Karakteristik Daerah dalam Kebijakan Pembangunan

pemanfaatan, menjamin distribusi manfaat dan keadilan, memberdayakan masyarakat, serta meningkatkan daya saing produk dan jasa sumber daya hutan. Pertimbangan yang harus diperhatikan oleh Pemerintah Kabupaten Merangin kedepan di bidang kehutanan adalah laju deforestasi. Banyak kerusakan hutan terjadi akibat adanya pemenuhan bahan baku industri, industri perkebunan kelapa sawit, pengelolaan industri, pertambangan, dan penebangan hutan tidak resmi yang dilakukan melalui mekanisme perijinan. Berbagai kebijakan pengelolan hutan dilakukan secara terencana melalui beberapa skema kegiatan pembangunan hutan. Sebagai bentuk pelaksanaan kegiatan penataan hutan dengan melibatkan masyarakat, Pemerintah Kabupaten Merangin secara rutin melaksanakan kegiatan Pengembangan Hutan Masyarakat Adat sebagai upaya meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk menjaga kelestarian hutan. Kegiatan ini dalam bentuk pembinaan kelompok pengelola hutan adat mandiri. Sampai dengan tahun 2012, di wilayah Kabupaten Merangin telah dikukuhkan 5 lima lokasi hutan adat yaitu Hutan Adat Pangkalan Jambu, Hutan Adat Depati Penghulu Rimbo-Gento Rajo, Hutan Adat Guguk, Hutan Adat Imbo Pusako Imbo Parobokalo dan Hutan adat Desa Ngaol seperti terdapat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Hutan Adat di Kabupaten Merangin No Hutan Adat LokasiStatus SK Pengesahan Bupati Luas ha 1. Pangkalan Jambu Ds. Pangkalan Jambu, Sei. Manau APL No. 225 Th. 1993 750 2. Depati Penghulu Rimbo- Gento Rajo Ds. Pl Tengah, Jangkat APL No. 95 Th. 2002 525 3. Guguk Ds. Guguk, Sei. Manau HP- APL No. 287 Th. 2003 690 4. Imbo Pasoko Imbo Parobokalo Ds. Batang Kibul Tabir Ulu APL No Th. 2006 650 5. Pintu Koto Ds. Ngaol Kec. Tabir Barat 230Disbunhut2010 300 Sumber : BPS Kabupaten Merangin 2012 Upaya lain dalam meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk menjaga kelestarian hutan adalah pelaksanaan kegiatan pengembangan hutan desa. Menurut Permenhut Nomor P.49Menhut-II2008, hutan desa merupakan hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani ijinhak. Masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan mendapat akses legal untuk mengelola hutan negara dimana mereka hidup dan bersosialisasi. Pemberian akses ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.49Menhut-II2008, tentang hutan desa, yang ditetapkan pada tanggal 28 Agustus 2008. Adapun kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan desa adalah hutan lindung dan hutan produksi yang belum dibebani hak pengelolaan atau ijin pemanfaatan, dan berada dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan. Penetapan areal kerja hutan desa dilakukan oleh Menteri Kehutanan berdasarkan usulan BupatiWalikota. Luas hutan desa di Kabupaten Merangin pada tahun 2012 mencapai kurang lebih 49 ribu Ha yang tersebar di 5 Kecamatan, yaitu Kecamatan Pangkalan Jambu, Muara Siau, Lembah Masurai, Jangkat dan Sungai Tenang dan 17 desa yaitu Desa Birun, Desa Lubuk Beringin, Lubuk Birah, Durian Rambun, Tanjung Dalam, Koto Rami, Desa Tuo, Muara Madras, Talang Tembago, Desa Gedang, Tanjung Benuang, Pematang Pauh, Beringin Tinggi, Koto Baru, Jangkat, Tanjung Alam dan Tanjung Mudo. Upaya Pelaksanaan Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan, di Kabupaten Merangin dilaksanakan kegiatan melalui penanaman pohon pada kawasan hutan industri, dan hutan wisata dengan jenis Meranti, Pulai, serta Gaharu. Dalam kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawasan Gerakan Rehabilitas Hutan dan Lahan RHL telah dilaksanakan sosialisasi kegiatan Gerakan Rehabilitasi Lahan Gerhan, pemeliharaan tanaman berupa pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit serta penanaman pohon. Kegiatan lain yang telah dilakukan adalah penanaman pohon pada kawasan hutan industri dan hutan wisata, penyusunan rancangan teknis pembuatan tanaman reboisasi berupa orientasi lapangan dan pemancangan batas serta pengukuran dan risalah lapangan. Kegiatan lain yang dilaksanakan dalam lingkup rehabilitasi dan perlindungan hutan adalah melaksanakan konservasi kawasan yang berlokasi di Taman Sungai Misang dengan melakukan penanaman jenis-jenis pohon khas. Kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan simpanan karbon dari sektor penggunaan lahan lain dilakukan melalui kegiatan pembinaan dan pengembangan kawasan konservasi dan kegiatan penghijauan lingkungan turus jalan dan melalui kegiatan rehabilitasi lahan daerah tangkapan air yang beralokasi di Desa Talang Asal Kecamatan Lembah Masurai. Upaya mempertahankan simpanan karbon melalui penjagaan luas tutupan hutan dilakukan melalui operasi pengamanan hutan dan pengawasan peredaran hasil hutan, kegiatan operasi gabungankhusus pengamanan hutan dan peredaran hasil hutan. Kegiatan perlindungan hutan bertujuan untuk menekanmengurangi illegal logging, perambahan hutan, dan kebakaran hutan. Diantara gangguan keamanan hutan yang saat ini paling menjadi sorotan masyarakat dan isu nasional adalah illegal logging. Kegiatan illegal logging meliputi penebangan liar, pengangkutan tanpa tidak sesuai dokumen asal, jumlah, jenis, dan saw mill liar. Keadaan ini memperparah kondisi kerusakan hutan hutan produksi, hutan lindung, taman nasional yang ada di Kabupaten Merangin. Dalam upaya menanggulangi kegiatan illegal logging dan perambahan hutan, Pemerintah Kabupaten Merangin melalui Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Merangin selalu mengadakan patroli rutin setiap bulannya disamping melakukan opersi gabungan dengan melibatkan unsur aparat keamanan, pihak Taman Nasional Kerinci Seblat TNKS, LSM dan wartawan. Permasalahan yang dihadapi dalam pembinaan hutan adalah kurangnya sarana pendukung dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas keberhasilan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, belum adanya data yang akurat terhadap tingkat prioritas penanganan lahan kritis, serta kurangnya media dalam rangka pengembangan aneka usaha kehutanan. Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah kurangnya personil Polisi Hutan Polhut dalam rangka kegiatan operasional Pos Pengawasan Hasil Hutan dan sekaligus operasi patroli pengamanan kawasan hutan dan peredaran hasil hutan, Kurangnya sarana komunikasi sebagai sarana pelengkap pada saat melaksanakan patroli maupun operasi pengamanan kawasan hutan dan peredaran hasil hutan. Hal lain yang perlu menjadi perhatian di bidang kehutanan adalah belum terpantaunya kegiatan eksploitasi dan pemanfaatan hasil hutan di lapangan secara pasti. Demikian juga halnya terhadap kegiatan peredaran hasil hutan, dimana masih terjadi penggunaan dokumen angkutan dari kabupaten lain tetapi kayu berasal dari Kabupaten Merangin. Beberapa hal yang perlu dioptimalkan antara lain pengawasan, pembinaan dan penertiban industri hasil hutan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menekan berkembangnya industri hasil hutan illegal di wilayah Kabupaten Merangin, koordinasi dengan instansi terkait, terutama Dinas Kehutanan Provinsi menyangkut kegiatan eksploitasi dan peredaran hasil hutan serta pemindahan maupun peningkatan kapasitas produksi industri primer hasil hutan kayu, pemantauan dan evaluasi perijinan usaha kehutanan. Sebagaimana telah diuraikan di atas, Kabupaten Merangin telah memiliki beberapa kebijakan pembangunan, yang berpotensi memberikan sumbangan terhadap pembangunan rendah emisi di Provinsi Jambi dan terhadap nasional, namun demikian kebijakan tersebut perlu terus didorong untuk tetap konsisten dimasa yang akan datang seiring dengan upaya untuk membangun perekonomian wilayah, dan untuk memberikan arahan yang jelas dalam implementasi kegiatannya. Pada sisi yang lain pula bahwa tujuan pembangunan rendah emisi di Kabupaten Merangin juga mampu menjawab kebutuhan informasi dalam kegiatan monitoring dan evaluasi untuk mengukur kinerja dan keberhasilan dari pembangunan tersebut.

4.3. Pengenalan Subwilayah dan Potensi Intervensinya Melalui Unit Perencanaan

4.3.1. Komponen Penyusun Unit Perencanaan UP Unit Perencanaan merupakan unit analisis dimana disusun area-area yang memiliki karakteristik khusus dilihat dari beberapa aspek. Pembuatan unit perencanaan adalah upaya melakukan pembagian wilayah menggunakan pendekatan obyektif, rasional, dan partisipatif. Pendekatan obyektif yang dimaksud adalah melihat tujuan dilakukannya pembuatan unit perencanaan, sehingga muatan dan komponen data yang digunakan juga akan mengikuti tujuan dari penyusunan unit perencanaan tersebut. Rasional mengandung pengertian bahwa unit wilayah yang terbentuk haruslah memiliki unsur atau karakteristik yang spesifik sehingga dengan mudah dapat didefiniskan dengan mudah dan dapat dibedakan dengan unit perencanaan yang lain. Pendekatan partisipatif mengandung arti bahwa untuk kebutuhan data, dan dalam melakukan rekonsiliasi data apabila terjadi konflik akan dilakukan secara dialogis untuk mencapai kesepakatan bersama antara berbagai pihakpemangku kepentingan yang terlibat dalam pengelolaan wilayah. Unit perencanaan yang dibangun dapat sangat beragam tergantung kepada tujuan, pertimbangan analisis yang digunakan, dan kesepakatan antar pemangku kepentingan. Unit perencanaan dapat mengadopsi aspek biofisik dan wilayah homogen, administratif politik pusat-daerah, propinsi, kabupaten atau bahkan desa, atau wilayah fungsional seperti wilayah hutan produksi, HTI, perkebunan dan wilayah-wilayah yang lain, bahkan dapat dikombinasikan secara sederhana maupun dalam kombinasi yang sangat kompleks. Prinsip umum adalah semakin unik unit perencanaan yang dihasilkan akan semakin mudah menganalisis dan semakin mudah memberikan rekomendasi intervensi pembangunan, akan tetapi akan menimbulkan kompleksitas analisis yang harus dilakukan. Berdasarkan pertimbangan obyektif, rasional, dan partisipatif dalam penelitian ini direncanakan menggunakan 21 unit perencanaan yang diperoleh dari beberapa data yang terkumpul. Beberapa komponen data yang digunakan dalam penyusunan unit perencanaan sebagaimana terdapat pada Tabel 4.7 di bawah ini : Tabel 4.7 Data yang Digunakan untuk Menyusun Unit Perencanaan No Data Unit Perencanaan 1 Pola Ruang RTRW Hutan Lindung, Hutan Produksi, Hutan Produksi Terbatas, Permukiman, Pertanian Lahan Basah, Pertanian Lahan Kering, Taman Nasional, Taman Wisata Alam 2 Ijin Penggunaan Lahan Ijin HTI, Ijin Perkebunan, Ijin Pertambangan, Perkebunan Rakyat 3 Peta Rencana Pengembangan Wilayah Kawasan Hortikultura, Rencana Penggunaan Lainnya 4 Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Hutan Desa, Hutan Adat, Hutan Tanaman Rakyat HTR Informasi yang dapat diambil dan digunakan dalam menyusun unit perencanaan yang paling utama adalah pola ruang yang terdapat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Merangin. Pola ruang ini menggambarkan alokasi ruang pembangunan untuk semua kegiatan. Pola ruang dibuat berdasarkan berbagai analisis biofisik, ekonomi, dan sosial, sehingga untuk keperluan unit analisis sekaligus unit perencanaan akan sangat sesuai karena sudah melingkupi semua area, dan menggambarkan fungsi ruang secara lengkap. Beberapa informasi yang terdapat dalam pola ruang ini adalah Hutan Lindung, Hutan Produksi, Hutan Produksi Terbatas, Permukiman, Pertanian Lahan Basah, Pertanian Lahan Kering, Taman Nasional, dan Taman Wisata Alam. Data ijin penggunaan lahan yang dimaksud adalah beberapa data yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai acuan penggunaan lahan pada skala besar yang ada. Ijin penggunaan lahan pada skala besar yang teradapt di Kabupaten Merangin terdiri dari Ijin HTI , ijin perkebunan, ijin pertambangan, dan perkebunan masyarakat. Peta rencana pengembangan wilayah yang dimaksud adalah areal khusus di wilayah kabupaten yang akan digunakan untuk kegiatan pembangunan yang lebih operasional dan mewadahi kepentingan penggunaan lain yang belum terdapat dalam alokasi ruang yang lainnya. Dua informasi penting yang terdapat di wilayah ini terdiri dari rencana pengembangan hortukultura dan rencana penggunaan lain yang akan digunakan untuk penggunaan lain secara bersama-sama. Pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang terdiri dari Hutan Desa, Hutan Adat dan Hutan Tanaman Rakyat HTR merupakan merupakan bentuk pengelolaan hutan yang memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan. Tujuan dari pengelolaan tersebut adalah memberikan akses kepada masyarakat dalam memperoleh manfaat dari hutan serta pada sisi lain turut serta dalam menjaga keberlangsungan fungsi hutan. Beberapa peta lokasi pengeloaan tersebut juga digunakan untuk membangun unit perencanaan sebagai unit analisis sekaligus sebagai unit intervensi dalam pembangunan rendah emisi. 4.3.2. Proses dan Unit Perencanaan yang dihasilkan Pembuatan unit perencanaan diawali dengan menumpangsusunkan overlay beberapa data keruangan spatial seperti terdapat pada Tabel 4.7 di atas. Beberapa data spasial yang digunakan meliputi pola ruang, ijin penggunaan lahan, peta rencana pengembangan wilayah Kabupaten Merangin, dan beberapa data pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Setelah dilakukan overlay data tersebut, diperoleh suatu peta yang menunjukkan unit perencanaan sebagai unit analisis dalam penelitian. Beberapa polygon menunjukkan adanya overlap sehingga perlu ditentukan atau didefinisikan unit perencanaannya. Proses menentukan unit mana yang cocok dengan kegiatan pembangunan di Kabupaten Merangin dilakukan dengan mengadakan diskusi para pihak yang berkaitan dengan penggunaan lahan di daerah penelitian. Gambar 4.3 Unit Perencanaan Kabupaten Merangin Gambar 4.3 menunjukkan hasil proses analisis spasial dan diskusi parapihak untuk menyelesaikan berbagai konflik pada polygon-polygon yang dihasilkan. Proses rekonsiliasi selanjutnya dilakukan terhadap polygon-polygon yang tumpang tindih overlap. Rekonsiliasi tersebut dilakukan dengan membuat daftar konflik diantara unit perencanaan dan kemudian secara hati-hati mendiskusikan solusinya dengan para pihak. Berbagai perbedaan pandangan terhadap rekonsiliasi konflik merupakan bagian dari dinamika diskusi yang dilakukan. Unit perencanaan disini menunjukkan karakteristik khusus dari kebijakan pengelolaan ruang dan penggunaan lahan yang diatur didalamnya. Terdapat 17 unit perencanaan yang selanjutnya digunakan untuk menganalisis sumber-sumber emisi, mensimulasi penggunaan lahan masa yang akan datang, serta menuntun dalam membuat aksi mitigasi di Kabupaten Merangin. Deskripsi singkat mengenai unit perencanaan dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Penjelasan Unit Perencanaan No Unit Perencanaan Deskripsi Singkat Luas ha 1 Hortikultura Unit perencanaan untuk pengembanan dan penanaman komoditas sayuran dataran tinggi 21.652 2 HTI Unit perencanaan untuk pengembangan hutan tanaman dan pengambilan manfaat kayu hutan 26.770 3 HTR Unit perencanaan untuk mengembangkan Agroforest 12.315 4 Hutan Desa Unit perencanaan untuk pengembangan hutan yang dikelola oleh masyarakat desa dengan mendorong masyarakat menanam tanaman hutan non kayu untuk mengembalikan kepada kondisi hutan 37.731 5 Hutan Lindung Unit perencanaan untuk mempertahankan luasan hutan agar tidak dimanfaatkann untuk penggunaan lahan lain 27.904 6 Hutan Produksi Unit perencanaan untuk mengelola hutan dengan aktivitas yang tidak merusak kawasan hutan 29.836 7 Hutan Produksi Terbatas Unit Perencanaan untuk mengelola hutan dengan aktivitas yang tidak merusak kawasan dan dengan penggunaan yang terbatas 7.407 8 Izin Perkebunan Unit perencanaan untuk mengggunakan areal ijin menjadi penggunaan untuk kelapa sawit, karet maupun komoditas tanaman perkebunan lainnya 165.109 9 Izin Pertambangan Unit perencaan yang akan dibuka menjadi areal pertambangan dengan disertai kegiatan reklamasi lahan 60.436 10 Lahan Basah Unit perencanaan untuk pengembangan tanaman pangan berupa sawah 10.908 11 Lahan Kering Unit perencanaan untuk pengembangan pertanian lahan kering dan padang penggembalaan 3.975 12 Perkebunan Rakyat Unit perencanaan untuk pengembangan tanaman perkebunan karet, sawit dan kopi 130.869 13 Permukiman Unit perencanaan untuk pengembangan permukiman diluar kawasan hutan 28.491 14 Taman Nasional Unit perencanaan untuk perlindungan kawasan dari kegiatan yang diperbolehkan dalam status taman nasional 152.192 15 Hutan Adat Unit perencanaan untuk memberikan pengakuan kepada komunitas adat dalam pengelolaan hutan 2.696 16 Rencana Penggunaan Lainnya Unit perencanaan yang akan dipergunakan untuk pengembangan perkembangan perkebunan rakyat dan permukiman 21.641 17 Taman Wisata Alam Unit perencanaan yang akan dipergunakan menunjang fungsi kawasan taman wisata alam 71