis weblog
adalah sebagai berikut
342
Tabel 6. Rekapitulasi Penilaian Siswa terhadap Media Blog Weblog
Aspek dan Indikator Skor
Maks Interpretasi
Kemudahan Penggunaan
Blog weblog isika mudah diakses
dan digunakan 91
108 84,26
Sangat Baik Konsep GLB dalam blog weblog
isika lebih mudah dipahami 79
108 73,15
Baik
Tampilan
Desain blog weblog menarik untuk dilihat
81 108
75,00 Baik
Tulisan dalam blog weblog dapat dibaca dengan jelas
85 108
78,70 Baik
Fitur gambar blog weblog
Gambar dalam blog weblog dapat menjelaskan konsep GLB lebih jelas
86 108
79,63 Baik
Blog weblog isika lebih menarik
dari media yang lainnya 79
108 73,15
Baik
Jumlah 501
648 77,31
Baik
Hasil respon siswa pada angket skala sikap terhadap penggunaan media pembelajaran berbasis blog pada materi gerak lurus beraturan
mencapai 77.31 , ini berarti bahwa pembelajaran menggunakan media blog mendapatkan respon positif dari siswa, sehingga media
ini direkomendasikan untuk digunakan pada pembelajaran isika materi gerak lurus beraturan dengan sedikit perbaikan pada metode
pembelajarannya agar pembelajaran semakin efektif.
Penutup
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data tentang penggunaan media pembelajaran berbasis komputer diperoleh
kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat peningkatan hasil belajar, pemahaman konsep, dan
keterampilan berpikir kritis siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran berbasis blog weblog.
2. Respon yang diberikan oleh siswa terkait dengan pembelajaran dengan menggunakan media komputer memberikan respon yang
positif.
343
Daftar Pustaka
Anderson, Lorin W dan David R. Krathwohl. 2010. Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen, terj. Agung
Prihantoro. Yogyakarta: Pustaka Belajar, Aprianto. 2008. Pengaplikasian Virtual Laboratory sebagai Media
Pembelajaran Jarak Jauh. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
Arsyad, Azhar. 2012. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Diamond, Stephanie. 2010. Prezi for Dummies. Kanada: Wiley
Publishing. Kristiyanti, Mariana. 2011. Blog Sebagai Alternatif Media Pembelajaran.
Semarang : Universitas AKI Munir. 2012. Multimedia Konsep dan Aplikasi Dalam Pendidika.
Bandung: Alfabeta. Nizar, Achmad. 2008. Pemanfaatan Blog Sebagai Media Alternatif
Pembelajaran Matematika Bagi Siswa SMP. Jurnal Nasional. Sadiman, Arief S., dkk. 1986. Media Pendidikan: Pengertian,
Pengembagan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Raja Graindo Persada.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan RD. Bandung: ALFABETA, cet. 18.
Sujanem, Rai. 2012. Pengembangan Modul Fisika Kontekstual Interaktif Berbasis Web untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan
Hasil Belajar Fisika Siswa Sma Di Singaraja. Jurnal Nasional. Sutirman. 2013. Media dan Model-Model Pembelajaran Inovatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu Tuysuz, Cengis. 2010. The effect of the Virtual Labooratory on Student’s
Achievement and Attitude in Chemistry . International Online
Journal of Educational Sciences. 38
344
KONSTRUKSI KONSEP SAINS KIMIA DENGAN BAHAN TERBATAS
Murdoyoko
SMA Negeri 28 kabupaten Tangerang Email :
syifanaufalyahoo.co.id
Abstrak
Berawal dari kenyataan bahwa konsep-konsep sains kimia di- peroleh secara induktif yang merupakan generalisasi dari fakta-
fakta empiris. Konsep kimia diperoleh dari teori-teori kecil dan telah berkali-kali diuji sehingga diperoleh teori yang lebih besar
lagi. Dikarenakan banyaknya teori-teori kecil yang menyusun suatu konsep maka permasalahan yang timbul dalam pembe-
lajaran kimia adalah bagaimana seorang siswa memahami kon- sep kimia dan bagi guru adalah bagaimana cara memfasilitasi
pencapaian konsep tersebut. Dikarenakan banyaknya konsep yang harus difasilitasi dan kecenderungan bahan-bahan kimia
yang relatif mahal maka kesan yang diperoleh adalah ‘’mahal’’ nya pelajaran kimia. Menghadapi ini semua diperlukan kreati-
itas seorang guru untuk memodiikasi segala sesuatu yang ada untuk mencapai konsep yang ada. Kreativitas seseorang meru-
pakan interaksi dari kecerdasan, pengetahuan, cara berpikir, kepribadian, motivasi dan lingkungannya. Seorang guru harus
kreatif dalam menghadapi segala keadaan di sekolah. Apabila di sekolah tersedia fasilitas yang terbatas maka dia harus dapat
menciptakan sesuatu yang terbatas tersebut menjadi tak terba- tas.
Kata kunci: Konsep sains kimia, bahan terbatas, prinsip kon- struksi
PENDAHULUAN
Konsep-konsep sains kimia diperoleh secara induktif yang meru- pakan generalisasi dari fakta-fakta empiris. Konsep kimia diperoleh
dari teori-teori kecil dan telah berkali-kali diuji sehingga diperoleh teori yang lebih besar lagi. Dikarenakan banyaknya teori-teori kecil
yang menyusun suatu konsep maka permasalahan yang timbul dalam
345
pembelajaran kimia adalah bagaimana seorang siswa memahami kon- sep kimia dan bagi guru adalah bagaimana cara memfasilitasi penca-
paian konsep tersebut. Banyaknya teori pendukung menyebabkan fasilitas yang diper-
lukan menjadi banyak dan menjadikan pembelajaran kimia menjadi relatif ‘’mahal’’. Mahalnya pembelajaran kimia adalah dalam prak-
tikum disamping alat-alatnya yang mempunyai spesiikasi tersendiri ataupun bahan-bahan yang sekali pakai habis. Hal inilah yang akh-
irnya banyak menjadi alasan beberapa guru kimia untuk mengajar dengan cara-cara konvensional tanpa adanya inovasi. Berbagai alasan
disampaikan oleh seorang guru kimia’’ sekolah kami tidak ada labo- ratorium’’ peralatan di laboratoroum kami tidak lengkap’’ dan ber-
bagai alasan yang lain. Tapi permasalahannya apakah akan berhenti sampai di sini pembelajaran kimia? Apakah tidak ada cara lain untuk
mewujudkan kompetensi kimia yang diharapkan?. Tentu tidak, seb- agai seorang guru harus berinovasi dalam mengajar. Keterbatasan alat
dan bahan dalam belajar bukan menjadi masalah jika seorang guru
dapat mengeluarkan daya kreatiitasnya. Seorang guru harus dapat menggunakan sesuatu yang terbatas limited untuk menghasilkan
suatu pengusaan konsep yang tak terbatas unlimited.
Dari latar belakang yang diuraikan di atas maka permasalahannya adalah : Bagaimana cara menggunakana alat dan bahan yang terbatas
limited sehingga menghasilkan penguasaan konsep yang tak terbatas unlimited?
PEMBAHASAN Prisip konstruksi konsep kimia
Konsep-konsep kimia yang cenderung abstrak akan dapat tersu- sun dalam diri siswa maka dalam mengajar kimia diharapkan melalui
beberapa prinsip sebagai berikut: 1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan siswa.
Untuk mengurangi keabstrakan konsep kimia, maka siswa harus melihat secara langsung kasus – kasus dalam kimia misalnya ter-
jadinya gas, endapan, perubahan warna, perubahan suhu dan lain- lain.
2. Memperlakukan alat dan bahan tersebut sebagai berikut : -
mereaksikan benda atau bahan yang ada -
menunjukkan efek-efek dari perlakuan di atas -
menyadarkan siswa terjadinya efek tersebut - menjelaskan secara rinci konsep yang akan dicapai
3. Memperkenalkan dengan kegiatan yang layak Kegiatan yang layak adalah kegiatan yang tidak asing bagi siswa
346
baik dari segi alat, bahan ataupun kegiatannya. Kegiatan yang di- laksanakan hendaknya familiar dengan kehidupan siswa.
4. Menekankan untuk timbulnya pertanyaan dari perlakuan yang di- laksanakan.
Efek-efek dari perlakuan yang zat-zat diharapkan akan membuat siswa ‘’takjub’’ sehingga menimbulkan rasa ingin bertanya yang
besar.
5. Mengajak siswa untuk saling berinteraksi baik dengan alat, bahan, guru ataupun sesama siswa.
Dalam melakukan sesuatu maka seorang guru hanya bertindak sebagai fasilitator, siswa harus melaksanakan kegiatan sendiri se-
hingga segala bentuk efek yang terjadi akan terpatri pada benak siswa.
6. Melaksanakan dengan sederhana tanpa istilah yang membebani pikiran.
Membuat istilah dalam kegiatan dengan istilah yang ringan se- hingga siswa tidak terbebani dengan hal-hal yang membingung-
kan.
7. Siswa diajak berpikir dengan cara mereka sendiri. Respon siswa terhadap efek dalam kegiatan berbeda tapi kita ha-
rus menampung semua. 8. Mengulang kegiatan diwaktu yang akan datang.
Dalam suatu percobaan sebenarnya banyak sekali konsep yang dapat diambil sehingga apabila suatu konsep berhubungan den-
gan materi pembelajaran yang berbeda maka percobaan itu dapat diulang kembali.
Ratna Wilis Dahar, 1989
Guru Kreatif
‘’Creativity of an individual is an interactive result of hisher intelli- gence, knowledge, thinking style, personality, motivation and environment’’
Tan Ai Girl, 2004 Kreativitas seseorang merupakan interaksi dari kecerdasan, pen-
getahuan, cara berpikir, kepribadian, motivasi dan lingkungannya. Hal ini dapat diuraikan bahwa seseorang akan dikatakan kreatif jika
dapat menggunakan segala potensi yang ada pada dirinya maupun lingkungannya. Ketika dalam pengajaran seorang guru dihadapkan
pada suatu keterbatasan maka dengan kecerdasan, pengetahuan, mo- tivasi dan kepribadiannya dia akan berpikir inovatif menggunakan
lingkungan yang ada untuk menghasilkan suatu yang maksimal. Se- hingga yang dinamakan dengan limited is unlimited adalah bagaimana
seorang guru mengunakan alat dan bahan yang terbatas baik secara
347
jumlah maupun kegunaannya untuk menghasilkan sesuatu yang tak terbatas. Alat dan bahan yang terbatas secara jumlah adalah alat dan
bahan yang jumlahnya sedikit sehingga tidak mencukupi untuk kes- eluruhan siswa, dan alat dan bahan yang terbatas secara kegunaannya
adalah menggunakan alat dan bahan dari modiikasi ataupun bahan yang sudah mempunyai kegunaan terbatas barang bekas atau bahan
sisa.
Rencana Pembelajaran dengan prinsip Limited is unlimited
Rencana pembelajaran berikut disusun untuk sekolah dengan latar belakang tidak mempunyai laboratorium kimia sehingga diran-
cang sebagai berikut: MENIUP BALON SAMBIL BERNYANYI
Kompetensi dasar : Siswa mengetahui efek yang menyertai reaksi
kimia. Indikator
: Siswa dapat mengetahui timbulnya gas pada reaksi kimia.
Alat dan bahan: 1. Tabung
2. Balon 3. Korek api
4. Soda kue sisa 5. Asam cuka sisa
Langkah kerja 1. Siapkan tabung bekas dan masukan cuka kedalamnya.
2. Masukkan soda kue kedalam tabung tersebut. 3. Dengan cepat tutup tabung dengan balon.
4. Diamkan beberapa menit dam amati yang terjadi. 5. Ketika balon mengembang siswa diharuskan menyanyi.
6. Setelah balon-balon mengembang maksimal, buka tabung ke-
mudian dekatkan korek api yang menyala. 7. Amati apa yang terjadi dengan korek api.
Pertanyaan tentang percobaan 1. Mengapa balon dapat mengembang?
2. Apa yang terjadi dengan korek api? 3. Perkirakan gas apa yang terjadi?
Percobaan di atas menggunakan alat dan bahan yang sudah terba- tas kegunaannya : tabung ilm biasanya dibuang ketika ilmnya dipak-
348
ai sehingga dalam hal ini tabung reaksi sebagai modiikasi tabung reaksi diperoleh dari bahan yang kegunaannya sudah terbatas. Soda
kue ataupun cuka juga dapat diambil dari bahan-bahan sisa, ketika seorang ibu membuat kue kadang sisa soda kue dibiarkan begitu saja,
begitupun dengan cuka di warung kadang terbuang secara sia-sia. Tapi dari alat dan bahan yang sudah terbatas dapat dihasilkan ses-
uatu yang dapat mendukung pencapaian konsep kimia yaitu : 1. Ketika siswa mencampurkan cuka dan soda kue maka akan ter-
bentuk gelembung gas, dan untuk membuktikannya siswa mema- sang balon pada tabung sehingga balon itu mengembang. Konsep
yang dapat diberikan kepada siswa adalah salah satu efek yang timbul pada suatu reaksi kimi adalah terjadinya gas.
2. Ketika siswa menguji gas tersebut dengan nyala api teryata apinya mati. Gas yang mempunyai sifat dapat mematikan pembakaran
adalah karbondioksida yang merupakan kebalikan dari gas oksi- gen yang merupakan gas yang fungsinya untuk pembakaran.
Setelah siswa dapat melaksanakan proses tersebut dengan baik maka tindak lanjut guru adalah memberikan penjelasan yang lebih
lengkap tentang konsep yang diharapkan. Ini adalah salah satu contoh penggunaan alat dan bahan yang ter-
batas. Masih banyak konsep kimia yang dapat digunakan untuk men- genalkan konsep kimia pada siswa. Yang diperlukan dalam proses ini
adalah kreativitas seorang guru dalam menghadapi segala keadaan. Apabila seorang guru dapat berkreasi dengan sesuatu yang terbatas
maka jika dihadapkan dengan keadaan sekolah yang segala sesuatu- nya tersedia maka dia akan lebih dapat berkreasi yang besar lagi. Se-
hingga yang terjadi adalah unlimited is unlimited. Tapi akan menjadi memprihatinkan jika seorang guru yang diharapkan pada sekolah
dengan fasilitas yang tak terbatas : labaratorium, alat bahan dan se- gala fasilitasnya tapi proses kreativitasnya tidak ada maka yang terjadi
adalah Unlimited is limited.
KESIMPULAN
Seorang guru harus kreatif dalam menghadapi segala keadaan di sekolah. Apabila di sekolah tersedia fasilitas yang terbatas maka dia
harus dapat menciptakan sesuatu yang terbatas tersebut menjadi tak terbatas.
349
Daftar Pustaka
Gordon Wells, Constructing Knowledge Together, Boston : Heinemann, Portsmouth, 1992
Mortiner, Introducing Chemistry, Nederland : Van Nostrand Company, 1993
Ratna Wilis Dahar, Teori-teori belajar, Jakarta :Erlangga, 1989 Tan Ai, Creativity for teachers, Philadelphia : Marshall Cavendish Aca-
demic,2004 , Silabus pembelajaran Sains Kimia Untuk SMP, Jakarta : Dep-
diknas,2006
350
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF
CROSSWORD PUZZLE
Penelitian Tindakan Kelas V SDN Tugu 2 Depok Dedi Irwandi, Edah Jubaedah, Fauzan
Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Email:
fauzanuinjkt.ac.id
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan strategi pembelajaran aktif Crossword Puzzle dalam
meningkatkan hasil belajar siswa dan aktivitas siswa terhadap pembelajaran IPA dengan menggunakan strategi pembelajaran
aktif Crossword Puzzle. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas PTK yang dilaksanakan dua
siklus melalui empat tahapan. Hasil penelitian mengungkapkan, bahwa penerapan strategi pembelajaran aktif Crossword Puzzle
dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang ditandai dengan meningkatnya hasil belajar tiap siklusnya. Siklus I nilai rata-rata
hasil belajar siswa mencapai 79,94 dengan persentase 70,58 yang mencapai KKM dan meningkat pada siklus II nilai rata-rata
hasil belajar siswa menjadi 84,5 dengan persentase 87,5 siswa yang mecapai KKM. Selain itu penerapan strategi pembelajaran
aktif Crossword Puzzle juga meningkatkan aktivitas belajar siswa terhadap pembelajaran IPA. Hal ini terlihat dari presentase
aktivitas belajar siswa pada siklus I sebesar 68,37 menjadi
83,75 pada siklus II. Kata kunci : Strategi Crossword Puzzle , Hasil Belajar IPA
Pendahuluan
Pendidikan pada hakikatnya adalah proses pematangan kuliatas hidup. Melalui proses tersebut dapat meningkatkan kualitas sumber
daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa. “Edgar Dalle menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat,
dan pemerintahan melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang berlangsung disekolah dan di luar sekolah sepanjang
351
hayat untuk mempersipakan peserta didik agar dapat memainkan perananan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa
yang akan dating”Dedi Mulyasana,2011:4. Pengajaran di sekolah yang ditujukan kepada siswa harus bersifat
mendidik membangun siswa seutuhnya, pengajaran bukan hanya berperan menyambung dalam pembinaan intelektual penambahan
pengetahuan serta melatih kerja akal dan bukan hanya mementingkan nilai praktis pragmatis yang berupa pelatihan keterampilan kerja,
tetapi jasa sekolah hendaknya sampai pengembangan kepribadian siswa yang mencakup pula pembentukan konatif kehendak dan
pembentukan afektif yang berpuncak pada pengalaman nilai hidup yang luhur. Sistem pembelajaran pendidikan pada umumnya pada
saat ini masih didominasi oleh metode ceramah yang bersifat monoton. Dimana metode ini tidak begitu banyak mengembangkan keaktifan
siswa serta kemampuan berpikir siswa terutama dalam memecahkan suatu permasalahan. Salah satu cara untuk mengaktifkan belajar siswa
dalam proses belajar mengajar yaitu guru harus menggunakan strategi pembelajaran yang bervariasi, oleh sebab itu sangat dianjurkan agar
guru menggunakan kombinasi metode atau strategi pembelajaran setiap kali mengajar. Interaksi yang terjadi antara guru dengan
siswa, yang bertujuan meningkatkan perkembangan mental sehingga menjadi mandiri dan utuh Dimyati, dan Mudjiono, 2006 : 7.
Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah laku. Aspek perubahan ini mengacu
kepada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Harrow mencakup aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik Purwanto, 2011: 45. Tes hasil belajar adalah tes yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan
guru kepada murid-muridnya Ngalim purwanto, :43-47. Oleh karena itu seorang guru perlu mengetahui kemampuan siswanya setelah
terjadi proses pembelajaran dengan cara mengadakan tes.
Ilmu Pengetahuan Alam IPA dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pembelajaran langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah, namun pada kenyataannya pelajaran ini dianggap oleh sebagian anak didik siswa sebagai mata
pelajaran yang relatife sulit. Dari hasil observasi penulis di SDN TUGU 2 pada tanggal 09 Juli 2013 pada kelas V pada mata pelajaran
IPA menunjukkan bahwa proses pembelajaran belum berjalan secara
352
optimal. Hal ini tampak pada proses pembelajaran terdapat beberapa kelemahan, yaitu 1 Sebagian siswa kurang termotivasi dan kurang
tertarik belajar karena kurang meyukai materi dan kurang tertarik dengan penyampain guru, 2 Keaktifan dalam proses pembelajaran
masih kurang baik dalam bertanya maupun menjawab pertanyaan yang diberikan guru, 3 Metode atau Strategi yang kurang bervariasi
sehingga membuat siswa merasa jenuh dan bosan pada saat proses pembelajaran berlangsung, 4 Banyaknya siswa yang melamun dan
mengantuk saat pembelajaran berlangsung, 5 dimana hasil belajar IPA kelas SDN Tugu 2 dari 36 siswa masih di bawah rata-rata KKM,
berdasarkan hasil nilai ulangan harian IPA kelas 5 SDN Tugu 2 tahun 20122013 pada konsep Tumbuhan Hijau rata-rata siswa memperoleh
62,85 masih di bawah KKM.
Berdasarkan dari beberapa masalah yang ada pada hasil observasi sebelumnya, peneliti hanya mengambil satu masalah saja yaitu,
tentang hasil belajar IPA siswa yang masih rendah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, peneliti menggunakan strategi pembelajaran
aktif Crossword Puzzle, karena dengan strategi pembelajaran aktif Crossword Puzzle
dapat melibatkan siswa secara aktif sejak awal dan menyenangkan. Bukan hanya dalam keaktifan siswa saja, tetapi
Crossword Puzzle juga melibatkan semua siswa untuk berpikir dalam
pembelajaran ketika mengisi Teka-Teki Silang, dengan kesan yang didapat siswa pada materi yang sedang dipelajari lebih kuat sehingga
dapat menigkatkan hasil belajar siswa. Active Learning
merupakan suatu strategi ataupun teknik yang dikembangkan untuk siswa agar lebih aktif belajar, Perlunya Active
Learning dalam pembelajaran untuk mengoptimalkan kadar keaktifan
siswa dalam belajar merencanakan, melaksanakan, dan menilai proses pembelajaran serta hasil pembelajaran.
Salah satu strategi dalam Active Learning adalah Crossword Puzzle atau Teka-Teki Silang TTS. Crossword Puzzle dapat digunakan
sebagai strategi pembelajaran yang baik dan menyenangkan sehingga pembelajaran akan lebih efektif. Crossword Puzzle adalah salah satu
strategi pembelajaran aktif bagi siswa yang dapat digunakan sebagai alat pembelajaran yang baik tanpa kehilangan esensi belajar yang
sedang berlangsung. Bahkan metode ini melibatkan siswa secara aktif sejak awal. Hisyam Zaini, 2008 : 71. Crossword Puzzle juga sebagai
salah satu metode pengajaran permainan kelas yang digunakan untuk meningkatkan persaingan siswa dengan kelompok. Dalam metode ini
dapat melibatkan semua siswa untuk berpikir dalam pembelajaran pada waktu mengisi Teka-Teki Silang Crossword Puzzle dan semua
siswa antusias dalam mengikuti pelajaran. Dengan kesan yang
353
didapat siswa tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari lebih kuat, pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Metode
Crossword Puzzle sangat efektif karena mampu meningkatkan aktivitas
dan kreativitas dalam bentuk interaksi baik antara siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa lainya. Bahkan interaksi ini lebih
didominasi oleh interaksi siswa dengan siswa sedangan guru hanya bersifat sebagai moderator saja. Crossword Puzzle dapat diselesaikan
secara individu atau secara timkelompok Melvin L.Silberman, 2006:256.
Pembahasan
Tahapan penelitian diawali dengan obeservasi pendahuluan, kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan tindakan, yang terdiri dari
tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan releksi Suharsimi Arikunto, 2006 : 3. Pelaksanaan terdiri dari dua siklus, setiap siklus
terdiri dari tiga kali pertemuan. Dan pelaksanaan dari siklus I ke siklus II terdiri dari delapan kali pertemuan.
Penelitian pendahuluan dimulai dengan observasi ke SDN Tugu 2 hal ini dilakukan sebagai langkah awal penelitian tindakan kelas.
Dimana subjek penelitian ini adalah siswa kelas V dengan jumlah siswa 36 orang. Dalam kegiatan ini meliputi wawancara guru kelas,
mengamati proses pembelajaran di kelas, serta wawancara dengan beberapa siswa yang diambil secara acak. Tahapan ini dilaksanakan
pada tanggal 06 sd 10 Juli 2013, pada tahapan ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran kegiatan pembelajaran yang biasa dilakukan,
aktivitas dan respon siswa saat proses pembelajaran, mengetahui hambatan apa yang terjadi selama proses pembelajaran, serta untuk
mengetahui hasil belajar IPA siswa.
Tahap pada pelaksanaan siklus I dilaksanakan sebanyak 3 tiga kali pertemuan dengan alokasi waktu 2x35 menit untuk setiap
pertemuan, dan di tambah 1satu kali pertemuan untuk tes. Pada tahap perencanaan siklus I, diawali dengan menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran RPP, menentukan konsep bahasan. Kemudian peneliti mempersiapkan instrumen-instrumen penelitian. Pada siklus I, Setelah
materi sudah dijelaskan peneliti membagi kelompok menjadi 6 enam kelompok dan siswa pun membuat kelompok berdasarkan yang telah
ditentukan oleh peneliti, kemudian peneliti menjelaskan prosedur kerja dengan menggunakan Teka-teki silang TTS lalu memberikan
Lembar Kerja Siswa LKS. Masing-masing kelompok bekerja sama untuk menyelesaikan soal yang ada di LKS. Selama proses berlangsung
peneliti dan guru berkeliling kepada setiap kelompok untuk memberikan bimbingan, dorongan dan menilai kemampuan berpikir
354
dan diskusi. Peneliti memberikan batas waktu untuk menyelesaikan LKS tersebut. Setelah batas waktu yang ditentukan telah habis, maka
setiap kelompok untuk mengumpulkannya. Pada saat pengerjaan berkumpul dengan kelompoknya suasana kelas sangat gaduh karena
siswa belum terbiasa untuk belajar kelompok dan pada saat pengerjaan LKS beberapa siswa masih ada yang bercanda dan ngobrol. Serta ada
beberapa siswa yang mengalami kesulitan untuk menjawab beberapa pertanyaan yang di LKS sehingga sempat menyontek ke kelompok lain
karena malu bertanya dan ada beberapa kelompok salah penulisan dalam menjawab.
Pada siklus I, guru memberikan reward penghargaan pada setiap kelompok yang dapat mngerjakan LKS TTS dengan baik dan benar
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Hal ini bertujuan untuk memotivasi siswa agar lebih aktif dalam pembelajaran.
Pelaksanaan siklus I sudah berlangsung dengan baik, namun ada beberapa temuan pada aktivitas guru maupun aktivitas siswa. Adapun
temuan-temuan tersebut antara lain: a Pada pertemuan pertama guru belum bisa sepenuhnya
menguasai siswa, sehingga pembelajaran belum berjalan kondusif.
b Pertemuan selanjutnya peneliti dan siswa belum bisa menyesuaikan diri dalam proses pembelajaran. Dan siswa pun
masih terbilang pasif c Siswa masih gaduh pada saat pembentukkan kelompok.
d Pada saat mengerjakan LKS masih ada beberapa siswa yang bercanda dan ngobrol.
e Ada beberapa siswa yang kesulitan menjawab sehingga menyontek ke kelompok lain.
f Pada saat mengerjakan LKS ada beberapa kelompok yang tidak tepat waktu sesuai waktu yang telah ditentukan.
g Masih malu-malu ketika mempresentasikan hasil kerjanya. h Kurang termotivasinya siswa dalam pembelajaran.
Hasil observasi yang dilaksanakan pada saat pembelajaran berlangsung, pengamatan dilakukan oleh observer wali kelas yang
mencatat seluruh aktivitas guru selama proses pembelajaran. Berikut ini tabel hasil observasi guru selama tindakan pertama.
355
Hasil Observasi Guru Siklus I
No Aspek yang diamati
P.1 P.2
P.3 Rata-rata
1. Guru mengkondisikan kesiapan
pelaksanaan pembelajaran 60
80 80
73 2.
Guru mengajukan pertanyaan apersepsi
60 60
60 60
3. Guru menyampaikan 2 tujuan
pembelajaran yang hendak dicapai
40 60
80 60
4. Guru memberikan motivasi
positif pada saat pembelajaran. 40
60 60
53 5.
Guru memberikan penjelasan materi pelajaran.
60 60
60 60
6. Guru menggunakan media
pembelajaran sesuai materi 60
60 80
73 7.
Guru membuat kelompok belajar siswa
60 60
80 73
8. Guru menjelaskan 5 prosedur
pembuatan TTS 40
60 60
53 9.
Guru memberikan kesempatan siswa untuk mempresentasikan
hasil kerjanya. 40
60 60
53
10. Guru bekerja sama dan
bertanggung jawab pada proses pembelajaran dengan
membimbing dan mengarahkan siswa.
60 60
60 60
11. Guru memberikan releksi pada
materi yang telah disampaikan dan memberikan kesempatan
pada siswa untuk bertanya. 60
60 60
60
12. Guru menutup pembelajaran
dengan mengucap hamdallah dan do’a
60 60
80 73
Jumlah 53,33
61,67 68,33
62,58
Keterangan Baik
Berdasarkan tabel diatas terkait kegiatan guru, guru mengikuti setiap aspek yang diamati dalam lembar observasi dan melakukan
356
setiap langkah yang berada di RPP. Sesuai data yang diperoleh ada peningkatan hasil observasi guru pada setiap pertemuannya dari
53,33 sd 68,33, jadi hasil rata-rata kegiatan guru pada siklus 1 adalah 62,58 dengan keterangan baik.
Sedangakan untuk hasil observasi terhadap siswa siklus I pada pertemuan pertama, kedua dan ketiga. Dapart dilihat pada tabel
berikut:
Hasil Observasi Siswa Siklus I
No Aspek yang diamati
P.1 P.2
P.3 Rata-rata
1. Siswa menjawab absensi
60 60
80 67
2. Siswa menjawab pertanyaan
apersepsi 40
60 60
53 3.
Siswa mendengarkan 2 tujuan pembelajaran
40 60
60 53
4. Siswa Membentuk kelompok
belajar , perkelompok 6 orang. 40
60 80
60 5.
Siswa mengerjakan LKS TTS 60
60 80
67 6.
Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok
60 60
60 60
7. Siswa aktif bertanya pada guru
40 60
60 53
8. Siswa menutup pembelajaran
dengan berdo’a atau mengucap hamdallah
60 80
80 73
Jumlah 50
62,5 70
53,25
Keterangan Baik
Berdasarkan tabel di atas hasil observasi aktivitas siswa menunjukkan bahwa rata-rata persentase aktivitas belajar siswa pada
saat pembelajaran IPA dengan menerapkan strategi pembelajaran aktif Crossword Puzzle sebesar 53,25. Jika semua aspek ini
diamati menunjukkan bahwa siswa belum terbiasa belajar dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif Crossword Puzzle, terlihat
dari beberapa siswa yang masih pasif dalam melakukan diskusi dengan kelompoknya. Hal ini menunjukkan bahwa keaktifan siswa
masih belum sempurna.
Pretest dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan pendahuluan
penelitian untuk mengetahui data awal siswa dalam pembelajaran, khususnya terhadap materi yang akan menjadi pokok bahasan dalam
tindakan penelitian.
357
Nilai Pretest pada siklus I No
Nama Nilai
1 S.1
40 2
S.2 60
3 S.3
33 4
S.4 47
5 S.5
80 6
S.6 40
7 S.7
33 8
S.8 53
9 S.9
67 10
S.10 53
11 S.11
60 12
S.12 47
13 S.13
60 14
S.14 67
15 S.15
73 16
S.16 47
17 S.17
53 18
S.18 27
19 S.19
67
No Nama
Nilai
20 S.20
60 21
S.21 67
22 S.22
20 23
S.23 53
24 S.24
73 25
S.25 47
26 S.26
60 27
S.27 27
28 S.28
20 29
S.29 40
30 S.30
40 31
S.31 53
358
32 S.32
67 33
S.33 40
Rata-rata Nilai 50, 72
pencapain KKM 9,09
∑ 1774
Untuk mengukur hasil belajar siswa, pada setiap akhir siklus dilakukan tes hasil belajar yang dinamakan dengan tes akhir siklus.Tes
ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat pencapaian kemampuan serta ketuntasan belajar siswa terhadap pokok bahasan pada materi
yang ingin disampaikan pada saat tindakan penelitian.
Nilai Post test Siklus Pada Siklus I
No Nama
Nilai No
Nama Nilai
1 S.1
93 20
S.20 93
2 S.2
87 21
S.21 73
3 S.3
93 22
S.22 73
4 S.4
93 23
S.23 93
5 S.5
87 24
S.24 93
6 S.6
93 25
S.25 67
7 S.7
67 26
S.26 73
8 S.8
93 27
S.27 67
9 S.9
73 28
S.28 60
10 S.10
80 29
S.29 67
11 S.11
67 30
S.30 93
12 S.12
93 31
S.31 60
13 S.13
87 32
S.32 60
14 S.14
80 33
S.33 93
15 S.15
87 34
S.34 80
16 S.16
67 ∑
2718 17
S.17 60
Rata-rata kelas
79,94 18
S.18 93
Ketuntasan 70,58
19 S.19
80 Pada pembuatan perencanaan siklus II tidak jauh berbeda dengan
tahap siklus I. Yaitu perencanaan tindakan dimulai dengan menyiapkan
359
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP, dengan menetukan konsep bahasan. Sedangkan materi yang akan diajarkan pada siklus II adalah
ketergantungan manusia dan hewan pada tumbuhan hijau sebagai sumber makanan, selanjutnya RPP yang telah dibuat didiskusikan
oleh kolabolator serta sehubungan dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Pada siklus II ini, target yang ingin dicapai adalah hasil
belajar siswa dapat meningkat dari hasil belajar siklus I dan aktivitas siswa untuk memenuhi indikator keberhasilan penelitian. Selain itu,
guru juga sudah memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam siklus I, sehingga pada pelaksanaan siklus II kekurangan-kekurangan tersebut
tidak muncul kembali.
Dalam mengerjakan LKS TTS pada siklus II ini, siswa sudah dapat berkerjasama lebih baik dengan kelompoknya. Dan tingkat
kepercayaan diri mereka meningkat dan tidak malu-malu lagi dalam berdiskusi dan mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas serta
pada saat mengerjakan LKS setiap kelompok siswa berlomba-lomba untuk cepat menyelesaikan LKS tersebut, dan sebelum waktu yang
telah di tentukan habis maka setiap kelompok sudah mengumpulkan LKS kepada peneliti.
Berikut ini tabel hasil observasi guru selama tindakan siklus II.
Tabel 4.7. Hasil Observasi Guru Siklus II
No Aspek yang diamati
P.5 P.6
P.7 Rata-rata
1. Guru mengkondisikan kesiapan
pelaksanaan pembelajaran 80
80 80
80 2.
Guru mengajukan pertanyaan apersepsi
60 80
80 73
3. Guru 2 menyampaikan tujuan
pembelajaran yang hendak dicapai 80
80 80
80 4.
Guru memberikan motivasi positif pada saat pembelajaran.
60 80
100 80
5. Guru memberikan penjelasan
materi pelajaran 80
80 80
80 6.
Guru menggunakan media pembelajaran sesuai materi
80 80
100 87
7. Guru membuat kelompok belajar
siswa 80
80 80
80 8.
Guru menjelaskan 5 prosedur pembuatan TTS
60 80
80 73
9. Guru memberikan kesempatan
siswa untuk mempresentasikan hasil kerjanya.
60 80
80 73
360
10. Guru bekerja sama dan bertanggung
jawab pada proses pembelajaran dengan membimbing dan
mengarahkan siswa. 60
80 80
73
11. Guru memberikan releksi pada
materi yang telah disampaikan dan memberikan kesempatan pada
siswa untuk bertanya. 60
80 80
73
12. Guru menutup pembelajaran
dengan mengucap hamdallah dan do’a
80 100
100 93
Jumlah 70
81,67 85
78,75
Keterangan Sangat baik
Berdasarkan tabel 4.7 dalam lembar observasi kegiatan guru pada siklus II adalah 78,75 dengan keterangan baik, dibanding hasil rata-
rata kegiatan guru pada siklus I adalah 62,58.
Hasil Observasi Siswa
No Aspek yang diamati
P.5 P.6
P.7 Rata-rata
1. Siswa menjawab absensi
80 80
80 80
2. Siswa menjawab pertanyaan
apersepsi 60
80 80
73 3.
Siswa mendengarkan 2 tujuan pembelajaran
80 80
80 80
4. Siswa Membentuk kelompok
belajar , perkelompok 6 orang. 80
80 100
87 5.
Siswa mengerjakan LKS TTS 60
80 80
73 6.
Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok.
80 80
100 87
7. Siswa aktif bertanya pada guru
60 80
80 73
8. Siswa menutup pembelajaran
dengan berdo’a atau mengucap hamdallah
80 100
100 93
Jumlah 72,5
82,5 87,5
80,75
Keterangan Baik
Berdasarkan tabel 4.8 hasil observasi aktivitas siswa terlihat bahwa aspek-aspek yang terendah pada siklus I hanya mencapai 60
mengalami peningkatan pada siklus II hingga mencapai 80. Rata- rata persentase pada siklus I sebesar 53,25 dengan keterangan cukup
baik sedangkan rata-rata persentase pada siklus II sebesar 80,75
361
dengan keterangan baik. Hal ini menunjukkan bahwa intervensi tindakan yang diharapkan telah tercapai.
Adapun Rekapitulasi data hasil tes siklus II dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.11. Nilai Post test Siklus Pada Siklus II
No Nama
Nilai No
Nama Nilai
1 S.1
93 22
S.20 87
2 S.2
87 23
S.21 73
3 S.3
87 24
S.22 93
4 S.4
Izin 25
S.23 87
5 S.5
93 26
S.24 100
6 S.6
60 27
S.25 87
7 S.7
93 28
S.26 100
8 S.8
53 29
S.27 60
9 S.9
100 30
S.28 73
10 S.10
93 31
S.29 67
11 S.11
87 32
S.30 100
12 S.12
80 33
S.31 Sakit
13 S.13
80 34
S.32 87
14 S.14
87 35
S.33 73
15 S.15
93 36
S.34 Sakit
16 S.16
93 ∑
2706 17
S.17 73
18 S.18
Sakit Rata-rata kelas
84,56 19
S.19 80
Ketuntasan 87,5
20 S20
87 Berdasarkan pada tabel di atas, pada siklus II ini secara keseluruhan
mengalamai peningkatan mulai dari hasil belajar siswa meningkat hingga 16 jika dibandingkan dengan ketuntasan hasil belajar pada
siklus I. Namun secara umum, hasil akhir siklus menunjukkan kenaikan dari siklus sebelumnya dan skor yang didapatkan siswa
lebih tinggi jika dibandingkan dengan siklus-siklus sebelumnya. Hal tersebut dapat dilihat pula pada gambar di bawah ini.
362
Berdasarkan Diagram diatas memperlihatkan bahwa hasil belajar pada siklus I mencapai 70,58 dan pada siklus II mencapai 87,5.
Hal ini menunjukkan bahwa intervensi tindakan yang diharapkan telah tercapai.
Diagram di atas memperlihatkan hasil persentase. Hal ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan kegiatan guru pada siklus
I dan siklus II, setelah diterapkanya strategi pembelajaran aktif Crossword Puzzle
.
363
Berdasarkan data yang telah diuraikan diatas, maka target yang telah ditetapkan dalam penelitian ini tercapai, yaitu 75 siswa
telah mencapai telah mencapai ketuntasan hasil belajar, dan rata-rata keaktifan siswa dalam pelajaran IPA termasuk kategori baik dan rata-
rata kegiatan guru dalam menggunakan strategi pembelajaran aktif Crossword Puzzle
termasuk kategori baik. Atas dasar hasil tersebut maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini bahwa “Terdapat
peningkatan hasil belajar IPA dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif Crossword Puzzle siswa kelas V SD Negeri Tugu 2
kota depok”, telah terbukti secara ilmiah atau hipotesis diterima. Oleh sebab itu peneliti mengambil keputusan bahwa kegiatan penelitian
dihentikan.
Penutup
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui strategi pembelajaran aktif
Crossword Puzzle dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa pada
materi tumbuhan hijau. Perolehan hasil belajar atau posttest pada siklus I nilai rata-rata kelas mencapai 79,94, sedangkan ketuntasan
belajarnya 70,58 pada siklus I interventasi masih belum tercapai. Pada siklus II nilai rata-rata kelas 84,5 untuk ketuntasan belajar siswa
sebesar 87,5. Hal ini menunjukkan bahwa pada sekilus II mengalami peningkatan hasil belajar siswa, sesuai dengan intervensi tindakan
yang diharapkan yaitu tujuh puluh lima persen 75 siswa kelas V SDN Tugu2 kota Depok mengalami ketuntasan belajar individual
sebesar ≥ 70 dalam pembelajaran IPA pada materi tumbuhan hijau. Sehingga dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran aktif
Crossword Puzzle dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
364
Daftar Pustaka
Arinto, Suharsimi, Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006
Dimyati, dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 2006.
Hisyam Zaini, Strategi Pembelajaran Aktif, Yogyakarta:Pustaka Insan Mardani, 2008
Mulyasana, Dedi. Pendidikan Bermutu dan Berdaya saing. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011.
Purwanto, Ngalim. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Rosdakarya, 2011.
Purwanto, Ngalim. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja
Samadhi, Ari.T.M. 2008, Pembelajaraan Aktif Active Learning online, Teaching Improvement Worksop, Engineering Education
Develoment Project APD Loan No 1432-INO, Tersedia: www. jurnalskripsi.com. Diakases 27 januari 2009
Siberman. Mel. Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2006.
365
UPAYA PENANGANAN GANGGUAN DISGRAPIA PADA ANAK SEKOLAH DASAR
MELALUI PENDEKATAN TEKNIK SCAFFOLDING
Nandang Kosim
STAI Syekh Manshur Pandeglang Email:
kndangsyahoo.com
Abstract: Children in Elementary Education have their
development tasks that must be fulilled by the teachers. The right process of teaching and learning by the teachers is
the key to fulill those tasks. But in fact, many children have learning process dificulty and disability such as dysgraphia.
Dysgraphia is a learning disability that affects writing, which requires a complex set of motor and information processing
skills. Dysgraphia makes the act of writing dificult. It can lead to problems with spelling, poor handwriting and putting
thoughts on paper. An effort to handle dysgraphia problem is the application of scaffolding technique in the process of learning of
writing. Scaffolding is learning activities which connect the real experience of the children to the teaching and learning process to
reach the aim of the study. It is by using a simple language and showing some pictures in cooperative learning. There are many
steps that should the teachers apply in scaffolding technique, it
are: 1 using simple language, 2 fulilling an incomplete sentence or paragraph by choosing an available answer, and 3 using some
pictures to give an information.
Kata kunci : Gangguan Disgrapia, Anak Sekolah Dasar, Teknik Scaffolding
Pendahuluan
Sebagai mana kita ketahui bahawa setiap individu mempunyai tugas-tugas perkembangan untuk memenuhinya. Demikian pula pada
anak usia Sekolah Dasar memerlukan kemampuan untuk memenuhi tugas-tugas perkembangannya. Karakteristik perkembangan anak
yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa perkembangan anak
yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupannya. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang
366
dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal.
Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD biasanya pertumbuhan isiknya telah mencapai kematangan,
mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya Sofa, 2008. Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas awal
SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan,
meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan
waktu Yusran, 2014.
Kesulitan belajar pada anak, bila tidak dideteksi secara dini dan tidak dilakukan terapi secara benar, bisa menyebabkan kegagalan dalam
proses pendidikan anak. Salah satu masalah yang banyak ditemukan di Sekolah Dasar adalah mengenai gangguan disgraia lebih lanjut
penulis katakan kesulitan menulis. Padahal kemampuan menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa. Dalam pembagian
kemampuan berbahasa, menulis selalu diletakkan paling akhir setelah kemampuan menyimak, berbicara, dan membaca. Meskipun selalu
ditulis paling akhir, bukan berarti menulis merupakan kemampuan yang tidak penting. Dalam menulis semua unsur keterampilan
berbahasa harus dikonsentrasikan secara penuh agar mendapat hasil yang benar-benar baik.
Gangguan disgraia mengacu kepada anak yang mengalamai hambatan dalam menulis, meskipun intelegensianya normal bahkan
ada yang di atas rata-rata dan dia tidak mengalami gangguan dalam motorik maupun visual. Gangguan ini juga bukan diakibatkan oleh
masalah ekonomi dan sosial tetapi merupakan hambatan neurologis
dalam kemampuan menulis, yang meliputi hambatan isik, seperti: tidak dapat memegang pensil dengan benar atau tulisannya jelek.
Anak dengan gangguan disgraia mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak ototnya
secara otomatis saat menulis huruf dan angka.
Menurut Ira sebagaimana dikutip dari Hasani 2005 menulis merupakan keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk
berkomunikasi secara tidak langsung. Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif, sehingga penulis harus mampu
memanfaatkan kemampuan dalam menggunakan tata tulis, struktur bahasa dan kosa kata.
Menulis memerlukan keterampilan pengendalian otot, koordinasi mata dan tangan, diskriminasi visual. Keterampilan dasar kesiapan
menulis harus dikembangkan sebelum anak memulai belajar menulis.
367
Pengendalian otot dapat dikembangkan melalui aktivitas manipulatif, misalnya memotong dengan gunting, menggambar dengan ujung
jari, menelusuri dan mewarnai. Koordinasi mata dan tangan dapat dilatih melalui kegiatan menggambar lingkaran dan bentuk geometri
lain. Semua keterampilan dasar sangat diperlukan untuk mengenal berbagai bentuk huruf, serta cara penulisan huruf itu sendiri Yusuf,
2005. Menulis merupakan kegiatan kebahasaan yang memegang peran penting dalam dinamika peradaban manusia. Dengan menulis
orang dapat melakukan komunikasi, mengemukakan gagasan baik dari dalam maupun luar dirinya, dan mampu memperkaya
pengalamannya.
Kemampuan menulis berhubungan dengan kemampuan motorik yakni motorik halus karena menekankan pada kordinasi otot
tangan dan jari atau kelenturan tangan yang bersifat keterampilan. Kegiatan menulis dasar sudah dapat dimulai saat anak menunjukkan
perilaku seperti mencoret-coret buku atau dinding, kondisi tersebut menunjukkan berfungsinya sel-sel otak yang perlu dirangsang supaya
berkembang secara optimal.
Menulis merupakan salah satu media untuk berkomunikasi, di mana anak dapat menyampaikan ide, makna, pikiran dan perasaannya
melalui untaian kata-kata yang bermakna, Kesulitan menulis akan menjadi hambatan dalam proses pembelajaran anak, karena anak
yang mengalami kesulitan menulis ini tidak bisa menuangkan dan mengemukakan ide dengan baik.
Aktivitas belajar menulis bagi setiap anak tidak selamanya berangsur secara wajar, karena setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda,
perbedaan individu pula yang menyebabkan perbedaan tingkah laku anak, anak yang tidak mampu menulis sebagaimana mestinya, itulah
yang disebut dengan Disgraia. Yakni kesulitan khusus di mana anak- anak tidak bisa menuliskan atau mengekspresikan pikirannya dalam
bentuk tulisan, karena mereka tidak bisa menyuruh atau menyusun kata dengan baik dan mengkoordinasikan motorik halusnya tangan
untuk menulis. Pada anak-anak umumnya kesulitan ini terjadi pada saat anak mulai belajar menulis. Kesulitan ini tidak tergantung
kemampuan lainnya. Seseorang bisa sangat fasih dalam berbicara dan keterampilan motorik lainnya, tapi mempunyai kesulitan dalam
menulis
Disgraia. Gangguan Disgraia pada anak bila tidak dideteksi secara dini
dan tidak dilakukan terapi yang benar, bisa menyebabkan kegagalan dalam proses pendidikan anak. Sehingga harus ditempuh upaya
penyelesaian untuk mengatasi permasalahan disgraia ini. Disgraia seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan
368
oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan
mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan, hanya saja ia memiliki hambatan.
Pengertian Disgraia
Disgraia berasal dari bahasa Yunani berarti kesulitan khusus yang membuat anak sulit untuk menulis atau mengekspresikan
pikirannya ke dalam bentuk suatu tulisan dan menyusun huruf-huruf. Menurut Djaja 2010 Disgraia adalah kesulitan belajar yang berkaitan
dengan masalah menulis. Kelainan ini diketahui secara mendasar dari perbedaan nilai antara nilai anak yang tinggi pada tes inteligensi dan
nilai yang rendah pada nilai tes yang diperoleh dari menulis.
Mulyono 2003 mengemukakan bahwa disgraia adalah kesulitan belajar dalam hal menulis. Kesulitan menulis dapat muncul dalam
bentuk penggunaan kata yang tidak tepat, struktur kalimat yang kacau atau tidak lengkap, kesalahan penggunaan ejaan, penggunaan
tanda baca dan huruf kapital yang kacau, serta sistematika penulisan yang tidak teratur.
Disgraia adalah ketidakmampuan dalam menulis, terlepas dari kemampuan untuk membaca. Orang dengan disgraia sering
berjuang dengan menulis bentuk surat atau tertulis dalam ruang yang dideinisikan. Hal ini juga bisa disertai dengan gangguan motorik
halus.
Ciri-ciri Gangguan Disgraia
Untuk mengetahui tentang sejauhmana anak Sekolah Dasar yang mengalami gangguan Disgraia, kita harus mengenal terlebih dahulu
beberapa ciri khususnya. Adapun beberapa ciri khusus anak yang mengalami gangguan
disgraia antaranya adalah: a. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
b. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
c. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional. d. Anak tampak harus berusaha keras dalam mengkomunikasikan
suatu ide, pengetahuan atau pemahamannya lewat tulisan. e. Sulit memegang pensil dengan mantap. Caranya memegang alat
tulis seringkali terlalu dekat, bahkan menempel pada kertas. f. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah
terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis. g. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang
369
tepat dan proporsional. h. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin
contoh tulisan yang sudah ada http:klinikautisindonesia. wordpress.com.
Konsep Keterampilan Menulis
Menulis merupakan salah satu media untuk berkomunikasi, di mana anak dapat menyampaikan makna, ide, pikiran dan perasaannya
melalui kata-kata yang bermakna. Menurut Poerwadarminta 1982, menulis memiliki batasan sebagai berikut : 1 Membuat huruf, angka
dan lainnya dengan pena, kapur dan sebagainya. 2 Mengekspresikan pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat surat, dan lainnya
dengan tulisan.
Senada dengan pernyataan tersebut Badudu 1982 mengemukakan bahwa menulis adalah menggunakan pena, potlot, ball point di atas
kertas, kain ataupun papan yang menghasilkan huruf, kata maupun kalimat. Dengan demikian menulis bukanlah sekedar membuat huruf-
huruf ataupun angka pada selembar kertas dengan menggunakan berbagai alternatif media, melainkan merupakan upaya untuk
mengekspresikan perasaan dan pikiran yang ada pada diri individu.
Keterampilan menulis sejalan dengan membaca, bahwa penguasaan menulis dipengaruhi oleh frekuensi anak melakukan
belajar menulis. Karena menulis memerlukan kebiasaan penggunaan aktivitas isiktangan. Pada anak usia SD sudah mencapai kematangan
dalam hal aktivitas isiktangan. Morrow 1993 juga membagi kemampuan menulis anak menjadi
enam tahapan sebagai berikut : a. Writing via drawing yaitu menulis dengan cara menggambar
b. Writing via scribbling yaitu menulis dengan cara menggores. c. Writing via making letter-like forms, yaitu menulis dengan cara
membuat bentuk seperti huruf. Anak tidak hanya membuat goresan tetapi sudah melibatkan unsur kreasinya.
d. Writing via reproducing well-learned unit or letter stings, yaitu menulis dengan cara menghasilkan huruf-huruf atau unit yang
sudah baik. Anak menulis huruf-huruf dengan mencontoh misalnya mencoba untuk menulis namanya.
e. Writing via invented spelling, yaitu menulis dengan mencoba mengeja satu persatu. Dalam tahap ini anak mencoba mengeja
dengan cara coba-salah trial and error. f. Writing via conventional spelling, yaitu menulis dengan cara
mengeja langsung. Dalam tahap ini anak telah dapat mengeja secara benar baik dari segi susunan maupun ejaannya.
370
Sedangkan Feldman 1991 memberikan batasan tentang tahapan kemampuan menulis pada anak sebagai berikut : a Scribble on the page,
yaitu membuat goresan pada kertas. Pada tahap ini anak membuat gambar ataupun huruf-huruf yang terpisah, b Copy word, yaitu
mencontoh huruf. Anak mulai tertarik untuk mencontoh huruf-huruf seperti kata mama, papa dan sebagainya, dan c Invented spelling,
yaitu belajar mengeja. Dalam tahap ini anak mulai menemukan cara mengeja dan menuliskan huruf sesuai dengan bunyinya.
Penyebab Terjadinya Gangguan Disgraia
Secara spesiik penyebab disgraia tidak diketahui secara pasti, namun apabila disgraia terjadi secara tiba-tiba pada anak maupun
orang yang telah dewasa maka diduga disgraia disebabkan oleh trauma kepala entah karena kecelakaan, penyakit, dan seterusnya.
Di samping itu para ahli juga menemukan bahwa anak dengan gejala disgraia terkadang mempunyai anggota keluarga yang memiliki
gejala serupa. Demikian ada kemungkinan faktor herediter ikut berperan dalam disgraia. Seperti halnya disleksia, disgraia juga
disebabkan faktor neurologis, yakni adanya gangguan pada otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca
dan menulis. Anak mengalami kesuitan dalam harmonisasi secara otomatis antara kemampuan mengingat dan menguasai gerakan otot
menulis huruf dan angka. Kesulitan ini tak terkait dengan masalah kemampuan intelektual, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak
mau belajar Delphie, 2006.
Motorik halus yang lemah dalam hal gerak tangan yang lemah dalam menekan pensil akan meyulitkan anak dalam mengembangkan
kemampuan menulis. Perilaku anak yang kurang memperhatikan dan konsentrasi akan menghambat anak untuk menulis. Hal yang
menyulitkan menulis adalah persepsinya yang sulit dalam mendengar dan membedakan huruf-huruf. Memori anak yang sulit mengingat
kembali yang hal-hal yang didengar dan dilihat juga menjadi unsur yang
penting yang harus diperhatikan. Penyebab disgraia belum diketahui penyebabnya , tetapi diduga karena adanya kejadian traumatik yang
mengganggu perkembangan si anak. Pengaruh keturunan juga ikut andil dalam penyebab disgraia. Penyebab lainnya yaitu masalah
neurologis, terdapat deisit sensorik penyimpanan laterisasi yang ada di otak. Maura, 2012.
Penyebab disgraia disebabkan karena faktor neurologis, yaitu faktor gangguan pada otak kiri depan yang berhubungan dengan
kemampuan menulisnya. Kelainan neurologis ini menghambat kemampuan menulis yang meliputi hambatan secara isik, seperti tidak
371
dapat memegang pensil dengan mantap ataupun tulisan tangannya buruk. Anak dengan gangguan disgraia sebetulnya mengalami
kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka.
Pendekatan Teknik Scaffolding Pengertian Teknik Scaffolding
Scaffolding adalah bantuan parameter, aturan atau saran
pembelajar memberikan peserta didik dalam situasi belajar. Scaffolding
memungkinkan peserta didik untuk mendapat bantuan
melalui keterampilan baru atau di luar kemampuannya. Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada peserta didik selama
tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang
semakin besar setelah ia dapat melakukannya.
Scaffolding atau mediated learning adalah teori yang dikemukakan oleh Vigotsky, khususnya terkait dengan ide tentang Zona Proximal
Development . Menurut Vigotsky 1978, tingkat perkembangan
kemampuan anak itu berada dalam dua tingkatanlevel, yaitu tingkat kemampuan aktual yang dimiliki anak dan tingkat kemampuan
potensial yang bisa dikuasai oleh siswa. Zona antara tingkat kemampuan aktual dan potensial itu disebut zona proximal development.
Sebagai syarat untuk mencapai tingkat kemampuan potensial itu, siswa memerlukan tangga atau jembatan untuk mencapainya. Salah
satu tangga itu adalah bantuan dari seorang guru yang berupa penggunaan dukungan atau bantuan tahap demi tahap dalam belajar
dan pemecahan masalah. Ragam bantuan yang diberikan tergantung pada tingkat kesulitan yang dialami siswa, misalnya: memecah tugas
menjadi lebih kecil, mengatur bagian-bagian, mengajak berpikir ulang, membahasakan proses berpikir jika tugasnya kompleks; melaksanakan
pembelajaran kooperatif, melakukan dialog dalam kelompok kecil, memberi petunjuk konkret, melakukan tanya jawab, memberikan
kartu-kartu kunci, atau melakukan pemodelan. Di samping itu, bila diperlukan bantuan dapat berupa: mengaktifkan latar belakang
pengetahuan yang dimiliki siswa, memberikan tips-tips atau kiat- kiat, strategi, dan prosedur-prosedur kunci untuk melaksanakan
tugas atau memecahkan masalah yang dihadapi siswa. Bantuan itu diberikan agar siswa tidak frustasi karena mengerjakan tugas atau
suatu keterampilan yang sulit dicapaidilaksanakan.
Veeramuthu 2011 mengemukakan tujuan dan pengertian pembelajaran scaffolding tersebut antara lain : 1 memacu
perkembangan siswa, 2 merangsang kreativitas siswa, 3
372
meningkatkan dan memperbaiki proses pengajaran, 4 membantu pengembangan konsep diri siswa, 5 memberi perhatian dan
bimbingan pada siswa, 6 merangsang releksi siswa, dan 7 membantu dan meluruskan tujuan pembelajaran. Di samping
itu, metode pembelajaran scaffolding memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh metode pembelajaran konvensional. Keunggulan
tersebut tercermin pada tingginya kreativitas siswa, menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang
diberikan, meningkatkan kemampuan berpikir secara sistematis dan terorganisasi sehingga menghasilkan karya yang terbaik.
Lebih lanjut Klausmeier 1977 menegaskan bahwa scaffolding adalah salah satu pemikiran penting konstruktivis modern. Paradigma
pembelajaran constructivistic telah disuarakan dengan lantang oleh Degeng 2002 sebagai hal yang wajib untuk merevolusi pembelajaran
di Indonesia apabila kita ingin menghasilkan sumber daya manusia yang ideal dalam Latief, 2002. Paradigma behavioristik yang
dipegang guru selama ini, yang wujudnya dalam proses pembelajaran berupa transfer pengetahuan dari guru ke siswa, telah menunjukkan
kegagalannya dalam menghasilkan lulusan pendidikan yang ideal.
Langkah-langkah Teknik Scaffolding
Lange 2002 menyebutkan adanya lima langkah pembelajaran dengan menerapkan teknik scaffolding, yaitu: pemodelan sesuai
dengan perilaku yang diharapkan, siswa memberikan penjelasan terkait dengan model yang ditampilkan, mengajak siswa berpartisipasi,
mengklariiksi dan memveriikasi pemahaman siswa, dan mengajak siswa menemukan kata kunci atau inti pembelajaran.
Langkah pertama dalam teknik scaffolding versi Lange 2002 adalah pemodelan. Lange yang merujuk pendapat Hogan and
Pressley 1997 menyatakan bahwa pemodelan adalah mengajarkan perilaku yang mencerminkan bagaimana seseorang merasa, berpikir,
atau bertindak sesuai dengan situasi yang diberikan. Ada tiga tipe model, yaitu model yang diberikan melalui proses berpikir, model
yang diverbalkan lewat kata-kata, dan model melalui perbuatan atau performansi.
Dari model yang ditampilkan itu, siswa diminta menjelaskan apa yang telah dipelajari dari model tersebut, mengapa bisa begitu,
dan bagaimana bisa seperti itu. Pada tahap awal, penjelasan rinci dan diulang-ulang agar pemahaman siswa mendalam dan mudah
mengingatnya. Setelah siswa memahami konsep terkait dengan model tersebut, siswa mencoba berlatih melakukan kegiatan sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan, dari latihan itu, guru dapat memberikan
373
klariikasi dan veriikasi terkait dengan pemahaman siswa melalui pemberian respons balik terhadap perilaku siswa. Pada kegiatan akhir,
siswa diajak untuk menemukan sendiri apa yang sudah dan belum dikuasai, dan guru memberikan penguatan.
Dari beberapa skenario atau tahapan dalam penerapan teori scaffolding tersebut, dapat disimpulkan aspek-aspek esensial dari
tahapan teknik scaffolding, yaitu 1 pemilahan aspek yang kompleks menjadi tahapan-tahapan, namun tetap merupakan satu kesatuan
untuk mencapai kompetensi yang utuh, 2 penentuan fokus bantuan yang diperlukan siswa, 3 pemodelan terkait dengan perilaku
yang diharapkan, dan 4 siswa dapat menjelaskan aspek penting dari pemodelan, 5 pemberian umpan balik melalui teknik kolaborasi, dan
6 pemantapan pemahaman siswa.
Ada beberapa tantangan yang perlu diminimalkan bila ingin menerapkan teknik scaffolding. Tantangan tersebut adalah sebagai
berikut: 1 membutuhkan banyak waktu; 2 dibutuhkan cukup personel untuk dapat menerapkan teknik ini dengan baik; 3 pemodelan yang
diberikan bisa tidak memadai apabila guru tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang kebutuhan individual para siswanya.
Merancang program pelatihan dengan teknik scaffolding. Teknik scaffolding dalam pelatihan ini meliputi tahapan sebagai berikut.
a. Memberikan tugas menulis kalimat yang didiktekan orang tua guru.
b. Bersama-sama dengan siswa mengidentiikasi kesalahan tulisan
mereka. c. Menjelaskan mengenai pelatihan dan ZPD masing-masing
permasalahan. d. Menjelaskan kriteria penulisan yang benar dan meminta anak
menyatakan kembali kriteria tersebut. e. Memberikan latihan menulis dengan orang tuaguru
memberikan bantuan. f. Mengevaluasi hasil pekerjaan siswa bersama-sama dengan anak.
g. Memberikan latihan menulis dengan mengurangi bantuan terbatas pada kesalahan yang banyak dilakukan anak.
h. Mengevaluasi hasil pekerjaan bersama-sama dengan anak. i. Memberikan latihan menulis tanpa bantuan orang tuaguru.
j. Mengevaluasi pekerjaan anak. k. Pelatihan tersebut diulang-ulang pada tiap-tiap kesalahan
disgraia yang dialami anak hingga terdapat perubahan. Penulis telah meneliti bagaimana upaya untuk melatih anak dengan
gangguan disgraia melalui metode menulis dengan menghubungkan
374
titik-titik pada kertas berpetak, yang diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah disgraia yang salah satu ciri khususnya yaitu
ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional dan cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat
dan proporsional.
Contoh lembar kerja latihan menulis dengan menghubungkan titik-titik pada kertas:
Penulis sertakan tabel cara melatih anak disgraia agar dapat menulis dengan baik dan benar seperti di bawah ini.
Faktor Masalah
Penyebabnya Remedial
Bentuk
Huruf terla- lu miring
Posisi kertas yang miring
Betulkan posisi kertas sehingga tegak lurus
dengan badan.
375
Ukuran Terlalu be-
sar dan ter- lalu tebal
K u r a n g memahami garis
tulisan
Gerakan tangan yang kaku
· Ajarkan kembali tentang konsep ukuran
dan perjelas garis tulisan.
Latih gerakan tangan, salah satu caranya den-
gan latihan membuat lingkaran atau bentuk
lengkung
Spasi H u r u f
dalam satu kata seperti
menumpuk.
Spasi antar- huruf terlalu
lebar K u r a n g
m e m a h a m i konsep spasi
Kurang mema- hami bentuk dan
ukuran Ajarkan kembali kon-
sep spasi antar-kata ·
Kaji kembali kon- sep bentuk ukuran dan
huruf
K u a l i t a s garis
Terlalu te- bal atau
m e n e k a n terlalu tipis
Masalah pada tekanan tulisan
Perbaikilah cara- cara memegang alat
tulis, perbaiki juga ger- akan tangan, serta bei-
kan latihan menulis di atas kertas tipis dan
kertas kasar
Kecepatan Lambat ke-
tika dalam m e n u l i s
yaitu ketika m e n y a l i n
atau saat dikte
Tingkat kemam- puan menulis
tidak sebanding dengan kecepa-
tannya Latih menarik garis lu-
rus dengan cepat serta latihan membuat ben-
tuk melingkar, tegak dan melengkung di ker-
tas berpetak
Selanjutnya ada beberapa langkah lain sebagai pelengkap yang bisa dilakukan orang tua dan guru untuk membantu anak dengan
gangguan menulis disgraia, diantaranya: 1.
Pahami keadaan anak. Sebaiknya pihak guru dan orang tua, atau pendamping memahami
kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgraia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak
376
lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik guru dan orang tua maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika
memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja. Atau bisa juga orang tua meminta kebijakan dari pihak sekolah
untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.
2. Menyajikan tulisan cetak.
Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgraia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan
komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat- alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan
komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.
3. Membangun rasa percaya diri anak.
Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu
akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap
dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.
4. Latih anak untuk terus menulis. Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan
tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat
untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan
menulis anak disgraia dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.
Adapun penanganan secara terstruktur dapat dilakukan melalui beberapa hal berikut:
1. Faktor kesiapan menulis. Menulis membutuhkan kontrol maskular, koordinasi mata tangan,
dan diskriminasi visual. Aktivitas yang mendukung kontrol muskular antara lain: menggunting, mewarnai gambar,
inger painting
, dan tracing. Kegiatan koordinasi mata-tangan antara lain: membuat lingkaran dan menyalin bentuk geometri. Sementara
itu, pengembangan diskriminasi visual dapat dilakukan dengan kegiatan membedakan bentuk, ukuran, dan detailnya, sehingga
anak menyadari bagaimana cara menulis suatu huruf.
2. Aktivitas lain yang mendukung. a. Kegiatan yang memberikan kerja aktif dari pergerakan otot
bahu, lengan atas serta bawah, dan jari.
377
b. Menelusuri bentuk geometri dan barisan titik. c. Menyambungkan titik.
d. Membuat garis horizontal dari kiri ke kanan. e. Membuat garis vertikal dari atas ke bawah dan dari bawah ke
atas. f. Membuat bentuk-bentuk lingkaran dan kurva.
g. Membuat garis miring secara vertikal. h. Menyalin bentuk-bentuk sederhana.
i. Membedakan bentuk huruf yang mirip bentuknya dan huruf
yang hampir sama bunyinya. 3. Menulis huruf lepascetak.
a. Perlihatkan sebuah huruf yang akan ditulis. b. Anak menelusuri garis tersebut dengan pensilnya.
c. Ucapkan dengan jelas nama huruf dan arah garis untuk membuat huruf itu.
d. Anak menelusuri huruf itu dengan jarinya sambil mengucapkan dengan jelas arah garis untuk membuat huruf itu.
e. Anak menyalin contoh huruf itu di kertasbukunya. f. Jika cara ini sudah dikuasai, mintalah anak menyambungkan
titik yang dibentuk menjadi huruf tertentu, sampai akhirnya anak mampu membuat huruf dengan baik tanpa dibantu. Tahap
selanjutnya adalah menulis kata dan kalimat. 4. Menulis huruf transisi.
Huruf transisi adalah huruf yang digunakan untuk melatih siswa sebelum menguasai huruf sambung. Adapun langkah-langkah
pengajarannya sebagai berikut: a. Kata atau huruf ditulis dalam bentuk lepas atau cetak.
b. Huruf yang satu dan yang lain disambungkan dengan titik-titik
dengan meggunakan warna yang berbeda. c. Anak menelusuri huruf dan sambungannya sehingga menjadi
bentuk huruf sambung. 5. Menulis huruf sambung.
Mengajarkan huruf sambung dapat menggunakan langkah-langkah huruf lepas dan transisi. Maura, 2012.
Penutup
1. Disgraia adalah kesulitan khusus di mana anak tidak bisa
menuliskan atau mengekspresikan pikirannya kedalam bentuk tulisan, karena ketidakmampuan dalam mengkoordinasikan
tangan dan jarinya untuk menulis.
2. Ada beberapa faktor penyebab yang mempengaruhi
378
ketidakmampuan menulis disgraia. Di antaranya motorik, perilaku, persepsi, memori, dan pemahaman instruktur.
3. Teknik scaffolding terbukti dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis secara baik, utuh, lengkap, koheren,
dan penggunaan ejaan dan tanda bacanya juga tepat. Manfaat nyata yang dapat dipetik dari penggunaan teknik scaffolding
adalah siswa dapat menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dilatihkan, menumbuhkan motivasi belajar siswa, dan
meminimalkan rasa frustasi pada diri siswa.
Daftar Pustaka
Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar
. Jakarta : Rineka Cipta Abdullah, Alwasilah, A. C. 2000. Perspektif Pendidikan Bahasa Inggris di Indonesia
dalam Konteks Persaingan Global . Bandung: Andira.
Ansori, Dian.2010. Implikasi Perkemban dan Anak Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
. online. dianzansori.wordpress.com, diakses tanggal 8 November 2014
Cahyono, Adi Nur. 2010. Vygotskian Perspective: Proses Scaffolding untuk mencapai Zone of Proximal Development ZPD
, online, http:blog.unnes.ac.idadinegara20100304vygotskian-
perspective-proses-scaffolding- untuk-mencapai-zone-of- proximal-development-zpd, diakses 14 November 2014
Delphie, B. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi
. Bandung: PT. Reika Aditama. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Teknologi Pembelajaran Volume 3 Tahun 2013. http:klinikautisindonesia.wordpress.com20121103
penanganan-terkini gangguan -belajar-disgraia-gangguan- menulis-pada-anak Diakses pada tanggal 14 November 2014.
http:disgraia.terapicalistung.com201306pengertian-disgraia. html
http:growupclinic.com20130829kenali-gangguan-belajar- disgraia-gangguan-menulis-pada-anak
http:rumahkonsultasianak.wordpress.com20100316disgraia- dysgraphia
http:untan.academia.eduYusran Prakoso. diakses tanggal 8
November 2014.
379
Klausmeier, H.J. 1977. Educational experience and cognitive development , Educational Psychologist, No. 12 2.
Lange, V. L. 2002. Instructional scaffolding. Retrieved on September 25, 2007from http:condor.admin-.ccny.cuny.edu~group4
CanoCano 20 Paper.doc. Lyon, 2001. Persentase Siswa Kesulitan Belajar. http: www.
saturnet.com. diakses tanggal 13 November 2014 Pharyuna, A.M. 2010. Pengaruh Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Berbantuan Sacffolding Terhadap Keterampilan Menulis Berbahasa Inggris Ditinjau dari Krativitas Siswa SMK Negeri 1 Singaraja
. Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha Singaraja. Sofa.2008. Karakteristik Anak Usia SD. online. http:www.ilmukami.
co.cc, diakses tanggal 8 November 2014. Vygotsky, L.S. 1978. Mind in Society. Cambridge, MA: Harvard
University Press. Yusuf, Syamsu. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
380
PEMBELAJARAN INTEGRATIF MELALUI MEMBATIK DI KOTA CIMAHI
Ramdhan Witarsa
Universitas Muhammadiyah Purwokerto Email:
kampiun.utamayahoo.com
Absract: Batik is one type of clothing that is famous in the world and is known as one of the cultural heritage owned by the Indo-
nesian people. Behind the making of batik as an art form are the values of the high philosophy of the Java community, as well
as also with batik made in Cimahi. Batik containing high val- ues philosophy in the process. First, the process of batik itself
and the second aspect is reversed motif. Aspect of making batik is very attracted me to discuss. I focus my writing this assess-
ment to the process of batik on before, during, and after the ba- tik. There are aspects of philosophy in batik in Cimahi. These
aspects are muthmainah, suiyah, amarah, and aluamah. In Java philosophy, muthmainah implies how well we are doing some-
thing naturally that is implemented in all the activities of life were performed consistently and continuously. Other properties
is how emotions affect the teenagers to do something based on
the affection. These properties are relected aluamah with forms of justice, love, compassion, beauty, humanity. Other properties
are suiyah. Suiyah is a desire to do something good wishes and justice, not only for teenagers but also adults. The nature of the
latter is amarah. The nature of this amarah should be avoided by all men because of amarah will lead to the greedy nature.
The fourth characteristic is illustrated in batik in Cimahi, either before, during, and after the batik that begins with preparation
equipment, make batik and batik on cloth is all of the process of batik on fabric is described as a process mbironi, ngerok, nyoga,
and others.
Keywords : ethical development, the process of batik, Javanese philosophy.
381
Pendahuluan
Tanggal dua oktober merupakan “Hari Batik Nasional”, batik yang kita tahu merupakan warisan budaya Bangsa Indonesia. United
National Education Scientiic and Cultural Organization UNESCO pun telah mengakui bahwa batik merupakan budaya asli Indonesia. Apa-
bila UNESCO sudah mengakui, berarti harusnya negara lain tidak bisa merebutnya dan mengakuinya. Batik berasal dari bahasa Jawa “amba”
yang berarti menulis dan “nitik”. Menurut Yudoseputro 2000 : 98, batik berarti gambar yang ditulis pada kain dengan mempergunak-
an malam sebagai media sekaligus penutup kain batik. Batik sendiri merupakan hasil budaya yang bisa dikatakan hampir semua wilayah
nusantara ada, apalagi Indonesia yang memiliki banyak kepulauan, provinsi, dan daerah, dengan begitu motif yang dimiliki oleh Indo-
nesia tentu saja sangat beragam. Seni batik tumbuh dan berkembang dengan pesat, seirama dengan selera minat daerah masing-masing
sehingga banyak beberapa daerah penghasil batik. Setiap daerah me- miliki ciri khas serta keunikan batik dalam ragam hias maupun tata
warna.
Kota Cimahi saat ini dikenal sebagai kota yang kreatif. Kota Ci- mahi merupakan salah satu kota yang memiliki ciri khas pada ragam
batiknya. Untuk sejarahnya adalah dengan diawali terbentuknya pada bulan Juli 2009, pada saat itu tercetuslah sebuah ide untuk mengem-
bangkan batik Cimahi yang didasari karena keprihatinan beberapa seniman Cimahi yang peduli terhadap perkembangan budaya tradis-
ional di Kota Cimahi. Batik Cimahi pertama kali dibuat melalui suatu kompetisi yang diadakan oleh Dewan Kerajinan Nasional Daerah
Dekranasda Kota Cimahi yang diketuai oleh Ny. Atty Suharti Toch- ija. Pada saat itu lomba diadakan untuk umum, dan untuk batik yang
menang akan dipatenkan sehingga tidak dapat ditiru oleh daerah lain.
Batik khas Kota Cimahi telah didaftarkan ke Provinsi Jawa Barat sebanyak lima buah motif. Untuk tiga motif utama Kota Cimahi yaitu
motif anyaman bambu, lereng kujang, dan daun singkong, sedangkan untuk dua motif lagi yaitu motif curug cimahi dan pusdik sedang
dalam tahap modiikasi. Namun yang menjadi objek atau fokus ka- jian penulis adalah proses membatiknya itu sendiri yang mempunyai
makna, nilai, dan pendidikan dalam menghasilkan batik yang bernilai seni dan bernilai jual tinggi.
Proses membatik yang seperti apa yang menghasilkan batik den- gan corakmotif yang bernilai seni dan bernilai jual tinggilah yang
menjadi hal yang membuat penulis penasaran untuk mengetahui dan mencari makna-makna apa saja yang terkandung dalam proses mem-
batik.
382
Fokus Kajian
Masyarakat jawa dikenal sebagai masyarakat yang memiliki latar belakang budaya yang sangat kuat. Latar belakang tersebut dapat dili-
hat melalui dokumentasi yang dilakukan oleh masyarakat Jawa yang ada di Kota Cimahi. Dokumentasi tersebut dapat berupa berbagai ma-
cam hasil karya masyarakat Jawa. Satu dari sekian banyak dokumen- tasi tersebut adalah dokumentasi tentang hasil seni budaya masyara-
kat Jawa yang disebut batik. Dimanapun masyarakat Jawa berada, mereka mendokumentasikan hasil budaya masyarakatnya untuk ke-
pentingan kelanjutan generasi berikutnya.
Dengan didirikannya Lembur Batik yang ada di jalan Pesantren Kota Cimahi dengan maksud dan tujuan agar karya budaya pewarisan
nenek moyangnya dapat dilakukan terus menerus dan berenkulturasi dengan masyarakat Sunda. Kain batik yang dikenal sebagai karya seni
masyarakat Jawa selama ratusan tahun tidak hanya dipergunakan se- bagai karya seni biasa tetapi juga digunakan sebagai pakaian. Namun
yang sangat disayangkan masyarakat Jawa sendiri ada yang tidak
memahami makna, nilai-nilai ilosoi yang terkandung dalam proses membatik baik itu sebelum membatik, pada saat membatik, dan sesu-
dah membatik. Sehingga pemaknaan akan proses membatik menjadi sangat dangkal. Oleh sebab itu, penulis memandang perlu pengka-
jian yang lebih mendalam agar generasi muda kita saat ini tidak ke- hilangan ruh akan makna, nilai-nilai yang terkandung dalam proses
membatik. Kajian ini sangat penting untuk melestarikan makna dan nilai-nilai dalam proses membatik sehingga generasi muda akan me-
mahami dan memaknai apa yang dimaksud dengan membatik? Sep- erti apa bentuk membatik? Dan bagaimana kegiatan membatik?
Membatik Cimahi
Batik berasal dari bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis dan “nitik”. Batik berarti gambar yang ditulis pada kain dengan mem-
pergunakan malam sebagai media sekaligus penutup kain batik. Ba- tik sendiri merupakan hasil budaya yang bisa dikatakan dimiliki oleh
hampir semua wilayah nusantara. Hal ini dikarenakan Indonesia me- miliki banyak kepulauan, provinsi, dan daerah. Dengan begitu mo-
tif batik yang dimiliki oleh Indonesia tentu saja sangat beragam. Seni batik tumbuh dan berkembang dengan pesat, seirama dengan selera
daerah masing-masing sehingga banyak beberapa daerah yang men- jadi penghasil batik. Setiap daerah memiliki ciri serta keunikan khas
tersendiri dalam ragam hias maupun tata warna batik.
Begitupun dengan batik khas Kota Cimahi. Batik khas Kota Ci- mahi yang telah didaftarkan ke Provinsi Jawa Barat sebanyak lima
383
buah motif, untuk tiga motif utama Kota Cimahi yaitu motif anya- man bambu, lereng kujang, dan daun singkong, sedangkan untuk dua
motif lagi yaitu motif curug cimahi dan pusdik sedang dalam tahap modiikasi.
Format Membatik Cimahi Batik Cimahi Motif Cirendeu
Motif Cirendeu yang dibuat oleh Dadang lebih mewakili masyara- kat adat Kampung Cirendeu yang terletak di wilayah Leuwigajah, Ci-
mahi Selatan. Singkong atau sampeu yang merupakan makanan pokok pengganti nasi bagi masyarakat sekitar selama 80 tahun telah menjadi
inspirasi untuk menciptakan motif batik. Jadi, pada motif Cirendeu ini, motif daun singkong dan ketela lebih mendominasi.
Gambar 1. Batik Cimahi Motif Cirendeu Sumber: http:kicaucimahi.blogspot.com; Dokumentasi Penulis
Batik Cimahi Motif Kuncup
Terdapat juga motif lainnya yaitu motif kuncup, motif ini dipilih sebagai salah satu tema batik khas Cimahi, karena kata kuncup diam-
bil dari bunga yang sedang kuncup.
Gambar 2. Batik Cimahi Motif Kuncup Sumber: http:kicaucimahi.blogspot.com; Dokumentasi Penulis
384
Batik Cimahi Motif Kujang
Motif Kujang merupakan senjata tradisional khas Jawa Barat. Motif Kujang ini dibuat oleh Muhammad Yaser. Ada dua jenis motif
Kujang yang ada pada batik Cimahi, yaitu motif Rereng Kujang dan kujang Cakra.
Gambar 3 . Batik Cimahi Motif Kujang Sumber: http:cimahijugapunyabatikloh.blogspot.com; Dokumen-
tasi Penulis
Gambar 4. Batik Cimahi Motif Kujang Cakra Sumber: http:balareabatikjabar.org; Dokumentasi Penulis
385
Gambar 5. Batik Cimahi Motif Rereng Kujang Sumber: http:balareabatikjabar.org; Dokumentasi Penulis
Batik Cimahi Motif Pusdik
Motif Pusdik terinspirasi dari banyaknya Pusat Pendidikan Pus- dik militer di kota Cimahi. Meskipun tergolong kota kecil, namun
Pusdik ini mencapai angka belasan sehingga membedakan kota Cima- hi dengan kota-kota lain yang ada di Jawa Barat. Pada motif Pusdik,
terlukis berbagai aktivitas pendidikan militer seperti latihan perang, motif Kawah Candradimuka yang merupakan simbol pendidikan mi-
liter, dan lain-lain.
Gambar 6. Batik Cimahi Motif Pusdik Sumber: http:cimahijugapunyabatikloh.blogspot.com; Dokumen-
tasi Penulis Batik Cimahi Motif Curug Cimahi
Motif Curug Cimahi adalah nama air terjun kebanggaan warga Cimahi yang terletak di kawasan Cisarua. Meskipun kawasan tersebut
kini sudah termasuk wilayah Kabupaten Bandung Barat, namun nama Curug Cimahi sudah sedemikian melekatnya dengan warga Cimahi
386
sehingga menjadi salah satu inspirasi pembuatan motif batik.
Gambar 7. Batik Cimahi Motif Curug Cimahi Sumber: http:ridwann13.blogspot.com; Dokumentasi Penulis
Batik Cimahi Motif Ciawitali
Motif Ciawitali yang diciptakan oleh Didi Sahadi didominasi oleh lukisan bambu dan anyamannya. Inspirasinya datang dari seorang
warga Cimahi yang merupakan penggagas Asosiasi Bambu Sedunia. Ciawitali sendiri merupakan nama suatu kampung di Kecamatan Ci-
mahi Tengah yang banyak ditumbuhi rumpun bambu.
Gambar 8. Batik Cimahi Motif Ciawitali Sumber: http:balareabatikjabar.org; Dokumentasi Penulis
387
Gambar 9 . Batik Cimahi Motif Anyaman Bambu Sumber: http:balareabatikjabar.org; Dokumentasi Penulis
Aktivitas Membatik Cimahi Persiapan Membatik
Sebelum membatik, ada beberapa alat dan perlengkapan yang perlu dipersiapkan sebagai berikut:
Keren atau anglo, atau bisa juga menggunakan kompor kecil be-
serta wajan yang sudah diisi dengan malam. Malam dicairkan di dalam wajan di atas anglo. Pencairan harus sempurna, sehingga malam ber-
warna tua. Hal ini dimaksudkan agar malam bisa lancar keluar me- lalui cucuk canting dan malam dapat meresap dengan sempurna ke
dalam mori. Api dalam anglo harus dijaga agar tetap membara, namun jangan sampai menyala karena bisa menjilat malam yang berada di
dalam wajan.
Canting
Canting digunakan untuk menutupi kain dengan lapisan malam. Tujuannya agar pada saat pewarnaan kain yang tertutup lapisan
malam ini tidak terkena warna. Ada berbagai macam canting yang diperlukan dalam proses mencanting. Ada canting “klowongan”, cant-
388
ing “isen”, canting “cecekan”, canting “tembokan”, dsb. Dalam mengop-
erasikannya, perlu diperhatikan cara memegangnya. Cara memegang canting
berbeda dengan cara memegang pensil atau alat tulis lainnya. Perbedaan itu disebabkan karena ujung cucuk canting bentuknya me-
lengkung dan berpipa besar, sementara pensil atau alat tulis lurus. Dengan canting ini, malam mendidih yang berada di dalam wajan
diciduk dan dibatikkan di atas mori. Sebelum dibatikkan, sebaiknya mori
ditiup terlebih dahulu dengan maksud untuk menghilangkan cairan malam yang membasahi cucuk canting. Cucuk canting yang ber-
lumuran cairan malam akan mengurangi baiknya goresan, terutama ketika permukaan canting diproseskan pada mori.
Mori
Mordanting Sebelum dibatik, mori perlu melewati proses “mordanting”. Mori
direndam dulu dengan cairan mordan. Tujuannya adalah untuk meng- hilangkan kanji serta lemak-lemak yang menempel pada kain. Setelah
selesai direndam, mori dijemur sampai kering. Kemudian mori diletak- kan di atas gawangan dekat anglo. Pembatik duduk di antara gawangan
dan keren atau anglo. Biasanya, gawangan ditempatkan di sebelah kiri, sementara anglo ditempatkan di sebelah kanan pembatik.
Tahapan Mencanting
Dalam menghasilkan kain batik, sepotong mori dikerjakan tahap demi tahap. Tiap tahap dapat dikerjakan oleh orang yang berbeda, na-
mun tidak dapat dikerjakan beberapa orang dalam waktu yang bersa- maan.
389
Membuat pola
Pola dibuat dengan pensil. Pola bisa berupa gambar-gambar yang langsung bisa dicanting, namun bisa juga berupa garis geometris mis-
alnya untuk motif kawung, maka yang dibuat hanya garis-garis kotak- kotaknya saja. Dalam membuat pola, gambar bisa langsung digam-
barkan pada kain atau di-blad menggambar dari pola yang ada di sebalik kain.
Membatik Kerangka
Dari pola yang sudah dibuat dengan pensil tadi, pembatik mem- buat kerangka dengan menggunakan malam cair. Canting yang di-
pergunakan adalah canting cucuk sedang atau canting klowongan. Mori yang sudah dibatik seluruhnya akan memunculkan gambar berupa
kerangka, disebut juga sebagai “klowongan”.
Ngisen-iseni
“Ngisen-iseni” berasal dari kata “isi”, yaitu memberi isi atau mengisi “klowongan” tadi. Ngisen-iseni dengan mempergunakan cant-
ing cucuk kecil yang disebut sebagai canting isen. Aktivitas selanjutnya
adalah “nyeceki”. “Nyeceki” mempergunakan canting cecekan, hasilnya bernama “cecekan”. Batikan yang lengkap dengan isen-isen disebut
sebagai “reng-rengan”. Karena namanya “reng-rengan”, maka aktivi-
390
tas membatik dalam memberikan isen-isen sejak awal hingga akhir disebut sebagai “ngengreng”. Setelah “ngengreng” selesai, keseluruhan
motif yang dikehendaki bisa terlihat. Hal ini merupakan penyelesaian yang pertama.
Nerusi “Nerusi” berasal dari kata meneruskan. Fungsinya untuk mem-
pertebal dan memperjelas tembusan batikan pertama. Aktivitas ini merupakan penyelesaian yang kedua. Batikan berupa “ngengrengan”
dibalik permukaannya. Permukaan di sebaliknya kain ini kemudian dicanting
. Sebenarnya aktivitas ini tidak berbeda dengan “membatik kerangka”, hanya saja dilakukan di sebaliknya kain yang sudah dicant-
ing . Canting-canting yang dipergunakan sama dengan canting untuk
ngengreng .
Nembok
Sebuah batikan tidak seluruhnya diberi warna, atau akan diberi warna yang bermacam-macam pada waktu penyelesaian menjadi
kain. Karena itu, bagian-bagian yang tidak akan diberi warna atau akan diberi warna sesudah bagian yang lain harus ditutup dengan
malam . Cara menutupnya seperti cara membatik bagian lain dengan
mempergunakan canting tembokan. Canting tembokan bercucuk besar. Orang yang mengerjakannya disebut “nembok” atau “nemboki”dan
hasilnya disebut “nembokan”.
Bliriki
Bliriki adalah nerusi tembokan agar bagian-bagian itu tertutup sung-
guh-sungguh. Bliriki mempergunakan canting tembokan dan caranya seperti nemboki. Apabila tahap terakhir ini sudah selesai, berarti proses
membatik selesai juga. Hasil bliriki disebut “blirikan” atau “tembokan”. Kadang-kadang batikan tidak perlu ditembok. Apabila pilihannya sep-
erti ini maka batikan sudah selesai sebelum ditembok dan dibliriki. Se- lanjutnya, bisa dilanjutkan dengan proses pewarnaan.
391
Kain-kain yang Sudah Selesai Dicanting
Proses Pewarnaan
Dalam proses ini, kain yang sudah dibatik diberi warna. Bagian yang tertutup malam nantinya akan tetap berwarna seperti semula
putih dan yang tidak tertutup malam akan terwarnai. Ada dua je- nis zat warna yang bisa dipilih dalam proses pewarnaan ini, yaitu zat
warna alam dan zat warna sintetis. Proses pewarnaan terbagi dalam beberapa tahap dan harus dikerjakan secara urut.
Perendaman dengan Cairan Naptol
Sebelum diberi warna, kain perlu direndam dulu dengan cairan naptol agar warna bisa menempel dengan sempurna.
Pemberian warna
Kain dimasukkan dalam zat warna alamsintetis sambil dibo- lak-balik supaya rata, kemudian didiamkan selama 15 menit. Setelah
itu kain diangkat, diangin-anginkan dengan cara kain dibentang pada talitambang di tempat yang teduh dan dijepit. Pada pewarnaan ala-
mi, setelah kain kering pencelupan diulang minimal tiga kali.
392
Proses Penguncian Fiksasi
Dalam proses ini, warna akan dikunci. Ada tiga pilihan bahan un- tuk proses penguncian ini, yaitu air kapur warna akan cenderung lebih
tua, tawas warna akan cenderung lebih muda, dan tunjung warna akan cenderung lebih tuapekat. Bahan-bahan tersebut memberikan
efek warna yang berbeda-beda meskipun zat warna yang digunakan sama. Cara mengunci: kain yang sudah diberi warna direndam dalam
cairan dari salah satu bahan tersebut selama 10 menit, kemudian di- cuci bersih dan dikeringkan dengan cara diangin-angin.
Nglorod
Menghilangkan lilin secara keseluruhan pada akhir proses pem- buatan batik disebut mbabar, ngebyok, atau nglorod. Caranya, kain
yang sudah dibatik direndam terlebih dahulu kemudian dimasukkan dalam air mendidih yang sudah diberi obat pembantu berupa water-
glass atau soda abu. Setelah itu, kain batik dikeringkan dengan cara
diangin-angin.
393
Nglorod
Proses-proses di atas hanya untuk penggunaan satu warna saja. Kebanyakan kain batik memakai lebih dari satu warna. Untuk se-
tiap pewarnaan, perlu diulang prosesnya dari mencanting mulai dari “membatik kerangka”, namun bagian yang ditutup dengan cairan
malam berbeda tergantung bagian mana yang diinginkan tidak ter- kena warna itu sampai “nglorod”.
Kain-kain Batik yang Sudah Selesai Diproses
Penutup
Dalam proses membatik terdapat teks yang merupakan karya sas- tra yang menyertai pembuatan awal batik. Sebenarnya teks ini meru-
pakan mantra yang harus diniatkan di dalam hati sebelum seseorang melakukan proses membatik. Teks ini sudah diubah sedemikian rupa
sehingga terlihat seperti karya sastra. Seiring dengan perkembangan jaman, batik tidak lagi dibuat secara perorangan melainkan sudah
dapat dibuat secara masal, maka teks ini sudah tidak dikenal lagi. Hal tersebut itulah yang membuat proses membatik pada saat awal pem-
buatannya kehilangan ruhnya. Kemajuan teknologi sudah membuat sudut pandang masyarakat bergeser. Masyarakat yang tadinya sangat
menghargai karya perorangan sekarang sudah lebih memilih karya masal yang sifatnya sangat ekonomis. Melihat kondisi yang demikian,
maka semua proses kegiatan membatik dari awal, pada saat, dan sesu- dah membatik perlu diimplementasikan dalam bentuk lain sehingga
nilai-nilai yang terkandung dalam ilosoi batik tidak tergerus dengan perubahan waktu dan zaman.
394
Daftar Pustaka
Hamzuri. 1985. Batik Klasik. Jakarta: Penerbit Djambatan. Hitchcock, M. 1991. Indonesian Textiles. London: Published by British
Museum Press 46, Bloomburry Street. Jamhuri, S. 2001. Memahami Warisan Budaya Masyarakat Tradisional.
Surabaya: PT Aneka Tanda. Kerlogue, F. 2004. Batik, Ontwerp, Stijl En Gecchiedenis. Singapore: Edi-
tions Didier Miller. Sudjadi, H. 2003. Karya Sastra Tradisional Jawa dalam Macapat. Jogjakar-
ta: Penerbit Budi Asih. Sugiarti, H. 1998. Pengaruh Islam dalam Naskah Tradisional. Bandung:
CV Buana Raya. Sutarman, D. 2005. Pesantren dan Naskah Tradisional. Magelang: Balai
Penerbit Kusumatjitra. S.K. Sewanto. 1973. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Balai Penelitian Batik
dan Kerajinan, Lembaga Penelitian dan Pendidikan Industri, Departemen Perindustrian RI.
Tim KUBe Sekar Kedhaton, Giriloyo dan Laboratorium Pengemban- gan Ekonomi Manajemen UPN “Veteran”. 2012. Modul Prak-
tek Membatik untuk Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan UPN “Veteran”. Yogyakarta: Mentranslasikan Cinta Budaya melalui
Belajar Batik Wawancara dengan Pembatik Lembur Batik Jalan Pesantren Kota Ci-
mahi
395
PENGGUNAAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR SISWA PADA MATERI LISTRIK DINAMIS
Penelitian Tindakan Kelas IX SMP Negeri I Tanjungsari Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang
Suhartini
Guru Sekolah Dasar Negeri Kabupaten Sumedang Email: rdea85gmail.com
Abstrak: Berdasarkan hasil pengamatan awal di kelas IX SMP Negeri 1 Tanjungsari pada pembelajaran listrik dinamis,
permasalahannya adalah hasil belajar dan keaktifan siswa. Data awal 37,5 dari 32 siswa kelas IX A yang tuntas. Oleh
karena itu, penulis mengambil alternatif pemecahan masalah dengan menggunakan PBM dalam kegiatan pembelajaran
untuk meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa dalam
pembelajaran isika kelas IX A di SMP Negeri 1 Tanjungsari. Penelitian ini dirancang dan dilaksanakan dengan menggunakan
metode penelitian tindakan kelas dengan pendekatan kualitatif, yang mengikuti desain penelitian Kemmis dan Mc. Tagart.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah format observasi, format wawancara, dan tes hasil belajar. Berdasarkan
hasil tes siklus I mengalami peningkatan ketuntasan belajar 75.
Sedangkan, aktiitas siswa selama pembelajaran memperoleh nilai rata-rata keaktifan 7,68. Kinerja guru 88,9 . Pada siklus
II mengalami peningkatan ketuntasan belajar menjadi 84,3. Sedangkan, aktiitas siswa selama pembelajaran siklus II
memperoleh nilai rata-rata 8,31 dan kinerja guru menjadi 91,6 . Maka dari itu pelaksanaan siklus dihentikan. Dari hasil
pelaksanaan siklus I dan siklus II dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada materi listrik dinamis di SMP Negeri I Tanjungsari.
Kata kunci : Listrik dinamis, Pembelajaran Berbasis Masalah,
isika.
396
Pendahuluan
Mata pelajaran IPA Fisika adalah salah satu mata pelajaran eksakta yang untuk mempelajarinya dibutuhkan percobaan, pengamatan serta
pembuktian dengan pasti berupa data kualitatif dan data kuantitatif . Untuk sebagian siswa mata pelajaran ini sulit dan ditakuti, sehingga
hasil belajar yang diperoleh kurang memuaskan. Guru menggunakan berbagai metoda dan media dengan harapan menarik perhatian
dan minat siswa, sehingga mereka dapat terlibat dalam proses dan menemukan atau membuktikan suatu konsep.
Media pembelajaran memungkinkan anak berinteraksi dan melakukan tindakan isik yang dapat mengembangkan aktivitas
dan proses berpikir, sehingga mampu mentransfernya dalam bentuk gagasan atau ide. Dari kegiatan meraba, memegang, berkembang
menjadi kegiatan berbicara, membaca, dan menghitung Depdiknas, 2004.
Kenyataan di lapangan penggunaan media dalam bentuk alat, membuat anak merasa senang pada saat belajar, aktif dan dapat
melakukan praktek sesuai prosedur. Tetapi ketika mengerjakan soal- soal tes, hanya sebagian kecil siswa yang menjawab dengan benar.
Hal ini membuktikan bahwa penggunaan media dalam pembelajaran belum maksimal untuk “menggiring” siswa memahami suatu konsep.
Salah satu contohnya adalah dalam pembelajaran Fisika konsep Listrik Dinamis. Sekilas pembelajaran ini sangat sederhana dan mudah,
namun dari hasil tes di kelas IXA yang berjumlah 32 siswa hanya 12
orang 37,5 yang mendapatkan nilai ≥ KKM 7,5. Masalah di atas menjadi dorongan bagi penulis untuk melakukan
penelitian tindakan kelas di kelas IX A SMPN 1 Tanjungsari dengan menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah PBM dengan
metode praktikum. Model pembelajaran tersebut bertujuan membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah,
dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi;
dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri Depdiknas, 2004. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah PBM menurut Tan
Rusman, 2010:229 merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul diotimalisasikan
melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan
kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
Selain pengertian di atas, Tan juga mengemukakan pendapat yang lain mengenai pengertian PBM adalah sebagai penggunaan berbagai
macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi
segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada Rusman, 2010.
397
Karakteristik pembelajaran berbasis masalah Rusman, 2010: 232 adalah sebagai berikut:
a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar; b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada
di dunia nyata yang tidak terstruktur; c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda;
d. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap dan kompetensi yang kemudian membutuhkan
identiikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar; e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama;
f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan
proses yang essensial dalam PBM; g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif;
h. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk
mencari solusi dari sebuah permasalahan; i.
Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar; dan
j. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan
proses belajar.
Akar Desain Masalah
Akar desain masalah adalah masalah yang berupa kenyataan hidup, tidak dibuat-buat dan memang kontekstual dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam PBM Rusman,2010 sebuah masalah yang dikemukakan kepada siswa harus dapat membangkitkan pemahaman
siswa terhadap masalah, sebuah kesadaran akan adanya kesenjangan, pengetahuan, keinginan memecahkan masalah dan adanya persepsi
bahwa mereka mampu memecahkan masalah tersebut.
Menentukan Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah
Tujuan PBM adalah penugasan isi belajar dari disiplin heuristic dan pengembangan dalam keterampilan pemecahan masalah. Selain
itu, PBM berhubungan dengan belajar tentang kehidupan yang lebih luas, keterampilan memaknai informasi, kolaboratif dan belajar tim,
dan keterampilan berpikir relektif dan evaluatif.
Peran Guru dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
Guru dalam PBM terus berpikir tentang beberapa hal, yaitu: a Bagaimana dapat merancang dan menggunakan permasalahan yang
ada di dunia nyata, sehingga siswa dapat menguasai hasil belajar? b Bagaimana bisa menjadi pelatih siswa dalam proses pemecahan
masalah, pengarahan diri, dan belajar dengan teman sebaya? c Dan
398
bagaimana siswa memandang diri mereka sendiri sebagai pemecah masalah yang aktif? Selain itu, guru dalam PBM juga memusatkan
perhatiannya pada memfasilitasi proses belajar PBM, mengubah cara berpikir, mengembangkan keterampilan inquiry, menggunakan
pembelajaran kooperatif, melatih siswa tentang strategi pemecahan masalah, pemberian alasan yang mendalam, metakognisi, berpikir
kritis, dan berpikir secara sistem. Dan menjadi perantara proses penugasan informasi, meneliti lingkungan informasi, mengakses
sumber informasi yang beragam, dan mengadakan koneksi.
Berdasarkan hasil identiikasi masalah yang dilaksanakan terhadap pembelajaran awal, diketahui bahwa siswa kurang memahami materi
dan hasil belajar siswa masih rendah. Dari dua masalah yang muncul tersebut, maka penulis dapat merumuskan masalahnya adalah apakah
model PBM dapat membantu meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX SMPN 1 Tanjungsari Kabupaten Sumedang pada materi listrik
dinamis ?
Pelaksanaan dan Pembahasan Paparan Data Siklus I
Perencanaan Tindakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP meliputi Standar
Kompetensi 3. Memahami konsep kelistrikan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi Dasar 3.2. Menganalisis
percobaan listrik dinamis dalam suatu rangkaian serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pokok Listrik Dinamis.
Indikator pembelajarannya ”Melakukan pengukuran kuat arus listrik dan beda potensial dalam suatu rangkaian sederhana dengan
teliti dan jujur”. Indikator tersebut dijabarkan menjadi 3 tujuan pembelajaran, yaitu:
1. Dapat merakit rangkaian listrik sederhana. 2. Dapat mengukur kuat arus listrik.
3. Dapat mengukur beda potensial.
Untuk menunjang ketercapaian tujuan, direncanakan menggunakan metoda pembelajaran demonstrasi dan eksperimen.
Demonstrasi dilakukan guru dengan memodelkan cara menggunakan basic meter
untuk mengukur kuat arus listrik dan beda potensial. Peserta didik melakukan eksperimen secara berkelompok sesuai LKS.
Peserta didik dibagi menjadi 8 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 orang yang heterogen baik secara gender juga tingkat prestasinya.
Data ini diperoleh guru dari pertemuan-pertemuan sebelumnya dengan bantuan teman sejawat sebagai observer.
399
Pelaksanaan Tindakan
Siklus I dilaksanakan hari kamis tanggal 6 September 2012 jam ke-3 dan ke-4 pada kelas IXA SMP Negeri 1 Tanjungsari. Peserta
didik terdiri dari 15 orang laki-laki dan 17 orang perempuan. Proses pembelajaran dilaksanakan di laboratorium isika SMPN 1 Tanjungsari.
Pembelajaran dimulai jam 08.30. dengan bantuan 2 orang observer. Guru membuka pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan untuk mengingatkan kembali pengertian listrik dinamis dan syarat-syarat terjadinya arus listrik. Motivasi dilakukan
guru dengan dengan memperlihatkan alat-alat, lalu mengajukan pertanyaan: “Dapatkah kalian merangkai alat-alat listrik ini sehingga
terjadi arus listrik?”
Pada kegiatan inti peserta didik sudah duduk dalam kelompoknya, setiap kelompok menerima 2 dua LKS dan seperangkat alat-alat
listrik. Setelah semua kelompok selesai melakukan kegiatan LKS nomor 1 satu dan nomor 2 dua, guru memusatkan perhatian semua
peserta didik supaya memperhatikan pemodelan cara menggunakan basicmeter
untuk mengukur kuat arus dan beda potensial yang dilakukan oleh guru. Guru memastikan semua kelompok dapat
mengoperasikan basicmeter, dan mempersilahkan semua kelompok melanjutkan kegiatan-kegiatan berikutnya sesuai LKS.
Di akhir kegiatan inti, LKS dikumpulkan sebagai data hasil belajar berupa data kuantitatif, sedangkan data kualitatif diperoleh dari rubrik
penilaian unjuk kerja. Pada tahap pelaksanaan observer mengamati kinerja guru dan mengamati aktivitas siswa. Dari tabel di bawah ini
dapat dilihat bahwa kinerja guru dalam kegiatan pembelajaran baru mencapai 88,9. Kelemahan guru terletak pada kurang persiapannya
alat penilaian dalam perencanaan. Pada saat orientasi siswa kepada masalah, guru tidak menyampaikan masalah sesuai dengan hierarki
belajar. guru juga kurang menumbuhkan partisipasi dalam mereleksi deinisi masalah saat analisi dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah. Dan pada evaluasi hasil belajar, guru tidak melakukan evaluasi karena mengambil nilai unjuk kerja dan nilai LKS siswa.
Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan proses pembelajaran dengan bantuan 2 dua orang observer, diperoleh data 24 75 dari 32 peserta
didik telah memperoleh nilai unjuk kerja lebih dari atau sama dengan KKM. Nilai tersebut diperoleh dari 50 nilai unjuk kerja individu +
50 nilai kelompok. Nilai kelompok diperoleh dari nilai LKS. Berikut
nilai aktiitas siswa yang disajikan dalam bentuk tabel.
400
Tabel 1 Hasil Aktivitas Siswa Siklus 1
Kel. Nama
Siswa Nilai Unjuk
Kerja50 Nilai Dari
LKS 50 Jumlah
Keterangan
I A
8,75 8,00
8,38 Tuntas
B 5,63
8,00 6,82
Belum tuntas
C 5,63
8,00 6,82
Belum tuntas
D 6,25
8,00 7,12
Belum tuntas II
E 8,13
7,50 7,82
Tuntas
F 8,75
7,50 8,12
Tuntas
G 7,50
7,50 7,50
Tuntas
H 6,25
7,50 6,88
Belum tuntas III
I 10,00
9,00 9,50
Tuntas
J 6,25
9,00 7,63
tuntas
K 7,50
9,00 8,25
Tuntas
L 5,63
9,00 7,31
Belum tuntas IV
M 9,40
7,50 8,45
Tuntas
N 9,40
7,50 8,45
Tuntas
O 8,13
7,50 7,82
Tuntas
P 6,90
7,50 7,20
Belum tuntas V
Q 9,40
8,50 8,95
Tuntas
R 8,13
8,50 8,31
Tuntas
S 8,75
8,50 8,63
Tuntas
T 8,13
8,50 8,31
Tuntas VI
U 10,00
8,50 9,25
Tuntas
V 7,50
8,50 8,00
Tuntas
W 7,50
8,50 8,00
Tuntas
X 6,90
8,50 7,70
Tuntas VII
Y 6,90
8,50 7,70
Tuntas
X 5,00
8,50 6,75
Belum tuntas
A1 10,00
8,50 9,25
Tuntas
B1 7,50
8,50 8,00
Tuntas VIII
C1 8,75
8,50 8,63
Tuntas
D1 6,90
8,50 7,70
Tuntas
D2 6,25
8,50 7,38
Belum tuntas
D3 6,90
8,50 7,70
Tuntas Nilai
Tertinggi 10,00
9,00 9,50
Tuntas = 24 orang Belum tuntas = 8 orang
Nilai terendah 5,00
7,50 6,75
Nilai rata-rata 7,64
8,25 7,95
Jumlah
401
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dalam aktivitas siswa pada siklus I satu sudah terlihat dari kegiatan siswa yang berkelompok
dan berdiskusi dalam pemecahaman masalah yang diberikan oleh guru. Selain itu, siswa diberikan kesempatan dan fasilitas untuk
mengungkapkan ide dan gagasannya dalam pembelajaran materi listrik dinamis. siswa dapat membagi pendapat dan bersama-sama
untuk memecahkan masalah yang diberikan guru. Nilai pada tabel di atas terdiri dari nilai unjuk kerja siswa dan nilai LKS siswa. Kedua nilai
tersebut dijadikan acuan sebagai nilai hasil belajar siswa. Terdapat 24 siswa yang telah tuntas dan 8 delapan siswa yang belum tuntas.
Releksi
Proses pembelajaran siklus 1 satu model PBM dengan menciptakan kondisi belajar yang aktif untuk 90 kelompok.
Kelompok II, III, V, dan VI dapat merangkai listrik dalam waktu kurang dari 5 menit, kelompok IV, VII, dan VIII merangkai listrik
dalam waktu 10 menit, sedangkan kelompok I satu mendapat kesulitan sehingga membutuhkan waktu merangkai sekitar 15 menit.
Kelompok I satu terlihat kesulitan, ini disebabkan Rini sebagai reader sibuk sendiri sedangkan yang lainnya hanya melihat. Hasil belajar
yang diperoleh pada siklus hanya dari unjuk kerja dalam kelompok, sedangkan pemahaman konsep untuk setiap individu tidak terukur
karena guru tidak melakukan tes.
Untuk siklus ke-2 sebaiknya guru memberikan tes awal dan tes akhir, sehingga diperoleh data kuantitatif yang menggambarkan
sejauh mana pemahaman konsep peserta didik, juga kemajuan belajar terukur untuk setiap individu. Melalui tes guru memperoleh data
sejauh mana kualitas pembelajarannya.
Deskripsi Siklus 2 Perencanaan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP siklus 2 meliputi Standar Kompetensi 3. Memahami konsep kelistrikan dan penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi Dasar 3.2. Menganalisis percobaan listrik dinamis dalam suatu rangkaian serta penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari. Materi pokok Listrik Dinamis.
Indikator pembelajaran “Melakukan pengukuran kuat arus listrik dan beda potensial dalam suatu rangkaian listrik sederhana dengan
teliti dan jujur”. Indikator tersebut dijabarkan menjadi 3, yaitu:
a. Melalui percobaan peserta didik dapat menemukan hubungan antara kuat arus listrik dengan beda potensial.
b. Melalui percobaan peserta didik dapat menuliskan persamaan hubungan antara arus listrik, beda potensial, dan hambatan
402
dengan benar. c. Peserta didik dapat mengoperasikan persamaan hukum Ohm
secara Mandiri. Kondisi kelas di siklus II masih seperti pada siklus I, baik jumlah
kelompok maupun anggota kelompoknya.
Pelaksanaan Tindakan
Siklus II dilaksanakan hari kamis tanggal 13 September 2012 jam ke-3 dan ke-4 pada kelas IXA SMP Negeri 1 Tanjungsari. Peserta
didik terdiri dari 15 orang laki-laki dan 17 orang perempuan. Proses pembelajaran diawali dengan tes awal yang dilakukan di
kelas. Kegiatan inti dilakukan di laboratorium isika SMP Negeri 1 Tanjungsari.
Pada kegiatan inti peserta didik sudah duduk dalam kelompoknya, setiap kelompok menerima 2 LKS dan seperangkat alat-alat listrik.
Guru membantu mengingatkan kembali cara menggunakan basicmeter untuk mengukur kuat arus dan untuk mengukur beda potensial.
Peserta didik melakukan kegiatan sesuai LKS sehingga menemukan hubungan antara kuat arus dengan beda potensial dan hambatan pada
rangkaian listrik sederhana.
Presentasi dilakukan dengan menampilkan beberapa kelompok untuk menyampaikan hasil kerjanya, sedangkan kelompok lain
menanggapinya. Guru membimbing membuat kesimpulan dari hasil observasi yang dilakukan peserta didik.
Berikut ini akan disajikan tabel mengenai kinerja guru pada siklus II. Masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam pelaksanaan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru. guru kurang bisa memberikan apersepsi pada tahap awal pembelajaran. Selain itu guru juga masih
kurang dapat mengorientasikan masalah kepada siswa. Evaluasi hasil belajar masih kurang dalam hal prosedur penilaian.
Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan proses pembelajaran dengan bantuan 2 orang observer, diperoleh data 27 84,3 dari 32 peserta
didik telah memperoleh nilai unjuk kerja lebih dari atau sama dengan KKM. Nilai tersebut diperoleh dari 50 nilai unjuk kerja individu +
50 nilai kelompok. Nilai kelompok diperoleh dari nilai LKS. Adanya peningkatan jumlah ketuntasan hasil belajar siswa yang menjadi 27
orang dari sikulus I. Selain itu, keaktifan siswa dalam berdiskusi dan unjuk kerja mengalami peningkatan.
Berikut ini adalah diagram perubahan aktivitas siswa, nilai LKS dan hasil belajar siswa dari data awal, siklus I dan siklus II.
403
Graik 1. Peningkatan Aktiitas siswa, Nilai LKS dan Hasil Belajar Siswa
Dari graik tersebut dapat dilihat bahwa perubahan yang terjadi dari data awal, memasuki siklus I kemudian siklus II, terjadi peningkatan
rata-rata sebesar 1,00 pada hasil belajar siklus I, sedangkan 0,40 dari siklus I ke silus II. Untuk aktivitas siswa pada siklus I siswa rata-
rata sudah mampu menjawab pertanyaan dengan tepat, melakukan eksperimen dengan baik, kerjasama dalam kelompok sudah baik, dan
mempresentasikan hasil dengan cukup baik. Dari graik, nilai rata- rata aktivitas siswa yaitu 7,64. sedangkan pada siklus II nilai rat-rata
aktivitas siswa adalah 8, 31 maka terjadi peningkatan dari siklus I sebesar 0,73.
Untuk nilai rata-rata LKS siklus I adalah 8,25 sedangkan nilai rata-rata LKS siklus II adalah 8,38. Maka peningkatan yang terjadi
dari siklus I pada nilai rata-rata LKS sebesar 0,13. Berikut ini adalah diagram mengenai ketuntasan belajar siswa dari data awal, siklus I
dan Siklus II.
Graik 2. Ketuntasan Hasil Belajar Siswa
20 15
20 25
30
i R at
a- ra
ta
Penin
20 12
15 20
25 30
i R at
a- ra
ta
Peningkat
404
Releksi
Proses pembelajaran pada siklus ke-2 memperlihatkan peningkatan kemampuan melakukan percobaan sesuai prosedur. Hal ini terjadi
karena peserta didik sudah memiliki kemampuan merangkai alat pada pertemuan sebelumnya di siklus ke-1. Pada umumnya semua
kelompok tidak mengalami kesulitan yang berarti.
Nilai proses belajar dalam bentuk unjuk kerja diperoleh data 27 84,3 dari 32 peserta didik sudah mencapai KKM. Dari hasil tes
akhir yang dilakukan pada akhir pembelajaran, 75 peserta didik telah mencapai KKM, 25 peserta didik belum mencapai KKM.
Berdasarkan rencana awal Penelitian Tindakan Kelas, siklus akan dihentikan setelah 75 24 peserta didik dari 32 peserta didik telah
mencapai KKM. Pertimbangan lain yang menjadikan siklus terhenti adalah dalam pengalokasian waktu yang telah dirancang dalam
silabus pembelajaran.
Penutup
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilaksanakan dalam dua siklus tentang Penggunaan PBM untuk meningkatkan
hasil belajar siswa pada materi listrik dinamis di kelas IX SMP Negeri I Tanjungsari Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang, maka
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: Berdasarkan pada data hasil pelaksanaan, proses pembelajaran dengan menggunakan
PBM. Kegiatan evaluasi proses yang dilakukan oleh guru adalah mengamati aktivitas siswa pada saat terjadi pembelajaran dengan
menggunakan lembar observasi. Meliputi pengamatan terhadap aktivitas siswa dan kinerja guru dengan lembar observasi. Evaluasi
setiap akhir pelaksanaan tindakan mengalami peningkatan setiap siklus. Berdasarkan hasil tes pada penerapan PBM pada siklus I
mengalami peningkatan ketuntasan belajar menjadi 24 orang siswa 75. Sedangkan, aktivitas siswa selama pembelajaran memperoleh
nilai rata-rata keaktifan 7,68. Kinerja guru dari hasil observasi mendapat persentase sebesar 88,9. Pada siklus II mengalami
peningkatan ketuntasan belajar menjadi 27 orang siswa 84,3. Sedangkan, aktivitas siswa selama pembelajaran siklus II memperoleh
nilai rata-rata keaktifan 8,31 dan kinerja guru dari hasil observasi mendapat persentase sebesar 91,6. Dari hasil pelaksanaan siklus I dan
siklus II dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi listrik dinamis
di SMP Negeri I Tanjungsari kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang. Bagi peneliti yang akan meningkatkan hasil belajar
siswa, Pembelajaran Berbasis Masalah bisa dijadikan alternatif dalam pendekatan pembelajaran siswa
405
Daftar Pustaka
Arikunto, S., dkk 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara.
Kasbolah, K.E.S. 1998. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Depdikbud. Rusman 2010. Model-model Pembelajaran
. Jakarta : Rajagraindo Persada.
Sugiyono 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Wariyono, Sukis Muharomah, Y. 2008. Mari Belajar Ilmu Alam
Sekitar . Jakarta : Pusat Perbukuan Depdiknas
Wiriaatmadja, R. 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya.
406
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI MORFOLOGI
TUBUH HEWAN DAN TUMBUHAN SERTA FUNGSINYA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Nana Suhana, Meiry Fadilah Noor
Madrasah Ibtidaiyah Negeri 19 Jakarta, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Email : meiry.fadilahuinjkt.ac.id
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan
hasil belajar IPA siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri 19 Jakarta. Metode penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan
Kelas PTK yang terdiri dari dua siklus dan setiap siklus
meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan releksi. Adapun instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah:
Lembar tes hasil belajar, soal-soal latihan, lembar observasi guru dan siswa, Lembar Kerja Siswa LKS, dan catatan lapangan.
Penskoran ketercapaian penelitian didasari pada KKM siswa yang mencapai 75 dari jumlah siswa.
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa pada setiap siklus. Ditunjukkan dari hasil proses belajar
nilai LKS dan evaluasi mengalami peningkatan. Rata-rata N-gain juga mengalami peningkatan dari 0,32 siklus I menjadi 0,46
siklus II. Ketercapaian indikator penelitian pada siklus I sebesar 67,5 menjadi 85 pada siklus II. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa
pada mata pelajaran IPA pada materi morfologi tubuh hewan dan tumbuhan serta fungsinya di Madrasah Ibtidaiyah Negeri
19 Jakarta.
Kata kunci : hasil belajar siswa, model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, IPA
407
Pendahuluan
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I pasal I ayat 1 mendeinisikan Pendidikan sebagai
usaha sadar yang terencana dalam mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk mengembangkan potensi diri
pesertadidik memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara Jenderal Pendidikan Nasional, 2006. Usaha tersebut terjadi proses belajar
mengajar antara siswa dengan guru dengan adanya interaksi. Hal ini agar tercapai tujuan nasional dalam mengembangkan potensi
peserta didik selain berilmu salah satunya menjadi warga negara yang bertanggung jawab Rozak, 2010.
Peranan guru di kelas sebagai pengelola kelas sangat menentukan pencapaian pembelajaran Arend, 1997, Guru dapat mengelola kelas
dengan model- model pembelajaran, strategi, dan metode-metode serta media yang tepat, sesuai dengan materi dan karakteristik
siswa. Siswa yang berilmu juga harus memiliki potensi berupa rasa tanggung jawab yang dapat dikembangkan dengan pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran ini melibatkan siswa dalam berpartisipasi dan berinteraksi pada kelompoknya untuk belajar bekerja sama
dengan anggota lainnya bertanggung jawab untuk diri dan anggota kelompok dalam pencapaian belajar Rusman, 2013.
Pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Negeri 19 Jakarta khususnya pada kelas IV belum memaksimalkan interaksi serta partisipasi antar
siswa maupun guru. Metode pembelajaran yang digunakan seperti ceramah, tanya jawab, tugas, dan sesekali menggunakan metode
diskusi. Sehingga hasil observasi menunjukkan aktivitas belajar yang kurang aktif mengajukan pertanyaan, dan hanya beberapa siswa yang
dapat menjawab pertanyaan guru. Keberanian dalam mengemukakan pendapat ketika diberikan kesempatan tidak termunculkan. Bahkan
interaksi antar siswa saat proses pembelajaran terlihat pasif. Hal ini berdampak pada hasil belajar di dua angkatan kelas empat tahun ajar
20132014 dan 20122013 belum sesuai harapan yaitu sekitar 41,6 dan 33,7 di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal 70.
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw diduga dapat menjadi pemecahan dalam permasalahan MIN 19, karena salah
satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi untuk mencapai
prestasi yang maksimal Zuliani dkk., 2009. Pemberian model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw akan memberikan kesempatan
untuk siswa dalam mengemukakan pendapat dan mengolah
408
informasi serta meningkatkan keterampilan dalam berkomunikasi. Pembelajaran jigsaw akan menyeimbangkan hubungan antara guru
dan siswa Soimin, 2014. Dengan demikian,suasana belajar menjadi menyenangkan, tujuan pembelajaran tercapai dengan pencapaian
tersebut terindikasikan darihasil belajar yang meningkat.
Materi Morfologi Hewan dan Tumbuhan di Madrasah Ibtidaiyah 19 kelas empat membahas mengenai karakteristik morfologi berbagai
macam hewan. Irene 2014 menyebutkan materi tersebut dalam hal morfologi tubuh hewan diantaranya hewan ikan, kucing, katak,
dan ayam, perbedaan serangga dan laba-laba. Buku kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013 membahas mengenai hewan jenis
burung, perbedaan serangga dan laba-laba. Didukung pula dengan buku Sains Sesuai Kurikulum 2013 Valerina 2014 yang menjabarkan
materi morfologi tubuh hewan meliputi beberapa hewan, kucing, ikan , burung, dan serangga. Sedangkan materi morfologi tumbuhan
membahas pada organ akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji Haryanto, 2004. Karakteristik morfologi hewan dan tumbuhan
tersebut akan mudah dipahami dan diingat bila dikerjakan secara bersama-sama. Dengan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw tujuan
pembelajaran akan tercapai bersama-sama dan hasil belajar menjadi meningkat. Dengan demikian, perlunya upaya perbaikan proses
pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam meningkatkan hasil belajar,khususnya pada materi Morfologi Tubuh
Hewan dan Tumbuhan serta Fungsinya dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw”.
Hasil dan Pembahasan
Subjek penelitian ini adalah siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri 19 Jakarta kelas IV sebanyak 40 orang. Berdasarkan hasil pengamatan
langsung peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran IPA di Madrasah Ibtidaiyah Negeri 19 Jakarta selama ini cenderung lebih banyak
mengembangkan kemampuan menghapal materi pembelajaran. Siswa belum dibiasakan untuk memahami materi pembelajaran dengan cara
kelompok. Pembelajaran IPA masih berpusat pada guru yang lebih sering menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan.
Guru juga jarang mengajak siswa untuk mempergunakan fasilitas penunjang seperti labolatorium dan alat peraga dalam pembelajaran
IPA. Selain itu kurang adanya interaksi antarsiswa dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan hal-hal tersebut peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang sangat jarang diterapkan
dalam pembelajaran IPA. Objek dari penelitian tindakan ini adalah
409
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan hasil belajar siswa. Penelitian dilakukan sebanyak dua siklus, masing-masing siklus terdiri
dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi atau pengamatan, dan releksi.
Siklus pertama a. Perencanaan
Pada tahap perencanaan, peneliti yang juga sebagai guru IPA, mengembangkan rencana tindakan berdasarkan penelitian
pendahuluan terhadap proses pembelajaran IPA dan hasil belajar IPA. Dari penelitian pendahuluan didapatkan bahwa pada sekolah yang
akan diteliti mengalami permasalahan pada rendahnya hasil belajar IPA. Guru dalam memberikan materi pembelajaran masih terbatas
pada metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Siswa kurang aktif dalam memberikan pertanyaan dan menjawab pertanyaan, siswa
kurang berani mengemukakan pendapat, serta kurang terjadinya interaksi antarsiswa dalam proses pembelajaran.
Peneliti merancang desain pembelajaran yang dapat mengatasi masalah yang dihadapi. Desain pembelajaran yang disiapkan meliputi
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, LKS Lembar Kerja Siswa,