Paradigma Kajian KAJIAN PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Paradigma Kajian

Paradigma ibarat sebuah jendela tempat seseorang bertolak menjelajahi dunia dengan wawasannya. Sebagian orang menyatakan paradigma paradigm sebagai intelektual komitmen, yaitu suatu citra fundamental dari pokok permasalahan dari suatu ilmu. Namun secara umum paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Paradigma adalah basis kepercayaan utama dari sistem berpikir basis dari ontologi, epistemologi, dan metodologi. Dalam pandangan filsafat, paradigma merupakan pandangan awal yang membedakan, memperjelas dan mempertajam orientasi berpikir seseorang. Hal ini membawa konsekuensi praktis terhadap perilaku, cara berpikir, intepretasi dan kebijakan dalam pemilihan masalah. Paradigma memberi representasi dasar yang sederhana dari informasi pandangan yang kompleks sehingga orang dapat memilih untuk bersikap atau mengambil keputusan. Menurut Moleong 2009: 49, ada berbagai macam paradigma, tetapi yang mendominasi ilmu pengetahuan adalah Scientifik Paradigm paradigma ilmiah dan Naturalistic Paradigm paradigma almiah. Paradigma ilmiah bersumber dari pandangan positivisme lazimnya disebut sebagai paradigma kuantitatif sedangkan pandangan alamiah bersumber pada pandangan fenomenologis lazimnya disebut sebagai paradigma kualitatif. Paradigma kuantitatif Positivisme berakar pada pandangan teoritis Auguste Comte dan Emile Durkheim pada abad ke 19 dan awal abad ke 20. Para Positivisme mencari fakta dan penyebab femomena sosial dan kurang mempertimbangkan keadaan subjektifitas individu. Durkhiem menyarankan kepada ahli ilmu pengetahuan sosial untuk mempertimbangkan fakta sosial atau fenomena sosial sebagai sesuatu yang memberikan pengaruh dari luar atau memaksa pengaruh tertentu terhadap perilaku manusia. Paradigma kuantitatif Universitas Sumatera Utara dinyatakan sebagai paradigma tradisional, positivisme, eksperimental, atau empiris. Sedangkan paradigma kualitatif alamiahfenomenologis bersumber dari pandangan Max Weber yang diteruskan oleh Irwin Deutcher. Pendekatan ini berawal dari tindakan balasan terhadap tradisi positivisme. Pendekatan fenomenologis berusaha memahami perilaku manusia dari segi kerangka berpikir maupun bertindak orang itu sendiri. Bagi mereka yang penting ialah kenyataan yang terjadi sebagai yang dibayangkan atau dipikirkan oleh orang itu sendiri. Paradigma kualitatif menyatakan pendekatan konstruktif atau naturalistis Lincoln Guba, pendekatan interpretatif J. Smith atau sudut pandang postpositivist postmodern. Antara kedua paradigma tersebut, tentu saja memiliki asumsi yang berbeda. Sesuai dengan metodologi penelitian ini yakni penelitian kualitatif, maka dalam penelian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme. Asumsi ontologism pada paradigma konstruktivisme menganggap realitas merupakan konstruksi sosial, kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Selain itu realita juga dianggap sebagai konstruksi mental dari individu pelaku sosial, sehingga realitas dipahami secara beragam dan dipengaruhi oleh pengalaman, konteks dan waktu Kriyanto, 2008:51. Secara epistemologis, pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti dan objek atau realitas yang diteliti merupakan kesatuan realitas yang tidak terpisahkan. Peneliti merupakan fasilator yang menjembatani keragaman subyektivitas pelaku sosial dalam rangka merekonstruksikan realitas sosial. Dari sisi aksiologis, peneliti akan memperlakukan nilai, etika, dan pilihan moral sebagai bagian integral dari penelitian dengan tujuan merekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku soaial yang diteliti. Konstruktivisme atau constructivism mempunyai dampak yang luas sekali dibidang komunikasi. Menurut pandangan ini, para individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut kategori-kategori konseptual di dalam pemikirannya. Realitas tidak hadir dalam bentuk apa adanya tetapi harus disaring Universitas Sumatera Utara melalui cara seseorang melihat sesuatu. Konstruktivisme sebagian didasarkan pada teori dari George Kelly dalam Budyatna dan ganiem, 2011: 221 mengenai konsep-konsep pribadi atau personal constructs yang mengemukakan bahwa orang memahami pengalmannya dengan mengelompokkan dan membedakan peristiwa-peristiwa yang dialaminya menurut persaman-persamaan dan perbedaan-perbedaanya. Perbedaan- perbedaan yang dipresepsikan tidaklah alamiah tetapi ditentukan oleh sejumlah hal-hal yang berlawanan didalam system kognitif individu. Kompleksitas kognitif memainkan peranan yang penting di dalam komunikasi. Konsep-konsep antarpribadi terutama penting karena konsep-konsep tersebut mengarahkan bagaimana kita memahami norang lain. Para individu berbeda dalam kompleksitas dengan mana mereka memandang individu lainnya. Bila seorang individu sederhana dalam arti kognitif, individu tersebut cenderung melakukan stereotip kepada orang lain, sedangkan bila individu lebih memiliki perbedaan secara kognitif, maka individu tersebut akan melakukan perbedaan- perbedaan secara halus dan lebih sensitive. Secara umum, kompleksitas kognitif mengarah kepada pemahaman yang lebih besar mengenai pandangan-pandangan orang lain dan kemampuan yang lebih baik untuk membingkai pesan-pesan dalam arti dapat memahami orang lain. Konstruktivisme pada dasarnya merupakan teori pilihan stategi atau strategy-choice theory. Prosedur-prosedur penelitian para konstruktivis biasanya menanyakan para subjek untuk memilih tipe-tipe pesan yang berbeda dan mengklasifikasikannya yang berkenaan dengan kategori-kategori strategi Budyatna dan Ganiem, 2011: 225.

2.2. Uraian Teoritis