Alternatif Perencanaan Penggunaan Lahan dalam Upaya Mitigasi Perubahan Iklim Berbasis Lahan di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi

(1)

ALTERNATIF PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN

DALAM UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM BERBASIS LAHAN

DI KABUPATEN MERANGIN PROVINSI JAMBI

FERI JOHANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Alternatif Perencanaan Penggunaan Lahan Dalam Upaya Mitigasi Perubahan Iklim Berbasis Lahan di Kabupaten Merangin Provinsi Jambi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Feri Johana


(3)

(4)

ABSTRACT

The phenomenon of climate change is occurring at the present time has raised awareness of the need for two important effort that is related to climate change mitigation and adaptation. This study aims to identify the dynamics of land use change, estimate how much the CO2 emissions from land-based sector

which is the trigger of climate change, develop climate change mitigation actions, as well as estimating the impact of emission reduction and economic from land uses. Stock-Difference approach is used in estimating emissions, and the approach of linear projections of land use changes were made to estimate future emissions, modeling using the Land Change Modeler is used to project future land use using some of the drivers of land use change. This study was also conducted by focus group discussions were conducted with stakeholders residing in the District Merangin to reconcile the unit of planning, and developing mitigation activities to be proposed. Land use changes in Merangin District indicated by the decrease in forest cover with an average rate of deforestation in the period 2005-2010 amounted to 15,728 ha / year, while the rate of forest degradation of 49,856 ha/year, and is accompanied spread of various types of land uses that are more economic oriented. Impact of land use change has been made historical emission rate Merangin District during the period 2005-2010 amounted to 13,312,613.70 tons CO2-eq/year where National Park, Plantation

Concession, and Smallholder Pantation planning unit with the greatest rate of CO2 emissions that occurred during 2005 to 2010. The cumulative emissions

2005-2030 that shows reference level based on historical projection amounted 166,078,842.12 tons CO2-eq, while cumulative emissions based on forward

looking approach amounted 65,833,993.33 tons CO2-eq. This proves the

identification of land use plans to district spatial plan or Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) shows lower CO2 emissions impact. Mitigation activities that

have been agreed by stakeholders and as a result of this study consists of mitigation activities in the National Park, Plantation Concession, Community Plantation, and Village Forests, where mitigation activities in the National Park will provide the biggest impact of emission reduction around 33% against its RL. with the possibility of a decrease in the economic impact of land use by 6%.

Keywords: climate change mitigation, land use change, regional and development planning.


(5)

RINGKASAN

FERI JOHANA. Alternatif Perencanaan Penggunaan Lahan Dalam Upaya Mitigasi Perubahan Iklim Berbasis Lahan di Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Dibimbing oleh MUHAMMAD ARDIANSYAH dan ERNAN RUSTIADI.

Fenomena perubahan iklim yang terjadi pada masa kini telah memunculkan kesadaran perlunya dua upaya penting yaitu terkait mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Dalam kegiatan mitigasi sejumlah aktivitas perlu dilakukan dengan melibatkan seluruh sektor termasuk sektor yang berbasis lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dinamika perubahan penggunaan lahan dan memperkirakan seberapa besar terjadinya emisi CO2 dari sektor berbasis lahan yang merupakan pemicu terjadinya perubahan iklim, menyusun aksi mitigasi perubahan iklim, serta memperkirakan dampak penurunan emisi dan perubahan ekonomi penggunaan lahan yang terjadi.

Pendekatan Stock-Difference digunakan untuk memperkirakan emisi yang terjadi, dan pendekatan proyeksi linear dari perubahan penggunaan lahan dibuat untuk memperkirakan emisi masa yang akan datang, pemodelan menggunakan

Land Change Modeller digunakan untuk memproyeksikan konfigurasi penggunaan lahan yang akan datang menggunakan beberapa driver perubahan penggunaan lahan. Penelitian ini juga dilakukan dengan menggunakan metode

focus group discussion yang dilakukan dengan parapihak yang berada di Kabupaten Merangin untuk melakukan rekonsiliasi unit perencanaan dan menyusun aktivitas mitigasi yang akan diusulkan.

Perubahan penggunaan lahan menggambarkan relasi antara manusia dengan lingkungan, yang ditunjukan dengan berkurangnya luas tutupan hutan dengan laju rata-rata deforestasi pada periode 2005-2010 sebesar 15.728 ha/tahun sedangkan laju degradasi hutan sebesar 49.856 ha/tahun, serta disertai meluasnya berbagai jenis penggunaan lahan yang lebih berorientasi ekonomi. Perubahan penggunaan lahan tersebut telah menjadikan laju emisi historis Kabupaten Merangin selama periode 2005-2010 sebesar 13.312.613,70 ton CO2-eq/tahun dimana Taman Nasional, Ijin Perkebunan, dan Perkebunan Rakyat merupakan unit perencanaan dengan laju emisi CO2 terbesar selama tahun 2005-2010.

Emisi kumulatif yang menunjukan tingkat acuan (reference level)

berdasarkan pendekatan historical projection sebesar 166.078.842,12 ton CO2 -eq, sedangkan emisi kumulatif berdasarkan pendekatan forward looking sebesar 65.833.993,33. Hal tersebut membuktikan identifikasi rencana penggunaan lahan terhadap pola ruang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Merangin menunjukan rendahnya proyeksi emisi CO2 yang akan datang. Aktivitas mitigasi yang telah disepakati oleh stakeholders dan sebagai hasil penelitian ini terdiri dari aktivitas mitigasi pada Taman Nasional, Ijin Perkebunan, Perkebunan Rakyat dan Hutan Desa dimana aktivitas mitigasi di Taman Nasional akan memberikan dampak penurunan emisi terbesar yaitu sekitar 33 % terhadap tingkat acuan-nya, dengan adanya kemungkinan penurunan dampak ekonomi penggunaan lahan sebesar 6 %.

Kata kunci : mitigasi perubahan iklim, perencanaan dan pembangunan wilayah, perubahan penggunaan lahan, ,


(6)

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(8)

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

ALTERNATIF PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN

DALAM UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM BERBASIS LAHAN

DI KABUPATEN MERANGIN PROVINSI JAMBI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(10)

(11)

Judul Tesis : Alternatif Perencanaan Penggunaan Lahan dalam Upaya Mitigasi Perubahan Iklim Berbasis Lahan di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi

Nama : Feri Johana NIM : A156100051

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Muhammad Ardiansyah,M.Sc Ketua

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr. Ir. Santun R. P. Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian: 20 Juni 2014

Tanggal Lulus:


(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah perencanaan penggunaan lahan, dengan judul Alternatif Perencanaan Penggunaan Lahan dalam Upaya Mitigasi Perubahan Iklim Berbasis Lahan di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi .

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir Muhammad Ardiansyah,M.Sc dan Bapak Dr.Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku pembimbing, serta Bapak Dr.Ir Widiatmaka, DAA yang telah banyak memberi saran. Penghargaan dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Suyanto dan Dr. Sonya Dewi beserta seluruh staf World Agroforestry Centre (ICRAF) South East Asia Program atas dukungan dan bantuan yang diberikan selama penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri dan anak-anaku, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cilacap, pada tanggal 26 Februari 1977 dari pasangan orang tua Bapak Suparyo Hadi Waluyo dan Ibu Siti Aminah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Pendidikan dasar hingga menengah penulis tempuh di Kabupaten Cilacap. Tahun 1994 penulis melanjutkan pendidikan ke Universitas Gadjah Mada Yogyakarta melalui Jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada Jurusan Perencanaan Pengembangan Wilayah Fakultas Geografi, dan menyelesaikan studi pada jenjang sarjana pada tahun 1999.

Setelah bekerja dibeberapa lembaga, semenjak tahun 2007 dan hingga saat ini bekerja di World Agroforestry Centre (ICRAF) South East Asia Program. Pada tahun 2010 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pasca Sarjana dan diterima pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) IPB, dengan biaya sendiri.


(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Perubahan Iklim (PI) ... 7

2.2. Emisi Karbondioksida dan Pengaruhnya Terhadap Perubahan Iklim ... 8

2.3. Emisi Karbondioksida (CO2) dari Sektor Penggunaan Lahan ... 11

2.4. Mitigasi Perubahan Iklim ... 13

2.5. Wilayah dan Pewilayahan ... 15

2.5. Perencaaan Tata Ruang dan Mitigasi Perubahan Iklim ... 17

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 21

3.1. Kerangka Pemikiran ... 21

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 24

3.4. Metode Analisis Data ... 24

3.4.1. Mengidentifikasi Dinamika Penggunaan Lahan ... 26

3.4.2. Memperkirakan Laju Emisi CO2 Akibat Perubahan Penggunaan Lahan ... 26

3.4.3. Penyusunan Tingkat Acuan / Reference Level (RL) ... 28

3.4.4. Mengidentifikasi Aksi Mitigasi Potensial, Memperkirakan Penggunaan Lahan Masa Depan, dan Dampaknya Terhadap Emisi dan Ekonomi Penggunaan Lahan ... 29

3.5. Diagram Alir Penelitian ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1. Daerah Penelitian ... 33


(15)

4.1.2. Kondisi Demografis Wilayah ... 35

4.1.3. Pertumbuhan Ekonomi ... 38

4.2. Karakteristik Daerah dalam Kebijakan Pembangunan ... 40

4.2.1. Analisis Kebijakan Umum Pembanguan Daerah ... 40

4.2.2. Potensi Pengembangan Kebijakan Terkait Pembangunan Rendah Emisi ... 43

4.3. Pengenalan Subwilayah dan Potensi Intervensinya Melalui Unit Perencanaan ... 47

4.3.1. Komponen Penyusun Unit Perencanaan (UP) ... 47

4.3.2. Proses dan Unit Perencanaan yang dihasilkan ... 49

4.4. Dinamikan Penggunaan lahan ... 65

4.4.1. Perubahan Penggunaan Lahan ... 65

4.4.2. Deforestasi ... 69

4.4.3. Degradasi Hutan ... 69

4.4.4. Ekstensifikasi Penggunaan Lahan ... 70

4.5. Pendugaan Emisi CO2 dari Kegiatan Penggunaan Lahan ... 71

4.5.1. Emisi Historis di Kabupaten Merangin ... 71

4.5.2. Emisi dari Setiap Unit Perencanaan ... 73

4.5.3. Emisi dari Jenis Perubahan Penggunaan Lahan ... 76

4.6. Simulasi Penggunaan Lahan Yang Akan Datang dan Dampak Emisinya .. 77

4.6.1. Pendugaan Penggunaan Lahan Yang Akan Datang ... 77

4.6.2. Emisi CO2 Berbasis Simulasi Penggunaan Lahan ... 81

4.6.3. Membangun Baseline (RL) Emisi Kab Merangin ... 81

4.7. RTRW Kabupaten Merangin, Penggunaan Lahan, dan Emisi yang akan datang ... 82

4.7.1. Pola Ruang Kabupaten Merangin ... 83

4.7.2. Pendugaan Penggunaan Lahan Yang Akan Datang Berdasar Identifikasi Penggunaan Lahan pada Pola Ruang RTRW ... 87

4.7.3. Emisi CO2 Berdasar Identifikasi Penggunaan Lahan Lahan pada Pola Ruang ... 90

4.8. Membangun Upaya Mitigasi Perubahan Iklim ... 91

4.8.1. Tujuan dan Proses yang Dilakukan ... 91


(16)

4.8.3. Dampak Emisi pada Masing-masing Skenario Aksi ... 94

4.8.4. Perubahan Manfaat Ekonomi dari Skenario Aksi... 95

4.9. Rencana Penggunaan Lahan sebagai Implementasi Rencana Aksi ... 96

4.9.1. Rencana Penggunaan Lahan Pada Unit Perencanaan Taman Nasional ... 96

4.9.2. Rencana Penggunaan Lahan Pada Unit Perencanaan Ijin Perkebunan ... 99

4.9.3. Rencana Penggunaan Lahan Pada Unit Perencanaan Perkebunan Rakyat ... 102

4.9.4. Rencana Penggunaan Lahan Pada Unit Perencanaan Hutan Desa ... 104

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 107

5.1. Simpulan ... 107

5.2. Saran ... 107


(17)

DAFTAR TABEL

3.1 Metode Analisis Data ... 24

4.1 Kecamatan, Jumlah Desa/Kelurahan dan Luas Wilayah ... 33

4.2. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin ... 36

4.3. Perkembangan Kepadatan Penduduk Tahun 2008 s/d Tahun 2012 ... 37

4.4. Penduduk Usia Produktif Berdasarkan Lapangan Usaha. ... 37

4.5 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Merangin ... 39

4.6 Hutan Adat di Kabupaten Merangin ... 44

4.7 Data yang Digunakan untuk Menyusun Unit Perencanaan ... 48

4.8 Penjelasan Unit Perencanaan ... 51

4.9 Penetapan Hutan Desa Kabupaten Merangin ... 55

4.10 Perubahan Luas Penggunaan Lahan ... 66

4.11 Tingkat Deforestasi ... 69

4.12 Tingkat Degradasi Hutan ... 70

4.13 Penambahan Luas Beberapa Jenis Penggunaan Lahan ... 70

4.14. Simpanan Karbon dan NPV dari Beberapa Penggunaan Lahan ... 72

4.15 Hasil Perhitungan Emisi Historis ... 73

4.16 Kontribusi Emisi, Sekuestrasi dan Emisi Bersih dari Setiap Unit Perencanaan Tahun 2005-2010... 74

4.17 Jenis Perubahan Penggunaan Lahan Utama Penyebab Emisi di Kabupaten Merangin ... 76

4.18 Jenis Perubahan Penggunaan Lahan Utama Yang Berperan Dalam Sekuestrasi/Serapan Karbon (Pengurangan Emisi) ... 77

4.19 Prediksi Perubahan Luas Penggunaan Lahan yang Akan Datang ... 79

4.20 Perkiraan Nilai Emisi ... 81

4.21 Definsi Pola Ruang dan Identifikasi Rencana Penggunaan Lahannya ... 85

4.22 Prediksi Luas Penggunaan Lahan Berdasar Identifikasi Penggunaan Lahan pada Setiap Pola Ruang... 88

4.23 Perkiraan Nilai Emisi Berdasar Pola Ruang RTRW ... 90

4.24 Skenario Aksi Mitigasi ... 93

4.25 Penurunan Emisi dari Skenario Mitigasi ... 95

4.26 Proyeksi Penggunaan Lahan pada Unit Perencanaan Taman Nasional... 97

4.27 Proyeksi Penggunaan Lahan pada Unit Perencanaan Ijin Perkebunan ... 100

4.28 Proyeksi Penggunaan Lahan pada Unit Perencanaan Perkebunan Rakyat . 102 4.29 Proyeksi Penggunaan Lahan pada Unit Perencanaan Hutan Desa ... 105


(18)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Anomali Temperatur Permukaan Bumi ... 7

2.2 Peranan GRK dalam Mempertahankan Suhu Permukaan Bumi ... 9

2.3 Hubungan GRK dan Perubahan Iklim ... 10

2.4 Kontribusi Sektor Penggunaan Lahan Terhadap Emisi Total ... 11

2.5 Aliran Karbon ke Atmosfer dari Perubahan Penggunaan Lahan di Beberapa Wilayah ... 12

2.6. Klasifikasi Konsep Wilayah ... 16

3.1. Kerangka Pemikiran ... 22

3.2 Peta Daerah Penelitian ... 23

3.3 Diagram Alir Penelitian ... 31

4.1 Peta Administrasi Kabupaten Merangin ... 34

4.2. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Usaha ... 38

4.3 Unit Perencanaan Kabupaten Merangin ... 50

4.4 Unit Perencanaan Hortikultura ... 52

4.5 Unit Perencanaan HTI ... 53

4.6 Unit Perencanaan HTR ... 53

4.7 Unit Perencanaan Hutan Adat ... 54

4.8 Unit Perencanaan Hutan Desa ... 55

4.9 Unit Perencanaan Hutan Lindung ... 56

4.10 Unit Perencanaan Hutan Produksi ... 57

4.11 Unit Perencanaan Hutan Produksi Terbatas ... 58

4.12 Unit Perencanaan Ijin Perkebunan ... 58

4.13 Unit Perencanaan Ijin Pertambangan ... 60

4.14 Unit Perencanaan Pertanian Lahan Basah ... 60

4.15 Unit Perencanaan Pertanian Lahan Kering ... 61

4.16 Unit Perencanaan Perkebunan Rakyat ... 62

4.17 Unit Perencanaan Permukiman ... 62

4.18 Unit Perencanaan Taman Nasional ... 63

4.19 Unit Perencanaan Taman Wisata Alam ... 64

4.20 Unit Perencanaan Rencana Penggunaan Lainnya ... 65

4.21 Peta Tutupan/penggunaan Lahan Tahun 1990, 2000, 2005, dan 2010 ... 67

4.22 Dinamika Tutupan/Penggunaan Lahan ... 68

4.23 Ekstensifikasi Beberapa Penggunaan Lahan... 71

4.24 Grafik Emisi dari Setiap Unit Perencanaan Tahun 2005-2010 ... 75

4.25 Grafik Emisi (Ton CO2-eq/Tahun) dari Setiap Unit Perencanaan ... 75

4.26 Peta Prediksi Penggunaan Lahan ... 78

4.27 Grafik Perubahan Penggunaan Lahan ... 80


(19)

4.29 Grafik Baseline/RL Dengan Pendekatan Proyeksi Historis ... 82

4.30 Peta Pola Ruang Kabupaten Merangin ... 84

4.31 Peta Prediksi Penggunaan Lahan Berdasar Identifikasi Penggunaan Lahan pada Setiap Pola Ruang... 87

4.32 Grafik Prediksi Perubahan Luasan Penggunaan lahan Berdasar Identifikasi Penggunaan Lahan pada Setiap Pola Ruang ... 89

4.33 Besaran Perubahan Luas Penggunaan Lahan Berdasar Identifikasi

Penggunaan Lahan Pada Setiap Pola Ruang ... 89

4.34 Perbandingan Emisi Kumulatif Berdasar Pendekatan Historical Projection

dan Berdasarkan Identifikasi Penggunaan Lahan pada Pola Ruang ... 91

4.35 Grafik Emisi Kumulatif Pada Setiap Skenario Aksi Mitigasi ... 94

4.36 Grafik Perubahan Manfaat Ekonomi dari Penerapan Skenario Aksi ... 95

4.37 Peta Proyeksi Perubahan Penggunaan Lahan di Unit Perencanaan Taman Nasional... 98

4.38 Prediksi Luas Penggunaan Lahan di Unit Perencanaan Taman Nasional ... 99

4.39 Grafik Prediksi Luas Penggunaan Lahan di Unit Perencanaan Ijin

Perkebunan ... 100

4.40 Peta Proyeksi Perubahan Penggunaan Lahan pada Unit Perencanaan Ijin Perkebunan ... 101

4.41 Prediksi Luas Penggunaan Lahan di Unit Perencanaan Perkebunan Rakyat103

4.42 Peta Proyeksi Perubahan Penggunaan Lahan pada Unit Perencanaan

Perkebunan Rakyat ... 104

4.43 Prediksi Luas Penggunaan Lahan di Unit Perencanaan Hutan Desa ... 105

4.44 Peta Proyeksi Perubahan Penggunaan Lahan pada Unit Perencanaan Hutan Desa ... 106


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Matriks Transisi Perubahan Penggunaan Lahan (2005-2010) Pada Tiap Unit Perencanaan...113 2. Contoh Perhitungan Emisi Pada Unit Perencanaan Hutan

Lindung...122 3. Sumber-sumber Emisi Historis dari Perubahan Penggunaan

Lahan...124 4. Sumber-sumber Sekuestrasi Historis dari Perubahan Penggunaan

Lahan...137 5. Matriks Peluang Perubahan Skenario Mitigasi di Unit Perencanaan Taman

Nasional...145 6. Matriks Peluang Perubahan Skenario Mitigasi di Unit Perencanaan Ijin

Perkebunan...147 7. Matriks Peluang Perubahan Skenario Mitigasi di Unit Perencanaan

Perkebunan Rakyat...149 8. Matriks Peluang Perubahan Skenario Mitigasi di Unit Perencanaan Hutan


(21)

(22)

1.1. Latar Belakang

Pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu paradigma yang berkembang saat ini. Paradigma ini memandang bahwa berbagai kerusakan alam ditimbulkan karena tidak diperhatikannya faktor lingkungan dalam kegiatan pembangunan. Salah satu hal yang terjadi adalah adanya perubahan fungsi wilayah yang ditandai dengan perubahan penggunaan lahan yang menyebabkan ketidakseimbangan alam.

Lahan merupakan salah satu faktor produksi utama pada ekonomi klasik (selain tenaga kerja dan modal) dan faktor input penting untuk pengembangan permukiman dan produksi berbasis pertanian. Oleh karenanya lahan merupakan tulang punggung ekonomi pertanian dalam menyediakan keuntungan ekonomi dan sosial. Perubahan penggunaan lahan diperlukan dan penting untuk pembangunan ekonomi dan kemajuan sosial (Wu, 2008)

Penggunaan lahan yang bervegetasi seperti halnya hutan diyakini memiliki peranan yang cukup penting dalam menjaga fungsi wilayah dan mendukung aktivitas pembangunan. Berbagai dampak seperti perubahan iklim yang berujung pada terjadinya berbagai bencana baik dengan skala yang tidak terlalu besar maupun yang bersifat ekstrim disebabkan karena berkurangnya luas hutan secara lokal, nasional, maupun global. Hal ini sangat beralasan karena hutan merupakan reservoir besar untuk penambatan karbon (carbon sink) (Turner, 2004), namun demikian dampak penggunaan lahan terhadap iklim belum dapat dihitung secara tepat potensinya terhadap pemanasan global yang ditimbulkannya (Pielke et al., 2002).

Sebagian besar pendapat ahli menjelaskan bahwa faktor utama yang dianggap sebagai penyebab pemanasan global adalah peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer , yaitu karbon dioksida (CO2), metan (CH4) and N2O. Selama dekade terakhir ini emisi CO2 meningkat dua kali lipat dari 1400 juta ton per tahun menjadi 2900 ton per tahun, sementara itu konsentrasi CO2 di


(23)

atmosfer pada tahun 1998 adalah 360 ppm dengan laju peningkatan per tahun 1,5 ppm (IPCC, 2001b).

Berbagai penggunaan lahan dengan tutupan pohon yang tinggi merupakan tempat yang baik sebagai tempat penambat karbon (carbon sink). Perubahan penggunaan lahan dengan tutupan pohon (tree based system) ke perubahan penggunaan lahan tidak bervegetasi atau bervegetasi sedikit menyebabkan terlepasnya gas karbon ke angkasa atau dengan kata lain menyebabkan terjadianya emisi. Secara kumulatif emisi yang terjadi dari berbagai alih fungsi lahan akan menjadikan terjadinya peningkatan gas rumah kaca (Green House Gas/GHG).

Secara teori gas rumah kaca tersebut akan memantulkan panas dari permukaan bumi kembali ke bumi, sehingga hal ini akan menjadi pemanasan global (global warming). Pemanasan yang terus menerus akan menimbulkan terjadinya anomali iklim atau dengan kata lain menimbulkan terjadinya perubahan iklim (climate change).

Sudah banyak sekali kenampakan (exposure) yang mengindikasikan bahwa perubahan fenomena saat ini yang merugikan umat manusia disebabkan karena perubahan iklim. Berbagai upaya adaptasi sudah dilakukan oleh berbagai pihak menyikapi perubahan fenomena alam tersebut. Bahkan upaya yang bersifat pencegahan terhadap terjadinya perubahan iklim tersebut (mitigasi) juga sedang intensif sekali dilaksanakan dari tingkat global, nasional hingga lokal.

Berbagai mekanisme dirancang untuk menciptakan aksi nasional dan lokal untuk mengurangi dampak perubahan penggunaan lahan yang merugikan akibat aktivitas pembangunan. Namun demikian kegiatan pembangunan merupakan sebuah tuntutan yang harus dilakukan untuk mengembangkan kehidupan umat manusia. Pembangunan tersebut membutuhkan ruang yang dapat mewadahi segenap aktivitas pembangunan. Koomen et al. (2007) menjelaskan bahwa perubahan penggunaan lahan merupakan faktor kunci dalam pembangunan sumber daya manusia dan lingkungan fisik.

Berdasarkan kondisi di atas diperlukan sebuah pertimbangan yang menyeluruh menyangkut aspek pembangunan berkelanjutan. Dalam arti kata bahwa semua kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di suatu wilayah untuk


(24)

mencapai pertumbuhan ekonomi haruslah diikuti dengan pertimbangan terhadap dampak emisi karbon yang akan ditimbulkan.

Bagi bangsa Indonesia, amanah pembangunan berkelanjutan yang tertinggi adalah untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera. Untuk menempuh tujuan tersebut diperlukan upaya yang sistematis dan cermat dalam melakukan kegiatan perencanaan, implementasi rencana dan pemantauan dan evaluasi pembangunan. Upaya-upaya partisipasi bangsa dalam mitigasi perubahan iklim dunia perlu diselaraskan dengan amanah pembangunan berkelanjutan tersebut.

Kaitan dengan hal tersebut perlu dilakukan kajian-kajian lebih lanjut oleh semua unsur untuk melakukan penggalian ide-ide, metodologi, dan pengetahuan baru yang mendukung integrasi pemikiran pembangunan berkelanjutan termasuk didalamnya tentang perubahan iklim kedalam proses perencanaan pembangunan yang menjadi pintu masuknya kegiatan pembangunan bangsa. Perencanaan penggunaan lahan merupakan suatu bagian penting yang memberikan dampak langsung terhadap kegiatan alokasi sumberdaya alam bagi masyarakat. Hingga saat ini setidaknya masih banyak kesempatan untuk membangun proses perencanaan penggunaan lahan yang diharapkan memfasilitasi tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan faktor ekonomi, lingkungan sosial, dan budaya secara seimbang.

1.2. Perumusan Masalah

Pada Conference of the Parties (COP) ke XV Bulan Desember 2009 di Copenhagen Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono menyebutkan bahwa Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon sebesar 26 % dengan dana sendiri, dan 15 % dengan dukungan internasional hingga tahun 2020. Hal tersebut sangat beralasan mengingat Indonesia merupakan salah satu negara yang berkontribusi terhadap emisi dunia, dan merupakan salah satu itikad baik dan bentuk partisipasi Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim dunia.

Komitmen pemerintah tersebut perlu disambut baik dan didukung dalam implementasinya oleh semua pihak. Diperlukan sebuah usaha besar yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Pemerintah sudah mendesain beberapa sistem yang mendukung komitmen tersebut yaitu melalui penyusuanan Strategi


(25)

Nasional Reduce Emission from Deforestatio and Forest Degradation Plus

(Stranas REDD+), Rencana Aksi Nasiona/Daerah Gas Rumah Kaca (RAN/D) GRK, serta National Appropriate Mitigation Action (NAMA).

Hal penting lain yang perlu digarisbawahi dari komitmen pemerintah tersebut adalah menyangkut metode pengukuran angka emisi yang digunakan. Berbagai pendekatan sudah dilakukan pada tingkat global maupun yang dilakukan oleh masing-masing negara hingga turunannya di tingkat sub-nasional/daerah. Metode penyusunan tingkat acuan emisi (Reference Level (RL)/Reference Emission Level(REL)) juga merupakan isu yang banyak didiskusikan oleh berbagai pihak.

Diskusi mengenai penyusunan REL/RL hingga saat ini masih berlangsung, namun setidaknya berkembang empat (4) pemikiran yang terkait dengan hal tersebut yaitu Business as Usual (BAU), Status Quo, pragmatis dan negosiasi. Businesss As Usual (BAU) menyarankan bahwa sistem insentif diberikan karena pertimbangan seberapa besar perbaikan dilakukan dengan atau tidak diterapkannya sistem insentif. Status quo menyarankan bahwa mekanisme insentif hanya diberikan kepada emisi yang terjadi dimasa silam. Pandangan pragmatis lebih menitikberatkan hanya kepada emisi yang terjadi di masa lalu saja, sedangkan pandangan negosiasi melihat kepada seberapa banyak negara yang setuju untuk menggunakan metode yang mana.

Masalah lain yang dihadapi adalah bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah adalah tujuan pembangunan secara umum yang membutuhkan input sumber daya termasuk sumber daya wilayah/ruang dan kekayaan yang terkandung dibawahnya, sedangkan upaya pengendalian perubahan penggunaan lahan merupakan hal lain yang dapat berkebalikan, sehingga diperlukan kehati-hatian dalam menentukan skenario penurunan emisi yang dapat pula menjaga pertumbuhan ekonomi wilayah.

Perlu diidentifikasi sektor basis dan sektor unggulan di suatu wilayah untuk mendukung upaya pembangunan. Identifikasi ini dilakukan sejalan dengan berbagai skenario penurunan emisi sehingga akan diperoleh sebuah sinergi antara rencana tata ruang yang rendah emisi dengan penciptaan pertumbuhan ekonomi yang muncul akibat tata ruang yang memperhatikan keunggulan komparatif dan


(26)

kompetitif masing-masing sektor dalam wilayah. Hal tersebut didasari dari adanya kondisi bahwa ekonomi perubahan iklim seringkali diabaikan dan hanya mendapat pengakuan sebagai legitimasi dalam penelitian, namun secara agregat dampak ekonomi terhadap wilayah perlu dilihat sebagai bagian adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim (Sanderson dan Islam, 2007).

Kabupaten Merangin merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Jambi dengan dinamika perubahan penggunaan lahan yang sangat dinamis. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya kegiatan usaha berbasis lahan sementara disisi lain terdapat pula potensi alam yang perlu dilesatarikan keberadaannya. Dalam konteks pembangunan daerah dan juga partisipasi dalam aksi mitigasi perubahan iklim yang sudah dimandatkan kepada seluruh daerah di Indonesia, maka setidaknya dalam penelitian ini terdapat beberapa pertanyaan yang akan dijawab yaitu :

a. Bagaimana dinamika penggunaan lahan pada periode 1990-an, 2000, 2005 dan 2010-an ?

b. Seberapa besar emisi karbon dioksia dari sektor penggunaan lahan masa lalu yang sudah terjadi Kabupaten Merangin ?

c. Bagaimana proyeksi emisi yang akan datang berdasarkan sejarah emisi masa lalu dan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Merangin ?

d. Bagaimana alternatif penggunaan lahan yang direkomendasikan sebagai bagian dari aksi mitigasi Kabupaten Merangin, dan memperkirakan manfaatnya dalam pengurangan emisi dan dampak ekonomi penggunaan lahan?

1.3. Tujuan Penelitian

Dengan memperhatikan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi perubahan penggunaan lahan antar waktu di wilayah kabupaten dan pada masing-masing unit perencanaan

2. Memperkirakan laju emisi CO2 yang disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kabupaten Merangin


(27)

3. Menghitung tingkat acuan (reference level) berdasarkan pendekatan historical projection, dan rencana tata ruang wilayah (forward looking).

4. Mengidentifikasi aksi mitigasi potensial, memperkirakan penggunaan lahan masa depan serta dampaknya terhadap emisi CO2 dan manfaat ekonomi penggunaan lahan

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat pada beberapa aspek yaitu : 1. Sebagai salah satu model pendekatan yang menghubungkan agenda

pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mencapai target penurunan emisi, dengan tidak mengabaikan upaya menjaga dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah.

2. Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan pemerintah daerah untuk merespon agenda pemerintah Indonesia dalam penurunan emisi dalam bentuk rencana pembangunan dan rencana tata ruang wilayah.

3. Sebagai salah satu referensi dalam mengembangkan metode perencanaan penggunaan lahan dan pengembangan wilayah yang bervisi pembangunan berkelanjutan


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perubahan Iklim (PI)

Perubahan iklim merupakan fenomena alam yang saat ini banyak dirasakan oleh umat manusia di permukaan bumi. Beberapa kenampakan baik yang sifatnya langsung maupun tidak langsung telah dapat dirasakan dampaknya. Kenampakan tersebut meliputi dari sesuatu yang tidak menimbulkan dampak signifikan hingga dampak yang sifatnya dahsyat. Beberapa contoh fenomena perubahan iklim seperti temperatur yang ekstrim, adanya gelombang panas dan perubahan curah hujan

Kenampakan perubahan iklim ditandai dengan adanya naiknya suhu permukaan bumi sekitar 0,7oC sejak tahun 1900 hingga tahun 2000-an. Pengukuran temperatur tersebut dilakukan di seluruh bagian dipermukaan bumi dari 1,5 meter di atas permukaan bumi hingga 1 meter di bawah permukaan air laut. Selama periode 30 tahun temperatur global naik dengan cepat yaitu sebesar 0,2oC per dekade (Hansen et al., 2009).

Tanda adanya perubahan iklim dari adanya perubahan sistem fisik dan biologi sebagai contoh beberapa spesies telah berpindah kearah kutub sejauh 6 km tiap dekade pada tiga puluh tahun tersebut. Tanda yang lain adalah adanya perubahan kejadian musim contohnya masa berbunga dan bertelur yang terjadi 2- 3 hari lebih cepat pada setiap dekade di beberapa wilayah subtropis belahan bumi utara.

(Sumber : IDAG, 2005).


(29)

Diskursus mengenai fenomena perubahan iklim banyak dibicarakan di beberapa kalangan, setidaknya secara umum terdapat dua faktor utama yang mengendalikan suhu permukaan bumi yaitu adanya variabilitas pancaran sinar matahari dan aktivitas gunung api, namun penelitan menunjukkan bahwa selama 50 tahun terakhir perubahan iklim lebih disebabkan karena adanya penambahan gas rumah kaca (IDAG, 2005). Gambar 2.1 menunjukkan bahwa terlihat pola temperatur yang relatif stabil hingga abad ke-18 dan terjadinya anomali yang signifikan dimulai pada tahun 1850. Hal ini menunjukkan signifikansi bahwa perubahan iklim dipengaruh oleh manusia dimana aktivitasnya dalam mengelola alam yang sangat intensif mulai terjadi pada abad ke-18. Hasil penelitian mengenai efek Gas Rumah Kaca (GRK) terhadap perubahan iklim sekaligus memperkuat materi dari IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) Third Assessment Report. Pada tahun 2008 tingkat GRK di atmosfer sekitar 430

ppm (parts per million) dibandingkan sebelum masa revolusi industri sekitar 280

ppm dan akan terus meningkat menjadi 550 ppm pada tahun 2050 menggunakan laju saat ini, namun mengingat laju peningkatan lebih cepat dari yang diharapkan maka 550 ppm akan dapat dicapai pada sekitar tahun 2035 (Stern, 2007).

Beberapa penelitian termasuk di Indonesia telah mengidentifikasi adanya fenomena perubahan iklim yang dirasakan. Sebagai contoh kota Jakarta telah disadari sebagai kota yang paling rentan terhadap bencana berkaitan dengan iklim seperti banjir, naiknya permukaan air laut dan serangan badai (Firman et al.,

2010). Jakarta dikelompokan seperti halnya kota-kota di Asia dengan tingkat kerentanan yang tinggi karena perubahan iklim termasuk bencana akibat ulah manusia seperti polusi dan ekstraksi air tanah yang berlebihan (Yusuf dan Fransisco, 2009).

2.2. Emisi Karbondioksida dan Pengaruhnya Terhadap Perubahan Iklim

Perubahan iklim terjadi karena adanya pemanasan global yang merupakan akibat dari tertahannya energi panas dari matahari yang tidak mampu dipantulkan balik oleh bumi akibat terhalangi oleh gas rumah kaca (GRK) yang terakumulasi di atmosfer. Akumulasi tersebut disebabkan karena terlepasnya beberapa GRK yang sebelumnya terdapat di permukaan dan dalam bumi ke atmosfer. IPCC


(30)

menyimpulkan bahwa terdapat bukti yang cukup kuat bahwa meningkatnya temperatur selama lima puluh tahun terakhir disebabkan oleh aktivitas manusia (IPCC, 2001a)

(Sumber : DEFRA, 2005)

Gambar 2.2 Peranan GRK dalam Mempertahankan Suhu Permukaan Bumi Gambar 2.2 mengilustrasikan proses dan hubungan antara konsentrasi GRK dengan terjadinya pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim dunia. Sinar matahari yang menuju bumi sebagian diserap untuk mempertahankan suhu bumi dan sebagian dipantulkan ke angkasa sehingga temperatur bumi akan terjaga secara seimbang sebagai proses alam yang sudah terjadi. Dengan meningkatnya GRK di atmosfer maka radiasi yang seharusnya diteruskan oleh bumi ke angkasa akan tertahan sebagaian oleh GRK tersebut dan akan dipantulkan balik ke permukaan bumi. Hal ini akan menyebabkan bertambahnya radiasi ke permukaan bumi yang menyebabkan naiknya temperatur permukaan bumi.

Walaupun fenomenanya terjadi secara global, namun dampak dari perubahan iklim tersebut tidak dirasakan secara seragam atau sama untuk semua tempat. Hal tersebut disebabkan respon tiap-tiap tempat terhadap adanya perubahan iklim berbeda. Untuk dapat menganalisis gejala terjadinya perubahan iklim maka ditentukan suatu parameter yang tidak menitikberatkan pada dampak yang dirasakan akibat adanya perubahan iklim, dimana salah satu parameter yang dapat digunakan adalah radiative forcing.

Radiative forcing perubahan iklim sebagai perubahan kesetimbangan energi radiasi matahari karena adanya sumber eksternal yang bersifat mendesak


(31)

terhadap iklim. Perubahan tersebut dapat terjadi melalui perubahan pada radiasi matahari, albedo permukaan bumi, atau perubahan komposisi gas dan aerosol yang ada di atmosfer. Perubahan kesetimbangan yang disebabkan oleh beberapa faktor tersebut dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan energi radiasi matahari yang berujung pada perubahan parameter-parameter iklim sehingga menghasilkan kesetimbangan iklim yang baru. Terciptanya kesetimbangan baru inilah yang disebut dengan perubahan iklim (IPCC, 2001b).

Kesetimbangan energi radiasi matahari diperoleh dari selisih nilai radiasi matahari yang masuk ke bumi melalui radiasi gelombang pendek dengan nilai radiasi matahari yang diemisikan oleh bumi dalam bentuk radiasi gelombang panjang. Apabila selisih nilai tersebut bernilai nol, maka kesetimbangan energi radiasi matahari tercapai. Jika selisih nilai tersebut bernilai positif, artinya lebih banyak energi radiasi matahari yang diserap, maka hal ini dinamakan dengan

positive feedback. Dampak dari positive feedback adalah naiknya temperatur rata-rata permukaan bumi yang mengarah terhadap terjadinya pemanasan secara global (global warming). Sebaliknya, jika lebih banyak radiasi matahari yang diemisikan oleh permukaan bumi, maka hal ini disebut dengan negative feedback yang berdampak pada turunnya temperatur rata-rata permukaan bumi (global dimming).

(Sumber : Stern, 2007)


(32)

2.3. Emisi Karbondioksida (CO2) dari Sektor Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan merupakan bentuk interaksi manusia dengan lingkungan. Lahan merupakan salah satu input faktor produksi yang banyak dimanfaatkan oleh manusia khususnya untuk kegiatan-kegiatan produksi yang menggunakan lahan yang cukup luas, interaksi inilah yang menyebabkan terjadinya penggunaan lahan.

Penggunaan lahan merupakan representasi dari aktivitas manusia untuk berbagai kepentingan. Aktivitas pada lahan pertanian akan lebih menitikberatkan penggunaan lahan untuk menanam berbagai komoditi pertanian yang diinginkan. Pada penggunaan untuk permukiman akan memprioritaskan penggunaan untuk bangunan dan berbagai infrastruktur yang diperlukan, pada fungsi perkebunan memprioritaskan penggunaan lahan untuk berbagai komoditas perkebunan yang diinginkan oleh pasar dan bahan baku untuk industri.

Emisi CO2 dari penggunaan lahan berasal dari perubahan kemampuan simpanan CO2 yang terdapat pada masing-masing penggunaan lahan. Tidak semua penggunaan lahan memiliki kemampuan untuk menyimpan karbon, kemampuan tersebut terkait erat dengan keterdapatan vegetasi dalam penggunaan lahan tersebut, kaitannya dengan biomassa yang terdapat didalamnya. Berdasarkan pendekatan perbedaan simpanan karbon maka emisi disebabkan karena adanya perubahan penggunaan lahan dari pengggunaan lahan yang memiliki simpanan karbon tinggi ke penggunaan lahan dengan simpanan karbon yang lebih rendah.

(Sumber : WRI, 2006)

Gambar 2.4 Kontribusi Sektor Penggunaan Lahan Terhadap Emisi Total

Industri 14%

Pembangkit 24%

Transport 14% Gedung

8% Sumber energi yang

lain 5%

Penggun aan Lahan

18%

Pertanian 14%

Sampah 3%


(33)

Hasil penelitian dari World Resources Institute (WRI) memperlihatkan sumber-sumber emisi didunia pada periode tahun 2000, dimana total emisi diperkirakan mencapai 42 Gt CO2-eq, dikelompokan menjadi dua kelompok besar yaitu yang merupakan sektor energi dan bukan energi. Emisi akibat perubahan penggunaan lahan merupakan emisi yang tidak dalam ketegori energi bersama pertanian dan persampahan. Secara persentasi emisi dari sektor penggunaan lahan berkontribusi sebesar 18 % dari emisi total.

Emisi dari penggunaan lahan didorong oleh adanya kegiatan deforestasi yang sangat tinggi di beberapa negara dibelahan bumi, namun terkonsentrasi dibeberapa negara saja. Saat ini diperkirakan 30 % emisi dari penggunaan lahan berasal dari Indonesia dan lebih dari 20 % berasal dari Brazil. Emisi dari penggunaan lahan diperkirakan akan berkurang pada tahun 2050 mengingat pada tahun tersebut diperkirakan 85 % dari wilayah hutan di negara-negara tersebut telah dibuka (Stern, 2005).

(Sumber : Houghton, 2005)

Gambar 2.5 Aliran Karbon ke Atmosfer dari Perubahan Penggunaan Lahan di Beberapa Wilayah

Emisi CO2 dari perubahan penggunaan lahan disebabkan oleh beberapa fakor pemicu perubahan penggunaan lahan. Sebagian besar pemicu perubahan lahan disebabkan karena konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian. Kegiatan pertanian apa yang menjadikan konversi ini berbeda-beda antar wilayah. Di Afrika kegiatan pertanian dilakukan melalui kegiatan pertanian subsisten skala

-200.0 0.0 200.0 400.0 600.0 800.0 1000.0

1850 1860 1870 1880 1890 1900 1910 1920 1930 1940 1950 1960 1970 1980 1990 2000

A li ra n K a rbon (T g C /t a hun) Tahun Amerika Serikat Canada

Amerika Tengah dan Selatan

Eropa Afrika Utara dan Timur Tengah Afrika Tropis Rusia China

Asia Selatan dan Tenggara Wilayah Pasifik


(34)

kecil. Di Amerika Utara kegiatan pertanian dilakukan melalui kegiatan intensif untuk peternakan dan produksi kedelai untuk pemenuhan pasar ekspor. Di Asia Selatan kegiatan pertanian banyak di lakukan untuk kelapa sawit, kopi dan tanaman kayu. Pada tingkatan global perubahan penggunaan lahan dipicu oleh adanya pertambahan jumlah penduduk dan pendapatan, sedangkan pada tingkat lokal harga produk termasuk subsidi, infrastruktur, dan akses terhadap pasar, penguasaan lahan juga merupakan faktor pemicu perubahan lahan yang cukup dominan (Campos et al., 2005).

Permintaan terhadap hasil hutan merupakan faktor pemicu perubahan penggunaan lahan dibeberapa tempat. Kegiatan pengambilan kayu berkecenderungan mengambil kayu bernilai tinggi disertai dengan rusaknya tanaman disekitarnya, sehingga menyebabkan berkurangnya serapan karbon dari hutan tersebut. Jika kegiatan pengambilan kayu dilakukan secara berkelanjutan dengan tebang pilih dengan disertai menjaga dampak kerusakan yang lebih lanjut hal ini akan lebih baik dalam mempertahankan simpanan karbon, apalagi jika pohon hasil tebangan tersebut menjadi produk dengan umur pakai yang panjang. Emisi yang cukup signifikan terjadi di beberapa negara di Asia Tenggara disebabkan kebutuhan kayu yang tinggi untuk memenuhi pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula. Dampak yang lebih luas disebabkan karena pembangunan jalan untuk mengangkut peralatan dan membawa kayu keluar dari hutan, hal ini menjadikan hutan menjadi lebih rentan untuk penggunaan lebih lanjut menjadi permukiman dan kegiatn pertanian. Jalan baru yang dibuat biasanya akan membuka akses daerah terpencil dan memperdekat jarak ke pasar produk pertanian.

2.4. Mitigasi Perubahan Iklim

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa sistem iklim bumi telah mengalami perubahan semenjak sebelum masa industrial dan tanpa adanya respon kebijakan iklim, maka perubahan ini akan menjadi lebih besar, dan diperkirakan pada periode 2000-2100 akan terjadi perubahan temperatur sebsar 1,4 hingga

5,6oC (IPCC, 2001b). Artikel 2 dari United Nations Framework Convention on


(35)

terhadap perubahan iklim adalah " melakukan stabilisasi konsentrasi GRK di atmosfer pada tingkatan dimana dapat dicegah dampak yang berbahaya bagi manusia akibat sistem iklim". Sejauh mana tingkatan yang disasar dalam respon

tersebut adalah dengan mempertahankan kenaikan 1-3o C suhu permukaan bumi

dibanding sebelum era idustrial.

Mitigasi perubahan iklim adalah upaya untuk mengurangi dampak adanya perubahan iklim. Berbagai aktifitas telah direncanakan dan dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya perubahan iklim. Selain adaptasi, mitigasi perlu dilakukan untuk memperbaiki adanya dampak yang lebih serius terhadap fenomena perubahan iklim tersebut.

Dalam mewacanakan pentingnya upaya mitigasi secara bersama-sama, pada beberapa tingkat telah dikenal adanya upaya mitigasi yang dikenal dengan Global Apppropriate Mitigation Action (GAMA) untuk tingkat dunia, National Appropriate Mitigation Action (NAMA) untuk tingkat negara dan Local Appropriate Mitigation Action (LAMA) untuk tingkat lokal/sub-nasional. Tiga tingkat kerangka mitigasi tersebut harus dilakukan secara sinergis sehingga upaya yang dilakukan pada masing-masing tingkatan akan diikuti oleh tingkatan yang lain.

Berbagai aksi mitigasi saat ini sedang dibangun oleh berbagai pihak. Sektor kehutanan memiliki potensi yang sangat besar dalam upaya mitigasi ini. Potensi tersebut dapat dilihat dari semua sisi yaitu dalam mencegah adanya emisi dari penggantian penggunaan bahan bakar fosil, maupun sebagai penambat gas rumah kaca dengan tetap memberikan keuntungan lingkungan, ekonomi dan sosial. Perangkat kebijakan yang mempengaruhi kehutanan termasuk pembayaran penambat karbon untuk menstimulasi peningkatan simpanan karbon dan mengurangi pengembangan hutan dan juga pertanian perlu didesain sehingga mengurangi emisi dari sektor kehutanan (Alig et al., 2010).

Dalam aksi mitigasi pemerintah Indonesia perlu mengidentifikasi sumber-sumber emisi yang terjadi dimasa lalu, termasuk didalamnya melihat kontribusi emisi dari penggunaan lahan. Sektor penggunaan lahan, hutan, dan lahan gambut merupakan sektor yang menyumbang emisi terbesar di Indonesia yaitu sekitar


(36)

87,61 % diikuti persampahan (6,26 %), energi dan transportasi (4,95%), pertanian (1,04%) dan industri (0,13%).

Dalam menyusun aksi mitigasi perlu didefinisikan dan diukur terlebih dahulu baseline yang menjelaskan fakta yang terjadi pada masa lalu dan kondisi yang akan terjadi di masa yang akan datang. Dalam konteks emisi dan mitigasi perubahan iklim, Tingkat Emisi Acuan (Reference Level) merupakan pedoman yang perlu diacu untuk melihat dan mengukur kinerja suatu aksi mitigasi. Beberapa pendekatan telah direkomendasikan untuk menyusun Tingkat Emisi Acuan tersebut, diantaranya historical, adjusted historical dan forward looking.

2.5. Wilayah dan Pewilayahan

Pengertian wilayah seringkali bersinggungan dengan istilah-istilah lain seperti kawasan, daerah, regional, area, ruang dan beberapa istilah-istilah sejenis yang mirip dalam penggunaaannya walaupun masing-masing memiliki penekanan pemahaman yang berbeda-beda. Terdapat beberapa definisi yang telah dibuat oleh para ahli, sedangkan definsi formal yang termuat dalam UU No 26 tahun 2007 bahwa wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.

Definsi umum yang banyak digunakan adalah wilayah merupakan suatu unit geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu) dimana komponen-komponennya memiliki arti dalam pendeskripsian fenomena, perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pembangunan, namun demikian tidak ada konsep wilayah yang benar-benar diterima secara luas (Notohadiprawiro, 1978). Perkembangan kemudian adalah bahwa para ahli cenderung mengabaikan perbedaan-perbedaan konsep wilayah yang terjadi, namun lebih berfokus pada masalah dan tujuan pengembangannya.

Secara singkat bahwa fokus dan tujuan-tujuan pengembangan wilayah merupakan wahana untuk melakukan penyederhanaan, wahana untuk mendeskripsikan, dan penggunaannya sebagai landasan dalam pengelolaan. Dalam penelitian ini konsepsi wilayah sangat penting artinya untuk membantu


(37)

mengkarakterisasi wilayah dan sub wilayah menjadi suatu unit perencanaan yang akan digunakan dalam pengelolaan wilayah tersebut.

Jika dilihat dari pendekatan homogen seperti dalam Gambar 2.6, homogen diartikan bahwa wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen, sedangkan faktor-faktor-faktor-faktor yang tidak dominan bisa saja beragam (heterogen). Berdasarkan pendekatan sistem maka wilayah dapat dikelompokan menjadi sistem sederhana dan kompleks, sedangkan berdasarkan wilayah perencanaan, wilayah dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah baik sifat alamiah maupun non alamiah sehingga perlu perencanaan secara integral dan dalam prakteknya, wilayah perencanaan umumnya didasarkan atas asumsi-asumsi wilayah alamiah (Rustiadi et al., 2012).

Sumber : Rustiadi et al., 2012

Gambar 2.6. Klasifikasi Konsep Wilayah

Konsepsi pewilayahan dalam kegiatan perencanaan memegang peranan yang sangat penting, sehingga mutlak perlu dipahami oleh semua pihak termasuk didalamnya perencana. Hal tersebut didasarkan pada bahwa pewilayahan sangat


(38)

berguna untuk mengetahui variasi karakter dalam suatu wilayah tertentu. Pewilayahan diartikan sebagai usaha untuk membagi-bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula. Pembagiannya dapat mendasarkan pada kriteria-kriteria tertentu seperti administratif, politis, ekonomis, sosial, kultural, fisik, dan geografis.

Konsepsi pewilayahan selanjutnya digunakan untuk mendefinisikan unit perencanaan dalam penelitian, dimana seluruh bagian wilayah akan dikarakterisasi berdasarkan beberapa kriteria seperti fungsional, administrasi dan kebijakan politik. Pewilayahan ini dilakukan mentikberatkan kepada tujuan yang akan dibangun dibandingkan dengan aplikasi secara merta terhadap suatu definisi wilayah tertentu.

2.5. Perencaaan Tata Ruang dan Mitigasi Perubahan Iklim

Dalam pengertian yang umum, perencanaan merupakan upaya cermat dan sistematis untuk menentukan pilihan guna mencapai tujuan masa yang akan datang dengan menggunakan seluruh sumber daya yang dimiliki. Dalam konteks keruangan atau yang lebih dikenal dengan perencanaan tata ruang, merupakan sebuah upaya untuk melakukan perencanaan terhadap ruang berdasarkan pertimbangan potensi sumber daya yang dimiliki untuk menciptakan keseimbangan secara berkelanjutan dan menampung seluruh kepentingan dari pihak-pihak yang berkepentingan secara langsung dan tidak langsung dengan penggunaan ruang.

Setidaknya terdapat tiga tantangan utama untuk memfungsikan perencanaan tata ruang sebagai salah satu strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yaitu politik desentralisasi, gap kebijakan, dan kapasitas kelembagaan. Proses desentralisasi yang dijalani oleh beberapa negara namun dalam prakteknya tidak secara total memberikan kewenangan-kewenangan yang ada (Manda, 2006). Perbedaan kebijakan antar lembaga juga merupakan tantangan tersendiri dalam implementasi tata ruang. Menyangkut kapasitas kelembagaan, UNFCC menyebutkan bahwa beberapa negara yang belum membangun masih membutuhkan perencanaan yang lebih sistematis dan pengembangan kapasitas.


(39)

Pada tingkat makro atau nasional secara formal dikenal terdapat dua jenis perencanaan yaitu perencanaan pembangunan dan perencanaan tata ruang. Dilihat dari tujuan keduanya memiliki kesamaan yaitu untuk mencapai pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Berdasarkan kenyataan pada awalnya seringkali perencanaan pembangunan dan perencanaan keruangan berjalan masing-masing. Hal ini disebabkan karena terdapat perbedaan proses dan kerangka waktu dalam pelaksanaannya. Hal ini memunculkan kurangnya fokus dibeberapa tingkatan pembuatan perencanaan pembangunan dan perencananaan tata ruang. Berbagai peraturan saat ini sudah disusun untuk mampu mengkombinasikan kedua jenis perencanaan tersebut. Konsistensi dan kompromi dari kedua jenis perencanaan ini akan mampu mencapai efektifitas dan efisiensi dalam pelaksanaaan pembangunan serta tingkat keberhasilan dari perencanaan yang sudah dibangun.

Perencanan penggunaan lahan merupakan salah satu bagian dari perencanaan keruangan yang bertujuan untuk menempatkan lahan sebagai obyek kajian diharapkan memberikan kemanfaatan secara optimal, efisien, adil dan berkelanjutan. Perencanaan penggunaan lahan sangat penting mengingat adanya keterbatasan lahan dilihat dari kemampuannya dalam menyediakan berbagai faktor produksi, demikian juga sumber daya yang lain. Perencanaan penggunaan lahan berkenaan dengan aspek kebutuhan, tantangan dan kesempatan dari para pihak.

Isu perubahan iklim adalah bagian dari tantangan yang lebih besar dari pembangunan berkelanjutan. Hasilnya adalah bahwa kebijakan perubahan iklim akan berhasil apabila secara konsisten diintegrasikan dengan strategi pembangunan yang lebih luas yang dibuat untuk membuat arah pembangunan daerah dan nasional yang lebih langgeng (sustain) (IPCC, 2001b).

Dalam topik perubahan iklim dan pembuatan kebijakan strategis saat ini tumbuh literatur pembangun dan kebijakan dengan sangat cepat, dimana didalamnya tidak hanya membangun visi masa depan tetapi lebih menekankan alur cerita atau skenario masa depan. Skenario didefinisikan sebagai adanya kejelasan, konsistensi internal, deskripsi yang masuk akal dari masa depan negara


(40)

dunia, digunakan untuk menginformasikan kecenderungan masa depan, keputusan potensial atau konsekuensinya (UKCIP, 2001).

Saat ini telah muncul kesadaran yang luas bahwa tata ruang memberikan dua manfaat terhadap isu perubahan iklim yaitu dalam konteks adaptasi dan adaptasi. Dalam konteks adaptasi, tata ruang terkait dengan perannya terhadap pengurangan dampak yang parah akibat perubahan iklim, sedangkan dalam konteks mitigasi tata ruang berkaitan dengan upaya mengurangi tingkat emisi yang menyebabkan adanya perubahan iklim (Davoudi et al., 2009).

Sebagai salah satu bagian dalam perencanaan tata ruang, perencanaan penggunana lahan memegang peranan penting dalam alokasi fungsi lahan dalam suatu bentang lahan. Perencanaan penggunaan lahan berfungsi untuk mengoptimalkan keberadaan lahan untuk tujuan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Sebagaimana telah disadari bahwa faktor pemicu perubahan penggunaan lahan yang menyebabkan perubahan iklim adalah karena adanya konversi lahan secara tidak terkendali. Hal tersebut disebabkan karena tidak adanya pertimbangan yang matang untuk dapat menjaga keberlanjutan manfaat dari penggunaan lahan yang ada. Perencanaan penggunaan lahan dengan implementasi serta monitoring yang memadai, akan menyebabkan terjaganya seluruh manfaat lahan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan mempertahankan fungsi lingkungan dan sosial.

Lahan didefinisikan sebagai suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di atas dan di bawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah, batuan induk, relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu dan sekarang. Lahan sebagai sebuah entitas memiliki dua fungsi utama yaitu fungsi ekonomi dan ekologi. Dalam fungsi ekonomi, lahan merupakan wahana untuk melakukan aktivitas untuk mendapatkan berbagai bioproduk yang dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia, selain itu juga dilihat dari asalnya lahan telah menyediakan berbagai manfaat yang dapat digunakan untuk kesejahteraan manusia juga contohnya adanya berbagai jenis vegetasi dan satwa yang ada di dalamnya. Secara ekologi,


(41)

lahan menyediakan berbagai manfaat lingkungan seperti keamanan, keindahan, cadangan air, dan keseimbangan alam (Wu, 2008).

Merupakan sebuah keharusan adanya sinergitas antara manfaat ekonomi dan ekologi apabila kesadaran jangka panjang akan dibangun. Disinilah konteks dimana perencanaan tata ruang dapat memainkan peranan penting, bukan hanya alat teknis dimana kebijakan perubahan iklim dijalankan akan tetapi merupakan arena yang sangat demokratis dimana proses negosiasi terhadap berbagai perbedaan kepentingan dapat dilakukan, berbagai suara dapat didengar, dan sinergi penggunaan ruang dapat dicapai.

Perencanaan tata ruang sebagaimana diidentifikasi perannya oleh beberapa penulis dan dalam berbagai laporan dalam mencapai pembangunan berkelanjutan dan menjawab penyebab dan konsekuensi dari perubahan iklim. Sebagai contoh dalam dokumen IPCC menyebutkan bahwa kebijakan dan alat untuk menjawab mitigasi perubahan iklim melalui pengaturan penggunaan lahan, dan perencanaan infrastruktur dan program pengelolaan permukiman (IPCC, 2007a). Dalam Stern Review juga disebutkan mengenai pentingnya tata ruang dalam mitigasi perubahan iklim dimana disebutkan bahwa untuk mengurangi dampak perubahan iklim seperangkan kebijakan sangat diperlukan. Stern menyarankan melalui pajak dan perdagangan, penentuan harga karbon dan inovasi teknologi. Laporan tersebut juga menjelaskan agar peraturan yang ada meningkatkan efisiensi melalui koordinasi strategis terhadap pasar, sebagai contoh dengan mengurangi permintaan akan transport dalam jangka panjang melalui perencanaan penggunaan lahan yang integratif dan pembangunan infrastrukstur (Stern, 2007).

Dalam konteks perubahan iklim, perencanan tata ruang membutuhkan pemahaman yang menyeluruh terhadap sumber daya alam dan lingkungan yang mendasari kehidupan manusia. Perubahan iklim tidak hanya dalam isu lingkungan akan tetapi cukup menjangkau isu distribusi dan akses terhadap sumberdaya alam seperti atmosfer, sumberdaya energi dan air, termasuk didalamnya lahan, kesemuaanya masuk di dalam ranah perencanaan tata ruang. Perencanaan membutuhkan integrasi dan koordinasi antara faktor penyebab dan hasil dari sektor kebijakan, dan integrasi dengan pengelolan kebutuhan dalam mempengaruhi pilihan masyarakat.


(42)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini merujuk pada kerangka pemikiran bahwa paradigma pembangunan berkelanjutan perlu diaplikasikan dalam berbagai pendekatan yang lebih operasional. Salah satu interpretasi konsep pembangunan berkelanjutan yang dimaksud adalah dengan menjaga ketersediaan lahan yang berfungsi sebagai penambat (carbon sink) dan dengan tetap menjaga manfaat ekonomi lahan, yang diperlukan untuk kebutuhan pembangunan wilayah.

Kegiatan mempertahankan fungsi penambat karbon dilakukan untuk mencegah emisi karbon, melalui upaya untuk mempertahankan cadangan yang disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan sebagai penyebab signifikan terhadap terjadinya perubahan iklim global. Upaya pengendalian emisi karbon tidak semata-mata menjaga simpanan karbon yang akan memberikan keuntungan bagi kemaslahatan seluruh umat manusia di bumi akan tetapi perlu memperhatikan keberlanjutan pembangunan dan penciptaan pertumbuhan ekonomi wilayah. Inisiatif ini perlu mendapatkan dukungan dari berbagai pihak secara bersama-sama untuk mensukseskan aktivitas lokal yang menimbulkan dampak secara global.

Perubahan penggunaan dan tutupan lahan (Land Use-Land Cover/LULCC)

merupakan salah satu bagian dari faktor yang terkait dengan penyebab emisi karbon dimana merepresentasikan beberapa jenis perubahan lain yang mengikutinya. Salah satu perubahan penting yang terjadi adalah perubahan kerapatan karbon (carbon density). Sebagian perubahan tersebut adalah perubahan menjadi rendahnya kerapatan karbon diberbagai penggunaan lahan. Hal ini terjadi karena pemanfaatan lahan bervegetasi (hutan dan wanatani) yang dimanfaatkan sebagai penggunaan lain seperti permukiman, lahan pertanian, dan terdegradasinya penggunaan lahan menjadi lahan terbuka.

Hutan alami merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan pertanian. Hal ini disebabkan karena hutan alami memiliki keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan seresah yang


(43)

banyak, yang merupakan gudang penyimpan karbon tertinggi. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau ladang penggembalaan, maka jumlah karbon tersimpan akan menurun (Hairiah et al., 2007).

Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran

Gambar 3.1 di atas menggambarkan kerangka pemikiran yang dibangun dalam penelitian. Dalam skala bentang lahan di wilayah Kabupaten Merangin dengan menggunakan dua data tutupan lahan yang berbeda dapat dianalisis perubahan penggunaan lahannya. Analisis ini kemudian dilanjutkan dengan melihat dampak perubahan penggunaan lahan terhadap perubahan simpanan karbon dan dampak terhadap terhadap total manfaat ekonomi lahan. Total manfaat ekonomi lahan tersebut diperoleh dari data nilai bersih saat ini (net present value) yang menunjukkan tingkat keuntungan dari masing-masing penggunaan lahan.

Penelitian ini juga menganalisis berbagai kebijakan terkait pembangunan daerah dan kebijakan pembangunan khusus terkait komitmen pemerintah dalam penurunan emisi. Kebijakan terkait pengurangan emisi menghasilkan


(44)

pilihan-pilihan kegiatan terkait yang dapat mengurangi emisi di Kabupaten Merangin, namun demikian kebijakan tersebut perlu memperhatikan kebutuhan pembangunan daerah yang berbasis ruang, dan perencanaan tata ruang daerah yang sudah memiliki kekuatan hukum. Sinergi ini diharapkan akan memastikan tidak terjadinya kebijakan pembangunan yang saling bertentangan khususnya pengaturan ruang dan penggunaan lahan.

Skenario penggunaan lahan yang dihasilkan dalam penelitian ini disusun melalui serangkaian pemahaman integrasi kebutuhan upaya pengurangan emisi dengan memperhatikan kareakteristik daerah, pada area-area sumber emisi dominan, dan dengan memperhatikan manfaat ekonomi dari masing-masing jenis penggunaan lahannya. Dalam membangun skenario penggunaan lahan, dilakukan melalui proses diskusi untuk menangkap perspektif para pihak yang berkepentingan dalam kegiatan pembangunan daerah di lokasi penelitian.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Merangin Provinsi Jambi dengan jangka waktu selama 5 bulan dimulai sejak Bulan Maret hingga Juli 2014.


(45)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan adalah ini data citra penginderaan jauh periode 1990-an, 1995, 2000, 2005, dan 2010-an, berbagai informasi yang diperoleh melalui kegiatan survey dan ground thruting, FGD (Focus Group Discussion), dan wawancara dengan berbagai pihak yang berkaitan dengan kegiatan penelitian.

Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi pemerintah seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Perpustakaan dan dinas terkait lainnya baik dilingkup Pemerintah Kabupaten Merangin maupun lembaga yang berada di luar Pemkab Merangin. Beberapa data juga didapatkan dari berbagai sumber hasil penelitian sebelumnya yang sudah dipublikasikan.

3.4. Metode Analisis Data

Kegiatan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan empat analisis yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Beberapa penjelasan mengenai tujuan, jenis data, sumber data, teknik analisis dan hasil yang diharapkan dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Metode Analisis Data

NO TUJUAN JENIS DATA SUMBER

DATA TEKNIK ANALISIS HASIL YANG DIHARAPKAN 1 Mengidentifikasi dinamika penggunaan lahan Citra Penginderaan Jauh (Citra Satelit Landsat) USGS Glovis US Digital Image Processing Analisis dinamika penggunaan lahan Peta tutupan lahan

Hasil Analisis Spatial overlay

2

Memperkirakan laju emisi CO2 akibat perubahan penggunaan lahan Rencana pembangunan berbasis keruangan (RPJMD, RTRW Kabupaten Merangin Bappeda Merangin, BPS Merangin, Dinas Kehutanan Spatial overlay, Rekonsiliasi dan Focus Group

Discussion(FGD) Unit Perencanaan Kabupaten Merangin

Ijin lokasi pembangunan


(46)

Peta Tutupan lahan di beberapa titik waktu

Hasil Analisis Stock Difference Approach,

penghitungan dilakukan dengan bantuan software

Perkiraan laju emisi masa lalu Simpanan karbon berbagai penggunaan lahan Hasil-hasil penelitian

NPV dari beberapa penggunaan lahan yang terdapat di Kabupaten Merangin 3 Menghitung tingkat emisi acuan (reference emission level) Laju perubahan penggunaan lahan masa lalu Hasil perhitungan Linear projection, proyeksi dilakukan dengan bantuan software

Proyeksi emisi CO2 kumulatif hingga tahun 2030 dengan pendekatan historical projection Definisi dan alokasi penggunaan lahan pada tiap unit perencanaan Hasil FGD yang dilakukan bersama stakeholders Linear projection, proyeksi dilakukan dengan bantuan software

Rencana penggunaan lahan pada setiap pola ruang RTRW

RTRW Kabupaten Merangin Proyeksi emisi berdasarkan rencana penggunaan lahan

Proyeksi emisi CO2 kumulatif hingga tahun 2030 dengan pendekatan

forward looking

4 Mengidentifikasi aksi mitigasi potensial dan memperkirakan penggunaan lahan masa depan, serta dampaknya terhadap emisi dan ekonomi Sumber-sumber emisi utama di Kabupaten Merangin

Hasil analisis FGD untuk melakukan kompilasi dan menyeleksi beberapa aksi mitigasi

Aksi mitigasi berbasis lahan di Kabupaten Merangin Isu-isu strategis pengelolaan lahan Dokumen perencanaan pembangunan dan hasil penelitian sebelumnya Skenario/aksi mitigasi terpilih

Hasil Analisis Pemodelan perubahan penggunaan lahan menggunakan LCM -Idrisi Komposisi dan peta penggunaan lahan yang akan datang berdasarkan skenario/aktivitas mitigasi Komposisi penggunaan lahan masa yang akan

Hasil analisis Penghitugan matematis dengan software

untuk mengetahui

Perkiraan dampak emisi dan ekonomi dari penggunaan


(47)

datang dampak

penurunan emisi dan manfaat ekonomi penggunaan lahan

lahan akiibat mitigasi perubahan iklim

Data karbon dan NPV dari setiap

penggunaan lahan

Hasil penelitian sebelumnya

3.4.1. Mengidentifikasi Dinamika Penggunaan Lahan

Untuk mengidentifikasi dinamika penggunaan lahan yang ada di daerah penelitian dilakukan melalui pembuatan peta tutupan/penggunaan lahan di beberapa titik waktu yaitu tahun 1990, 2000, 2005, dan 2010 dan dilanjutkan dengan analisis dinamika penggunaan lahan. Pembuatan peta tutupan lahan dilakukan melalui serangkaian kegiatan pemrosesan citra digital melalui proses koreksi geometrik, koreksi radiometrik, dan klasifikasi citra untuk menghasilkan peta tutupan lahan. Berdasarkan pertimbangan hasil dan proses pengerjaannya klasifikasi citra dilakukan menggunakan metode Object Base Classification.

Analisis lanjutan dalam Geographic Information System (GIS) dilakukan untuk meng-overlay peta format raster menggunakan fasilitas combine dalam

ARCGIS. Hasil operasi ini akan menghasilkan satu peta dengan informasi utuh yang mengandung kombinasi peta tutupan lahan dari beberapa titik waktu. Untuk mengelaborasi data ini menjadi berbagai informasi dinamika penggunaan lahan terlebih dahulu dilakukan dengan meng-ekspor informasi tabel dari peta hasil

overlay dalam format dbf, dan kemudian membukanya dengan software spreadsheet dan memanfaatkan fasilitas pivot table untuk mengolah lebih lanjut.

3.4.2. Memperkirakan Laju Emisi CO2 Akibat Perubahan Penggunaan Lahan 3.4.2.a. Pembuatan Unit Perencanaan

Pembuatan unit perencanaan dilakukan dengan menumpangsusunkan beberapa data spasial yang telah dikumpulkan. Tujuan pembuatan unit perencanaan adalah untuk mendefinisikan dan membagi setiap wilayah di Kabupaten Merangin kedalam area-area khusus berdasarkan kebijakan alokasi ruangnya. Pembuatan unit perencanaan ini dimaksudkan untuk mengenali


(48)

pola perubahan penggunaan lahan berdasarkan kebijakan alokasi ruang tersebut serta membantu dalam menyusun aktivitas penurunan emisinya.

Secara umum dua kegiatan utama yang dilakukan untuk membangun unit perencanaan ini dalam teknis pembuatan unit perencanaan dilakukan dengan

spatial analysis dan rekonsiliasi atau menentukan kategori unit perencanaan tertentu jika terdapat konflik polygon dengan unit perencanaan yang berbeda. Rekonsiliasi ini dilakukan dengan melakukan diskusi dengan parapihak yang ada di Kabupaten Merangin hingga mencapai kesepakatan.

3.4.2.b. Memperkirakan Laju Emisi CO2 Akibat Perubahan Penggunaan Lahan Pendekatan Stock-Difference merupakan salah satu pendekatan yang sudah banyak digunakan untuk memperkirakan emisi berbasis penggunaan lahan. Formulasi untuk memperkirakan laju emisi berdasarkan perubahan simpanan karbon tersebut terdapat pada formula berikut (IPCC, 2007b) :

ΔC = ( Ct2 Ct1 ) / ( t2 - t1 ) Keterangan :

ΔC : Simpanan karbon pada skala bentang lahan (ton C/tahun) Ct1 : Simpanan karbon pada waktu t1 (ton C)

Ct2 : Simpanan karbon pada waktu t2 (ton C)

Dalam perhitungannya, jenis penggunaan lahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari delapan belas (18) kategori dan melebihi standar umum yang ditetapkan oleh IPCC. Perubahan simpanan karbon keseluruhan penggunaan lahan yang meliputi Agriculture, Forestry and Other Land Use (AFOLU)

diformulasikan sebagai berikut (IPCC, 2007b) :

ΔC AFOLU = ΔC FL + ΔC CL + ΔC GL + ΔC WL + ΔC SL + ΔC OL Keterangan :

ΔC : Perubahan simpanan karbon

AFOLU : Lahan Pertanian, Hutan dan Penggunaan lain (Agriculture, Forestry and Other Land Use)

FL : Hutan ( Forest Land)


(49)

GL : Padang rumput (Grassland)

WL : Lahan basah/lembab (Wetlands)

SL : Permukiman (Settlement)

OL : Penggunaan lahan lain (Other Land use)

3.4.3. Penyusunan Tingkat Acuan / Reference Level (RL)

Reference Level merupakan ukuran yang menjadi acuan kejadian emisi di suatu wilayah pada suatu segmen waktu tertentu. Penelitian ini menggunakan istilah penyusunan RL dikarenakan sudah mempertimbangkan adanya sekuestrasi dalam skala bentang lahan. Hal ini dapat dipahami karena beberapa pihak sering menggunakan istilah reference emission level (REL) dikarenakan dalam perhitungannya hanya menggunakan data emisi saja atau belum memperhatikan adanya sekuestrasi. Dua pendekatan yang banyak digunakan di beberapa negara digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan historical dan forward looking. Pendekatan historical dilakukan dengan melakukan proyeksi penggunaan lahan dimasa yang akan datang menggunakan laju perubahan di masa lalu sebagai base year, sedangkan pendekatan forward looking dilakukan dengan memperkirakan emisi yang akan datang menggunakan rencana pembangunan yang dilakukan pada tiap unit perencanaan, dan berdasarkan perubahan penggunaan lahan sebagai interpretasi parapihak terhadan pola ruang RTRW Kabupaten Merangin.

Proyeksi penggunaan lahan dengan pendekatan historis dilakukan dengan

land change modeler menggunakan data tutupan lahan tahun 2005-2010 dengan beberapa driver perubahan penggunaan lahan. Driver yang digunakan adalah ketinggian tempat, kelerengan, jarak dari jalan, jarak dari sungai, jarak dari permukiman, jarak dari hutan, jarak dari Hutan Tanaman Industri (HTI), dan jarak dari Hak Penguasaan Hutan (HPH).

Dari beberapa penelitian sebelumnya, terdapat beberapa tools untuk menyusun RL seperti Forest Area Change Model, Geographical Modelling, Global Timber Model, dan Land Use Carbon Sequestration Model. Penelitian ini menggunakan tools yang dikembangkan oleh World Agroforestry Centre (ICRAF)


(1)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Beberapa simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kabupaten Merangin menggambarkan relasi antara manusia dengan lingkungan, yang ditunjukan dengan berkurangnya luas tutupan hutan dengan laju rata-rata deforestasi pada periode 2005-2010 sebesar 15.728 ha/tahun sedangkan laju degradasi hutan sebesar 49.856 ha/tahun, serta disertai meluasnya berbagai jenis penggunaan lahan yang lebih berorientasi ekonomi.

2. Laju emisi historis Kabupaten Merangin selama periode 2005-2010 adalah sebesar 13.312.613,70 ton CO2-eq/tahun dimana Taman Nasional, Ijin Perkebunan, dan Perkebunan Rakyat merupakan unit perencanaan dengan laju emisi CO2 terbesar yang terjadi selama tahun 2005-2010 dari kegiatan perubahan penggunaan lahan.

3. Emisi kumulatif tahun 2005 - 2030 yang menunjukkan tingkat acuan (reference level) berdasarkan pendekatan historical projection sebesar 166.078.842,12 ton CO2-eq, sedangkan emisi kumulatif berdasarkan pendekatan forward looking sebesar 65.833.993,33 ton CO2-eq, hal tersebut membuktikan identifikasi rencana penggunaan lahan terhadap pola ruang RTRW Kabupaten Merangin menunjukkan rendahnya proyeksi emisi CO2 yang akan datang.

4. Aktivitas mitigasi yang telah disepakati oleh stakeholders dan sebagai hasil penelitian ini terdiri dari aktivitas mitigasi pada Taman Nasional, Ijin Perkebunan, Perkebunan Rakyat, dan Hutan Desa dimana aktivitas mitigasi di Taman Nasional akan memberikan dampak penurunan emisi terbesar yaitu sekitar 33 % terhadap tingkat acuan-nya, dengan adanya kemungkinan penurunan dampak ekonomi penggunaan lahan sebesar 6 %.

5.2. Saran

Beberapa saran yang dapat disampaikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :


(2)

1. Bagi Pemerintah Kabupaten Merangin menunjukkan perlunya kebijakan terkait penegakan implementasi tata ruang wilayah secara lebih tegas, mengingat tingginya emisi CO2 yang terjadi di Unit Perencanaan Taman Nasional

2. Beberapa aksi mitigasi yang dibuat menunjukkan keinginan pemerintah kabupaten untuk melakukan intervensi pada unit perencanaan yang sebenarnya bukan merupakan kawasan lindung, akan tetapi dengan tingginya potensi dampak penurunan emisi yang terdapat pada unit perencanaan tersebut menjadikan usulan aktivitas mitigasi ini perlu untuk didukung.

3. Diperlukan penelaahan lebih lanjut untuk membagi kewenangan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten terkait kebijakan di masing-masing unit perencanaan sehingga aktivitas mitigasi yang direncanakan tersebut dapat berhasil.

4. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menyusun rencana aksi terkait kondisi pemungkin dan kegiatan penunjang yang diperlukan untuk menunjang pelaksanana aktivitas mitigasi yang telah disusun.

5. Mendorong dibuatnya Rencana Aksi Daerah (RAD) yang disusun oleh kabupaten sebagai bentuk pelaksanakan kegiatan mitigasi perubahan iklim yang lebih bersifat operasional.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alig R, Latta G, Adams D, McCarl B. 2010. Mitigating Greenhouse Gases: The Importance of Land Base Interactions Between Forests, Agriculture, and Residential Development in the Face of Changes in Bioenergy and Carbon Prices. Journal of Forest and Economics 12: 67-75.

[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Merangin . 2012. Merangin Dalam Angka. Kabupaten Merangin

[BPS] Badan Pusat Statistik, 2012. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas):2012, Jakarta.

Campos CP, Muylaert MS, Rosa LP. 2005. Historical CO2 Emission and Concentrations due to Land Use Change of Croplands and Pastures by Country. Science of Total Environment 346: 149-155. Elsevier Science Ltd. Davoudi S, Crawford J., Mehmood A, (Editors). 2009. Planning for Climate

Change; Strategies for Mitigation and Adaptation for Spatial Planners. London, UK : Earthscan.

Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Kabupaten Merangin, 2014. Statistik Kehutanan Kabupaten Merangin, Merangin, (ID).

[DEFRA] Department for Environment, Food and Rural Affairs. 2005. Climate Change and The Green House Effect: a Briefing from Tthe Hadley Centre. Tersedia dari :

http://www.metoffice.com/research/hadleycentre/pubs/brochures/2005/climat e_greenhouse.pdf

Firman T., Surbakti I, Idroes I, Simarmata H. 2011. Potential climate-change related vulnerabilities in Jakarta:Challenges and current status, Journal of Habitat International 35: 372-378.

Galudra G, Agung P, Suyanto, van Noordwijk, Pradhan U. 2011. Enabling Strategy, Legal and Policy Environments for Low-Carbon Emission Development Pathways and Promotion of Profitble, Diverse Agroforestry and Sustainable livelihoods. Climate and Land-Use Alliance (CLUA) Final Report. Bogor, Indonesia, World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Program

Hairiah K, Hamid A, Widianto, Kurniawan S, Wicaksono KS, Sari RR, Lestariningsih ID, Lestari ND. 2010. Potensi Kawasan Tahura R. Soerjo Sebagai Penambat Dan Penyimpan Karbon. Universitas Brawijaya, Fakultas Pertanian, In Press.

Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran „Karbon Tersimpan‟ Di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office, Universitas Brawijaya, Indonesia. 77 hal.

Hansen M C, Stehman SV, Potapov PV, Arunarwati B, Stolle, Pittman. 2009. Quantifying Changes in the Rates of Forest Clearing in Indonesia from 1990 to 2005 Using Remotely Sensed Data Sets, Environment Research Letters 4:034001 (12pp).

Harja D, Dewi S, Noordwijk MV, Ekadinata A, Rahmanulloh A, Johana F. 2012. REDD Abacus SP-User Manual and Software, Bogor, Indonesia, World Agroforestry Centre-ICRAF, SEA Regional Office. 89p.

Houghton, R.A. Tropical Deforestation as a Sources of Green House Gass Emission in Tropical Deforestation and Climate Change.(P. Moutinho and


(4)

S.Schwartzman, Eds) Amazon Institute for Environmental Research: Para, Brazil. pp.13-21.

[IDAG] International Ad Hoc Detection Group. 2005. Detecting and attributing external influences on the climate system: a review of recent advances, Journal of Climate 18: 1291-1314

[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2001a, Climate change 2001: Summary for Policy Makers, A Contribution of Working Groups I, II and III to the Third Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change, Watson RT, and the Core Writing Team (Eds.), Cambridge: Cambridge University Press.

[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2001b, Climate change 2001: The Scientific Basis.Contribution of Working Group I to the Third Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change, Houghton JT, Ding Y, Griggs DJ (Eds.), Cambridge: Cambridge University Press.

[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2006. Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories, Prepared by the National Greenhouse Gas Inventories Programme, Eggleston H.S., Buendia L., Miwa K., Ngara T. and Tanabe K. (Eds). Published: IGES, Japan.

[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2007a. Climate Change 2007: Synthesis Report. Contribution of Working Groups I, II and III to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. R. K. Pachauri and A. Reisinger (Eds). Geneva.

[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2007b. Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change, S. Solomon, D. Qin, M. Manning, Z. Chen, M. Marquis, K. B. Averyt, M. Tignor and H. L. Miller (Eds), Cambridge and New York: Cambridge University Press.

[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2007c. Climate Change 2007: Impacts, Adaptation and Vulnerability. Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change, M. L. Parry, O. F. Canziani, J. P. Palutikof, P. J. van der Linden and C. E. Hanson (Eds). Cambridge: Cambridge University Press. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2007d. Climate Change

2007: Mitigation. Contribution of Working Group III to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. B. Metz, O. R. Davidson, P. R. Bosch, R. Dave, L. A. Meyer (Eds). Cambridge and New York: Cambridge University Press.

[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2007e. Summary for Policymakers. In: B. Metz, O. R. Davidson, P. R. Bosch, R. Dave and L. A. Meyer (Eds), Climate Change 2007: Mitigation. Contribution of Working Group III to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change, Cambridge and New York: Cambridge University Press. Khan, M.Y. 1993. Theory & Problems in Financial Management. Boston, USA:

McGraw Hill Higher Education. ISBN 978-0-07-463683-1.

Koomen E, Rietveld P, Nijs Ton de. 2007. Modelling Land-use Change for Spatial Planning Support, Ann. Reg Sci 42:1-10, Springer-Verlag.


(5)

Lambin E.F, Meyfroidt P. 2010, Land Use Transitions: Socio-Ecological Feedback Versus Socio-Economic Change, Land Use Policy 27 (2): 108-118. Manda, M.A.Z., 2006. Can Malawi Meet MDG 7. In : Manda, M.AZ., Kaunda, M. (Eds). Local Governance and Planning in Malawi. Malawi Institute of Physical Planners. Lilongwe, pp.61-79.

Meyfroidt P, Lambin E.F. 2009. Forest Transition In Vietnam And Displacement Of Deforestation Abroad, Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 106 (38) : 16139-44.

Notohadiprawiro T. 1978. Suatu Konsep Tentang Wilayah dan Perwilayahan. Lokakarya Program Studi Perancangan dan Pembangunan Regional UGM, Yogyakarta, ID.

Pemerintah Kabupaten Merangin, 2014. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Merangin Tahun 2014-2020.

Pielke R A Sr. 2002. The Influence of Land-Use Change and Landscape Dynamics on The Climate System; Relevance to Climate Change Policy Beyond The Radiative Effect of Greenhouse Gases, Phil. Trans R, Soc. Lond. A 360, 1705-1719, The Royal Society.

Rudel, T. K., Schneider L, Uriarte M. 2010, Forest Transitions: An Introduction, Land Use Policy 27 (2): 95-97.

Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju Dyah R. 2012. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Jakarta, ID : Yayasan Obor Indonesia.

Stern N. 2007, The Economics of Climate Change: The Stern Review, Cambridge, USA : Cambridge University Press.

Sanderson J, Islam S.M.N. 2007. Climate Change and Economic Development, New York, USA: Palgrave Macmillan.

Turner, D. P., M. Guzy, M. A. Lefsky, W. D. Ritts, S. Van Tuyl, and B. E. Law. 2004. Monitoring Forest Carbon Sequestration With Remote Sensing and Carbon Cycle Modeling. Environmental Management 33:457–466

[UKCIP] United Kingdom Climate Impact Programme. 2001. Socio-Economic Scenarios For Climate Change Impact Assessment: A Guide To Their Use In The UK Climate Impacts Programme, Oxford

Vuuren D, Elzen M, Lucas P, Eickhout B, Strengers B, Rijven B, Wonink S, Houdt R. 2007. Stabilizing Greenhouse Gas Concentrations at Low Levels: an Assessment of Reduction Strategies and Costs, Journal of Climatic Change 81:119–159.

[WRI] World Resources Institute. 2006. Climate Analysis Indicators Tool (CAIT) On-Line Database Version 3.0., Washington, DC, Tersedia dari : http://cait.wri.org

Wu J.2008. Land Use Changes: Economic, Social, and Environmental Impacts, Choice 4th Quarter: 23 (4): 6-10

Yusuf A, Fransisco H. 2009. Climate Change Vulnerability Mapping For Southeast Asia. Singapore: Economy and Environment Program for Southeast Asia (EEPSEA).


(6)