Hasil penelitian dari World Resources Institute WRI memperlihatkan sumber-sumber emisi didunia pada periode tahun 2000, dimana total emisi
diperkirakan mencapai 42 Gt CO
2
-eq, dikelompokan menjadi dua kelompok besar yaitu yang merupakan sektor energi dan bukan energi. Emisi akibat perubahan
penggunaan lahan merupakan emisi yang tidak dalam ketegori energi bersama pertanian dan persampahan. Secara persentasi emisi dari sektor penggunaan lahan
berkontribusi sebesar 18 dari emisi total. Emisi dari penggunaan lahan didorong oleh adanya kegiatan deforestasi
yang sangat tinggi di beberapa negara dibelahan bumi, namun terkonsentrasi dibeberapa negara saja. Saat ini diperkirakan 30 emisi dari penggunaan lahan
berasal dari Indonesia dan lebih dari 20 berasal dari Brazil. Emisi dari penggunaan lahan diperkirakan akan berkurang pada tahun 2050 mengingat pada
tahun tersebut diperkirakan 85 dari wilayah hutan di negara-negara tersebut telah dibuka Stern, 2005.
Sumber : Houghton, 2005
Gambar 2.5 Aliran Karbon ke Atmosfer dari Perubahan Penggunaan Lahan di Beberapa Wilayah
Emisi CO
2
dari perubahan penggunaan lahan disebabkan oleh beberapa fakor pemicu perubahan penggunaan lahan. Sebagian besar pemicu perubahan
lahan disebabkan karena konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian. Kegiatan pertanian apa yang menjadikan konversi ini berbeda-beda antar wilayah. Di
Afrika kegiatan pertanian dilakukan melalui kegiatan pertanian subsisten skala
-200.0 0.0
200.0 400.0
600.0 800.0
1000.0
1850 1860 1870 1880 1890 1900 1910 1920 1930 1940 1950 1960 1970 1980 1990 2000
A li
ra n
K a
rbon T
g C
t a
hun
Tahun
Amerika Serikat Canada
Amerika Tengah dan Selatan
Eropa Afrika Utara dan
Timur Tengah Afrika Tropis
Rusia China
Asia Selatan dan Tenggara
Wilayah Pasifik
kecil. Di Amerika Utara kegiatan pertanian dilakukan melalui kegiatan intensif untuk peternakan dan produksi kedelai untuk pemenuhan pasar ekspor. Di Asia
Selatan kegiatan pertanian banyak di lakukan untuk kelapa sawit, kopi dan tanaman kayu. Pada tingkatan global perubahan penggunaan lahan dipicu oleh
adanya pertambahan jumlah penduduk dan pendapatan, sedangkan pada tingkat lokal harga produk termasuk subsidi, infrastruktur, dan akses terhadap pasar,
penguasaan lahan juga merupakan faktor pemicu perubahan lahan yang cukup dominan Campos et al., 2005.
Permintaan terhadap hasil hutan merupakan faktor pemicu perubahan penggunaan
lahan dibeberapa
tempat. Kegiatan
pengambilan kayu
berkecenderungan mengambil kayu bernilai tinggi disertai dengan rusaknya tanaman disekitarnya, sehingga menyebabkan berkurangnya serapan karbon dari
hutan tersebut. Jika kegiatan pengambilan kayu dilakukan secara berkelanjutan dengan tebang pilih dengan disertai menjaga dampak kerusakan yang lebih lanjut
hal ini akan lebih baik dalam mempertahankan simpanan karbon, apalagi jika pohon hasil tebangan tersebut menjadi produk dengan umur pakai yang panjang.
Emisi yang cukup signifikan terjadi di beberapa negara di Asia Tenggara disebabkan kebutuhan kayu yang tinggi untuk memenuhi pertumbuhan ekonomi
yang tinggi pula. Dampak yang lebih luas disebabkan karena pembangunan jalan untuk mengangkut peralatan dan membawa kayu keluar dari hutan, hal ini
menjadikan hutan menjadi lebih rentan untuk penggunaan lebih lanjut menjadi permukiman dan kegiatn pertanian. Jalan baru yang dibuat biasanya akan
membuka akses daerah terpencil dan memperdekat jarak ke pasar produk pertanian.
2.4. Mitigasi Perubahan Iklim
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa sistem iklim bumi telah mengalami perubahan semenjak sebelum masa industrial dan tanpa adanya respon
kebijakan iklim, maka perubahan ini akan menjadi lebih besar, dan diperkirakan pada periode 2000-2100 akan terjadi perubahan temperatur sebsar 1,4 hingga
5,6
o
C IPCC, 2001b. Artikel 2 dari United Nations Framework Convention on Climate Change UNFCCC menjelaskan bahwa tujuan utama dari respon
terhadap perubahan iklim adalah melakukan stabilisasi konsentrasi GRK di atmosfer pada tingkatan dimana dapat dicegah dampak yang berbahaya bagi
manusia akibat sistem iklim. Sejauh mana tingkatan yang disasar dalam respon tersebut adalah dengan mempertahankan kenaikan 1-3
o
C suhu permukaan bumi dibanding sebelum era idustrial.
Mitigasi perubahan iklim adalah upaya untuk mengurangi dampak adanya perubahan iklim. Berbagai aktifitas telah direncanakan dan dilakukan untuk
mengurangi resiko terjadinya perubahan iklim. Selain adaptasi, mitigasi perlu dilakukan untuk memperbaiki adanya dampak yang lebih serius terhadap
fenomena perubahan iklim tersebut. Dalam mewacanakan pentingnya upaya mitigasi secara bersama-sama,
pada beberapa tingkat telah dikenal adanya upaya mitigasi yang dikenal dengan Global Apppropriate Mitigation Action GAMA untuk tingkat dunia, National
Appropriate Mitigation Action NAMA untuk tingkat negara dan Local Appropriate Mitigation Action LAMA untuk tingkat lokalsub-nasional. Tiga
tingkat kerangka mitigasi tersebut harus dilakukan secara sinergis sehingga upaya yang dilakukan pada masing-masing tingkatan akan diikuti oleh tingkatan yang
lain. Berbagai aksi mitigasi saat ini sedang dibangun oleh berbagai pihak.
Sektor kehutanan memiliki potensi yang sangat besar dalam upaya mitigasi ini. Potensi tersebut dapat dilihat dari semua sisi yaitu dalam mencegah adanya emisi
dari penggantian penggunaan bahan bakar fosil, maupun sebagai penambat gas rumah kaca dengan tetap memberikan keuntungan lingkungan, ekonomi dan
sosial. Perangkat kebijakan yang mempengaruhi kehutanan termasuk pembayaran penambat karbon untuk menstimulasi peningkatan simpanan karbon dan
mengurangi pengembangan hutan dan juga pertanian perlu didesain sehingga mengurangi emisi dari sektor kehutanan
Alig et al., 2010. Dalam aksi mitigasi pemerintah Indonesia perlu mengidentifikasi sumber-
sumber emisi yang terjadi dimasa lalu, termasuk didalamnya melihat kontribusi emisi dari penggunaan lahan. Sektor penggunaan lahan, hutan, dan lahan gambut
merupakan sektor yang menyumbang emisi terbesar di Indonesia yaitu sekitar
87,61 diikuti persampahan 6,26 , energi dan transportasi 4,95, pertanian 1,04 dan industri 0,13.
Dalam menyusun aksi mitigasi perlu didefinisikan dan diukur terlebih dahulu baseline yang menjelaskan fakta yang terjadi pada masa lalu dan kondisi
yang akan terjadi di masa yang akan datang. Dalam konteks emisi dan mitigasi perubahan iklim, Tingkat Emisi Acuan Reference Level merupakan pedoman
yang perlu diacu untuk melihat dan mengukur kinerja suatu aksi mitigasi. Beberapa pendekatan telah direkomendasikan untuk menyusun Tingkat Emisi
Acuan tersebut, diantaranya historical, adjusted historical dan forward looking.
2.5. Wilayah dan Pewilayahan
Pengertian wilayah seringkali bersinggungan dengan istilah-istilah lain seperti kawasan, daerah, regional, area, ruang dan beberapa istilah-istilah sejenis
yang mirip dalam penggunaaannya walaupun masing-masing memiliki penekanan pemahaman yang berbeda-beda. Terdapat beberapa definisi yang telah dibuat oleh
para ahli, sedangkan definsi formal yang termuat dalam UU No 26 tahun 2007 bahwa wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
Definsi umum yang banyak digunakan adalah wilayah merupakan suatu unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen-
komponennya memiliki arti dalam pendeskripsian fenomena, perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pembangunan, namun demikian tidak ada konsep
wilayah yang benar-benar diterima secara luas Notohadiprawiro, 1978. Perkembangan kemudian adalah bahwa para ahli cenderung mengabaikan
perbedaan-perbedaan konsep wilayah yang terjadi, namun lebih berfokus pada masalah dan tujuan pengembangannya.
Secara singkat bahwa fokus dan tujuan-tujuan pengembangan wilayah merupakan wahana untuk melakukan penyederhanaan, wahana untuk
mendeskripsikan, dan penggunaannya sebagai landasan dalam pengelolaan. Dalam penelitian ini konsepsi wilayah sangat penting artinya untuk membantu