Perbedaan Mean Hasil Belajar Kelas Kontrol dan Eksperimen Uji Homogenitas Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas Posttest UAS Uji Hipotesis Posttest UTS

326 baik yang mewakili semua materi yang hendak diukur. Sedangkan tingkat reliabilitas yang digunakan menggunakan bentuk Ekivalensi, yaitu dibuat identik dengan tes yang mempunyai karakteristik yang sama yaitu variabel yang sama, jumlah item sama, struktur sama, mempunyai tingkat kesulitan dan mempunyai petunjuk, cara penskoran, dan interpretasi yang sama Sukardi 2008. Berdasarkan uji taraf kesukaran, diperoleh bahwa jenis soal terkategorikan sedang yaitu berada dalam indeks 0,30 sampai 0,70. Soal dapat dikatakan sebagai soal yang baik karena cirinya soal yang baik adalah tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah. Sehingga soal yang dikerjakan oleh mahasiswa bisa merangsang mahasiswa untuk mempertinggi kemampuannya. Sedangkan berdasarkan analisis pembeda diperoleh data bahwa soal-soal yang diujikan terkategorikan Baik good sehingga sanggup melihat soal yang bisa dikerjakan oleh mahasiswa yang tergolong tinggi dengan mahasiswa yang tergolong kurang prestasinya. Hasil Penelitian Instrumen Tes 1. Hasil postest UTS dan postest UAS siswa kelas kontrol dan eksperimen

2. Perbedaan Mean Hasil Belajar Kelas Kontrol dan Eksperimen

Tabel 2. Perbandingan Mean Hasil Belajar Kelas Kontrol dan Eksperimen Kelas Kontrol Eksperimen Perbedaan Hasil UTS 69,625 81.9375 12.31 327 UAS 69.2500 78.9583 9.71 Pengujian Persyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis 1. Uji Normalitas Hasil Postest UTS dan UAS kelas eksperimen dan kelas kontrol Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Postest UTS Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kolmogorov- Smirnov a Shapiro-Wilk Keterangan Statistic df Sig. Statistic df Sig. UTS .098 96 .025 .910 96 .000 Tdk Berdistribusi Normal Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Posttest UAS Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Keterangan Statistic df Sig. Statistic df Sig. UAS .074 96 .200 .980 96 .151 Berdistribusi Normal

2. Uji Homogenitas Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas Posttest UAS

Levene’s Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means F Sig. t df Sig. 2-tailed Mean Difference Std. Error Difference 95 Conidence Interval of the Difference Lower Upper UAS Equal variances assumed .486 .487 3.834 94 .000 9.70833 2.53197 4.68105 14.73562 Equal variances not assumed 3.834 93.148 .000 9.70833 2.53197 4.68045 14.73622 Keputusan Data Homogen

3. Uji Hipotesis Posttest UTS

Berdasarkan uji normalitas diperoleh bahwa Data UTS tidak berdistribusi normal dengan demikian analisis berikutnya dengan menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil perhitungan uji Mann- 328 Whitney adalah : Tabel 6. Hasil UJI Mann-Whitney U UTS Mann-Whitney U 664.000 Wilcoxon W 1840.000 Z -3.580 Asymp. Sig. 2-tailed .000 Hasil perhitungan uji Mann-Whitney adalah -0,580 dan diperoleh nilai Asymp sig 2-tailed data UTS = 0,000, maka H0 ditolak artinya rata-rata pemahaman konsep akuntansi mahahasiswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari rata-rata pemahaman konsep akuntansi mahahasiswa pada kelompok kontrol. Tabel 7. Group Statistik Postest UTS Kelas N Mean Std. Deviation Std. Error Mean UTS Ekspmn 48 81.9375 11.45278 1.65307 Kontrol 48 68.5000 20.03614 2.89197 Tabel 8. Hasil Uji Independent Samples Test Levene’s Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means F Sig. t df Sig. 2-tailed Mean Difference Std. Error Difference 95 Conidence Interval of the Difference Lower Upper UTS Equal variances assumed 8.729 .004 4.034 94 .000 13.43750 3.33108 6.82356 20.05144 Equal variances not assumed 4.034 74.750 .000 13.43750 3.33108 6.80128 20.07372 Posttest UAS Berdasarkan uji normalitas, data nilai UAS berdistribusi normal dan homogen, maka langkah selanjutnya adalah menghitung Uji t. Tabel 9. Group Statistik Kelas N Mean Std. Deviation Std. Error Mean UAS Ekspmn 48 78.9583 11.79607 1.70262 Kontrol 48 69.2500 12.98362 1.87402 329 Tabel 10. Hasil Uji Independent Samples Test Levene’s Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means F Sig. t df Sig. 2-tailed Mean Difference Std. Error Difference 95 Conidence Interval of the Difference Lower Upper UAS Equal variances assumed .486 .487 3.834 94 .000 9.70833 2.53197 4.68105 14.73562 Equal variances not assumed 3.834 93.148 .000 9.70833 2.53197 4.68045 14.73622 Dari data diatas diperoleh nilai Sig 0,487 0,05, maka Ho diterima. Jadi kedua kelompok memiliki varian yang sama. Uji selanjutnya memakai nilai pada baris yang atas Equal variances assumed yaitu 3,834. Nilai t hitung besar dan nilai Sig 2-tailed 0,000 0,05, maka Ho ditolak artinya Model Group Investigation berpengaruh terhadap tingkat pemahaman mahasiswa. Pembahasan Secara garis besar tahapan penelitian dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu perencanaan, pelaksanan, dan evaluasi. Berikut perincian kegiatannya : 1. Tahap perencanaan, langkah-langkah yang dilakukan pada tahap perencanaan antara lain: Penentuan Sampel Penelitian kelas eksperimen dan kelas kontrol, Penyusunan SAP, Penyusunan Silabus, Penyusunan Instrumen tes tengah semester, Penyusunan Instrumen tes akhir semester, Lembar Investigasi Mahasiswa. 2. Tahap pelaksanaan, Langkah-langkah tahap pelaksanaan, meliputi: Melakukan proses perkuliahan model group investigation untuk kelas eksperimen dan model konvensional untuk kelas kontrol, dan Memberikan tes. Untuk kelas eksperimen, Mahasiswa ditugaskan secara langsung ke perusahaan baik perusahaan jasa maupun perusahaan dagang dengan membentuk kelompok kecil yaitu 4-5 orang. Masing-masing kelompok mencari salah satu perusahaan jasa dan dagang dengan aktivitas yang berbeda, misalnya perusahaan jasa dengan aktivitas salon, bengkel, laundry, wash car, dll. Kemudian mencari data aktual berdasarkan materi dari 330 masing-masing pertemuan, yang kemudian dipresentasikan hasil temuan disandingkan dengan teoritis yang dipelajari dikelas. Sesion tanya jawab dilakukan setiap kelompok dan diluruskan jawabannya oleh dosen. Jika mahasiswa sudah paham tentang teori yang dipresentasikan tadi, maka dosen memberikan latihan soal yang berkaitan dengan soal yang diperoleh dari temuan di lapangan perusahaan yang dikerjakan dikelas. Kemudian dibahas bersama dan disimpulkan. Untuk memperkuat pemahaman mahasiswa, dosen memberikan beberapa contoh soal yang ada di beberapa buku sumber dengan tipe soal yang berbeda. Setiap pertemuan membahas materi yang berbeda. Sehingga akhir pembelajaran, mahasiswa mampu menyusun laporan keuangan suatu perusahaan didasarkan pada pengalaman dan pemahaman penyusunan laporan keuangan meskipun aktivitas perusahaan tersebut berbeda tetapi masih dalam satu jenis perusahaan yang sama baik perusahaan jasa maupun perusahaan dagang. Untuk kelas kontrol, Dosen menjelaskan materi berdasarkan pada rujukan beberapa buku sumber. Setelah itu, mahasiswa diberikan kesempatan untuk bertanya berkaitan dengan materi yang disampaikan. Baru diberikan latihan soal berkenaan dengan materi yang ada dalam buku sumber tersebut. Kemudian dosen dan mahasiswa membahas bersama latihan yang dikerjakan tadi, yang akhirnya menyimpulkan materi dari setiap pertemuan. Untuk memantapkan kemampuan mahasiswa, dosen memberikan tugas yang harus dikerjakan oleh mahasiswa di rumah. Dari hasil proses pembelajaran seperti itu, diharapkan mahasiswa mampu menyusun laporan keuangan perusahaan jasa dan dagang didasarkan pada latihan-latihan serta tugas yang dikerjakan baik secara individu maupun secara berkelompok. 3. Tahap penyelesaian, Langkah-langkah tahap penyelesaian, meliputi: Pengumpulan dan penyusunan data nilai pemahaman konsep akuntansi mahasiswa UTS dan UAS, pengumpulan Laporan hasil Investigasi Mahasiswa tentang laporan keuangan, Analisis Data, diseminasi atau seminar terbatas dengan tim dosen dan teakhir adalah laporan penelitian. Berdasarkan data hasil posttest diketahui bahwa nilai UTS tidak berdistribusi normal dan nilai UAS berdistribusi normal dan homogen. Nilai rata-rata posttest nilai UTS kelas eksperimen sebesar 81,9375 331 sedangkan kelas kontrol sebesar 69,625. Dan Nilai rata-rata posttest nilai UAS kelas eksperimen sebesar 78,9583 sedangkan kelas kontrol sebesar 69,25. Hal ini menunjukkan bahwa kelas eksperimen dengan menggunakan model group investigation lebih baik dari kelas kontrol yang hanya menggunakan metode konvensional. Berdasarkan perhitungan pengujian hipotesis dengan uji perbedaan Uji-t, diketahui bahwa nilai t pada kelas eksperimen sebesar 19.91 dan pada kelas kontrol 7.75 nilai ini lebih tinggi dari t tabel pada taraf signiikan 0.05 yaitu 2.026. Maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol Ho ditolak dan hipotesis penelitian H 1 diterima. Hal ini diperkuat melalui data observasi yang dilakukan pada kelas eksperimen. Berdasarkan hasil obervasi, disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan modul group investigation lebih memudahkan siswa dalam memahami konsep-konsep dalam akuntansi dengan begitu siswa tidak merasa bosan selama proses pembelajaran berlangsung, karena mereka dapat menggali teori dalam aplikasi dilapangan secara langsung. Mahasiswa menjadi lebih aktif dan percaya diri dalam mengungkapkan temuan-temuan mereka selama observasi dalam ruang diskusi. Sementara berdasarkan hasil analisis angket, respon mahasiswa setelah belajar dengan menggunakan model group investigation adalah sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan penguasaan konsep mahasiswa yang dapat dilihat dari hasil belajar akuntansi dan keaktifan mahasiswa di kelas pada saat proses pembelajaran baik dalam hal menjawab pertanyaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan model group investigation secara efektif dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang mata kuliah pengantar akuntansi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis sejalan dengan hasil penelitian yang telah dikemukakan oleh beberapa peneliti yang memiliki keterkaitan tentang group investigation yaitu penelitian yang dilakukan oleh Syamsuri, Istikomah, Lina, Yuliani, Dwi, Diah, Lailadan Umar. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data di Bab IV, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan pemahaman mahasiswa tentang penyusunan laporan keuangan pada mata kuliah pengantar akuntansi setelah pembelajaran dengan menggunakan group investigation dibandingkan dengan yang tidak menggunakan metode. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan nilai rata-rata baik nilai UTS maupun nilai UAS kelas eksperimen lebih besar dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu sebesar 81,9375 UTS kelas ekperimen 69,625 UTS kelas kontrol, dan 69,25 UAS kelas ekperimen 78,9583 UTS kelas kontrol. Perbedaan hasilnya yaitu 12,31 untuk nilai UTS dan 9,71 332 untuk nilai UAS. Selain itu, pemahaman konsep pengantar akuntansi mahasiswa yang pembelajarannya dengan menggunakan model group investigation lebih tinggi daripada pemahaman konsep pengantar akuntansi mahasiswa yang proses pembelajarannya menggunakan cara konvensional yaitu ceramah, latihan dan tugas. Hal ini dibuktikan melalui hasil uji t sebesar 3,834 dengan nilai sig 2-tailed 0,000 α 0,05, sehingga bisa disimpulkan bahwa H0 ditolak artinya Model Group Investigation berpengaruh terhadap tingkat pemahaman mahasiswa. Daftar Pustaka Anne Campbell Lin Norton. Learning, Teaching and Assessing in Higher Education Developing Relective Practice. British : Learning Matters Ltd. 2007 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2006. Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif Kualitatif, Jakarta: Raja Graindo Persada, 2008. Fathurrohman, Pupuh, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Reika Aditama, 2009. George Madeleine. Effective Teaching in higher education. London and New York : Methuen Co.Ltd. 2002. Heather Fry, Steve, and Stephanie. Teaching ang Learning in higher education enhancing academic practice, third Edition . New York and London : Routledger. 2009 Horngren, Harrison, Akuntansi, Jilid Satu Edisi ketujuh. Jakarta : Erlangga. 2007 Hakim, Lukmanul, Perencanaan Pembelajaran, Bandung: CV. Wacana Prima, 2009 Ikatan Akuntansi Indonesia. Standar Akuntansi Keuangan, Edisi terbaru. Salemba Empat. 2006 I Wayan Santyasa. Model-model Pembelajaran Inovatif. Artikel Disajikan dalam pelatihan tentang Penelitian Tindakan Kelas bagi Guru-Guru SMP dan SMA di Nusa Penida, tanggal 29 Juni s.d 1 Juli 2007. http:ile.upi.eduDirektoriFIP JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH194704171973032-MULIATI_ PURWASASMITAMODEL_MODEL_PEMBELAJARAN.pdf. Tanggal 3 Maret 2015 . Jerry J. Weygandt, Donald E. Kieso and Paul D. Kimmel. Accounting 333 Principle , 6 th Edition, John Wiley Sons, Inc., New York. 2003 Kadir, Statistika untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: Rose Mata Sampurna, 2010 Lena Nuryanti. 99 Model Pembelajaran. Bandung : Alfabeta. 2009 Rita Eni Indah N. Siklus Akuntansi. Yogyakarta : Kanisius. 2001 Rudianto. Pengantar Akuntansi. Jakarta : Erlangga. 2012 Suwardjono. Akuntansi Pengantar. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta. 2003 Sony Irene. Akuntansi Pengantar 1, Adaptasi IFRS. Yogyakarta : AB Publisher. 2011 Susan Irawati. Akuntansi Dasar 1 2. Bandung : Balai Pustaka. 2008 Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik, Bandung: Nusa Media, 2008. Subana dan Sudrajat, M., Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Bandung: Pustaka Setia, 2005. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R D, Bandung: Alfabeta, 2008, cet ke 5, Warren, Duchac, Reeve. Pengantar Akuntansi, Buku 1. Jakarta : Salemba Empat. 2010 334 PROFIL PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN SISWA SMA Diah Mulhayatiah Program Studi Pendidikan Fisika FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia Email : diahmisgmail.com Abstrak :Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan hasil kemampuan pengetahuan dengan respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran berbasis komputer. Metode penelitiannya adalah dengan kuasi eksperimen Penelitian ini dilaksanakan dengan populasi siswa SMA di Jawa Barat dan Banten. Hasil pengetahuan siswa yang diukur adalah kemampuan belajar siswa yang diukur melalui tes. Respon siswa terhadap media pembelajaran adalah dengan menggunakan angket. Media pembelajaran yang diterapkan adalah berupa virtual laboratory, zooming presentation dan media pembelaran berbasis web. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa penggunaan media pembelajaran ini mampu meningkatkan hasil pengetahuan siswa secara signiikan dengan nilai rata-rata kemampuan siswa berada pada kriteria sedang dan tinggi dan memiliki kesinkronan dengan respon siswa yang secara rata- rata menyukai pembelajaran isika karena menggunakan media yang berbasis pada komputer. Kata Kunci: Media Pembelajaran Fisika Berbasis Komputer, Kemampuan Pengetahuan Pendahuluan Keterampilan yang dimiliki siswa sangat diperlukan untuk memahami dan menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan dunia nyata khususnya dalam pembelajaran isika. Pemahaman konsep yang dimiliki siswa dapat dijadikan kunci untuk menyelesaikan persoalan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan dasar untuk pembelajaran pada jenjang pendidikan selanjutnya. Mengacu pada uraian tersebut, pembelajaran yang dilakukan hendaknya merupakan 335 proses belajar yang dibangun oleh guru untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa terhadap materi isika. Selain itu, dari proses belajar dan pembelajaran juga diharapkan siswa mampu mengaplikasikan konsep yang telah diterima ke dalam kehidupannya. Mata pelajaran isika adalah salah satu mata pelajaran yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikappercaya diri. Akan tetapi proses belajar yang seakan monoton dan kurang kreatifnya para pendidik dalam menggunakan media belajar membuat peserta didik kesulitan dalam memahami materi isika. Sehingga timbul anggapan bahwa isika itu tidak menarik dan cenderung membosankan. Jika anggapan tersebut sudah melekat pada diri siswa maka akan timbul sikap malas untuk belajar isika yang nantinya akan mengakibatkan tingkat pemahaman konsep siswa tersebut semakin rendah. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada siswa, sebagian siswa tidak menyukai pelajaran isika karena menurut mereka isika itu konsepnya sangat sulit dipahami, materinya terlalu banyak, terlalu banyak rumus yang bersifat kompleks, sehingga menyebabkan kurang termotivasinya mereka dalam mempelajari pelajaran isika sehingga pemahaman konsepnya pun rendah serta hasil belajarnya pun ikut rendah. Demi tercapainya suatu peningkatan pada pemahaman konsep siswa, sistem pendidikan yang semakin maju serta didukung oleh perkembangan teknologi sangat memberi kontribusi pada proses pembelajaran dalam beberapa tahun terakhir ini. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses pembelajaran. Dari sekian faktor penunjang keberhasilan proses pembelajaran, salah satunya yaitu pemanfaatan perkembangan teknologi sebagai media pembelajaran. Media merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan pembelajaran. Dengan adanya media yang menarik dan menyenangkan akan merangsang minat dan motivasi siswa untuk belajar. Media pembelajaran yang digunakan adalah virtual lab, zooming presentation, dan media pembelajaran berbasis blog weblog. Media pembelajaran berbasis blog weblog banyak digunakan oleh beberapa peneliti diantaranya Kristiyanti 2011: 44 yang menyimpulkan bahwa blog sangat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan dapat menjadi alternatif media pembelajaran, selain mudah diakses blog juga dapat memotivasi siswa dalam belajar. 336 Virtual Laboratory Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim pesan guru kepada penerima pesan siswa. Kata media berasal dari bahasa latin,yaitu medium yang berarti perantara atau sesuatu yang dipakai untuk menghantarkan, menyampaikan atau membawa sesuatu. Kata medium dalam American Heritage Electronic Dictionary 1991 diartikan sebagai alat untuk mendistribusikan dan mempresentasikan informasi. Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “ medium” yang secara hariah berarti “perantara” yaitu perantara sumber pesan dengan penerima pesan. Gagne’ dan Briggs secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara isik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder , ilm, slide gambar bingkai, foto, gambar, graik, televisi, dan komputer . Anderson membagi media dalam dua kategori, yaitu alat bantu pembelajaran instructional aids dan media pembelajaran instructional media . Media pembelajaran adalah media yang memungkinkan terjadinya interaksi antara karya seseorang pengembang mata pelajaran guru dengan siswa. Adapun yang dimaksud dengan interaksi adalah terjadinya suatu proses belajar pada diri siswa pada saat menggunakan atau memanfaatkan media. Prezi pada awalnya dikembangkan oleh arsitek Hungaria bernama Adam Somlai Fischer sebagai alat visualisasi arsitektur. Prezi juga memiliki keistimewaan pada zooming in dan out, yang dapat digunakan dalam memperlihatkan sajian secara detail. Hal ini dapat memberikan kesan yang mendalam pada penerima pesan. Prezi adalah sebuah perangkat lunak untuk presentasi berbasis internet. Selain untuk presentasi, prezi juga dapat digunakan sebagai alat untuk mengeksplorasi dan berbagi ide di atas kanvas virtual.Prezi menjadi unggul karena program ini menggunakan Zooming User Interface ZUI, yang memungkinkan pengguna prezi untuk memperbesar dan memperkecil tampilan media presentasi. Laboratorium virtual atau bisa disebut dengan istilah virtual labs adalah serangkaian alat-alat laboratorium yang berbentuk perangkat lunak software komputer berbasis multimedia interaktif, yang dioperasikan dengan komputer dan dapat mensimulasikan kegiatan di laboratorium seakan-akan pengguna berada pada laboratorium sebenarnya Ariin 2012. Menurut Aryanto 2008 virtual laboratory dimaknakan sebagai sesuatu yang abstrak yang diwakili oleh sebuah model visual untuk membantu si pemakai user dalam memperoleh data secara simulasi sampai pada membuat suatu hipotesis. Pengertian lain diungkapkan oleh Babateen 2011 bahwa virtual laboratory dideinisikan sebagai belajar virtual dan belajar lingkungan yang 337 merangsang real laboratory. Blog adalah cara mudah untuk mengenal kepribadian seorang blogger. Topik-topik apa yang dia sukai dan tidak dia sukai, apa yang dia pikirkan terhadap link-link yang dia pilih, apa tanggapannya pada suatu isu. Seluruhnya biasanya tergambar jelas dali blognya. Karena itu blog bersifat sangat personal. Roger Yim, seorang kolumnis menulis bahwa sebuah blog adalah persilangan antara diary seseorang dan daftar link di internet. Sedang Scott Rosenbreg dalam kolomnya di majalah online Salon pada May 1999 menyimpulkan bahwa blog berada pada batasan website yang lebih bernyawa daripada sekedar kumpulan link tapi kurang instrospektif dari sekedar sebuah diary yang disimpan di internet Panjaitan, 2013: 2 Perkembangan lain dari blog yaitu ketika kemudian blog bahkan tidak lagi memuat link-link tapi hanya berupa tulisan tentang apa yang seorang blogger pikirkan, rasakan, hingga apa yang dia lakukan sehari-hari. Blog juga kemudaian menjadi diary online yang berada di internet. Satu-satunya hal yang membedakan blog dari diary atau jurnal yang biasa kita miliki adalah bahwa blog dibuat untuk dibaca orang lain. Para blogger dengan sengaja mendesain blognya dan isinya untuk dinikmati orang lain. Hasil belajar adalah perubahan perilaku, bertambahnya pengetahuan, dan kemampuan keterampilan yang dimiliki siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar yang diberikan guru sehingga siswa menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya. Dalam sistem pendidikan nasional, rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasiikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar terbagi menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu: 1 Mengingat C1 ; 2 Memahami C2 ; 3 Mengaplikasikan atau Menerapkan C3 ; 4 Menganalisis C4 ; 5 Mengevaluasi C5 ; 6 Menghasilkan karya atau mencipta C6 . Menurut Mustaji 2012 pengertian berpikir kritis ialah berpikir secara beralasan dan relektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Halpen dalam Achmad 2007 menyatakan bahwa berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran- merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi- 338 mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju. Pembahasan Berdasarkan pembelajaran dengan menggunakan media zooming presentation diperoleh rekapitulasi data sebagai berikut Tabel 1. Hasil Pretest dan Posttest Berdasarkan Jenjang Kognitif No. Jenjang Kog- nitif Pretest Posttest Kelas Eksperi- men Kelas Kontrol Kelas Eksperi- men Kelas Kontrol 1. Mengingat C 1 27 51 69 65 2. Memahami C 2 38 27 82 79 3. M e n e r a p k a n C 3 26 29 76 64 4. M e n g a n a l i s i s C 4 19 25 72 67 Tabel di atas, menunjukkan perentase pretest dan posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan jenjang kognitif. Pada saat pretest kemampuan kelas eksperimen dalam mengingat C 1 27, memahami C 2 38, menerapkan C 3 26, menganalisis C 4 19, sedangkan pada kelas kontrol kemampuan mengingat C 1 51, memahami C 2 27, menerapkan C 3 29, dan menganalisis C 4 25. Pada saat posttest kemampuan kelas eksperimen dalam mengingat C 1 adalah 69, memahami C 2 82, menerapkan C 3 76, dan menganalisis C 4 72. Sedangkan pada kelas kontrol, berdasarkan jenjang kognitif dalam mengingat C 1 sebesar 65, memahami C 2 79, menerapkan C 3 64, dan menganalisis C 4 67. Dari data tersebut terlihat peningkatan jenjang kognitif antara pretest dan posttest. Hasil pretest dan posttest tujuh aspek pemahaman konsep siswa dengan menggunakan pembelajaran dengan berbasis weblog dapat dilihat sebagai berikut: 339 Tabel 2. Peningkatan Pemahaman Konsep No Aspek Pemahaman Konsep Skor Rata-Rata Interpretasi Pretest Posttest N-Gain 1 Menjelaskan 1.67 3.78 0.90 Tinggi 2 Menafsirkan 1.22 3.33 0.76 Tinggi 3 Mencontohkan 1.22 2.63 0.51 Sedang 4 Mengklasiikasikan 1.04 3.22 0.74 Tinggi 5 Membandingkan 0.96 3.44 0.82 Tinggi 6 Menyimpulkan 0.74 3.44 0.74 Tinggi 7 Merangkum 0.59 3.15 0.78 Tinggi Rata-rata 31.46 82.44 0.74 Tinggi Berdasarkan Tabel di atas dapat dilihat bahwa peningkatan yang paling signiikan terjadi pada indikator menjelaskan dengan N-Gain 0,90 dengan interpretasi Tinggi, dan peningkatan pemahaman yang terendah terjadi pada indikator mencontohkan dengan N-Gain 0,51 dengan interpretasi sedang.. Faktor siswa yang kurang mengetahui kejadian sehari-hari atau peristiwa yang terjadi di sekitar yang berhubungan dengan materi gerak lurus beraturan menjadi penyebab indikator pemahaman konsep mencontohkan berkategori sedang. Sedangkan hasil pemahaman konsep dengan mengunakan media virtual laboratorium adalah sebagai berikut Tabel 3. Nilai Rata-Rata Siswa Tiap Indikator Pemahaman Konsep No Indikator Pemahaman Konsep Rata-Rata Kategori 1 Menafsirkan 98.33 Sangat Baik 2 Mencontohkan 76.67 Baik 3 Mengklasiikasi 60.83 Cukup 4 Merangkum 80.83 Baik 5 Menyimpulkan 56.67 Kurang 6 Membandingkan 66.67 Cukup 7 Menjelaskan 95.83 Sangat Baik Rata- rata 77.53 Baik 340 Deskripsi yang menunjukkan gambaran keterampilan berpikir kritis siswa didapatkan berdasarkan hasil posttest di atas dengan rata- rata perolehan nilai dalam kateori baik. Interpretasi dari hasil kemampuan siswa pada setiap indikator keterampilan berpikir kritis terangkum dalam tabel di bawah ini: Tabel 4. Nilai Rata-Rata Siswa Tiap Indikator Keterampilan Berpikir Kritis No Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Rata-Rata Kategori 1 Memberi penjelasan sederhana; kemam- puan menjelaskan konsep pemuaian ber- dasarkan fenomena sehari-hari 80.83 Baik 2 Membangun keterampilan dasar; kemam- puan memberikan alasan pada fenomena sehari-hari yang berhubungan dengan perubahan wujud zat 75.00 Cukup 3 Menyimpulkan; kemampuan membuat hasil deduksi melalui percobaan 95.83 Sangat Baik 4 Memberi penjelasan lanjut; kemampuan memberikan penjelasan mengenai istilah- istilah yang ada dalam perubahan wujud zat 98.33 Sangat Baik 5 Mengatur strategi dan taktik 1; kemam- puan mempertimbangkan alternatif atau pemecahan masalah dalam proses pemuaian 60.83 Cukup 6 Mengatur strategi dan taktik 2; kemam- puan mempertimbangkan alternatif atau pemecahan masalah dalam proses peruba- han suhu 55.83 Kurang Rata- rata 77.87 Baik Berdasarkan table di atas nilai rata-rata untuk keterampilan berpikir kritis siswa berada pada kategori baik. Keseluruhan hasil yang diperoleh dari paparan di atas memperlihatkan peningkatan kemampuan siswa dengan menggunakan media pembelajaran berbasis komputer Hal ini sesuai dengan Arsyad 2002 media pembelajaran dengan komputer dapat menampilkan dengan baik berbagai simulasi, visualisasi, konsep- konsep, dan multimedia yang dapat diakses user siswa sesuai 341 dengan yang diinginkan sehingga visualisasi yang bersifat abstrak dapat ditampilkan secara konkret dan dipahami secara mendalam Rahmasari Rismiati, 2013: 77. Senada dengan paparan di atas Sudjana Rivai 2005: 2 menyebutkan bahwa media pembelajaran sangat membantu diantaranya adalah: 1 agar pembelajaran lebih menarik perhatian sehingga menumbuhkan motivasi belajar siswa; 2 materi pembelajaran akan lebih mudah dipahami oleh siswa; 3 metode mengajar lebih variatif sehingga dapat mengurangi kebosanan belajar; 4 siswa lebih aktif dalam melakukan kegiatan belajar Hasil data angket siswa terkait penggunaan media zooming presentation adalah sebagai berikut Tabel 5. Hasil Angket Penggunaan Media Pembelajaran Zooming Presentation No. Indikator Angket Kelas Eksperimen Persentase Kesimpulan 1. Minat belajar siswa terhadap mata pelajaran isika menggunakan me- dia pembelajaran zooming presenta- tion 70 Baik 2. Penjelasan konsep suhu dan kalor pada media pembelajaran zooming presentation 76 Baik 3. Pemanfaatan zoom in dan zoom out- pada media pembelajaran zooming presentation 76 Baik 4. Tampilan media pembelajaran zooming presentation 82 Baik Sekali Rata-rata 76 Baik Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan penggunaan media pembelajaran zooming presentation dalam pembelajaran isika konsep suhu dan kalor memperoleh hasil yang baik. Artinya penerapan media pembelajaran zooming presentation dapat diterima oleh para siswa. Hasil data angket siswa terkait penggunaan media berbasis weblog adalah sebagai berikut 342 Tabel 6. Rekapitulasi Penilaian Siswa terhadap Media Blog Weblog Aspek dan Indikator Skor Maks Interpretasi Kemudahan Penggunaan Blog weblog isika mudah diakses dan digunakan 91 108 84,26 Sangat Baik Konsep GLB dalam blog weblog isika lebih mudah dipahami 79 108 73,15 Baik Tampilan Desain blog weblog menarik untuk dilihat 81 108 75,00 Baik Tulisan dalam blog weblog dapat dibaca dengan jelas 85 108 78,70 Baik Fitur gambar blog weblog Gambar dalam blog weblog dapat menjelaskan konsep GLB lebih jelas 86 108 79,63 Baik Blog weblog isika lebih menarik dari media yang lainnya 79 108 73,15 Baik Jumlah 501 648 77,31 Baik Hasil respon siswa pada angket skala sikap terhadap penggunaan media pembelajaran berbasis blog pada materi gerak lurus beraturan mencapai 77.31 , ini berarti bahwa pembelajaran menggunakan media blog mendapatkan respon positif dari siswa, sehingga media ini direkomendasikan untuk digunakan pada pembelajaran isika materi gerak lurus beraturan dengan sedikit perbaikan pada metode pembelajarannya agar pembelajaran semakin efektif. Penutup Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data tentang penggunaan media pembelajaran berbasis komputer diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat peningkatan hasil belajar, pemahaman konsep, dan keterampilan berpikir kritis siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran berbasis blog weblog. 2. Respon yang diberikan oleh siswa terkait dengan pembelajaran dengan menggunakan media komputer memberikan respon yang positif. 343 Daftar Pustaka Anderson, Lorin W dan David R. Krathwohl. 2010. Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen, terj. Agung Prihantoro. Yogyakarta: Pustaka Belajar, Aprianto. 2008. Pengaplikasian Virtual Laboratory sebagai Media Pembelajaran Jarak Jauh. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia. Arsyad, Azhar. 2012. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Diamond, Stephanie. 2010. Prezi for Dummies. Kanada: Wiley Publishing. Kristiyanti, Mariana. 2011. Blog Sebagai Alternatif Media Pembelajaran. Semarang : Universitas AKI Munir. 2012. Multimedia Konsep dan Aplikasi Dalam Pendidika. Bandung: Alfabeta. Nizar, Achmad. 2008. Pemanfaatan Blog Sebagai Media Alternatif Pembelajaran Matematika Bagi Siswa SMP. Jurnal Nasional. Sadiman, Arief S., dkk. 1986. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembagan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Raja Graindo Persada. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan RD. Bandung: ALFABETA, cet. 18. Sujanem, Rai. 2012. Pengembangan Modul Fisika Kontekstual Interaktif Berbasis Web untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Hasil Belajar Fisika Siswa Sma Di Singaraja. Jurnal Nasional. Sutirman. 2013. Media dan Model-Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Graha Ilmu Tuysuz, Cengis. 2010. The effect of the Virtual Labooratory on Student’s Achievement and Attitude in Chemistry . International Online Journal of Educational Sciences. 38 344 KONSTRUKSI KONSEP SAINS KIMIA DENGAN BAHAN TERBATAS Murdoyoko SMA Negeri 28 kabupaten Tangerang Email : syifanaufalyahoo.co.id Abstrak Berawal dari kenyataan bahwa konsep-konsep sains kimia di- peroleh secara induktif yang merupakan generalisasi dari fakta- fakta empiris. Konsep kimia diperoleh dari teori-teori kecil dan telah berkali-kali diuji sehingga diperoleh teori yang lebih besar lagi. Dikarenakan banyaknya teori-teori kecil yang menyusun suatu konsep maka permasalahan yang timbul dalam pembe- lajaran kimia adalah bagaimana seorang siswa memahami kon- sep kimia dan bagi guru adalah bagaimana cara memfasilitasi pencapaian konsep tersebut. Dikarenakan banyaknya konsep yang harus difasilitasi dan kecenderungan bahan-bahan kimia yang relatif mahal maka kesan yang diperoleh adalah ‘’mahal’’ nya pelajaran kimia. Menghadapi ini semua diperlukan kreati- itas seorang guru untuk memodiikasi segala sesuatu yang ada untuk mencapai konsep yang ada. Kreativitas seseorang meru- pakan interaksi dari kecerdasan, pengetahuan, cara berpikir, kepribadian, motivasi dan lingkungannya. Seorang guru harus kreatif dalam menghadapi segala keadaan di sekolah. Apabila di sekolah tersedia fasilitas yang terbatas maka dia harus dapat menciptakan sesuatu yang terbatas tersebut menjadi tak terba- tas. Kata kunci: Konsep sains kimia, bahan terbatas, prinsip kon- struksi PENDAHULUAN Konsep-konsep sains kimia diperoleh secara induktif yang meru- pakan generalisasi dari fakta-fakta empiris. Konsep kimia diperoleh dari teori-teori kecil dan telah berkali-kali diuji sehingga diperoleh teori yang lebih besar lagi. Dikarenakan banyaknya teori-teori kecil yang menyusun suatu konsep maka permasalahan yang timbul dalam 345 pembelajaran kimia adalah bagaimana seorang siswa memahami kon- sep kimia dan bagi guru adalah bagaimana cara memfasilitasi penca- paian konsep tersebut. Banyaknya teori pendukung menyebabkan fasilitas yang diper- lukan menjadi banyak dan menjadikan pembelajaran kimia menjadi relatif ‘’mahal’’. Mahalnya pembelajaran kimia adalah dalam prak- tikum disamping alat-alatnya yang mempunyai spesiikasi tersendiri ataupun bahan-bahan yang sekali pakai habis. Hal inilah yang akh- irnya banyak menjadi alasan beberapa guru kimia untuk mengajar dengan cara-cara konvensional tanpa adanya inovasi. Berbagai alasan disampaikan oleh seorang guru kimia’’ sekolah kami tidak ada labo- ratorium’’ peralatan di laboratoroum kami tidak lengkap’’ dan ber- bagai alasan yang lain. Tapi permasalahannya apakah akan berhenti sampai di sini pembelajaran kimia? Apakah tidak ada cara lain untuk mewujudkan kompetensi kimia yang diharapkan?. Tentu tidak, seb- agai seorang guru harus berinovasi dalam mengajar. Keterbatasan alat dan bahan dalam belajar bukan menjadi masalah jika seorang guru dapat mengeluarkan daya kreatiitasnya. Seorang guru harus dapat menggunakan sesuatu yang terbatas limited untuk menghasilkan suatu pengusaan konsep yang tak terbatas unlimited. Dari latar belakang yang diuraikan di atas maka permasalahannya adalah : Bagaimana cara menggunakana alat dan bahan yang terbatas limited sehingga menghasilkan penguasaan konsep yang tak terbatas unlimited? PEMBAHASAN Prisip konstruksi konsep kimia Konsep-konsep kimia yang cenderung abstrak akan dapat tersu- sun dalam diri siswa maka dalam mengajar kimia diharapkan melalui beberapa prinsip sebagai berikut: 1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan siswa. Untuk mengurangi keabstrakan konsep kimia, maka siswa harus melihat secara langsung kasus – kasus dalam kimia misalnya ter- jadinya gas, endapan, perubahan warna, perubahan suhu dan lain- lain. 2. Memperlakukan alat dan bahan tersebut sebagai berikut : - mereaksikan benda atau bahan yang ada - menunjukkan efek-efek dari perlakuan di atas - menyadarkan siswa terjadinya efek tersebut - menjelaskan secara rinci konsep yang akan dicapai 3. Memperkenalkan dengan kegiatan yang layak Kegiatan yang layak adalah kegiatan yang tidak asing bagi siswa 346 baik dari segi alat, bahan ataupun kegiatannya. Kegiatan yang di- laksanakan hendaknya familiar dengan kehidupan siswa. 4. Menekankan untuk timbulnya pertanyaan dari perlakuan yang di- laksanakan. Efek-efek dari perlakuan yang zat-zat diharapkan akan membuat siswa ‘’takjub’’ sehingga menimbulkan rasa ingin bertanya yang besar. 5. Mengajak siswa untuk saling berinteraksi baik dengan alat, bahan, guru ataupun sesama siswa. Dalam melakukan sesuatu maka seorang guru hanya bertindak sebagai fasilitator, siswa harus melaksanakan kegiatan sendiri se- hingga segala bentuk efek yang terjadi akan terpatri pada benak siswa. 6. Melaksanakan dengan sederhana tanpa istilah yang membebani pikiran. Membuat istilah dalam kegiatan dengan istilah yang ringan se- hingga siswa tidak terbebani dengan hal-hal yang membingung- kan. 7. Siswa diajak berpikir dengan cara mereka sendiri. Respon siswa terhadap efek dalam kegiatan berbeda tapi kita ha- rus menampung semua. 8. Mengulang kegiatan diwaktu yang akan datang. Dalam suatu percobaan sebenarnya banyak sekali konsep yang dapat diambil sehingga apabila suatu konsep berhubungan den- gan materi pembelajaran yang berbeda maka percobaan itu dapat diulang kembali. Ratna Wilis Dahar, 1989 Guru Kreatif ‘’Creativity of an individual is an interactive result of hisher intelli- gence, knowledge, thinking style, personality, motivation and environment’’ Tan Ai Girl, 2004 Kreativitas seseorang merupakan interaksi dari kecerdasan, pen- getahuan, cara berpikir, kepribadian, motivasi dan lingkungannya. Hal ini dapat diuraikan bahwa seseorang akan dikatakan kreatif jika dapat menggunakan segala potensi yang ada pada dirinya maupun lingkungannya. Ketika dalam pengajaran seorang guru dihadapkan pada suatu keterbatasan maka dengan kecerdasan, pengetahuan, mo- tivasi dan kepribadiannya dia akan berpikir inovatif menggunakan lingkungan yang ada untuk menghasilkan suatu yang maksimal. Se- hingga yang dinamakan dengan limited is unlimited adalah bagaimana seorang guru mengunakan alat dan bahan yang terbatas baik secara 347 jumlah maupun kegunaannya untuk menghasilkan sesuatu yang tak terbatas. Alat dan bahan yang terbatas secara jumlah adalah alat dan bahan yang jumlahnya sedikit sehingga tidak mencukupi untuk kes- eluruhan siswa, dan alat dan bahan yang terbatas secara kegunaannya adalah menggunakan alat dan bahan dari modiikasi ataupun bahan yang sudah mempunyai kegunaan terbatas barang bekas atau bahan sisa. Rencana Pembelajaran dengan prinsip Limited is unlimited Rencana pembelajaran berikut disusun untuk sekolah dengan latar belakang tidak mempunyai laboratorium kimia sehingga diran- cang sebagai berikut: MENIUP BALON SAMBIL BERNYANYI Kompetensi dasar : Siswa mengetahui efek yang menyertai reaksi kimia. Indikator : Siswa dapat mengetahui timbulnya gas pada reaksi kimia. Alat dan bahan: 1. Tabung 2. Balon 3. Korek api 4. Soda kue sisa 5. Asam cuka sisa Langkah kerja 1. Siapkan tabung bekas dan masukan cuka kedalamnya. 2. Masukkan soda kue kedalam tabung tersebut. 3. Dengan cepat tutup tabung dengan balon. 4. Diamkan beberapa menit dam amati yang terjadi. 5. Ketika balon mengembang siswa diharuskan menyanyi. 6. Setelah balon-balon mengembang maksimal, buka tabung ke- mudian dekatkan korek api yang menyala. 7. Amati apa yang terjadi dengan korek api. Pertanyaan tentang percobaan 1. Mengapa balon dapat mengembang? 2. Apa yang terjadi dengan korek api? 3. Perkirakan gas apa yang terjadi? Percobaan di atas menggunakan alat dan bahan yang sudah terba- tas kegunaannya : tabung ilm biasanya dibuang ketika ilmnya dipak- 348 ai sehingga dalam hal ini tabung reaksi sebagai modiikasi tabung reaksi diperoleh dari bahan yang kegunaannya sudah terbatas. Soda kue ataupun cuka juga dapat diambil dari bahan-bahan sisa, ketika seorang ibu membuat kue kadang sisa soda kue dibiarkan begitu saja, begitupun dengan cuka di warung kadang terbuang secara sia-sia. Tapi dari alat dan bahan yang sudah terbatas dapat dihasilkan ses- uatu yang dapat mendukung pencapaian konsep kimia yaitu : 1. Ketika siswa mencampurkan cuka dan soda kue maka akan ter- bentuk gelembung gas, dan untuk membuktikannya siswa mema- sang balon pada tabung sehingga balon itu mengembang. Konsep yang dapat diberikan kepada siswa adalah salah satu efek yang timbul pada suatu reaksi kimi adalah terjadinya gas. 2. Ketika siswa menguji gas tersebut dengan nyala api teryata apinya mati. Gas yang mempunyai sifat dapat mematikan pembakaran adalah karbondioksida yang merupakan kebalikan dari gas oksi- gen yang merupakan gas yang fungsinya untuk pembakaran. Setelah siswa dapat melaksanakan proses tersebut dengan baik maka tindak lanjut guru adalah memberikan penjelasan yang lebih lengkap tentang konsep yang diharapkan. Ini adalah salah satu contoh penggunaan alat dan bahan yang ter- batas. Masih banyak konsep kimia yang dapat digunakan untuk men- genalkan konsep kimia pada siswa. Yang diperlukan dalam proses ini adalah kreativitas seorang guru dalam menghadapi segala keadaan. Apabila seorang guru dapat berkreasi dengan sesuatu yang terbatas maka jika dihadapkan dengan keadaan sekolah yang segala sesuatu- nya tersedia maka dia akan lebih dapat berkreasi yang besar lagi. Se- hingga yang terjadi adalah unlimited is unlimited. Tapi akan menjadi memprihatinkan jika seorang guru yang diharapkan pada sekolah dengan fasilitas yang tak terbatas : labaratorium, alat bahan dan se- gala fasilitasnya tapi proses kreativitasnya tidak ada maka yang terjadi adalah Unlimited is limited. KESIMPULAN Seorang guru harus kreatif dalam menghadapi segala keadaan di sekolah. Apabila di sekolah tersedia fasilitas yang terbatas maka dia harus dapat menciptakan sesuatu yang terbatas tersebut menjadi tak terbatas. 349 Daftar Pustaka Gordon Wells, Constructing Knowledge Together, Boston : Heinemann, Portsmouth, 1992 Mortiner, Introducing Chemistry, Nederland : Van Nostrand Company, 1993 Ratna Wilis Dahar, Teori-teori belajar, Jakarta :Erlangga, 1989 Tan Ai, Creativity for teachers, Philadelphia : Marshall Cavendish Aca- demic,2004 , Silabus pembelajaran Sains Kimia Untuk SMP, Jakarta : Dep- diknas,2006 350 UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF CROSSWORD PUZZLE Penelitian Tindakan Kelas V SDN Tugu 2 Depok Dedi Irwandi, Edah Jubaedah, Fauzan Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Email: fauzanuinjkt.ac.id Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan strategi pembelajaran aktif Crossword Puzzle dalam meningkatkan hasil belajar siswa dan aktivitas siswa terhadap pembelajaran IPA dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif Crossword Puzzle. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas PTK yang dilaksanakan dua siklus melalui empat tahapan. Hasil penelitian mengungkapkan, bahwa penerapan strategi pembelajaran aktif Crossword Puzzle dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang ditandai dengan meningkatnya hasil belajar tiap siklusnya. Siklus I nilai rata-rata hasil belajar siswa mencapai 79,94 dengan persentase 70,58 yang mencapai KKM dan meningkat pada siklus II nilai rata-rata hasil belajar siswa menjadi 84,5 dengan persentase 87,5 siswa yang mecapai KKM. Selain itu penerapan strategi pembelajaran aktif Crossword Puzzle juga meningkatkan aktivitas belajar siswa terhadap pembelajaran IPA. Hal ini terlihat dari presentase aktivitas belajar siswa pada siklus I sebesar 68,37 menjadi 83,75 pada siklus II. Kata kunci : Strategi Crossword Puzzle , Hasil Belajar IPA Pendahuluan Pendidikan pada hakikatnya adalah proses pematangan kuliatas hidup. Melalui proses tersebut dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. “Edgar Dalle menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintahan melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang berlangsung disekolah dan di luar sekolah sepanjang 351 hayat untuk mempersipakan peserta didik agar dapat memainkan perananan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan dating”Dedi Mulyasana,2011:4. Pengajaran di sekolah yang ditujukan kepada siswa harus bersifat mendidik membangun siswa seutuhnya, pengajaran bukan hanya berperan menyambung dalam pembinaan intelektual penambahan pengetahuan serta melatih kerja akal dan bukan hanya mementingkan nilai praktis pragmatis yang berupa pelatihan keterampilan kerja, tetapi jasa sekolah hendaknya sampai pengembangan kepribadian siswa yang mencakup pula pembentukan konatif kehendak dan pembentukan afektif yang berpuncak pada pengalaman nilai hidup yang luhur. Sistem pembelajaran pendidikan pada umumnya pada saat ini masih didominasi oleh metode ceramah yang bersifat monoton. Dimana metode ini tidak begitu banyak mengembangkan keaktifan siswa serta kemampuan berpikir siswa terutama dalam memecahkan suatu permasalahan. Salah satu cara untuk mengaktifkan belajar siswa dalam proses belajar mengajar yaitu guru harus menggunakan strategi pembelajaran yang bervariasi, oleh sebab itu sangat dianjurkan agar guru menggunakan kombinasi metode atau strategi pembelajaran setiap kali mengajar. Interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa, yang bertujuan meningkatkan perkembangan mental sehingga menjadi mandiri dan utuh Dimyati, dan Mudjiono, 2006 : 7. Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah laku. Aspek perubahan ini mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Harrow mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik Purwanto, 2011: 45. Tes hasil belajar adalah tes yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan guru kepada murid-muridnya Ngalim purwanto, :43-47. Oleh karena itu seorang guru perlu mengetahui kemampuan siswanya setelah terjadi proses pembelajaran dengan cara mengadakan tes. Ilmu Pengetahuan Alam IPA dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pembelajaran langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah, namun pada kenyataannya pelajaran ini dianggap oleh sebagian anak didik siswa sebagai mata pelajaran yang relatife sulit. Dari hasil observasi penulis di SDN TUGU 2 pada tanggal 09 Juli 2013 pada kelas V pada mata pelajaran IPA menunjukkan bahwa proses pembelajaran belum berjalan secara 352 optimal. Hal ini tampak pada proses pembelajaran terdapat beberapa kelemahan, yaitu 1 Sebagian siswa kurang termotivasi dan kurang tertarik belajar karena kurang meyukai materi dan kurang tertarik dengan penyampain guru, 2 Keaktifan dalam proses pembelajaran masih kurang baik dalam bertanya maupun menjawab pertanyaan yang diberikan guru, 3 Metode atau Strategi yang kurang bervariasi sehingga membuat siswa merasa jenuh dan bosan pada saat proses pembelajaran berlangsung, 4 Banyaknya siswa yang melamun dan mengantuk saat pembelajaran berlangsung, 5 dimana hasil belajar IPA kelas SDN Tugu 2 dari 36 siswa masih di bawah rata-rata KKM, berdasarkan hasil nilai ulangan harian IPA kelas 5 SDN Tugu 2 tahun 20122013 pada konsep Tumbuhan Hijau rata-rata siswa memperoleh 62,85 masih di bawah KKM. Berdasarkan dari beberapa masalah yang ada pada hasil observasi sebelumnya, peneliti hanya mengambil satu masalah saja yaitu, tentang hasil belajar IPA siswa yang masih rendah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, peneliti menggunakan strategi pembelajaran aktif Crossword Puzzle, karena dengan strategi pembelajaran aktif Crossword Puzzle dapat melibatkan siswa secara aktif sejak awal dan menyenangkan. Bukan hanya dalam keaktifan siswa saja, tetapi Crossword Puzzle juga melibatkan semua siswa untuk berpikir dalam pembelajaran ketika mengisi Teka-Teki Silang, dengan kesan yang didapat siswa pada materi yang sedang dipelajari lebih kuat sehingga dapat menigkatkan hasil belajar siswa. Active Learning merupakan suatu strategi ataupun teknik yang dikembangkan untuk siswa agar lebih aktif belajar, Perlunya Active Learning dalam pembelajaran untuk mengoptimalkan kadar keaktifan siswa dalam belajar merencanakan, melaksanakan, dan menilai proses pembelajaran serta hasil pembelajaran. Salah satu strategi dalam Active Learning adalah Crossword Puzzle atau Teka-Teki Silang TTS. Crossword Puzzle dapat digunakan sebagai strategi pembelajaran yang baik dan menyenangkan sehingga pembelajaran akan lebih efektif. Crossword Puzzle adalah salah satu strategi pembelajaran aktif bagi siswa yang dapat digunakan sebagai alat pembelajaran yang baik tanpa kehilangan esensi belajar yang sedang berlangsung. Bahkan metode ini melibatkan siswa secara aktif sejak awal. Hisyam Zaini, 2008 : 71. Crossword Puzzle juga sebagai salah satu metode pengajaran permainan kelas yang digunakan untuk meningkatkan persaingan siswa dengan kelompok. Dalam metode ini dapat melibatkan semua siswa untuk berpikir dalam pembelajaran pada waktu mengisi Teka-Teki Silang Crossword Puzzle dan semua siswa antusias dalam mengikuti pelajaran. Dengan kesan yang 353 didapat siswa tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari lebih kuat, pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Metode Crossword Puzzle sangat efektif karena mampu meningkatkan aktivitas dan kreativitas dalam bentuk interaksi baik antara siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa lainya. Bahkan interaksi ini lebih didominasi oleh interaksi siswa dengan siswa sedangan guru hanya bersifat sebagai moderator saja. Crossword Puzzle dapat diselesaikan secara individu atau secara timkelompok Melvin L.Silberman, 2006:256. Pembahasan Tahapan penelitian diawali dengan obeservasi pendahuluan, kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan tindakan, yang terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan releksi Suharsimi Arikunto, 2006 : 3. Pelaksanaan terdiri dari dua siklus, setiap siklus terdiri dari tiga kali pertemuan. Dan pelaksanaan dari siklus I ke siklus II terdiri dari delapan kali pertemuan. Penelitian pendahuluan dimulai dengan observasi ke SDN Tugu 2 hal ini dilakukan sebagai langkah awal penelitian tindakan kelas. Dimana subjek penelitian ini adalah siswa kelas V dengan jumlah siswa 36 orang. Dalam kegiatan ini meliputi wawancara guru kelas, mengamati proses pembelajaran di kelas, serta wawancara dengan beberapa siswa yang diambil secara acak. Tahapan ini dilaksanakan pada tanggal 06 sd 10 Juli 2013, pada tahapan ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran kegiatan pembelajaran yang biasa dilakukan, aktivitas dan respon siswa saat proses pembelajaran, mengetahui hambatan apa yang terjadi selama proses pembelajaran, serta untuk mengetahui hasil belajar IPA siswa. Tahap pada pelaksanaan siklus I dilaksanakan sebanyak 3 tiga kali pertemuan dengan alokasi waktu 2x35 menit untuk setiap pertemuan, dan di tambah 1satu kali pertemuan untuk tes. Pada tahap perencanaan siklus I, diawali dengan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP, menentukan konsep bahasan. Kemudian peneliti mempersiapkan instrumen-instrumen penelitian. Pada siklus I, Setelah materi sudah dijelaskan peneliti membagi kelompok menjadi 6 enam kelompok dan siswa pun membuat kelompok berdasarkan yang telah ditentukan oleh peneliti, kemudian peneliti menjelaskan prosedur kerja dengan menggunakan Teka-teki silang TTS lalu memberikan Lembar Kerja Siswa LKS. Masing-masing kelompok bekerja sama untuk menyelesaikan soal yang ada di LKS. Selama proses berlangsung peneliti dan guru berkeliling kepada setiap kelompok untuk memberikan bimbingan, dorongan dan menilai kemampuan berpikir 354 dan diskusi. Peneliti memberikan batas waktu untuk menyelesaikan LKS tersebut. Setelah batas waktu yang ditentukan telah habis, maka setiap kelompok untuk mengumpulkannya. Pada saat pengerjaan berkumpul dengan kelompoknya suasana kelas sangat gaduh karena siswa belum terbiasa untuk belajar kelompok dan pada saat pengerjaan LKS beberapa siswa masih ada yang bercanda dan ngobrol. Serta ada beberapa siswa yang mengalami kesulitan untuk menjawab beberapa pertanyaan yang di LKS sehingga sempat menyontek ke kelompok lain karena malu bertanya dan ada beberapa kelompok salah penulisan dalam menjawab. Pada siklus I, guru memberikan reward penghargaan pada setiap kelompok yang dapat mngerjakan LKS TTS dengan baik dan benar sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Hal ini bertujuan untuk memotivasi siswa agar lebih aktif dalam pembelajaran. Pelaksanaan siklus I sudah berlangsung dengan baik, namun ada beberapa temuan pada aktivitas guru maupun aktivitas siswa. Adapun temuan-temuan tersebut antara lain: a Pada pertemuan pertama guru belum bisa sepenuhnya menguasai siswa, sehingga pembelajaran belum berjalan kondusif. b Pertemuan selanjutnya peneliti dan siswa belum bisa menyesuaikan diri dalam proses pembelajaran. Dan siswa pun masih terbilang pasif c Siswa masih gaduh pada saat pembentukkan kelompok. d Pada saat mengerjakan LKS masih ada beberapa siswa yang bercanda dan ngobrol. e Ada beberapa siswa yang kesulitan menjawab sehingga menyontek ke kelompok lain. f Pada saat mengerjakan LKS ada beberapa kelompok yang tidak tepat waktu sesuai waktu yang telah ditentukan. g Masih malu-malu ketika mempresentasikan hasil kerjanya. h Kurang termotivasinya siswa dalam pembelajaran. Hasil observasi yang dilaksanakan pada saat pembelajaran berlangsung, pengamatan dilakukan oleh observer wali kelas yang mencatat seluruh aktivitas guru selama proses pembelajaran. Berikut ini tabel hasil observasi guru selama tindakan pertama. 355 Hasil Observasi Guru Siklus I No Aspek yang diamati P.1 P.2 P.3 Rata-rata 1. Guru mengkondisikan kesiapan pelaksanaan pembelajaran 60 80 80 73 2. Guru mengajukan pertanyaan apersepsi 60 60 60 60 3. Guru menyampaikan 2 tujuan pembelajaran yang hendak dicapai 40 60 80 60 4. Guru memberikan motivasi positif pada saat pembelajaran. 40 60 60 53 5. Guru memberikan penjelasan materi pelajaran. 60 60 60 60 6. Guru menggunakan media pembelajaran sesuai materi 60 60 80 73 7. Guru membuat kelompok belajar siswa 60 60 80 73 8. Guru menjelaskan 5 prosedur pembuatan TTS 40 60 60 53 9. Guru memberikan kesempatan siswa untuk mempresentasikan hasil kerjanya. 40 60 60 53 10. Guru bekerja sama dan bertanggung jawab pada proses pembelajaran dengan membimbing dan mengarahkan siswa. 60 60 60 60 11. Guru memberikan releksi pada materi yang telah disampaikan dan memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya. 60 60 60 60 12. Guru menutup pembelajaran dengan mengucap hamdallah dan do’a 60 60 80 73 Jumlah 53,33 61,67 68,33 62,58 Keterangan Baik Berdasarkan tabel diatas terkait kegiatan guru, guru mengikuti setiap aspek yang diamati dalam lembar observasi dan melakukan 356 setiap langkah yang berada di RPP. Sesuai data yang diperoleh ada peningkatan hasil observasi guru pada setiap pertemuannya dari 53,33 sd 68,33, jadi hasil rata-rata kegiatan guru pada siklus 1 adalah 62,58 dengan keterangan baik. Sedangakan untuk hasil observasi terhadap siswa siklus I pada pertemuan pertama, kedua dan ketiga. Dapart dilihat pada tabel berikut: Hasil Observasi Siswa Siklus I No Aspek yang diamati P.1 P.2 P.3 Rata-rata 1. Siswa menjawab absensi 60 60 80 67 2. Siswa menjawab pertanyaan apersepsi 40 60 60 53 3. Siswa mendengarkan 2 tujuan pembelajaran 40 60 60 53 4. Siswa Membentuk kelompok belajar , perkelompok 6 orang. 40 60 80 60 5. Siswa mengerjakan LKS TTS 60 60 80 67 6. Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok 60 60 60 60 7. Siswa aktif bertanya pada guru 40 60 60 53 8. Siswa menutup pembelajaran dengan berdo’a atau mengucap hamdallah 60 80 80 73 Jumlah 50 62,5 70 53,25 Keterangan Baik Berdasarkan tabel di atas hasil observasi aktivitas siswa menunjukkan bahwa rata-rata persentase aktivitas belajar siswa pada saat pembelajaran IPA dengan menerapkan strategi pembelajaran aktif Crossword Puzzle sebesar 53,25. Jika semua aspek ini diamati menunjukkan bahwa siswa belum terbiasa belajar dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif Crossword Puzzle, terlihat dari beberapa siswa yang masih pasif dalam melakukan diskusi dengan kelompoknya. Hal ini menunjukkan bahwa keaktifan siswa masih belum sempurna. Pretest dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan pendahuluan penelitian untuk mengetahui data awal siswa dalam pembelajaran, khususnya terhadap materi yang akan menjadi pokok bahasan dalam tindakan penelitian. 357 Nilai Pretest pada siklus I No Nama Nilai 1 S.1 40 2 S.2 60 3 S.3 33 4 S.4 47 5 S.5 80 6 S.6 40 7 S.7 33 8 S.8 53 9 S.9 67 10 S.10 53 11 S.11 60 12 S.12 47 13 S.13 60 14 S.14 67 15 S.15 73 16 S.16 47 17 S.17 53 18 S.18 27 19 S.19 67 No Nama Nilai 20 S.20 60 21 S.21 67 22 S.22 20 23 S.23 53 24 S.24 73 25 S.25 47 26 S.26 60 27 S.27 27 28 S.28 20 29 S.29 40 30 S.30 40 31 S.31 53 358 32 S.32 67 33 S.33 40 Rata-rata Nilai 50, 72 pencapain KKM 9,09 ∑ 1774 Untuk mengukur hasil belajar siswa, pada setiap akhir siklus dilakukan tes hasil belajar yang dinamakan dengan tes akhir siklus.Tes ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat pencapaian kemampuan serta ketuntasan belajar siswa terhadap pokok bahasan pada materi yang ingin disampaikan pada saat tindakan penelitian. Nilai Post test Siklus Pada Siklus I No Nama Nilai No Nama Nilai 1 S.1 93 20 S.20 93 2 S.2 87 21 S.21 73 3 S.3 93 22 S.22 73 4 S.4 93 23 S.23 93 5 S.5 87 24 S.24 93 6 S.6 93 25 S.25 67 7 S.7 67 26 S.26 73 8 S.8 93 27 S.27 67 9 S.9 73 28 S.28 60 10 S.10 80 29 S.29 67 11 S.11 67 30 S.30 93 12 S.12 93 31 S.31 60 13 S.13 87 32 S.32 60 14 S.14 80 33 S.33 93 15 S.15 87 34 S.34 80 16 S.16 67 ∑ 2718 17 S.17 60 Rata-rata kelas 79,94 18 S.18 93 Ketuntasan 70,58 19 S.19 80 Pada pembuatan perencanaan siklus II tidak jauh berbeda dengan tahap siklus I. Yaitu perencanaan tindakan dimulai dengan menyiapkan 359 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP, dengan menetukan konsep bahasan. Sedangkan materi yang akan diajarkan pada siklus II adalah ketergantungan manusia dan hewan pada tumbuhan hijau sebagai sumber makanan, selanjutnya RPP yang telah dibuat didiskusikan oleh kolabolator serta sehubungan dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Pada siklus II ini, target yang ingin dicapai adalah hasil belajar siswa dapat meningkat dari hasil belajar siklus I dan aktivitas siswa untuk memenuhi indikator keberhasilan penelitian. Selain itu, guru juga sudah memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam siklus I, sehingga pada pelaksanaan siklus II kekurangan-kekurangan tersebut tidak muncul kembali. Dalam mengerjakan LKS TTS pada siklus II ini, siswa sudah dapat berkerjasama lebih baik dengan kelompoknya. Dan tingkat kepercayaan diri mereka meningkat dan tidak malu-malu lagi dalam berdiskusi dan mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas serta pada saat mengerjakan LKS setiap kelompok siswa berlomba-lomba untuk cepat menyelesaikan LKS tersebut, dan sebelum waktu yang telah di tentukan habis maka setiap kelompok sudah mengumpulkan LKS kepada peneliti. Berikut ini tabel hasil observasi guru selama tindakan siklus II. Tabel 4.7. Hasil Observasi Guru Siklus II No Aspek yang diamati P.5 P.6 P.7 Rata-rata 1. Guru mengkondisikan kesiapan pelaksanaan pembelajaran 80 80 80 80 2. Guru mengajukan pertanyaan apersepsi 60 80 80 73 3. Guru 2 menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai 80 80 80 80 4. Guru memberikan motivasi positif pada saat pembelajaran. 60 80 100 80 5. Guru memberikan penjelasan materi pelajaran 80 80 80 80 6. Guru menggunakan media pembelajaran sesuai materi 80 80 100 87 7. Guru membuat kelompok belajar siswa 80 80 80 80 8. Guru menjelaskan 5 prosedur pembuatan TTS 60 80 80 73 9. Guru memberikan kesempatan siswa untuk mempresentasikan hasil kerjanya. 60 80 80 73 360 10. Guru bekerja sama dan bertanggung jawab pada proses pembelajaran dengan membimbing dan mengarahkan siswa. 60 80 80 73 11. Guru memberikan releksi pada materi yang telah disampaikan dan memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya. 60 80 80 73 12. Guru menutup pembelajaran dengan mengucap hamdallah dan do’a 80 100 100 93 Jumlah 70 81,67 85 78,75 Keterangan Sangat baik Berdasarkan tabel 4.7 dalam lembar observasi kegiatan guru pada siklus II adalah 78,75 dengan keterangan baik, dibanding hasil rata- rata kegiatan guru pada siklus I adalah 62,58. Hasil Observasi Siswa No Aspek yang diamati P.5 P.6 P.7 Rata-rata 1. Siswa menjawab absensi 80 80 80 80 2. Siswa menjawab pertanyaan apersepsi 60 80 80 73 3. Siswa mendengarkan 2 tujuan pembelajaran 80 80 80 80 4. Siswa Membentuk kelompok belajar , perkelompok 6 orang. 80 80 100 87 5. Siswa mengerjakan LKS TTS 60 80 80 73 6. Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok. 80 80 100 87 7. Siswa aktif bertanya pada guru 60 80 80 73 8. Siswa menutup pembelajaran dengan berdo’a atau mengucap hamdallah 80 100 100 93 Jumlah 72,5 82,5 87,5 80,75 Keterangan Baik Berdasarkan tabel 4.8 hasil observasi aktivitas siswa terlihat bahwa aspek-aspek yang terendah pada siklus I hanya mencapai 60 mengalami peningkatan pada siklus II hingga mencapai 80. Rata- rata persentase pada siklus I sebesar 53,25 dengan keterangan cukup baik sedangkan rata-rata persentase pada siklus II sebesar 80,75 361 dengan keterangan baik. Hal ini menunjukkan bahwa intervensi tindakan yang diharapkan telah tercapai. Adapun Rekapitulasi data hasil tes siklus II dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 4.11. Nilai Post test Siklus Pada Siklus II No Nama Nilai No Nama Nilai 1 S.1 93 22 S.20 87 2 S.2 87 23 S.21 73 3 S.3 87 24 S.22 93 4 S.4 Izin 25 S.23 87 5 S.5 93 26 S.24 100 6 S.6 60 27 S.25 87 7 S.7 93 28 S.26 100 8 S.8 53 29 S.27 60 9 S.9 100 30 S.28 73 10 S.10 93 31 S.29 67 11 S.11 87 32 S.30 100 12 S.12 80 33 S.31 Sakit 13 S.13 80 34 S.32 87 14 S.14 87 35 S.33 73 15 S.15 93 36 S.34 Sakit 16 S.16 93 ∑ 2706 17 S.17 73 18 S.18 Sakit Rata-rata kelas 84,56 19 S.19 80 Ketuntasan 87,5 20 S20 87 Berdasarkan pada tabel di atas, pada siklus II ini secara keseluruhan mengalamai peningkatan mulai dari hasil belajar siswa meningkat hingga 16 jika dibandingkan dengan ketuntasan hasil belajar pada siklus I. Namun secara umum, hasil akhir siklus menunjukkan kenaikan dari siklus sebelumnya dan skor yang didapatkan siswa lebih tinggi jika dibandingkan dengan siklus-siklus sebelumnya. Hal tersebut dapat dilihat pula pada gambar di bawah ini. 362 Berdasarkan Diagram diatas memperlihatkan bahwa hasil belajar pada siklus I mencapai 70,58 dan pada siklus II mencapai 87,5. Hal ini menunjukkan bahwa intervensi tindakan yang diharapkan telah tercapai. Diagram di atas memperlihatkan hasil persentase. Hal ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan kegiatan guru pada siklus I dan siklus II, setelah diterapkanya strategi pembelajaran aktif Crossword Puzzle . 363 Berdasarkan data yang telah diuraikan diatas, maka target yang telah ditetapkan dalam penelitian ini tercapai, yaitu 75 siswa telah mencapai telah mencapai ketuntasan hasil belajar, dan rata-rata keaktifan siswa dalam pelajaran IPA termasuk kategori baik dan rata- rata kegiatan guru dalam menggunakan strategi pembelajaran aktif Crossword Puzzle termasuk kategori baik. Atas dasar hasil tersebut maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini bahwa “Terdapat peningkatan hasil belajar IPA dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif Crossword Puzzle siswa kelas V SD Negeri Tugu 2 kota depok”, telah terbukti secara ilmiah atau hipotesis diterima. Oleh sebab itu peneliti mengambil keputusan bahwa kegiatan penelitian dihentikan. Penutup Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui strategi pembelajaran aktif Crossword Puzzle dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa pada materi tumbuhan hijau. Perolehan hasil belajar atau posttest pada siklus I nilai rata-rata kelas mencapai 79,94, sedangkan ketuntasan belajarnya 70,58 pada siklus I interventasi masih belum tercapai. Pada siklus II nilai rata-rata kelas 84,5 untuk ketuntasan belajar siswa sebesar 87,5. Hal ini menunjukkan bahwa pada sekilus II mengalami peningkatan hasil belajar siswa, sesuai dengan intervensi tindakan yang diharapkan yaitu tujuh puluh lima persen 75 siswa kelas V SDN Tugu2 kota Depok mengalami ketuntasan belajar individual sebesar ≥ 70 dalam pembelajaran IPA pada materi tumbuhan hijau. Sehingga dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran aktif Crossword Puzzle dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 364 Daftar Pustaka Arinto, Suharsimi, Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006 Dimyati, dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 2006. Hisyam Zaini, Strategi Pembelajaran Aktif, Yogyakarta:Pustaka Insan Mardani, 2008 Mulyasana, Dedi. Pendidikan Bermutu dan Berdaya saing. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011. Purwanto, Ngalim. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Rosdakarya, 2011. Purwanto, Ngalim. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Samadhi, Ari.T.M. 2008, Pembelajaraan Aktif Active Learning online, Teaching Improvement Worksop, Engineering Education Develoment Project APD Loan No 1432-INO, Tersedia: www. jurnalskripsi.com. Diakases 27 januari 2009 Siberman. Mel. Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2006. 365 UPAYA PENANGANAN GANGGUAN DISGRAPIA PADA ANAK SEKOLAH DASAR MELALUI PENDEKATAN TEKNIK SCAFFOLDING Nandang Kosim STAI Syekh Manshur Pandeglang Email: kndangsyahoo.com Abstract: Children in Elementary Education have their development tasks that must be fulilled by the teachers. The right process of teaching and learning by the teachers is the key to fulill those tasks. But in fact, many children have learning process dificulty and disability such as dysgraphia. Dysgraphia is a learning disability that affects writing, which requires a complex set of motor and information processing skills. Dysgraphia makes the act of writing dificult. It can lead to problems with spelling, poor handwriting and putting thoughts on paper. An effort to handle dysgraphia problem is the application of scaffolding technique in the process of learning of writing. Scaffolding is learning activities which connect the real experience of the children to the teaching and learning process to reach the aim of the study. It is by using a simple language and showing some pictures in cooperative learning. There are many steps that should the teachers apply in scaffolding technique, it are: 1 using simple language, 2 fulilling an incomplete sentence or paragraph by choosing an available answer, and 3 using some pictures to give an information. Kata kunci : Gangguan Disgrapia, Anak Sekolah Dasar, Teknik Scaffolding Pendahuluan Sebagai mana kita ketahui bahawa setiap individu mempunyai tugas-tugas perkembangan untuk memenuhinya. Demikian pula pada anak usia Sekolah Dasar memerlukan kemampuan untuk memenuhi tugas-tugas perkembangannya. Karakteristik perkembangan anak yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa perkembangan anak yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupannya. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang 366 dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal. Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD biasanya pertumbuhan isiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya Sofa, 2008. Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas awal SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu Yusran, 2014. Kesulitan belajar pada anak, bila tidak dideteksi secara dini dan tidak dilakukan terapi secara benar, bisa menyebabkan kegagalan dalam proses pendidikan anak. Salah satu masalah yang banyak ditemukan di Sekolah Dasar adalah mengenai gangguan disgraia lebih lanjut penulis katakan kesulitan menulis. Padahal kemampuan menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa. Dalam pembagian kemampuan berbahasa, menulis selalu diletakkan paling akhir setelah kemampuan menyimak, berbicara, dan membaca. Meskipun selalu ditulis paling akhir, bukan berarti menulis merupakan kemampuan yang tidak penting. Dalam menulis semua unsur keterampilan berbahasa harus dikonsentrasikan secara penuh agar mendapat hasil yang benar-benar baik. Gangguan disgraia mengacu kepada anak yang mengalamai hambatan dalam menulis, meskipun intelegensianya normal bahkan ada yang di atas rata-rata dan dia tidak mengalami gangguan dalam motorik maupun visual. Gangguan ini juga bukan diakibatkan oleh masalah ekonomi dan sosial tetapi merupakan hambatan neurologis dalam kemampuan menulis, yang meliputi hambatan isik, seperti: tidak dapat memegang pensil dengan benar atau tulisannya jelek. Anak dengan gangguan disgraia mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka. Menurut Ira sebagaimana dikutip dari Hasani 2005 menulis merupakan keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif, sehingga penulis harus mampu memanfaatkan kemampuan dalam menggunakan tata tulis, struktur bahasa dan kosa kata. Menulis memerlukan keterampilan pengendalian otot, koordinasi mata dan tangan, diskriminasi visual. Keterampilan dasar kesiapan menulis harus dikembangkan sebelum anak memulai belajar menulis. 367 Pengendalian otot dapat dikembangkan melalui aktivitas manipulatif, misalnya memotong dengan gunting, menggambar dengan ujung jari, menelusuri dan mewarnai. Koordinasi mata dan tangan dapat dilatih melalui kegiatan menggambar lingkaran dan bentuk geometri lain. Semua keterampilan dasar sangat diperlukan untuk mengenal berbagai bentuk huruf, serta cara penulisan huruf itu sendiri Yusuf, 2005. Menulis merupakan kegiatan kebahasaan yang memegang peran penting dalam dinamika peradaban manusia. Dengan menulis orang dapat melakukan komunikasi, mengemukakan gagasan baik dari dalam maupun luar dirinya, dan mampu memperkaya pengalamannya. Kemampuan menulis berhubungan dengan kemampuan motorik yakni motorik halus karena menekankan pada kordinasi otot tangan dan jari atau kelenturan tangan yang bersifat keterampilan. Kegiatan menulis dasar sudah dapat dimulai saat anak menunjukkan perilaku seperti mencoret-coret buku atau dinding, kondisi tersebut menunjukkan berfungsinya sel-sel otak yang perlu dirangsang supaya berkembang secara optimal. Menulis merupakan salah satu media untuk berkomunikasi, di mana anak dapat menyampaikan ide, makna, pikiran dan perasaannya melalui untaian kata-kata yang bermakna, Kesulitan menulis akan menjadi hambatan dalam proses pembelajaran anak, karena anak yang mengalami kesulitan menulis ini tidak bisa menuangkan dan mengemukakan ide dengan baik. Aktivitas belajar menulis bagi setiap anak tidak selamanya berangsur secara wajar, karena setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda, perbedaan individu pula yang menyebabkan perbedaan tingkah laku anak, anak yang tidak mampu menulis sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan Disgraia. Yakni kesulitan khusus di mana anak- anak tidak bisa menuliskan atau mengekspresikan pikirannya dalam bentuk tulisan, karena mereka tidak bisa menyuruh atau menyusun kata dengan baik dan mengkoordinasikan motorik halusnya tangan untuk menulis. Pada anak-anak umumnya kesulitan ini terjadi pada saat anak mulai belajar menulis. Kesulitan ini tidak tergantung kemampuan lainnya. Seseorang bisa sangat fasih dalam berbicara dan keterampilan motorik lainnya, tapi mempunyai kesulitan dalam menulis Disgraia. Gangguan Disgraia pada anak bila tidak dideteksi secara dini dan tidak dilakukan terapi yang benar, bisa menyebabkan kegagalan dalam proses pendidikan anak. Sehingga harus ditempuh upaya penyelesaian untuk mengatasi permasalahan disgraia ini. Disgraia seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan 368 oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan, hanya saja ia memiliki hambatan. Pengertian Disgraia Disgraia berasal dari bahasa Yunani berarti kesulitan khusus yang membuat anak sulit untuk menulis atau mengekspresikan pikirannya ke dalam bentuk suatu tulisan dan menyusun huruf-huruf. Menurut Djaja 2010 Disgraia adalah kesulitan belajar yang berkaitan dengan masalah menulis. Kelainan ini diketahui secara mendasar dari perbedaan nilai antara nilai anak yang tinggi pada tes inteligensi dan nilai yang rendah pada nilai tes yang diperoleh dari menulis. Mulyono 2003 mengemukakan bahwa disgraia adalah kesulitan belajar dalam hal menulis. Kesulitan menulis dapat muncul dalam bentuk penggunaan kata yang tidak tepat, struktur kalimat yang kacau atau tidak lengkap, kesalahan penggunaan ejaan, penggunaan tanda baca dan huruf kapital yang kacau, serta sistematika penulisan yang tidak teratur. Disgraia adalah ketidakmampuan dalam menulis, terlepas dari kemampuan untuk membaca. Orang dengan disgraia sering berjuang dengan menulis bentuk surat atau tertulis dalam ruang yang dideinisikan. Hal ini juga bisa disertai dengan gangguan motorik halus. Ciri-ciri Gangguan Disgraia Untuk mengetahui tentang sejauhmana anak Sekolah Dasar yang mengalami gangguan Disgraia, kita harus mengenal terlebih dahulu beberapa ciri khususnya. Adapun beberapa ciri khusus anak yang mengalami gangguan disgraia antaranya adalah: a. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya. b. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur. c. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional. d. Anak tampak harus berusaha keras dalam mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan atau pemahamannya lewat tulisan. e. Sulit memegang pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat, bahkan menempel pada kertas. f. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis. g. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang 369 tepat dan proporsional. h. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada http:klinikautisindonesia. wordpress.com. Konsep Keterampilan Menulis Menulis merupakan salah satu media untuk berkomunikasi, di mana anak dapat menyampaikan makna, ide, pikiran dan perasaannya melalui kata-kata yang bermakna. Menurut Poerwadarminta 1982, menulis memiliki batasan sebagai berikut : 1 Membuat huruf, angka dan lainnya dengan pena, kapur dan sebagainya. 2 Mengekspresikan pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat surat, dan lainnya dengan tulisan. Senada dengan pernyataan tersebut Badudu 1982 mengemukakan bahwa menulis adalah menggunakan pena, potlot, ball point di atas kertas, kain ataupun papan yang menghasilkan huruf, kata maupun kalimat. Dengan demikian menulis bukanlah sekedar membuat huruf- huruf ataupun angka pada selembar kertas dengan menggunakan berbagai alternatif media, melainkan merupakan upaya untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran yang ada pada diri individu. Keterampilan menulis sejalan dengan membaca, bahwa penguasaan menulis dipengaruhi oleh frekuensi anak melakukan belajar menulis. Karena menulis memerlukan kebiasaan penggunaan aktivitas isiktangan. Pada anak usia SD sudah mencapai kematangan dalam hal aktivitas isiktangan. Morrow 1993 juga membagi kemampuan menulis anak menjadi enam tahapan sebagai berikut : a. Writing via drawing yaitu menulis dengan cara menggambar b. Writing via scribbling yaitu menulis dengan cara menggores. c. Writing via making letter-like forms, yaitu menulis dengan cara membuat bentuk seperti huruf. Anak tidak hanya membuat goresan tetapi sudah melibatkan unsur kreasinya. d. Writing via reproducing well-learned unit or letter stings, yaitu menulis dengan cara menghasilkan huruf-huruf atau unit yang sudah baik. Anak menulis huruf-huruf dengan mencontoh misalnya mencoba untuk menulis namanya. e. Writing via invented spelling, yaitu menulis dengan mencoba mengeja satu persatu. Dalam tahap ini anak mencoba mengeja dengan cara coba-salah trial and error. f. Writing via conventional spelling, yaitu menulis dengan cara mengeja langsung. Dalam tahap ini anak telah dapat mengeja secara benar baik dari segi susunan maupun ejaannya. 370 Sedangkan Feldman 1991 memberikan batasan tentang tahapan kemampuan menulis pada anak sebagai berikut : a Scribble on the page, yaitu membuat goresan pada kertas. Pada tahap ini anak membuat gambar ataupun huruf-huruf yang terpisah, b Copy word, yaitu mencontoh huruf. Anak mulai tertarik untuk mencontoh huruf-huruf seperti kata mama, papa dan sebagainya, dan c Invented spelling, yaitu belajar mengeja. Dalam tahap ini anak mulai menemukan cara mengeja dan menuliskan huruf sesuai dengan bunyinya. Penyebab Terjadinya Gangguan Disgraia Secara spesiik penyebab disgraia tidak diketahui secara pasti, namun apabila disgraia terjadi secara tiba-tiba pada anak maupun orang yang telah dewasa maka diduga disgraia disebabkan oleh trauma kepala entah karena kecelakaan, penyakit, dan seterusnya. Di samping itu para ahli juga menemukan bahwa anak dengan gejala disgraia terkadang mempunyai anggota keluarga yang memiliki gejala serupa. Demikian ada kemungkinan faktor herediter ikut berperan dalam disgraia. Seperti halnya disleksia, disgraia juga disebabkan faktor neurologis, yakni adanya gangguan pada otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Anak mengalami kesuitan dalam harmonisasi secara otomatis antara kemampuan mengingat dan menguasai gerakan otot menulis huruf dan angka. Kesulitan ini tak terkait dengan masalah kemampuan intelektual, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar Delphie, 2006. Motorik halus yang lemah dalam hal gerak tangan yang lemah dalam menekan pensil akan meyulitkan anak dalam mengembangkan kemampuan menulis. Perilaku anak yang kurang memperhatikan dan konsentrasi akan menghambat anak untuk menulis. Hal yang menyulitkan menulis adalah persepsinya yang sulit dalam mendengar dan membedakan huruf-huruf. Memori anak yang sulit mengingat kembali yang hal-hal yang didengar dan dilihat juga menjadi unsur yang penting yang harus diperhatikan. Penyebab disgraia belum diketahui penyebabnya , tetapi diduga karena adanya kejadian traumatik yang mengganggu perkembangan si anak. Pengaruh keturunan juga ikut andil dalam penyebab disgraia. Penyebab lainnya yaitu masalah neurologis, terdapat deisit sensorik penyimpanan laterisasi yang ada di otak. Maura, 2012. Penyebab disgraia disebabkan karena faktor neurologis, yaitu faktor gangguan pada otak kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan menulisnya. Kelainan neurologis ini menghambat kemampuan menulis yang meliputi hambatan secara isik, seperti tidak 371 dapat memegang pensil dengan mantap ataupun tulisan tangannya buruk. Anak dengan gangguan disgraia sebetulnya mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka. Pendekatan Teknik Scaffolding Pengertian Teknik Scaffolding Scaffolding adalah bantuan parameter, aturan atau saran pembelajar memberikan peserta didik dalam situasi belajar. Scaffolding memungkinkan peserta didik untuk mendapat bantuan melalui keterampilan baru atau di luar kemampuannya. Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada peserta didik selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya. Scaffolding atau mediated learning adalah teori yang dikemukakan oleh Vigotsky, khususnya terkait dengan ide tentang Zona Proximal Development . Menurut Vigotsky 1978, tingkat perkembangan kemampuan anak itu berada dalam dua tingkatanlevel, yaitu tingkat kemampuan aktual yang dimiliki anak dan tingkat kemampuan potensial yang bisa dikuasai oleh siswa. Zona antara tingkat kemampuan aktual dan potensial itu disebut zona proximal development. Sebagai syarat untuk mencapai tingkat kemampuan potensial itu, siswa memerlukan tangga atau jembatan untuk mencapainya. Salah satu tangga itu adalah bantuan dari seorang guru yang berupa penggunaan dukungan atau bantuan tahap demi tahap dalam belajar dan pemecahan masalah. Ragam bantuan yang diberikan tergantung pada tingkat kesulitan yang dialami siswa, misalnya: memecah tugas menjadi lebih kecil, mengatur bagian-bagian, mengajak berpikir ulang, membahasakan proses berpikir jika tugasnya kompleks; melaksanakan pembelajaran kooperatif, melakukan dialog dalam kelompok kecil, memberi petunjuk konkret, melakukan tanya jawab, memberikan kartu-kartu kunci, atau melakukan pemodelan. Di samping itu, bila diperlukan bantuan dapat berupa: mengaktifkan latar belakang pengetahuan yang dimiliki siswa, memberikan tips-tips atau kiat- kiat, strategi, dan prosedur-prosedur kunci untuk melaksanakan tugas atau memecahkan masalah yang dihadapi siswa. Bantuan itu diberikan agar siswa tidak frustasi karena mengerjakan tugas atau suatu keterampilan yang sulit dicapaidilaksanakan. Veeramuthu 2011 mengemukakan tujuan dan pengertian pembelajaran scaffolding tersebut antara lain : 1 memacu perkembangan siswa, 2 merangsang kreativitas siswa, 3 372 meningkatkan dan memperbaiki proses pengajaran, 4 membantu pengembangan konsep diri siswa, 5 memberi perhatian dan bimbingan pada siswa, 6 merangsang releksi siswa, dan 7 membantu dan meluruskan tujuan pembelajaran. Di samping itu, metode pembelajaran scaffolding memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh metode pembelajaran konvensional. Keunggulan tersebut tercermin pada tingginya kreativitas siswa, menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, meningkatkan kemampuan berpikir secara sistematis dan terorganisasi sehingga menghasilkan karya yang terbaik. Lebih lanjut Klausmeier 1977 menegaskan bahwa scaffolding adalah salah satu pemikiran penting konstruktivis modern. Paradigma pembelajaran constructivistic telah disuarakan dengan lantang oleh Degeng 2002 sebagai hal yang wajib untuk merevolusi pembelajaran di Indonesia apabila kita ingin menghasilkan sumber daya manusia yang ideal dalam Latief, 2002. Paradigma behavioristik yang dipegang guru selama ini, yang wujudnya dalam proses pembelajaran berupa transfer pengetahuan dari guru ke siswa, telah menunjukkan kegagalannya dalam menghasilkan lulusan pendidikan yang ideal. Langkah-langkah Teknik Scaffolding Lange 2002 menyebutkan adanya lima langkah pembelajaran dengan menerapkan teknik scaffolding, yaitu: pemodelan sesuai dengan perilaku yang diharapkan, siswa memberikan penjelasan terkait dengan model yang ditampilkan, mengajak siswa berpartisipasi, mengklariiksi dan memveriikasi pemahaman siswa, dan mengajak siswa menemukan kata kunci atau inti pembelajaran. Langkah pertama dalam teknik scaffolding versi Lange 2002 adalah pemodelan. Lange yang merujuk pendapat Hogan and Pressley 1997 menyatakan bahwa pemodelan adalah mengajarkan perilaku yang mencerminkan bagaimana seseorang merasa, berpikir, atau bertindak sesuai dengan situasi yang diberikan. Ada tiga tipe model, yaitu model yang diberikan melalui proses berpikir, model yang diverbalkan lewat kata-kata, dan model melalui perbuatan atau performansi. Dari model yang ditampilkan itu, siswa diminta menjelaskan apa yang telah dipelajari dari model tersebut, mengapa bisa begitu, dan bagaimana bisa seperti itu. Pada tahap awal, penjelasan rinci dan diulang-ulang agar pemahaman siswa mendalam dan mudah mengingatnya. Setelah siswa memahami konsep terkait dengan model tersebut, siswa mencoba berlatih melakukan kegiatan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, dari latihan itu, guru dapat memberikan 373 klariikasi dan veriikasi terkait dengan pemahaman siswa melalui pemberian respons balik terhadap perilaku siswa. Pada kegiatan akhir, siswa diajak untuk menemukan sendiri apa yang sudah dan belum dikuasai, dan guru memberikan penguatan. Dari beberapa skenario atau tahapan dalam penerapan teori scaffolding tersebut, dapat disimpulkan aspek-aspek esensial dari tahapan teknik scaffolding, yaitu 1 pemilahan aspek yang kompleks menjadi tahapan-tahapan, namun tetap merupakan satu kesatuan untuk mencapai kompetensi yang utuh, 2 penentuan fokus bantuan yang diperlukan siswa, 3 pemodelan terkait dengan perilaku yang diharapkan, dan 4 siswa dapat menjelaskan aspek penting dari pemodelan, 5 pemberian umpan balik melalui teknik kolaborasi, dan 6 pemantapan pemahaman siswa. Ada beberapa tantangan yang perlu diminimalkan bila ingin menerapkan teknik scaffolding. Tantangan tersebut adalah sebagai berikut: 1 membutuhkan banyak waktu; 2 dibutuhkan cukup personel untuk dapat menerapkan teknik ini dengan baik; 3 pemodelan yang diberikan bisa tidak memadai apabila guru tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang kebutuhan individual para siswanya. Merancang program pelatihan dengan teknik scaffolding. Teknik scaffolding dalam pelatihan ini meliputi tahapan sebagai berikut. a. Memberikan tugas menulis kalimat yang didiktekan orang tua guru. b. Bersama-sama dengan siswa mengidentiikasi kesalahan tulisan mereka. c. Menjelaskan mengenai pelatihan dan ZPD masing-masing permasalahan. d. Menjelaskan kriteria penulisan yang benar dan meminta anak menyatakan kembali kriteria tersebut. e. Memberikan latihan menulis dengan orang tuaguru memberikan bantuan. f. Mengevaluasi hasil pekerjaan siswa bersama-sama dengan anak. g. Memberikan latihan menulis dengan mengurangi bantuan terbatas pada kesalahan yang banyak dilakukan anak. h. Mengevaluasi hasil pekerjaan bersama-sama dengan anak. i. Memberikan latihan menulis tanpa bantuan orang tuaguru. j. Mengevaluasi pekerjaan anak. k. Pelatihan tersebut diulang-ulang pada tiap-tiap kesalahan disgraia yang dialami anak hingga terdapat perubahan. Penulis telah meneliti bagaimana upaya untuk melatih anak dengan gangguan disgraia melalui metode menulis dengan menghubungkan 374 titik-titik pada kertas berpetak, yang diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah disgraia yang salah satu ciri khususnya yaitu ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional dan cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional. Contoh lembar kerja latihan menulis dengan menghubungkan titik-titik pada kertas: Penulis sertakan tabel cara melatih anak disgraia agar dapat menulis dengan baik dan benar seperti di bawah ini. Faktor Masalah Penyebabnya Remedial Bentuk Huruf terla- lu miring Posisi kertas yang miring Betulkan posisi kertas sehingga tegak lurus dengan badan. 375 Ukuran Terlalu be- sar dan ter- lalu tebal K u r a n g memahami garis tulisan Gerakan tangan yang kaku · Ajarkan kembali tentang konsep ukuran dan perjelas garis tulisan. Latih gerakan tangan, salah satu caranya den- gan latihan membuat lingkaran atau bentuk lengkung Spasi H u r u f dalam satu kata seperti menumpuk. Spasi antar- huruf terlalu lebar K u r a n g m e m a h a m i konsep spasi Kurang mema- hami bentuk dan ukuran Ajarkan kembali kon- sep spasi antar-kata · Kaji kembali kon- sep bentuk ukuran dan huruf K u a l i t a s garis Terlalu te- bal atau m e n e k a n terlalu tipis Masalah pada tekanan tulisan Perbaikilah cara- cara memegang alat tulis, perbaiki juga ger- akan tangan, serta bei- kan latihan menulis di atas kertas tipis dan kertas kasar Kecepatan Lambat ke- tika dalam m e n u l i s yaitu ketika m e n y a l i n atau saat dikte Tingkat kemam- puan menulis tidak sebanding dengan kecepa- tannya Latih menarik garis lu- rus dengan cepat serta latihan membuat ben- tuk melingkar, tegak dan melengkung di ker- tas berpetak Selanjutnya ada beberapa langkah lain sebagai pelengkap yang bisa dilakukan orang tua dan guru untuk membantu anak dengan gangguan menulis disgraia, diantaranya: 1. Pahami keadaan anak. Sebaiknya pihak guru dan orang tua, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgraia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak 376 lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik guru dan orang tua maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja. Atau bisa juga orang tua meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan. 2. Menyajikan tulisan cetak. Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgraia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat- alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya. 3. Membangun rasa percaya diri anak. Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya. 4. Latih anak untuk terus menulis. Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgraia dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret. Adapun penanganan secara terstruktur dapat dilakukan melalui beberapa hal berikut: 1. Faktor kesiapan menulis. Menulis membutuhkan kontrol maskular, koordinasi mata tangan, dan diskriminasi visual. Aktivitas yang mendukung kontrol muskular antara lain: menggunting, mewarnai gambar, inger painting , dan tracing. Kegiatan koordinasi mata-tangan antara lain: membuat lingkaran dan menyalin bentuk geometri. Sementara itu, pengembangan diskriminasi visual dapat dilakukan dengan kegiatan membedakan bentuk, ukuran, dan detailnya, sehingga anak menyadari bagaimana cara menulis suatu huruf. 2. Aktivitas lain yang mendukung. a. Kegiatan yang memberikan kerja aktif dari pergerakan otot bahu, lengan atas serta bawah, dan jari. 377 b. Menelusuri bentuk geometri dan barisan titik. c. Menyambungkan titik. d. Membuat garis horizontal dari kiri ke kanan. e. Membuat garis vertikal dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. f. Membuat bentuk-bentuk lingkaran dan kurva. g. Membuat garis miring secara vertikal. h. Menyalin bentuk-bentuk sederhana. i. Membedakan bentuk huruf yang mirip bentuknya dan huruf yang hampir sama bunyinya. 3. Menulis huruf lepascetak. a. Perlihatkan sebuah huruf yang akan ditulis. b. Anak menelusuri garis tersebut dengan pensilnya. c. Ucapkan dengan jelas nama huruf dan arah garis untuk membuat huruf itu. d. Anak menelusuri huruf itu dengan jarinya sambil mengucapkan dengan jelas arah garis untuk membuat huruf itu. e. Anak menyalin contoh huruf itu di kertasbukunya. f. Jika cara ini sudah dikuasai, mintalah anak menyambungkan titik yang dibentuk menjadi huruf tertentu, sampai akhirnya anak mampu membuat huruf dengan baik tanpa dibantu. Tahap selanjutnya adalah menulis kata dan kalimat. 4. Menulis huruf transisi. Huruf transisi adalah huruf yang digunakan untuk melatih siswa sebelum menguasai huruf sambung. Adapun langkah-langkah pengajarannya sebagai berikut: a. Kata atau huruf ditulis dalam bentuk lepas atau cetak. b. Huruf yang satu dan yang lain disambungkan dengan titik-titik dengan meggunakan warna yang berbeda. c. Anak menelusuri huruf dan sambungannya sehingga menjadi bentuk huruf sambung. 5. Menulis huruf sambung. Mengajarkan huruf sambung dapat menggunakan langkah-langkah huruf lepas dan transisi. Maura, 2012. Penutup 1. Disgraia adalah kesulitan khusus di mana anak tidak bisa menuliskan atau mengekspresikan pikirannya kedalam bentuk tulisan, karena ketidakmampuan dalam mengkoordinasikan tangan dan jarinya untuk menulis. 2. Ada beberapa faktor penyebab yang mempengaruhi 378 ketidakmampuan menulis disgraia. Di antaranya motorik, perilaku, persepsi, memori, dan pemahaman instruktur. 3. Teknik scaffolding terbukti dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis secara baik, utuh, lengkap, koheren, dan penggunaan ejaan dan tanda bacanya juga tepat. Manfaat nyata yang dapat dipetik dari penggunaan teknik scaffolding adalah siswa dapat menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dilatihkan, menumbuhkan motivasi belajar siswa, dan meminimalkan rasa frustasi pada diri siswa. Daftar Pustaka Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar . Jakarta : Rineka Cipta Abdullah, Alwasilah, A. C. 2000. Perspektif Pendidikan Bahasa Inggris di Indonesia dalam Konteks Persaingan Global . Bandung: Andira. Ansori, Dian.2010. Implikasi Perkemban dan Anak Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan . online. dianzansori.wordpress.com, diakses tanggal 8 November 2014 Cahyono, Adi Nur. 2010. Vygotskian Perspective: Proses Scaffolding untuk mencapai Zone of Proximal Development ZPD , online, http:blog.unnes.ac.idadinegara20100304vygotskian- perspective-proses-scaffolding- untuk-mencapai-zone-of- proximal-development-zpd, diakses 14 November 2014 Delphie, B. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi . Bandung: PT. Reika Aditama. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Teknologi Pembelajaran Volume 3 Tahun 2013. http:klinikautisindonesia.wordpress.com20121103 penanganan-terkini gangguan -belajar-disgraia-gangguan- menulis-pada-anak Diakses pada tanggal 14 November 2014. http:disgraia.terapicalistung.com201306pengertian-disgraia. html http:growupclinic.com20130829kenali-gangguan-belajar- disgraia-gangguan-menulis-pada-anak http:rumahkonsultasianak.wordpress.com20100316disgraia- dysgraphia http:untan.academia.eduYusran Prakoso. diakses tanggal 8 November 2014. 379 Klausmeier, H.J. 1977. Educational experience and cognitive development , Educational Psychologist, No. 12 2. Lange, V. L. 2002. Instructional scaffolding. Retrieved on September 25, 2007from http:condor.admin-.ccny.cuny.edu~group4 CanoCano 20 Paper.doc. Lyon, 2001. Persentase Siswa Kesulitan Belajar. http: www. saturnet.com. diakses tanggal 13 November 2014 Pharyuna, A.M. 2010. Pengaruh Metode Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Sacffolding Terhadap Keterampilan Menulis Berbahasa Inggris Ditinjau dari Krativitas Siswa SMK Negeri 1 Singaraja . Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Sofa.2008. Karakteristik Anak Usia SD. online. http:www.ilmukami. co.cc, diakses tanggal 8 November 2014. Vygotsky, L.S. 1978. Mind in Society. Cambridge, MA: Harvard University Press. Yusuf, Syamsu. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya. 380 PEMBELAJARAN INTEGRATIF MELALUI MEMBATIK DI KOTA CIMAHI Ramdhan Witarsa Universitas Muhammadiyah Purwokerto Email: kampiun.utamayahoo.com Absract: Batik is one type of clothing that is famous in the world and is known as one of the cultural heritage owned by the Indo- nesian people. Behind the making of batik as an art form are the values of the high philosophy of the Java community, as well as also with batik made in Cimahi. Batik containing high val- ues philosophy in the process. First, the process of batik itself and the second aspect is reversed motif. Aspect of making batik is very attracted me to discuss. I focus my writing this assess- ment to the process of batik on before, during, and after the ba- tik. There are aspects of philosophy in batik in Cimahi. These aspects are muthmainah, suiyah, amarah, and aluamah. In Java philosophy, muthmainah implies how well we are doing some- thing naturally that is implemented in all the activities of life were performed consistently and continuously. Other properties is how emotions affect the teenagers to do something based on the affection. These properties are relected aluamah with forms of justice, love, compassion, beauty, humanity. Other properties are suiyah. Suiyah is a desire to do something good wishes and justice, not only for teenagers but also adults. The nature of the latter is amarah. The nature of this amarah should be avoided by all men because of amarah will lead to the greedy nature. The fourth characteristic is illustrated in batik in Cimahi, either before, during, and after the batik that begins with preparation equipment, make batik and batik on cloth is all of the process of batik on fabric is described as a process mbironi, ngerok, nyoga, and others. Keywords : ethical development, the process of batik, Javanese philosophy. 381 Pendahuluan Tanggal dua oktober merupakan “Hari Batik Nasional”, batik yang kita tahu merupakan warisan budaya Bangsa Indonesia. United National Education Scientiic and Cultural Organization UNESCO pun telah mengakui bahwa batik merupakan budaya asli Indonesia. Apa- bila UNESCO sudah mengakui, berarti harusnya negara lain tidak bisa merebutnya dan mengakuinya. Batik berasal dari bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis dan “nitik”. Menurut Yudoseputro 2000 : 98, batik berarti gambar yang ditulis pada kain dengan mempergunak- an malam sebagai media sekaligus penutup kain batik. Batik sendiri merupakan hasil budaya yang bisa dikatakan hampir semua wilayah nusantara ada, apalagi Indonesia yang memiliki banyak kepulauan, provinsi, dan daerah, dengan begitu motif yang dimiliki oleh Indo- nesia tentu saja sangat beragam. Seni batik tumbuh dan berkembang dengan pesat, seirama dengan selera minat daerah masing-masing sehingga banyak beberapa daerah penghasil batik. Setiap daerah me- miliki ciri khas serta keunikan batik dalam ragam hias maupun tata warna. Kota Cimahi saat ini dikenal sebagai kota yang kreatif. Kota Ci- mahi merupakan salah satu kota yang memiliki ciri khas pada ragam batiknya. Untuk sejarahnya adalah dengan diawali terbentuknya pada bulan Juli 2009, pada saat itu tercetuslah sebuah ide untuk mengem- bangkan batik Cimahi yang didasari karena keprihatinan beberapa seniman Cimahi yang peduli terhadap perkembangan budaya tradis- ional di Kota Cimahi. Batik Cimahi pertama kali dibuat melalui suatu kompetisi yang diadakan oleh Dewan Kerajinan Nasional Daerah Dekranasda Kota Cimahi yang diketuai oleh Ny. Atty Suharti Toch- ija. Pada saat itu lomba diadakan untuk umum, dan untuk batik yang menang akan dipatenkan sehingga tidak dapat ditiru oleh daerah lain. Batik khas Kota Cimahi telah didaftarkan ke Provinsi Jawa Barat sebanyak lima buah motif. Untuk tiga motif utama Kota Cimahi yaitu motif anyaman bambu, lereng kujang, dan daun singkong, sedangkan untuk dua motif lagi yaitu motif curug cimahi dan pusdik sedang dalam tahap modiikasi. Namun yang menjadi objek atau fokus ka- jian penulis adalah proses membatiknya itu sendiri yang mempunyai makna, nilai, dan pendidikan dalam menghasilkan batik yang bernilai seni dan bernilai jual tinggi. Proses membatik yang seperti apa yang menghasilkan batik den- gan corakmotif yang bernilai seni dan bernilai jual tinggilah yang menjadi hal yang membuat penulis penasaran untuk mengetahui dan mencari makna-makna apa saja yang terkandung dalam proses mem- batik. 382 Fokus Kajian Masyarakat jawa dikenal sebagai masyarakat yang memiliki latar belakang budaya yang sangat kuat. Latar belakang tersebut dapat dili- hat melalui dokumentasi yang dilakukan oleh masyarakat Jawa yang ada di Kota Cimahi. Dokumentasi tersebut dapat berupa berbagai ma- cam hasil karya masyarakat Jawa. Satu dari sekian banyak dokumen- tasi tersebut adalah dokumentasi tentang hasil seni budaya masyara- kat Jawa yang disebut batik. Dimanapun masyarakat Jawa berada, mereka mendokumentasikan hasil budaya masyarakatnya untuk ke- pentingan kelanjutan generasi berikutnya. Dengan didirikannya Lembur Batik yang ada di jalan Pesantren Kota Cimahi dengan maksud dan tujuan agar karya budaya pewarisan nenek moyangnya dapat dilakukan terus menerus dan berenkulturasi dengan masyarakat Sunda. Kain batik yang dikenal sebagai karya seni masyarakat Jawa selama ratusan tahun tidak hanya dipergunakan se- bagai karya seni biasa tetapi juga digunakan sebagai pakaian. Namun yang sangat disayangkan masyarakat Jawa sendiri ada yang tidak memahami makna, nilai-nilai ilosoi yang terkandung dalam proses membatik baik itu sebelum membatik, pada saat membatik, dan sesu- dah membatik. Sehingga pemaknaan akan proses membatik menjadi sangat dangkal. Oleh sebab itu, penulis memandang perlu pengka- jian yang lebih mendalam agar generasi muda kita saat ini tidak ke- hilangan ruh akan makna, nilai-nilai yang terkandung dalam proses membatik. Kajian ini sangat penting untuk melestarikan makna dan nilai-nilai dalam proses membatik sehingga generasi muda akan me- mahami dan memaknai apa yang dimaksud dengan membatik? Sep- erti apa bentuk membatik? Dan bagaimana kegiatan membatik? Membatik Cimahi Batik berasal dari bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis dan “nitik”. Batik berarti gambar yang ditulis pada kain dengan mem- pergunakan malam sebagai media sekaligus penutup kain batik. Ba- tik sendiri merupakan hasil budaya yang bisa dikatakan dimiliki oleh hampir semua wilayah nusantara. Hal ini dikarenakan Indonesia me- miliki banyak kepulauan, provinsi, dan daerah. Dengan begitu mo- tif batik yang dimiliki oleh Indonesia tentu saja sangat beragam. Seni batik tumbuh dan berkembang dengan pesat, seirama dengan selera daerah masing-masing sehingga banyak beberapa daerah yang men- jadi penghasil batik. Setiap daerah memiliki ciri serta keunikan khas tersendiri dalam ragam hias maupun tata warna batik. Begitupun dengan batik khas Kota Cimahi. Batik khas Kota Ci- mahi yang telah didaftarkan ke Provinsi Jawa Barat sebanyak lima 383 buah motif, untuk tiga motif utama Kota Cimahi yaitu motif anya- man bambu, lereng kujang, dan daun singkong, sedangkan untuk dua motif lagi yaitu motif curug cimahi dan pusdik sedang dalam tahap modiikasi. Format Membatik Cimahi Batik Cimahi Motif Cirendeu Motif Cirendeu yang dibuat oleh Dadang lebih mewakili masyara- kat adat Kampung Cirendeu yang terletak di wilayah Leuwigajah, Ci- mahi Selatan. Singkong atau sampeu yang merupakan makanan pokok pengganti nasi bagi masyarakat sekitar selama 80 tahun telah menjadi inspirasi untuk menciptakan motif batik. Jadi, pada motif Cirendeu ini, motif daun singkong dan ketela lebih mendominasi. Gambar 1. Batik Cimahi Motif Cirendeu Sumber: http:kicaucimahi.blogspot.com; Dokumentasi Penulis Batik Cimahi Motif Kuncup Terdapat juga motif lainnya yaitu motif kuncup, motif ini dipilih sebagai salah satu tema batik khas Cimahi, karena kata kuncup diam- bil dari bunga yang sedang kuncup. Gambar 2. Batik Cimahi Motif Kuncup Sumber: http:kicaucimahi.blogspot.com; Dokumentasi Penulis 384 Batik Cimahi Motif Kujang Motif Kujang merupakan senjata tradisional khas Jawa Barat. Motif Kujang ini dibuat oleh Muhammad Yaser. Ada dua jenis motif Kujang yang ada pada batik Cimahi, yaitu motif Rereng Kujang dan kujang Cakra. Gambar 3 . Batik Cimahi Motif Kujang Sumber: http:cimahijugapunyabatikloh.blogspot.com; Dokumen- tasi Penulis Gambar 4. Batik Cimahi Motif Kujang Cakra Sumber: http:balareabatikjabar.org; Dokumentasi Penulis 385 Gambar 5. Batik Cimahi Motif Rereng Kujang Sumber: http:balareabatikjabar.org; Dokumentasi Penulis Batik Cimahi Motif Pusdik Motif Pusdik terinspirasi dari banyaknya Pusat Pendidikan Pus- dik militer di kota Cimahi. Meskipun tergolong kota kecil, namun Pusdik ini mencapai angka belasan sehingga membedakan kota Cima- hi dengan kota-kota lain yang ada di Jawa Barat. Pada motif Pusdik, terlukis berbagai aktivitas pendidikan militer seperti latihan perang, motif Kawah Candradimuka yang merupakan simbol pendidikan mi- liter, dan lain-lain. Gambar 6. Batik Cimahi Motif Pusdik Sumber: http:cimahijugapunyabatikloh.blogspot.com; Dokumen- tasi Penulis Batik Cimahi Motif Curug Cimahi Motif Curug Cimahi adalah nama air terjun kebanggaan warga Cimahi yang terletak di kawasan Cisarua. Meskipun kawasan tersebut kini sudah termasuk wilayah Kabupaten Bandung Barat, namun nama Curug Cimahi sudah sedemikian melekatnya dengan warga Cimahi 386 sehingga menjadi salah satu inspirasi pembuatan motif batik. Gambar 7. Batik Cimahi Motif Curug Cimahi Sumber: http:ridwann13.blogspot.com; Dokumentasi Penulis Batik Cimahi Motif Ciawitali Motif Ciawitali yang diciptakan oleh Didi Sahadi didominasi oleh lukisan bambu dan anyamannya. Inspirasinya datang dari seorang warga Cimahi yang merupakan penggagas Asosiasi Bambu Sedunia. Ciawitali sendiri merupakan nama suatu kampung di Kecamatan Ci- mahi Tengah yang banyak ditumbuhi rumpun bambu. Gambar 8. Batik Cimahi Motif Ciawitali Sumber: http:balareabatikjabar.org; Dokumentasi Penulis 387 Gambar 9 . Batik Cimahi Motif Anyaman Bambu Sumber: http:balareabatikjabar.org; Dokumentasi Penulis Aktivitas Membatik Cimahi Persiapan Membatik Sebelum membatik, ada beberapa alat dan perlengkapan yang perlu dipersiapkan sebagai berikut: Keren atau anglo, atau bisa juga menggunakan kompor kecil be- serta wajan yang sudah diisi dengan malam. Malam dicairkan di dalam wajan di atas anglo. Pencairan harus sempurna, sehingga malam ber- warna tua. Hal ini dimaksudkan agar malam bisa lancar keluar me- lalui cucuk canting dan malam dapat meresap dengan sempurna ke dalam mori. Api dalam anglo harus dijaga agar tetap membara, namun jangan sampai menyala karena bisa menjilat malam yang berada di dalam wajan. Canting Canting digunakan untuk menutupi kain dengan lapisan malam. Tujuannya agar pada saat pewarnaan kain yang tertutup lapisan malam ini tidak terkena warna. Ada berbagai macam canting yang diperlukan dalam proses mencanting. Ada canting “klowongan”, cant- 388 ing “isen”, canting “cecekan”, canting “tembokan”, dsb. Dalam mengop- erasikannya, perlu diperhatikan cara memegangnya. Cara memegang canting berbeda dengan cara memegang pensil atau alat tulis lainnya. Perbedaan itu disebabkan karena ujung cucuk canting bentuknya me- lengkung dan berpipa besar, sementara pensil atau alat tulis lurus. Dengan canting ini, malam mendidih yang berada di dalam wajan diciduk dan dibatikkan di atas mori. Sebelum dibatikkan, sebaiknya mori ditiup terlebih dahulu dengan maksud untuk menghilangkan cairan malam yang membasahi cucuk canting. Cucuk canting yang ber- lumuran cairan malam akan mengurangi baiknya goresan, terutama ketika permukaan canting diproseskan pada mori. Mori Mordanting Sebelum dibatik, mori perlu melewati proses “mordanting”. Mori direndam dulu dengan cairan mordan. Tujuannya adalah untuk meng- hilangkan kanji serta lemak-lemak yang menempel pada kain. Setelah selesai direndam, mori dijemur sampai kering. Kemudian mori diletak- kan di atas gawangan dekat anglo. Pembatik duduk di antara gawangan dan keren atau anglo. Biasanya, gawangan ditempatkan di sebelah kiri, sementara anglo ditempatkan di sebelah kanan pembatik. Tahapan Mencanting Dalam menghasilkan kain batik, sepotong mori dikerjakan tahap demi tahap. Tiap tahap dapat dikerjakan oleh orang yang berbeda, na- mun tidak dapat dikerjakan beberapa orang dalam waktu yang bersa- maan. 389 Membuat pola Pola dibuat dengan pensil. Pola bisa berupa gambar-gambar yang langsung bisa dicanting, namun bisa juga berupa garis geometris mis- alnya untuk motif kawung, maka yang dibuat hanya garis-garis kotak- kotaknya saja. Dalam membuat pola, gambar bisa langsung digam- barkan pada kain atau di-blad menggambar dari pola yang ada di sebalik kain. Membatik Kerangka Dari pola yang sudah dibuat dengan pensil tadi, pembatik mem- buat kerangka dengan menggunakan malam cair. Canting yang di- pergunakan adalah canting cucuk sedang atau canting klowongan. Mori yang sudah dibatik seluruhnya akan memunculkan gambar berupa kerangka, disebut juga sebagai “klowongan”. Ngisen-iseni “Ngisen-iseni” berasal dari kata “isi”, yaitu memberi isi atau mengisi “klowongan” tadi. Ngisen-iseni dengan mempergunakan cant- ing cucuk kecil yang disebut sebagai canting isen. Aktivitas selanjutnya adalah “nyeceki”. “Nyeceki” mempergunakan canting cecekan, hasilnya bernama “cecekan”. Batikan yang lengkap dengan isen-isen disebut sebagai “reng-rengan”. Karena namanya “reng-rengan”, maka aktivi- 390 tas membatik dalam memberikan isen-isen sejak awal hingga akhir disebut sebagai “ngengreng”. Setelah “ngengreng” selesai, keseluruhan motif yang dikehendaki bisa terlihat. Hal ini merupakan penyelesaian yang pertama. Nerusi “Nerusi” berasal dari kata meneruskan. Fungsinya untuk mem- pertebal dan memperjelas tembusan batikan pertama. Aktivitas ini merupakan penyelesaian yang kedua. Batikan berupa “ngengrengan” dibalik permukaannya. Permukaan di sebaliknya kain ini kemudian dicanting . Sebenarnya aktivitas ini tidak berbeda dengan “membatik kerangka”, hanya saja dilakukan di sebaliknya kain yang sudah dicant- ing . Canting-canting yang dipergunakan sama dengan canting untuk ngengreng . Nembok Sebuah batikan tidak seluruhnya diberi warna, atau akan diberi warna yang bermacam-macam pada waktu penyelesaian menjadi kain. Karena itu, bagian-bagian yang tidak akan diberi warna atau akan diberi warna sesudah bagian yang lain harus ditutup dengan malam . Cara menutupnya seperti cara membatik bagian lain dengan mempergunakan canting tembokan. Canting tembokan bercucuk besar. Orang yang mengerjakannya disebut “nembok” atau “nemboki”dan hasilnya disebut “nembokan”. Bliriki Bliriki adalah nerusi tembokan agar bagian-bagian itu tertutup sung- guh-sungguh. Bliriki mempergunakan canting tembokan dan caranya seperti nemboki. Apabila tahap terakhir ini sudah selesai, berarti proses membatik selesai juga. Hasil bliriki disebut “blirikan” atau “tembokan”. Kadang-kadang batikan tidak perlu ditembok. Apabila pilihannya sep- erti ini maka batikan sudah selesai sebelum ditembok dan dibliriki. Se- lanjutnya, bisa dilanjutkan dengan proses pewarnaan. 391 Kain-kain yang Sudah Selesai Dicanting Proses Pewarnaan Dalam proses ini, kain yang sudah dibatik diberi warna. Bagian yang tertutup malam nantinya akan tetap berwarna seperti semula putih dan yang tidak tertutup malam akan terwarnai. Ada dua je- nis zat warna yang bisa dipilih dalam proses pewarnaan ini, yaitu zat warna alam dan zat warna sintetis. Proses pewarnaan terbagi dalam beberapa tahap dan harus dikerjakan secara urut. Perendaman dengan Cairan Naptol Sebelum diberi warna, kain perlu direndam dulu dengan cairan naptol agar warna bisa menempel dengan sempurna. Pemberian warna Kain dimasukkan dalam zat warna alamsintetis sambil dibo- lak-balik supaya rata, kemudian didiamkan selama 15 menit. Setelah itu kain diangkat, diangin-anginkan dengan cara kain dibentang pada talitambang di tempat yang teduh dan dijepit. Pada pewarnaan ala- mi, setelah kain kering pencelupan diulang minimal tiga kali. 392 Proses Penguncian Fiksasi Dalam proses ini, warna akan dikunci. Ada tiga pilihan bahan un- tuk proses penguncian ini, yaitu air kapur warna akan cenderung lebih tua, tawas warna akan cenderung lebih muda, dan tunjung warna akan cenderung lebih tuapekat. Bahan-bahan tersebut memberikan efek warna yang berbeda-beda meskipun zat warna yang digunakan sama. Cara mengunci: kain yang sudah diberi warna direndam dalam cairan dari salah satu bahan tersebut selama 10 menit, kemudian di- cuci bersih dan dikeringkan dengan cara diangin-angin. Nglorod Menghilangkan lilin secara keseluruhan pada akhir proses pem- buatan batik disebut mbabar, ngebyok, atau nglorod. Caranya, kain yang sudah dibatik direndam terlebih dahulu kemudian dimasukkan dalam air mendidih yang sudah diberi obat pembantu berupa water- glass atau soda abu. Setelah itu, kain batik dikeringkan dengan cara diangin-angin. 393 Nglorod Proses-proses di atas hanya untuk penggunaan satu warna saja. Kebanyakan kain batik memakai lebih dari satu warna. Untuk se- tiap pewarnaan, perlu diulang prosesnya dari mencanting mulai dari “membatik kerangka”, namun bagian yang ditutup dengan cairan malam berbeda tergantung bagian mana yang diinginkan tidak ter- kena warna itu sampai “nglorod”. Kain-kain Batik yang Sudah Selesai Diproses Penutup Dalam proses membatik terdapat teks yang merupakan karya sas- tra yang menyertai pembuatan awal batik. Sebenarnya teks ini meru- pakan mantra yang harus diniatkan di dalam hati sebelum seseorang melakukan proses membatik. Teks ini sudah diubah sedemikian rupa sehingga terlihat seperti karya sastra. Seiring dengan perkembangan jaman, batik tidak lagi dibuat secara perorangan melainkan sudah dapat dibuat secara masal, maka teks ini sudah tidak dikenal lagi. Hal tersebut itulah yang membuat proses membatik pada saat awal pem- buatannya kehilangan ruhnya. Kemajuan teknologi sudah membuat sudut pandang masyarakat bergeser. Masyarakat yang tadinya sangat menghargai karya perorangan sekarang sudah lebih memilih karya masal yang sifatnya sangat ekonomis. Melihat kondisi yang demikian, maka semua proses kegiatan membatik dari awal, pada saat, dan sesu- dah membatik perlu diimplementasikan dalam bentuk lain sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam ilosoi batik tidak tergerus dengan perubahan waktu dan zaman. 394 Daftar Pustaka Hamzuri. 1985. Batik Klasik. Jakarta: Penerbit Djambatan. Hitchcock, M. 1991. Indonesian Textiles. London: Published by British Museum Press 46, Bloomburry Street. Jamhuri, S. 2001. Memahami Warisan Budaya Masyarakat Tradisional. Surabaya: PT Aneka Tanda. Kerlogue, F. 2004. Batik, Ontwerp, Stijl En Gecchiedenis. Singapore: Edi- tions Didier Miller. Sudjadi, H. 2003. Karya Sastra Tradisional Jawa dalam Macapat. Jogjakar- ta: Penerbit Budi Asih. Sugiarti, H. 1998. Pengaruh Islam dalam Naskah Tradisional. Bandung: CV Buana Raya. Sutarman, D. 2005. Pesantren dan Naskah Tradisional. Magelang: Balai Penerbit Kusumatjitra. S.K. Sewanto. 1973. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Balai Penelitian Batik dan Kerajinan, Lembaga Penelitian dan Pendidikan Industri, Departemen Perindustrian RI. Tim KUBe Sekar Kedhaton, Giriloyo dan Laboratorium Pengemban- gan Ekonomi Manajemen UPN “Veteran”. 2012. Modul Prak- tek Membatik untuk Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan UPN “Veteran”. Yogyakarta: Mentranslasikan Cinta Budaya melalui Belajar Batik Wawancara dengan Pembatik Lembur Batik Jalan Pesantren Kota Ci- mahi 395 PENGGUNAAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI LISTRIK DINAMIS Penelitian Tindakan Kelas IX SMP Negeri I Tanjungsari Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang Suhartini Guru Sekolah Dasar Negeri Kabupaten Sumedang Email: rdea85gmail.com Abstrak: Berdasarkan hasil pengamatan awal di kelas IX SMP Negeri 1 Tanjungsari pada pembelajaran listrik dinamis, permasalahannya adalah hasil belajar dan keaktifan siswa. Data awal 37,5 dari 32 siswa kelas IX A yang tuntas. Oleh karena itu, penulis mengambil alternatif pemecahan masalah dengan menggunakan PBM dalam kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa dalam pembelajaran isika kelas IX A di SMP Negeri 1 Tanjungsari. Penelitian ini dirancang dan dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian tindakan kelas dengan pendekatan kualitatif, yang mengikuti desain penelitian Kemmis dan Mc. Tagart. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah format observasi, format wawancara, dan tes hasil belajar. Berdasarkan hasil tes siklus I mengalami peningkatan ketuntasan belajar 75. Sedangkan, aktiitas siswa selama pembelajaran memperoleh nilai rata-rata keaktifan 7,68. Kinerja guru 88,9 . Pada siklus II mengalami peningkatan ketuntasan belajar menjadi 84,3. Sedangkan, aktiitas siswa selama pembelajaran siklus II memperoleh nilai rata-rata 8,31 dan kinerja guru menjadi 91,6 . Maka dari itu pelaksanaan siklus dihentikan. Dari hasil pelaksanaan siklus I dan siklus II dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi listrik dinamis di SMP Negeri I Tanjungsari. Kata kunci : Listrik dinamis, Pembelajaran Berbasis Masalah, isika. 396 Pendahuluan Mata pelajaran IPA Fisika adalah salah satu mata pelajaran eksakta yang untuk mempelajarinya dibutuhkan percobaan, pengamatan serta pembuktian dengan pasti berupa data kualitatif dan data kuantitatif . Untuk sebagian siswa mata pelajaran ini sulit dan ditakuti, sehingga hasil belajar yang diperoleh kurang memuaskan. Guru menggunakan berbagai metoda dan media dengan harapan menarik perhatian dan minat siswa, sehingga mereka dapat terlibat dalam proses dan menemukan atau membuktikan suatu konsep. Media pembelajaran memungkinkan anak berinteraksi dan melakukan tindakan isik yang dapat mengembangkan aktivitas dan proses berpikir, sehingga mampu mentransfernya dalam bentuk gagasan atau ide. Dari kegiatan meraba, memegang, berkembang menjadi kegiatan berbicara, membaca, dan menghitung Depdiknas, 2004. Kenyataan di lapangan penggunaan media dalam bentuk alat, membuat anak merasa senang pada saat belajar, aktif dan dapat melakukan praktek sesuai prosedur. Tetapi ketika mengerjakan soal- soal tes, hanya sebagian kecil siswa yang menjawab dengan benar. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan media dalam pembelajaran belum maksimal untuk “menggiring” siswa memahami suatu konsep. Salah satu contohnya adalah dalam pembelajaran Fisika konsep Listrik Dinamis. Sekilas pembelajaran ini sangat sederhana dan mudah, namun dari hasil tes di kelas IXA yang berjumlah 32 siswa hanya 12 orang 37,5 yang mendapatkan nilai ≥ KKM 7,5. Masalah di atas menjadi dorongan bagi penulis untuk melakukan penelitian tindakan kelas di kelas IX A SMPN 1 Tanjungsari dengan menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah PBM dengan metode praktikum. Model pembelajaran tersebut bertujuan membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri Depdiknas, 2004. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah PBM menurut Tan Rusman, 2010:229 merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul diotimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Selain pengertian di atas, Tan juga mengemukakan pendapat yang lain mengenai pengertian PBM adalah sebagai penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada Rusman, 2010. 397 Karakteristik pembelajaran berbasis masalah Rusman, 2010: 232 adalah sebagai berikut: a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar; b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur; c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda; d. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identiikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar; e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama; f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang essensial dalam PBM; g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif; h. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan; i. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar; dan j. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar. Akar Desain Masalah Akar desain masalah adalah masalah yang berupa kenyataan hidup, tidak dibuat-buat dan memang kontekstual dalam kehidupan sehari-hari. Dalam PBM Rusman,2010 sebuah masalah yang dikemukakan kepada siswa harus dapat membangkitkan pemahaman siswa terhadap masalah, sebuah kesadaran akan adanya kesenjangan, pengetahuan, keinginan memecahkan masalah dan adanya persepsi bahwa mereka mampu memecahkan masalah tersebut. Menentukan Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah Tujuan PBM adalah penugasan isi belajar dari disiplin heuristic dan pengembangan dalam keterampilan pemecahan masalah. Selain itu, PBM berhubungan dengan belajar tentang kehidupan yang lebih luas, keterampilan memaknai informasi, kolaboratif dan belajar tim, dan keterampilan berpikir relektif dan evaluatif. Peran Guru dalam Pembelajaran Berbasis Masalah Guru dalam PBM terus berpikir tentang beberapa hal, yaitu: a Bagaimana dapat merancang dan menggunakan permasalahan yang ada di dunia nyata, sehingga siswa dapat menguasai hasil belajar? b Bagaimana bisa menjadi pelatih siswa dalam proses pemecahan masalah, pengarahan diri, dan belajar dengan teman sebaya? c Dan 398 bagaimana siswa memandang diri mereka sendiri sebagai pemecah masalah yang aktif? Selain itu, guru dalam PBM juga memusatkan perhatiannya pada memfasilitasi proses belajar PBM, mengubah cara berpikir, mengembangkan keterampilan inquiry, menggunakan pembelajaran kooperatif, melatih siswa tentang strategi pemecahan masalah, pemberian alasan yang mendalam, metakognisi, berpikir kritis, dan berpikir secara sistem. Dan menjadi perantara proses penugasan informasi, meneliti lingkungan informasi, mengakses sumber informasi yang beragam, dan mengadakan koneksi. Berdasarkan hasil identiikasi masalah yang dilaksanakan terhadap pembelajaran awal, diketahui bahwa siswa kurang memahami materi dan hasil belajar siswa masih rendah. Dari dua masalah yang muncul tersebut, maka penulis dapat merumuskan masalahnya adalah apakah model PBM dapat membantu meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX SMPN 1 Tanjungsari Kabupaten Sumedang pada materi listrik dinamis ? Pelaksanaan dan Pembahasan Paparan Data Siklus I Perencanaan Tindakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP meliputi Standar Kompetensi 3. Memahami konsep kelistrikan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi Dasar 3.2. Menganalisis percobaan listrik dinamis dalam suatu rangkaian serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pokok Listrik Dinamis. Indikator pembelajarannya ”Melakukan pengukuran kuat arus listrik dan beda potensial dalam suatu rangkaian sederhana dengan teliti dan jujur”. Indikator tersebut dijabarkan menjadi 3 tujuan pembelajaran, yaitu: 1. Dapat merakit rangkaian listrik sederhana. 2. Dapat mengukur kuat arus listrik. 3. Dapat mengukur beda potensial. Untuk menunjang ketercapaian tujuan, direncanakan menggunakan metoda pembelajaran demonstrasi dan eksperimen. Demonstrasi dilakukan guru dengan memodelkan cara menggunakan basic meter untuk mengukur kuat arus listrik dan beda potensial. Peserta didik melakukan eksperimen secara berkelompok sesuai LKS. Peserta didik dibagi menjadi 8 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 orang yang heterogen baik secara gender juga tingkat prestasinya. Data ini diperoleh guru dari pertemuan-pertemuan sebelumnya dengan bantuan teman sejawat sebagai observer. 399 Pelaksanaan Tindakan Siklus I dilaksanakan hari kamis tanggal 6 September 2012 jam ke-3 dan ke-4 pada kelas IXA SMP Negeri 1 Tanjungsari. Peserta didik terdiri dari 15 orang laki-laki dan 17 orang perempuan. Proses pembelajaran dilaksanakan di laboratorium isika SMPN 1 Tanjungsari. Pembelajaran dimulai jam 08.30. dengan bantuan 2 orang observer. Guru membuka pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan untuk mengingatkan kembali pengertian listrik dinamis dan syarat-syarat terjadinya arus listrik. Motivasi dilakukan guru dengan dengan memperlihatkan alat-alat, lalu mengajukan pertanyaan: “Dapatkah kalian merangkai alat-alat listrik ini sehingga terjadi arus listrik?” Pada kegiatan inti peserta didik sudah duduk dalam kelompoknya, setiap kelompok menerima 2 dua LKS dan seperangkat alat-alat listrik. Setelah semua kelompok selesai melakukan kegiatan LKS nomor 1 satu dan nomor 2 dua, guru memusatkan perhatian semua peserta didik supaya memperhatikan pemodelan cara menggunakan basicmeter untuk mengukur kuat arus dan beda potensial yang dilakukan oleh guru. Guru memastikan semua kelompok dapat mengoperasikan basicmeter, dan mempersilahkan semua kelompok melanjutkan kegiatan-kegiatan berikutnya sesuai LKS. Di akhir kegiatan inti, LKS dikumpulkan sebagai data hasil belajar berupa data kuantitatif, sedangkan data kualitatif diperoleh dari rubrik penilaian unjuk kerja. Pada tahap pelaksanaan observer mengamati kinerja guru dan mengamati aktivitas siswa. Dari tabel di bawah ini dapat dilihat bahwa kinerja guru dalam kegiatan pembelajaran baru mencapai 88,9. Kelemahan guru terletak pada kurang persiapannya alat penilaian dalam perencanaan. Pada saat orientasi siswa kepada masalah, guru tidak menyampaikan masalah sesuai dengan hierarki belajar. guru juga kurang menumbuhkan partisipasi dalam mereleksi deinisi masalah saat analisi dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Dan pada evaluasi hasil belajar, guru tidak melakukan evaluasi karena mengambil nilai unjuk kerja dan nilai LKS siswa. Hasil Pengamatan Berdasarkan hasil pengamatan proses pembelajaran dengan bantuan 2 dua orang observer, diperoleh data 24 75 dari 32 peserta didik telah memperoleh nilai unjuk kerja lebih dari atau sama dengan KKM. Nilai tersebut diperoleh dari 50 nilai unjuk kerja individu + 50 nilai kelompok. Nilai kelompok diperoleh dari nilai LKS. Berikut nilai aktiitas siswa yang disajikan dalam bentuk tabel. 400 Tabel 1 Hasil Aktivitas Siswa Siklus 1 Kel. Nama Siswa Nilai Unjuk Kerja50 Nilai Dari LKS 50 Jumlah Keterangan I A 8,75 8,00 8,38 Tuntas B 5,63 8,00 6,82 Belum tuntas C 5,63 8,00 6,82 Belum tuntas D 6,25 8,00 7,12 Belum tuntas II E 8,13 7,50 7,82 Tuntas F 8,75 7,50 8,12 Tuntas G 7,50 7,50 7,50 Tuntas H 6,25 7,50 6,88 Belum tuntas III I 10,00 9,00 9,50 Tuntas J 6,25 9,00 7,63 tuntas K 7,50 9,00 8,25 Tuntas L 5,63 9,00 7,31 Belum tuntas IV M 9,40 7,50 8,45 Tuntas N 9,40 7,50 8,45 Tuntas O 8,13 7,50 7,82 Tuntas P 6,90 7,50 7,20 Belum tuntas V Q 9,40 8,50 8,95 Tuntas R 8,13 8,50 8,31 Tuntas S 8,75 8,50 8,63 Tuntas T 8,13 8,50 8,31 Tuntas VI U 10,00 8,50 9,25 Tuntas V 7,50 8,50 8,00 Tuntas W 7,50 8,50 8,00 Tuntas X 6,90 8,50 7,70 Tuntas VII Y 6,90 8,50 7,70 Tuntas X 5,00 8,50 6,75 Belum tuntas A1 10,00 8,50 9,25 Tuntas B1 7,50 8,50 8,00 Tuntas VIII C1 8,75 8,50 8,63 Tuntas D1 6,90 8,50 7,70 Tuntas D2 6,25 8,50 7,38 Belum tuntas D3 6,90 8,50 7,70 Tuntas Nilai Tertinggi 10,00 9,00 9,50 Tuntas = 24 orang Belum tuntas = 8 orang Nilai terendah 5,00 7,50 6,75 Nilai rata-rata 7,64 8,25 7,95 Jumlah 401 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dalam aktivitas siswa pada siklus I satu sudah terlihat dari kegiatan siswa yang berkelompok dan berdiskusi dalam pemecahaman masalah yang diberikan oleh guru. Selain itu, siswa diberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengungkapkan ide dan gagasannya dalam pembelajaran materi listrik dinamis. siswa dapat membagi pendapat dan bersama-sama untuk memecahkan masalah yang diberikan guru. Nilai pada tabel di atas terdiri dari nilai unjuk kerja siswa dan nilai LKS siswa. Kedua nilai tersebut dijadikan acuan sebagai nilai hasil belajar siswa. Terdapat 24 siswa yang telah tuntas dan 8 delapan siswa yang belum tuntas. Releksi Proses pembelajaran siklus 1 satu model PBM dengan menciptakan kondisi belajar yang aktif untuk 90 kelompok. Kelompok II, III, V, dan VI dapat merangkai listrik dalam waktu kurang dari 5 menit, kelompok IV, VII, dan VIII merangkai listrik dalam waktu 10 menit, sedangkan kelompok I satu mendapat kesulitan sehingga membutuhkan waktu merangkai sekitar 15 menit. Kelompok I satu terlihat kesulitan, ini disebabkan Rini sebagai reader sibuk sendiri sedangkan yang lainnya hanya melihat. Hasil belajar yang diperoleh pada siklus hanya dari unjuk kerja dalam kelompok, sedangkan pemahaman konsep untuk setiap individu tidak terukur karena guru tidak melakukan tes. Untuk siklus ke-2 sebaiknya guru memberikan tes awal dan tes akhir, sehingga diperoleh data kuantitatif yang menggambarkan sejauh mana pemahaman konsep peserta didik, juga kemajuan belajar terukur untuk setiap individu. Melalui tes guru memperoleh data sejauh mana kualitas pembelajarannya. Deskripsi Siklus 2 Perencanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP siklus 2 meliputi Standar Kompetensi 3. Memahami konsep kelistrikan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi Dasar 3.2. Menganalisis percobaan listrik dinamis dalam suatu rangkaian serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pokok Listrik Dinamis. Indikator pembelajaran “Melakukan pengukuran kuat arus listrik dan beda potensial dalam suatu rangkaian listrik sederhana dengan teliti dan jujur”. Indikator tersebut dijabarkan menjadi 3, yaitu: a. Melalui percobaan peserta didik dapat menemukan hubungan antara kuat arus listrik dengan beda potensial. b. Melalui percobaan peserta didik dapat menuliskan persamaan hubungan antara arus listrik, beda potensial, dan hambatan 402 dengan benar. c. Peserta didik dapat mengoperasikan persamaan hukum Ohm secara Mandiri. Kondisi kelas di siklus II masih seperti pada siklus I, baik jumlah kelompok maupun anggota kelompoknya. Pelaksanaan Tindakan Siklus II dilaksanakan hari kamis tanggal 13 September 2012 jam ke-3 dan ke-4 pada kelas IXA SMP Negeri 1 Tanjungsari. Peserta didik terdiri dari 15 orang laki-laki dan 17 orang perempuan. Proses pembelajaran diawali dengan tes awal yang dilakukan di kelas. Kegiatan inti dilakukan di laboratorium isika SMP Negeri 1 Tanjungsari. Pada kegiatan inti peserta didik sudah duduk dalam kelompoknya, setiap kelompok menerima 2 LKS dan seperangkat alat-alat listrik. Guru membantu mengingatkan kembali cara menggunakan basicmeter untuk mengukur kuat arus dan untuk mengukur beda potensial. Peserta didik melakukan kegiatan sesuai LKS sehingga menemukan hubungan antara kuat arus dengan beda potensial dan hambatan pada rangkaian listrik sederhana. Presentasi dilakukan dengan menampilkan beberapa kelompok untuk menyampaikan hasil kerjanya, sedangkan kelompok lain menanggapinya. Guru membimbing membuat kesimpulan dari hasil observasi yang dilakukan peserta didik. Berikut ini akan disajikan tabel mengenai kinerja guru pada siklus II. Masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. guru kurang bisa memberikan apersepsi pada tahap awal pembelajaran. Selain itu guru juga masih kurang dapat mengorientasikan masalah kepada siswa. Evaluasi hasil belajar masih kurang dalam hal prosedur penilaian. Hasil Pengamatan Berdasarkan hasil pengamatan proses pembelajaran dengan bantuan 2 orang observer, diperoleh data 27 84,3 dari 32 peserta didik telah memperoleh nilai unjuk kerja lebih dari atau sama dengan KKM. Nilai tersebut diperoleh dari 50 nilai unjuk kerja individu + 50 nilai kelompok. Nilai kelompok diperoleh dari nilai LKS. Adanya peningkatan jumlah ketuntasan hasil belajar siswa yang menjadi 27 orang dari sikulus I. Selain itu, keaktifan siswa dalam berdiskusi dan unjuk kerja mengalami peningkatan. Berikut ini adalah diagram perubahan aktivitas siswa, nilai LKS dan hasil belajar siswa dari data awal, siklus I dan siklus II. 403 Graik 1. Peningkatan Aktiitas siswa, Nilai LKS dan Hasil Belajar Siswa Dari graik tersebut dapat dilihat bahwa perubahan yang terjadi dari data awal, memasuki siklus I kemudian siklus II, terjadi peningkatan rata-rata sebesar 1,00 pada hasil belajar siklus I, sedangkan 0,40 dari siklus I ke silus II. Untuk aktivitas siswa pada siklus I siswa rata- rata sudah mampu menjawab pertanyaan dengan tepat, melakukan eksperimen dengan baik, kerjasama dalam kelompok sudah baik, dan mempresentasikan hasil dengan cukup baik. Dari graik, nilai rata- rata aktivitas siswa yaitu 7,64. sedangkan pada siklus II nilai rat-rata aktivitas siswa adalah 8, 31 maka terjadi peningkatan dari siklus I sebesar 0,73. Untuk nilai rata-rata LKS siklus I adalah 8,25 sedangkan nilai rata-rata LKS siklus II adalah 8,38. Maka peningkatan yang terjadi dari siklus I pada nilai rata-rata LKS sebesar 0,13. Berikut ini adalah diagram mengenai ketuntasan belajar siswa dari data awal, siklus I dan Siklus II. Graik 2. Ketuntasan Hasil Belajar Siswa 20 15 20 25 30 i R at a- ra ta Penin 20 12 15 20 25 30 i R at a- ra ta Peningkat 404 Releksi Proses pembelajaran pada siklus ke-2 memperlihatkan peningkatan kemampuan melakukan percobaan sesuai prosedur. Hal ini terjadi karena peserta didik sudah memiliki kemampuan merangkai alat pada pertemuan sebelumnya di siklus ke-1. Pada umumnya semua kelompok tidak mengalami kesulitan yang berarti. Nilai proses belajar dalam bentuk unjuk kerja diperoleh data 27 84,3 dari 32 peserta didik sudah mencapai KKM. Dari hasil tes akhir yang dilakukan pada akhir pembelajaran, 75 peserta didik telah mencapai KKM, 25 peserta didik belum mencapai KKM. Berdasarkan rencana awal Penelitian Tindakan Kelas, siklus akan dihentikan setelah 75 24 peserta didik dari 32 peserta didik telah mencapai KKM. Pertimbangan lain yang menjadikan siklus terhenti adalah dalam pengalokasian waktu yang telah dirancang dalam silabus pembelajaran. Penutup Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilaksanakan dalam dua siklus tentang Penggunaan PBM untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi listrik dinamis di kelas IX SMP Negeri I Tanjungsari Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: Berdasarkan pada data hasil pelaksanaan, proses pembelajaran dengan menggunakan PBM. Kegiatan evaluasi proses yang dilakukan oleh guru adalah mengamati aktivitas siswa pada saat terjadi pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi. Meliputi pengamatan terhadap aktivitas siswa dan kinerja guru dengan lembar observasi. Evaluasi setiap akhir pelaksanaan tindakan mengalami peningkatan setiap siklus. Berdasarkan hasil tes pada penerapan PBM pada siklus I mengalami peningkatan ketuntasan belajar menjadi 24 orang siswa 75. Sedangkan, aktivitas siswa selama pembelajaran memperoleh nilai rata-rata keaktifan 7,68. Kinerja guru dari hasil observasi mendapat persentase sebesar 88,9. Pada siklus II mengalami peningkatan ketuntasan belajar menjadi 27 orang siswa 84,3. Sedangkan, aktivitas siswa selama pembelajaran siklus II memperoleh nilai rata-rata keaktifan 8,31 dan kinerja guru dari hasil observasi mendapat persentase sebesar 91,6. Dari hasil pelaksanaan siklus I dan siklus II dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi listrik dinamis di SMP Negeri I Tanjungsari kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang. Bagi peneliti yang akan meningkatkan hasil belajar siswa, Pembelajaran Berbasis Masalah bisa dijadikan alternatif dalam pendekatan pembelajaran siswa 405 Daftar Pustaka Arikunto, S., dkk 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara. Kasbolah, K.E.S. 1998. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Depdikbud. Rusman 2010. Model-model Pembelajaran . Jakarta : Rajagraindo Persada. Sugiyono 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Wariyono, Sukis Muharomah, Y. 2008. Mari Belajar Ilmu Alam Sekitar . Jakarta : Pusat Perbukuan Depdiknas Wiriaatmadja, R. 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya. 406 UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI MORFOLOGI TUBUH HEWAN DAN TUMBUHAN SERTA FUNGSINYA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW Nana Suhana, Meiry Fadilah Noor Madrasah Ibtidaiyah Negeri 19 Jakarta, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Email : meiry.fadilahuinjkt.ac.id Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri 19 Jakarta. Metode penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas PTK yang terdiri dari dua siklus dan setiap siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan releksi. Adapun instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah: Lembar tes hasil belajar, soal-soal latihan, lembar observasi guru dan siswa, Lembar Kerja Siswa LKS, dan catatan lapangan. Penskoran ketercapaian penelitian didasari pada KKM siswa yang mencapai 75 dari jumlah siswa. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa pada setiap siklus. Ditunjukkan dari hasil proses belajar nilai LKS dan evaluasi mengalami peningkatan. Rata-rata N-gain juga mengalami peningkatan dari 0,32 siklus I menjadi 0,46 siklus II. Ketercapaian indikator penelitian pada siklus I sebesar 67,5 menjadi 85 pada siklus II. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA pada materi morfologi tubuh hewan dan tumbuhan serta fungsinya di Madrasah Ibtidaiyah Negeri 19 Jakarta. Kata kunci : hasil belajar siswa, model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, IPA 407 Pendahuluan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I pasal I ayat 1 mendeinisikan Pendidikan sebagai usaha sadar yang terencana dalam mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk mengembangkan potensi diri pesertadidik memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara Jenderal Pendidikan Nasional, 2006. Usaha tersebut terjadi proses belajar mengajar antara siswa dengan guru dengan adanya interaksi. Hal ini agar tercapai tujuan nasional dalam mengembangkan potensi peserta didik selain berilmu salah satunya menjadi warga negara yang bertanggung jawab Rozak, 2010. Peranan guru di kelas sebagai pengelola kelas sangat menentukan pencapaian pembelajaran Arend, 1997, Guru dapat mengelola kelas dengan model- model pembelajaran, strategi, dan metode-metode serta media yang tepat, sesuai dengan materi dan karakteristik siswa. Siswa yang berilmu juga harus memiliki potensi berupa rasa tanggung jawab yang dapat dikembangkan dengan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran ini melibatkan siswa dalam berpartisipasi dan berinteraksi pada kelompoknya untuk belajar bekerja sama dengan anggota lainnya bertanggung jawab untuk diri dan anggota kelompok dalam pencapaian belajar Rusman, 2013. Pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Negeri 19 Jakarta khususnya pada kelas IV belum memaksimalkan interaksi serta partisipasi antar siswa maupun guru. Metode pembelajaran yang digunakan seperti ceramah, tanya jawab, tugas, dan sesekali menggunakan metode diskusi. Sehingga hasil observasi menunjukkan aktivitas belajar yang kurang aktif mengajukan pertanyaan, dan hanya beberapa siswa yang dapat menjawab pertanyaan guru. Keberanian dalam mengemukakan pendapat ketika diberikan kesempatan tidak termunculkan. Bahkan interaksi antar siswa saat proses pembelajaran terlihat pasif. Hal ini berdampak pada hasil belajar di dua angkatan kelas empat tahun ajar 20132014 dan 20122013 belum sesuai harapan yaitu sekitar 41,6 dan 33,7 di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal 70. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw diduga dapat menjadi pemecahan dalam permasalahan MIN 19, karena salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi untuk mencapai prestasi yang maksimal Zuliani dkk., 2009. Pemberian model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw akan memberikan kesempatan untuk siswa dalam mengemukakan pendapat dan mengolah 408 informasi serta meningkatkan keterampilan dalam berkomunikasi. Pembelajaran jigsaw akan menyeimbangkan hubungan antara guru dan siswa Soimin, 2014. Dengan demikian,suasana belajar menjadi menyenangkan, tujuan pembelajaran tercapai dengan pencapaian tersebut terindikasikan darihasil belajar yang meningkat. Materi Morfologi Hewan dan Tumbuhan di Madrasah Ibtidaiyah 19 kelas empat membahas mengenai karakteristik morfologi berbagai macam hewan. Irene 2014 menyebutkan materi tersebut dalam hal morfologi tubuh hewan diantaranya hewan ikan, kucing, katak, dan ayam, perbedaan serangga dan laba-laba. Buku kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013 membahas mengenai hewan jenis burung, perbedaan serangga dan laba-laba. Didukung pula dengan buku Sains Sesuai Kurikulum 2013 Valerina 2014 yang menjabarkan materi morfologi tubuh hewan meliputi beberapa hewan, kucing, ikan , burung, dan serangga. Sedangkan materi morfologi tumbuhan membahas pada organ akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji Haryanto, 2004. Karakteristik morfologi hewan dan tumbuhan tersebut akan mudah dipahami dan diingat bila dikerjakan secara bersama-sama. Dengan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw tujuan pembelajaran akan tercapai bersama-sama dan hasil belajar menjadi meningkat. Dengan demikian, perlunya upaya perbaikan proses pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam meningkatkan hasil belajar,khususnya pada materi Morfologi Tubuh Hewan dan Tumbuhan serta Fungsinya dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw”. Hasil dan Pembahasan Subjek penelitian ini adalah siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri 19 Jakarta kelas IV sebanyak 40 orang. Berdasarkan hasil pengamatan langsung peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran IPA di Madrasah Ibtidaiyah Negeri 19 Jakarta selama ini cenderung lebih banyak mengembangkan kemampuan menghapal materi pembelajaran. Siswa belum dibiasakan untuk memahami materi pembelajaran dengan cara kelompok. Pembelajaran IPA masih berpusat pada guru yang lebih sering menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Guru juga jarang mengajak siswa untuk mempergunakan fasilitas penunjang seperti labolatorium dan alat peraga dalam pembelajaran IPA. Selain itu kurang adanya interaksi antarsiswa dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hal-hal tersebut peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang sangat jarang diterapkan dalam pembelajaran IPA. Objek dari penelitian tindakan ini adalah 409 model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan hasil belajar siswa. Penelitian dilakukan sebanyak dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi atau pengamatan, dan releksi. Siklus pertama a. Perencanaan Pada tahap perencanaan, peneliti yang juga sebagai guru IPA, mengembangkan rencana tindakan berdasarkan penelitian pendahuluan terhadap proses pembelajaran IPA dan hasil belajar IPA. Dari penelitian pendahuluan didapatkan bahwa pada sekolah yang akan diteliti mengalami permasalahan pada rendahnya hasil belajar IPA. Guru dalam memberikan materi pembelajaran masih terbatas pada metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Siswa kurang aktif dalam memberikan pertanyaan dan menjawab pertanyaan, siswa kurang berani mengemukakan pendapat, serta kurang terjadinya interaksi antarsiswa dalam proses pembelajaran. Peneliti merancang desain pembelajaran yang dapat mengatasi masalah yang dihadapi. Desain pembelajaran yang disiapkan meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, LKS Lembar Kerja Siswa,