Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah pada Sektor Agribisnis

128 Asumsi selanjutnya yang harus dipenuhi adalah heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi masalah ini dapat dilihat melalui gambar plot residual Lampiran 3. Dari grafik plot tersebut diketahui bahwa data tersebar ada yang di bawah nol dan ada yang di atas nol. Selain itu, data juga tidak menggambarkan pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. Dapat dilihat pada Lampiran 3, dimana hasil uji Bartlett didapatkan P-value yang lebih besar dari α sebesar lima persen yaitu sebesar 0,552. Berdasarkan hasil pengujian tersebut asumsi heteroskedastisitas sudah terpenuhi.

7.3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah pada Sektor Agribisnis

Analisis regresi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis adalah analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Faktor-faktor tersebut, yaitu jumlah tanggungan keluarga X 1 , keuntungan usaha X 2 , frekuensi pembiayaan X 3 , nisbah bagi hasilmargin X 4 , tahun pendidikan X 5 , komposisi modal usaha X 6 , pengetahuan mengenai akad D 1 dan sektor usaha D 2 . Ketepatan model yang diuji dengan menggunakan uji statistic, yaitu uji t- hitung, uji f-hitung, dan koefisien determinasi yang disesuaikan dengan R-sqadj. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada BPRS Amanah Ummah diperoleh persamaan: Y = - 1511189 + 1914407 X 1 + 0,00339 X 2 - 973237 X 3 + 6,2107 X 4 + 478686 X 5 - 204597 X 6 + 7403672 D 1 + 14833425 D 2 Persamaan tersebut dihasilkan dari pengolahan 38 responden pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis ditahun 2009, dengan berbagai macam wilayah usaha. 129 Tabel 25. Hasil Regresi Linear Berganda Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis di BPRS Amanah Ummah pada Tahun 2009 No Variabel Koefisien T-hitung P-value2 VIF Elastisitas 1 Konstanta -1511189 -0,11 0,458 2 Jumlah Tanggungan Keluarga 1914407 1,17 0,126 1,510 0,1130 3 Keuntungan Usaha 0,00339 0,21 0,416 3,093 0,0087 4 Frekuensi Pembiayaan -973237 -1,17 0,125 1,449 -0,0438 5 Nisbah Bagi HasilMargin 6,2107 36,79 0,000 3,447 0,9678 6 Tahun Pendidikan 478686 0,71 0,240 1,512 0,0752 7 Komposisi Modal Usaha -204597 -2,08 0,024 1,150 -0,1931 8 Dummy Pengetahuan Mengenai Akad 7403672 1,72 0,048 1,402 0,0444 9 Dummy Sektor Usaha 14833425 2,62 0,007 1,650 0,0445 R 2 = 99,4 R 2 adj = 99,3 F-hitung = 630,87 P-value = 0,000 Durbin-Watson statistic = 1,67148 Tabel 25 merangkum hasil regresi model faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Hasil regresi yang diperoleh menunjukkan nilai koefisien determinasi R 2 adj sebesar 99,3 persen yang menunjukkan bahwa variabel-variabel independen dalam model yang dibangun mampu menjelaskan sebanyak 99,3 persen perubahan yang terjadi pada realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada BPRS Amanah Ummah. Sedangkan, sisanya sebesar 0,7 persen diterangkan oleh faktor lain diluar model. Nilai F-hitung yang dihasilkan dari hasil analisis model regresi tersebut adalah 630,87 dengan nilai P-value-nya sebesar 0,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa model menunjukkan keragaan terhadap seluruh faktor-faktor yang mempegaruhi realisasi pembiayaan syariah. Kesimpulan yang dapat diambil adalah secara bersama-sama semua variabel dependen dalam model realisasi pembiayaan syariah yang dibangun dapat menjelaskan perubahan yang terjadi pada tingkat realisasi pembiayaan syariah yang akan disalurkan. Karena software Minitab menggunakan uji dua arah, maka sebelumnya nilai P-value yang dihasilkan harus dibagi dua terlebih dahulu. Berdasarkan uji statistik-t, variabel bebas yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata lima persen realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada BPRS Amanah Ummah adalah variabel nisbah bagi hasilmargin, komposisi modal usaha, pengetahuan mengenai akad pembiayaan, dan sektor usaha yang dimiliki nasabah. Sedangkan untuk faktor-faktor lain seperti jumlah tanggungan keluarga, keuntungan usaha, frekuensi pembiayaan, dan tahun pendidikan tidak 130 berpengaruh secara signifikan terhadap realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis.

7.3.1. Jumlah Tanggungan Keluarga X

1 Variabel jumlah tanggungan keluarga menjadi faktor penduga untuk mengetahui pengaruh realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Berdasarkan dugaan jumlah tanggungan keluarga akan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah. Namun, berdasarkan analisis menggunakan Software Minitab Versi 15 didapatkan bahwa nilai P-value untuk jumlah tanggungan keluarga X 1 sebesar 0,126 apabila dibandingkan dengan nilai α 0,05, maka P- value α maka hal ini menunjukkan bahwa koefisien yang ada bagi jumlah tanggungan keluarga tidak signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel jumlah tanggungan keluarga bernilai positif. Hal tersebut menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jumlah tanggungan keluarga akan berpengaruh pada penambahan jumlah pembiayaan atau sebaliknya. Semakin bertambahnya jumlah tanggungan akan berimplikasi kepada besarnya biaya kebutuhan keluarga. Hal ini akan menjadi pertimbangan pihak BPRS dalam pemberian pembiayaan untuk melihat kemampuan dalam mengangsur pembiayaan. Elastisitas jumlah tanggungan keluarga terhadap jumlah realisasi pembiayaan dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,1130. Artinya jika jumlah tanggungan bertambah sebesar satu persen maka jumlah realisasi pembiayaan yang diterima akan meningkat sebesar 0,1130 persen, ceteris paribus. Jumlah tanggungan keluarga yang seharusnya menjadi tolok ukur ternyata tidak dapat berpengaruh signifikan dalam realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis. Pihak BPRS memberikan pembiayaan terhadap nasabah bukan berdasarkan pada jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki. Tetapi, sejauh mana nasabah mampu mengembalikan pembiayaan syariah yang diberikan terlepas dari besarnya biaya kebutuhan keluarga yang ada. Jumlah tanggungan keluarga nasabah dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 131 Tabel 26. Jumlah Tanggungan Keluarga dari Responden BPRS Amanah Ummah Tahun 2009 Jumlah Tanggungan Keluarga 1-3 Orang 4-5 Orang ≥6Orang Jumlah Total Jumlah Nasabah orang 17 15 6 38 Persentase 44,74 39,47

15,79 100

Berdasarkan tabel tersebut ditunjukkan bahwa hampir sebesar 45 persen atau sebesar 17 orang nasabah yang memiliki jumlah tanggungan keluarga antara 1-3 orang, untuk jumlah tanggungan keluarga antara 4-5 orang sebesar 15 orang atau sekitar 39 persen, dan untuk nasabah yang memiliki tanggungan keluarga lebih dari 6 orang hanya sebesar 6 nasabah atau sekitar 16 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembiayaan syariah tidak melihat jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki nasabah. Karena pembiayaan yang disalurkan dengan jumlah nominal yang sangat besar pun banyak digulirkan kepada nasabah yang memiliki tanggungan keluarga antara 4-5 orang. Hal ini yang menyebabkan faktor jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh secara signifikan dalam realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis. Berdasarkan karakteristik usaha responden pun diketahui bahwa rata-rata total dari setiap usaha, nasabah memiliki jumlah tanggungan keluarga sebesar 4,19 orang. Apabila dilihat dari jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki nasabah ternyata tidak menjadi hal yang signifikan dalam merealisasikan pembiayaan syariah untuk nasabah yang memanfaatkan pembiayaan tersebut pada sektor agribisnis.

7.3.2. Keuntungan Usaha X

2 Keuntungan usaha merupakan bagian yang muncul atas biaya dan pendapatan usaha. Pada realisasi pembiayaan diduga menjadi faktor yang mempengaruhi jumlah pembiayaan yang diambil, semakin tinggi keuntungan usaha seorang nasabah maka akan semakin tinggi pihak BPRS memberikan dana pembiayaan pada usahanya. Namun, berdasarkan analisis menggunakan Software Minitab Versi 15 didapatkan bahwa nilai P-value untuk keuntungan usaha X 2 sebesar 0,416 apabila dibandingkan dengan nilai α 0,05, maka P-value α maka hal ini menunjukkan bahwa koefisien yang ada bagi keuntungan usaha tidak signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. 132 Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel keuntungan usaha bernilai positif. Hal tersebut menjelaskan bahwa dengan bertambahnya keuntungan usaha akan berpengaruh pada penambahan jumlah pembiayaan atau sebaliknya. Keuntungan usaha merupakan salah satu indikator kemampuan dalam membayar angsuran pembiayaan. Semakin besar keuntungan usaha yang diperoleh semakin besar kemampuan membayar angsuran dari bagian keuntungan yang didapat. Sehingga peluang pembiayaan yang diambil akan lebih besar, dikarenakan mampu membayar angsuran. Elastisitas keuntungan usaha terhadap jumlah realisasi pembiayaan dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,0438. Artinya jika keuntungan usaha bertambah sebesar satu persen maka jumlah realisasi pembiayaan yang diterima akan meningkat sebesar 0,0438 persen, ceteris paribus. Keuntungan usaha yang besar tidak langsung mempengaruhi BPRS dalam merealisasikan pembiayaan syariah yang besar untuk dimanfaatkan oleh nasabah. BPRS lebih memilih berhati-hati dalam menyalurkan dana yang ada kepada nasabah. Hal ini disebabkan besarnya keuntungan usaha yang dimiliki nasabah belum tentu dapat menggambarkan kemampuan seorang nasabah untuk membayar angsuran pembiayaan yang diberikan. Pembiayaan yang diberikan dilihat dari tujuan pemanfaatan yang direalisasikan dan berdasarkan barang yang riil yang dibantukan dengan adanya pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Oleh karena itu, BPRS memberikan bantuan pembiayaan bukan hanya melihat dari keuntungan usaha yang dimiliki oleh nasabah. Namun, BPRS memberikan bantuan kepada nasabah yang mampu menjalankan usahanya dengan stabil dan memiliki kontinuitas yang baik. Sehingga, BPRS tidak sekedar melihat keadaan keuntungan usaha saja, namun keragaan usaha yang mampu menopang ekonomi keluarga dan mampu menyisihkan untuk melakukan pengangsuran pembiayaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa BPRS Amanah Ummah memiliki komitmen untuk tetap melakukan pembiayaan pada sektor UMKM. Sektor yang keberadaan keuntungan usahanya tidak besar seperti keuntungan usaha pada sektor industri. Walaupun tidak terlalu besar namun BPRS tetap memberikan pembiayaan kepada nasabah. 133 Nilai uji statistik menunjukkan bahwa ada karakteristik yang berbeda dari BPRS Amanah Ummah dalam menjalankan realisasi pembiayaan. Walaupun seorang nasabah memiliki keuntungan usaha yang kecil tetap bisa mendapatkan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Begitu pula halnya bagi nasabah yang memiliki jumlah keuntungan usaha yang sangat besar yang seharusnya mendapatkan pembiayaan syariah yang besar pula, namun pada kenyataannya hanya mendapat pembiayaan yang relatif sedikit. Pihak BPRS Amanah Ummah dalam mengukur keuntungan usaha bukan hanya melihat dari besarnya nilai nominal saja tetapi lebih kepada kondisi usaha yang stabil dan normal pada usaha yang dijalankan oleh nasabah BPRS Amanah Ummah. Tabel 27. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Keuntungan Usaha Pada BPRS Amanah Ummah Tahun 2009 Keuntungan Usaha Rupiah 1-50 Juta 50-100 Juta 100 Juta Total Jumlah Nasabah orang 10 13 15 38 Persentase 26,32 34,21 39,47 100 Faktor keuntungan usaha pada hipotesis awal diduga akan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah pada BPRS Amanah Ummah, semakin besar keuntungan usaha maka akan semakin besar pula pembiayaan syariah yang direalisasikan. Namun, ternyata faktor tersebut tidak signifikan mempengaruhi jumlah realisasi pembiayaan syariah yang ada pada BPRS Amanah Ummah. Berdasarkan Tabel 27 di atas menunjukkan bahwa sebesar 39,47 persen pembiayaan disalurkan kepada nasabah yang memiliki keuntungan usaha lebih dari 100 juta rupiah. Pemberian pada rentang keuntungan usaha tersebut pun sangat beragam ada yang sangat besar hingga mencapai Rp. 600.000.000,00 dengan keuntungan usaha sebesar Rp. 695.179.999,70 pertahun dan paling kecil mencapai Rp. 15.000.000,00 dengan keuntungan usaha pertahun sebesar Rp. 136.945.000,00. Hal tersebut sangat berbeda dengan pembiayaan pada rentang keuntungan usaha 1-50 juta rupiah dan 50-100 juta rupiah. Pada rentang tersebut terdapat nasabah yang diberikan pembiayaan syariah yang memiliki nilai lebih besar dibandingkan dengan tingkat keuntungan usaha yang didapat setiap tahunnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa keuntungan usaha yang besar belum pasti akan diimbangi dengan jumlah realisasi pembiayaan yang besar pula. 134 Tabel 28. Komposisi antara Realisasi Pembiayaan dan Keuntungan Usaha Responden BPRS Amanah Ummah Tahun 2009 Jenis Usaha Realisasi Pembiayaan Rp Keuntungan Usaha Rp Komposisi Pertanian 80.000.000,00 16.604.333,20 481,80 Perikanan 313.750.000,00 453.626.456,10 69,16 Peternakan 48.333.333,00 116.438.000,00 41,51 Perdagangan 34.433.333,33 143.505.995,00 23,99 Rata-rata Total 119.129.166,58 182.543.696,08 65,26 Pada Tabel 28 dapat dilihat bahwa komposisi realisasi pembiayaan dan keuntungan usaha memiliki perbedaan yang sangat signifikan pada usaha pertanian yaitu memiliki komposisi sangat tinggi hingga mencapai 481,80 persen dan yang paling kecil pada sektor perdagangan yaitu sebesar 23,99 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa keuntungan usaha yang dimiliki nasabah memiliki nilai rata-rata yang lebih besar dibandingkan dengan realisasi pembiayaan syariah yang diberikan oleh BPRS Amanah Ummah. Sehingga dapat dikatakan tidak mempengaruhi secara signifikan realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Dalam hal ini, nilai keuntungan usaha yang besar dari pihak nasabah tidak diikuti oleh nilai realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. BPRS Amanah Ummah memberikan perhatian secara khusus pada sektor pertanian, hal tersebut terlihat dari jumlah realisasi pembiayaan pada sektor ini yang memiliki nilai realisasi yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan keuntungan usaha pertahun yang diperoleh nasabah. Sedangkan, pada sektor perdagangan memiliki realisasi pembiayaan syariah yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan keuntungan usaha pertahun yang dimiliki nasabah.

7.3.3. Frekuensi Pembiayaan X

3 Frekuensi pembiayaan merupakan pengalaman mengambil pembiayaan, semakin tinggi frekuensi pengambilan diduga akan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Namun, berdasarkan analisis menggunakan Software Minitab Versi 15 didapatkan bahwa nilai P-value untuk frekuensi pembiayaan X 3 sebesar 0,125 apabila dibandingkan dengan nilai α 0,05, maka P-value α maka hal ini menunjukkan bahwa koefisien yang ada bagi frekuensi pembiayaan tidak signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. 135 Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel frekuensi pembiayaan bernilai negatif. Hal tersebut menjelaskan bahwa dengan bertambahnya frekuensi pembiayaan akan berpengaruh pada pengurangan jumlah pembiayaan atau sebaliknya. Frekuensi pembiayaan merupakan pengalaman mengambil pembiayaan pada BPRS Amanah Ummah. Semakin tinggi frekuensi pembiayaan akan menimbulkan kepercayaan antara BPRS dengan nasabah. Sehingga peluang nasabah untuk meningkatkan pembiayaan akan lebih besar dari pembiayaan sebelumnya. Elastisitas frekuensi pembiayaan terhadap jumlah realisasi pembiayaan dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,0447. Artinya jika frekuensi pembiayaan bertambah sebesar satu persen maka jumlah realisasi pembiayaan yang diterima akan menurun sebesar 0,0447 persen, ceteris paribus. Berdasarkan perhitungan menunjukkan bahwa frekuensi pembiayaan tidak signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis. Hal tersebut jelas terjadi pada BPRS Amanah Ummah, karena nasabah yang telah berkali-kali melakukan pembiayaan pada BPRS tidak berarti langsung dapat dipercaya. Karena BPRS memiliki prosedur untuk selalu melakukan analisis kelayakan kembali walaupun nasabah tersebut sudah sering mendapatkan pembiayaan. Oleh karena itu, frekuensi pembiayaan bukan menjadi tolok ukur untuk dijadikan sebagai faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah yang ada. Walaupun nasabah mampu melakukan pembayaran pembiayaan dengan lancar dan baik. BPRS tetap harus menjalankan aturan dengan konsisten dan selalu melakukan pengecekan sebelum menyalurkan pembiayaan kepada nasabah yang melakukan pembiayaan kembali. Frekuensi pembiayaan yang semakin sering dan pembayaran yang baik serta lancar belum tentu membuat pihak BPRS memberikan peningkatan jumlah pembiayaan yang diberikan untuk pembiayaan selanjutnya. Karena BPRS tetap melakukan pengukuran terhadap keinginan dan kemampuan nasabah tersebut. Apabila pengajuan pembiayaan dari nasabah dirasa tidak rasional maka pihak BPRS akan melakukan peninjauan ulang terhadap usaha yang dilakukan nasabah apakah sudah sesuai atau tidak dengan pengajuan tersebut. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penyelewengan akibat dana yang diberikan BPRS 136 terlalu besar dan tidak sesuai dengan kebutuhan pembiayaan pada usaha nasabah yang dapat merugikan BPRS serta nasabah lainnya. Karena dana yang disalurkan oleh pihak BPRS merupakan dana yang diamanahkan kepada pihak BPRS untuk disalurkan kembali kepada nasabah yang memerlukan pembiayaan. Tabel 29. Frekuensi Pembiayaan Responden BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Jumlah Nasabah dan Persentase Tahun 2009 Frekuensi Pembiayaan kali 1-2 Kali 3-4 Kali ≥5 Kali Total Jumlah Nasabah orang 22 12 4 38 Persentase 57,89 31,58 10,53 100 Pada contoh kasus ada nasabah yang telah sepuluh kali memanfaatkan pembiayaan syariah, namun nilai nominal pembiayaan yang direalisasikan hanya sebesar Rp. 40.000.000,00. Sebaliknya, ada nasabah yang baru pertama kali memanfaatkan pembiayaan syariah namun telah mendapat nilai nominal realisasi pembiayaan mencapai Rp. 150.000.000,00. Kasus seperti inilah yang menunjukkan bahwa realisasi pembiayaan syariah dinilai bukan pada jumlah frekuensi pembiayaan yang telah dilakukan oleh nasabah, tetapi lebih kepada kebutuhan pembiayaan yang diperlukan nasabah dalam menjalankan usahanya serta kemampuan nasabah dalam mengembalikan pembiayaan tersebut. Selain itu, pada Tabel 29 ditunjukkan bahwa pembiayaan syariah yang disalurkan didominasi oleh responden yang memiliki rentang frekuensi pembiayaan antara 1-2 kali yaitu sebesar 57,89 persen dari keseluruhan responden yang ada. Sedangkan nasabah yang memiliki rentang frekuensi pembiayaan antara 3-4 kali dan lebih dari sama dengan lima kali secara berturut-turut berjumlah 31,58 persen dan 10,53 persen. Faktor frekuensi pembiayaan tidak signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah disebabkan adanya beberapa nasabah yang baru meminjam untuk yang kedua kalinya tetapi telah mendapatkan realisasi pembiayaan yang terbesar diantara nasabah lainnya yaitu sebesar Rp. 600.000.000,00. Sedangkan, disisi lain ada nasabah yang telah melakukan pembiayaan lebih dari lima kali tetapi memperoleh realisasi pembiayaan yang lebih kecil yaitu sebesar Rp. 40.000.000,00. Hal tersebut menunjukkan bahwa BPRS tidak melihat jumlah realisasi pembiayaan yang diberikan berdasarkan frekuensi pembiayaan yang telah dilakukan, melainkan dari kebutuhan pembiayaan yang diperlukan nasabah 137 dan kemampuan nasabah tersebut dalam mengembalikan pembiayaan yang diberikan. BPRS Amanah Ummah menerapkan prinsip kehati-hatian yang sangat tinggi karena pembiayaan yang disalurkan oleh BPRS terhadap nasabah berasal dari dana titipan nasabah yang diamanahkan kepada BPRS untuk dapat dimanfaatkan secara produktif dan dana yang ada dapat semakin berkembang untuk memajukan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan karakteristik dari responden pun diketahui bahwa dari seluruh usaha baik sektor pertanian, perikanan, peternakan, maupun perdagangan dapat mencapai rata-rata frekuensi pembiayaan sebanyak empat kali. Namun, frekuensi yang semakin besar tersebut tidak secara langsung mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis itu sendiri. Sehingga wajar apabila dikatakan bahwa pembiayaan yang diberikan tidak pula melihat jumlah frekuensi pembiayaan yang telah dilakukan oleh nasabah BPRS Amanah Ummah.

7.3.4. Nisbah Bagi HasilMargin X

4 Bagi hasil diduga menjadi faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Karena, nasabah akan melihat berapa persen besarnya margin atau nilai bagi hasil pembiayaan yang akan dilakukan. Hal tersebut terbukti dari hasil analisis menggunakan Software Minitab Versi 15 didapatkan bahwa nilai P-value untuk nisbah bagi hasilmargin X 4 sebesar 0,000 apabila dibandingkan dengan nilai α 0,05, maka P-value α maka hal ini menunjukkan bahwa koefisien yang ada bagi nisbah bagi hailmargin signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel nisbah bagi hasilmargin bernilai positif. Hal tersebut menjelaskan bahwa dengan bertambahnya nisbah bagi hasilmargin akan berpengaruh pada peningkatan jumlah pembiayaan atau sebaliknya. Elastisitas nisbah bagi hasilmargin terhadap jumlah realisasi pembiayaan dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,9678. Artinya jika nisbah bagi hasilmargin bertambah sebesar satu persen maka jumlah realisasi pembiayaan yang diterima akan meningkat sebesar 0,9678 persen, ceteris paribus. Kejelasan akad yang dilakukan antara pihak nasabah dengan pihak BPRS Amanah Ummah akan membuat faktor nisbah bagi hasilmargin menjadi sangat 138 signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Karena BPRS maupun nasabah dapat mengukur kemampuan untuk memanfaatkan pembiayaan yang ada di BPRS dengan melihat nisbah bagi hasilmargin yang dibebankan oleh pihak BPRS. Sehingga nasabah pun tidak melakukan peminjaman dana yang melebihi kemampuan untuk membayar kembali ketika waktu angsuran tiba. Bagi hasil yang ditetapkan merupakan kesepakatan antara pihak nasabah dengan pihak BPRS Amanah Ummah sehingga akan ada keadilan dalam menentukan keuntungan. Semakin besar nisbah bagi hasilmargin yang disepakati maka akan meningkatkan jumlah realisasi pembiayaan syariah yang akan diberikan kepada nasabah. Berdasarkan bagi hasilmargin yang ditentukan maka pihak nasabah dan BPRS wajib menjaga kesepakatan yang dibuat dalam akad yang telah ditetapkan. Semakin tinggi keinginan nasabah memperoleh pembiayaan syariah dari BPRS maka nasabah tersebut harus berani mempertanggungjawabkan jumlah nisbah bagi hasilmargin yang akan dibebankan oleh BPRS Amanah Ummah. Hal inilah yang mengharuskan adanya rasa saling percaya dalam menjalankan pembiayaan syariah. Bagi hasil yang ada sesuai dengan jumlah realisasi pembiayaan yang diberikan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 30. Beradasarkan hal tersebut dapat ditunjukkan bahwa nisbah bagi hasilmargin pun ditetpkan jumlahnya sesuai dengan jangka waktu pembiayaan tersebut dilaksanakan. Sehingga akan mempengaruhi nisbah bagi hasilmargin yang diambil oleh pihak BPRS Amanah Ummah. Berdasarkan Tabel 30 dapat ditunjukkan bahwa pembiayaan yang ada memiliki kisaran nisbah bagi hasilmargin sebesar 11-22,8 persen. Nisbah bagi hasilmargin tersebut ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama sehingga tidak ada yang merasa dirugikan dan keberatan. Hal tersebut dapat terlihat pada nasabah ketiga dan keempat yang mendapat realisasi pembiayaan sebesar Rp. 80.000.000,00 dan Rp. 110.000.000,00 dengan nisbah bagi hasilmargin sebesar 11 persen atau senilai Rp. 8.800.000,00 dan Rp. 12.100.000,00. Hal ini berbeda dengan nasabah ke-29 yang mendapat realisasi pembiayaan sebesar Rp. 85.000.000,00 dengan nisbah bagi hasilmargin sebesar 22,8 persen atau senilai Rp. 19.380.000,00. Perbedaan ini selain ditentukan berdasarkan jangka waktu angsuran tetapi juga dari jumlah 139 realisasi pembiayaan yang diterima oleh nasabah. Selain itu, ada nasabah yang hanya mendapat realisasi pembiayaan sebesar Rp. 4.000.000,00 tetapi memperoleh nisbah bagi hasilmargin sebesar 22,8 persen atau senilai Rp. 864.000,00. Tabel 30. Persentase Bagi Hasil Pembiayaan Syariah pada BPRS Amanah Ummah Tahun 2009 No. Realisasi Pembiayaan Rp Nisbah Bagi HasilMargin RpTahun Persentase Pembiayaan 1 150.000.000,00 18.000.000,00 12 2 5.000.000,00 900.000,00 18 3 80.000.000,00 8.800.000,00 11 4 110.000.000,00 12.100.000,00 11 5 20.000.000,00 3.840.000,00 19,2 6 15.000.000,00 1.800.000,00 12 7 600.000.000,00 93.600.000,00 15,6 8 500.000.000,00 78.000.000,00 15,6 9 18.000.000,00 3.240.000,00 18 10 7.000.000,00 1.428.000,00 20,4 11 10.000.000,00 1.800.000,00 18 12 250.000.000,00 39.000.000,00 15,6 13 5.000.000,00 1.020.000,00 20,4 14 18.000.000,00 3.672.000,00 20,4 15 15.000.000,00 2.700.000,00 18 16 100.000.000,00 12.000.000,00 12 17 5.000.000,00 1.020.000,00 20,4 18 15.000.000,00 2.340.000,00 15,6 19 40.000.000,00 5.280.000,00 13,2 20 5.000.000,00 840.000,00 16,8 21 15.000.000,00 3.060.000,00 20,4 22 8.000.000,00 1.536.000,00 19,2 23 9.000.000,00 1.944.000,00 21,6 24 200.000.000,00 28.800.000,00 14,4 25 7.000.000,00 1.020.000,00 14,6 26 5.000.000,00 1.080.000,00 21,6 27 4.000.000,00 864.000,00 21,6 28 4.000.000,00 912.000,00 22,8 29 85.000.000,00 19.380.000,00 22,8 30 40.000.000,00 9.120.000,00 22,8 31 7.000.000,00 1.596.000,00 22,8 32 5.000.000,00 1.140.000,00 22,8 33 5.000.000,00 900.000,00 18 34 100.000.000,00 18.000.000,00 18 35 10.000.000,00 2.160.000,00 21,6 36 5.000.000,00 900.000,00 18 37 6.000.000,00 1.008.000,00 16,8 38 30.000.000,00 6.780.000,00 22,6 140 Apabila dilihat pada karakteristiknya dapat ditunjukkan bahwa nisbah bagi hasilmargin sangat berhubungan erat dengan realisasi pembiayaan yang diterima nasabah. Semakin besar realisasi pembiayaan syariah yang diterima nasabah maka akan semakin besar pula nisbah bagi hasilmargin yang dibebankan kepada nasabah tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pula pada Tabel Karakteristik usaha responden pembiayaan syariah pada BPRS Amanah Ummah. Hal tersebut terbukti bahwa pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis dipengaruhi oleh nisbah bagi hasilmargin yang disepakati bersama antara pihak BPRS dan nasabah. Nisbah bagi hasilmargin akan semakin besar seiring dengan nilai realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis.

7.3.5. Tahun Pendidikan X

5 Tahun pendidikan diduga menjadi faktor yang berimplikasi kepada pengetahuan mitra terhadap pembiayaan, karena semakin tinggi tahun pendidikan yang dimiliki maka peluang untuk mendapatkan pembiayaan lebih besar karena memiliki pengetahuan. Namun, berdasarkan analisis menggunakan Software Minitab Versi 15 didapatkan bahwa nilai P-value untuk tahun pendidikan X 5 sebesar 0,240 apabila dibandingkan dengan nilai α 0,05, maka P-value α maka hal ini menunjukkan bahwa koefisien yang ada bagi tahun pendidikan tidak signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel tahun pendidikan bernilai positif. Hal tersebut menjelaskan bahwa dengan bertambahnya tahun pendidikan akan berpengaruh pada peningkatan jumlah pembiayaan atau sebaliknya. Elastisitas tahun pendidikan terhadap jumlah realisasi pembiayaan dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,0752. Artinya jika tahun pendidikan bertambah sebesar satu persen maka jumlah realisasi pembiayaan yang diterima akan meningkat sebesar 0,0752 persen, ceteris paribus. Berdasarkan hasil tersebut terlihat jelas bahwa tahun pendidikan bukan menjadi faktor penentu bagi realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis. Karena, keberhasilan menjalankan suatu usaha tidak hanya disebabkan oleh tingkat pengetahuan yang dimiliki melainkan juga berasal dari pengalaman usaha, keterampilan, dan kegigihan dalam menjalankan usaha tersebut. Oleh karena itu, 141 tingkat pendidikan tidak menjadi panduan dasar bagi BPRS dalam menyalurkan pembiayaan. Hal tersebut dapat terlihat pada tingkat pendidikan yang dimiliki oleh nasabah, baik itu pada tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, program diploma, ataupun yang mencapai tingkat sarjana. Nasabah yang memiliki tingkat pendidikan pada jenjang apapun berkesempatan mendapatkan pembiayaan syariah pada tingkat tertentu. Tabel 31. Tingkat Pendidikan Responden BPRS Amanah Ummah Tahun 2009 No. Tingkat Pendidikan Jumlah Nasabah orang Proporsi 1 SD 11 28,95 2 SMP 5 13,16 3 SMA 17 44,74 4 D3 1 2,63 5 S1 4 10,52 Jumlah Total 38 100 Tabel 31 menunjukkan bahwa pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis tidak terpengaruh dengan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh nasabah, karena tingkat pendidikan yang paling mendominasi adalah nasabah yang memiliki tingkat pendidikan sampai dengan tamat SMA sebanyak 17 orang atau sebesar 44,74 persen dari responden yang ada. Berdasarkan hal tersebut ternyata tingkat pendidikan tidak mampu memberikan kontribusi dalam peningkatan realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Selain itu, data yang didapat menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang ada pada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah didominasi oleh masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Hal inilah yang menjadi penyebab sedikitnya inovasi dan penggunaan teknologi dalam usaha mereka karena kompetensi pendidikan nasabah masih belum cukup baik dari tingkat pendidikannya. Nasabah dalam menjalankan usahanya lebih didasari oleh pengalaman usaha pada sektor agribisnis yang telah mereka lakukan sebelumnya. Tingkat pendidikan tersebut dapat menjadi acuan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki maka akan semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan ekonomi yang ada pada nasabah. Walaupun hal tersebut dapat dibantah dengan kesejahteraan nasabah yang memiliki tingkat pendidikan hanya 142 sampai tingkat SD, namun memiliki tingkat kesejahteraan yang sangat tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Berdasarkan tingkat pendidikan tersebut tidak membuat BPRS Amanah Ummah merasa pesimis dalam menyalurkan pembiayaannya. Karena tujuan awal yang dimiliki adalah membantu nasabah dalam menjalankan usaha dengan memberikan bantuan modal mikro syariah. Walaupun setelah dilakukan penelitian diketahui bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap realisasi pembiayaan syariah. Namun tingkat pendidikan ini menjadi acuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan nasabah dalam menyerap hal-hal yang harus dilakukan dalam menjalankan usaha mereka.

7.3.6. Komposisi Modal Usaha X

6 Komposisi modal usaha merupakan bagian yang diduga menjadi faktor yang berpengaruh pada pengambilan keputusan BPRS untuk memberikan bantuan pembiayaan jika komposisi modal yang dimiliki secara pribadi lebih besar dibandingkan modal dari pihak lain. Berdasarkan analisis menggunakan Software Minitab Versi 15 didapatkan bahwa nilai P-value untuk komposisi modal usaha X 6 sebesar 0,024 apabila dibandingkan dengan nilai α 0,05, maka P-value α maka hal ini menunjukkan bahwa koefisien yang ada bagi komposisi modal usaha signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel komposisi modal usaha bernilai negatif. Hal tersebut menjelaskan bahwa dengan bertambahnya komposisi modal usaha akan berpengaruh pada penurunan jumlah pembiayaan atau sebaliknya. Elastisitas komposisi modal usaha terhadap jumlah realisasi pembiayaan dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,1931. Artinya jika komposisi modal usaha bertambah sebesar satu persen maka jumlah realisasi pembiayaan yang diterima akan menurun sebesar 0,1931 persen, ceteris paribus. Walaupun berdasarkan hasil perhitungan mendapatkan koefisien bernilai negatif, komposisi modal usaha tidak mempengaruhi secara nyata terhadap realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Hal tersebut disebabkan pihak BPRS tidak melihat jumlah atau komposisi modal usaha yang dimiliki nasabah sebagai acuan dalam menentukan jumlah realisasi pembiayaan yang akan diberikan. Hal ini disebabkan terdapat nasabah yang seluruh modal usaha berasal 143 dari modal pribadi dan ada pula nasabah yang hanya memiliki komposisi modal usaha yang kecil ketika melakukan pengajuan pembiayaan syariah kepada BPRS Amanah Ummah. Sehingga dapat dikatakan komposisi modal usaha tidak berpengaruh terhadap jumlah realisasi pembiayaan syariah yang disalurkan. Karena pembiayaan yang dilakukan hanya digunakan sebagai tambahan modal usaha. Tabel 32. Komposisi Modal Usaha Responden BPRS Amanah Ummah Tahun 2009 Komposisi Modal Usaha 0-35 35-70 70 Total Jumlah Nasabah orang 2 26 10 38 Persentase 5,26 68,42 26,32 100 Modal yang dimiliki oleh nasabah terkadang lebih besar jika dibandingkan dengan modal yang diterima oleh nasabah dari BPRS Amanah Ummah. Kebutuhan pembiayaan syariah pada beberapa nasabah yang berasal dari BPRS Amanah Ummah terkadang bukan menjadi modal utama yang dibutuhkan nasabah melainkan hanya menjadi modal pelengkap untuk menambah modal pribadi yang telah dimiliki, sehingga nasabah dapat menutupi kekurangan modal yang terjadi. Pada Tabel 32, pada kasus tertentu terdapat beberapa nasabah yang memiliki 100 persen modal sendiri tetapi hanya mendapatkan realisasi pembiayaan syariah yang relatif kecil. Namun, pada kasus lain juga terdapat beberapa nasabah yang hanya memiliki persentase komposisi modal yang kecil tetapi mendapatkan realisasi pembiayaan yang sangat besar. Komposisi modal usaha ini sebenarnya dilakukan untuk melihat seberapa besar pihak nasabah memiliki hutang dari pihak lain dalam modal yang dimilikinya. Karena hal tersebut menjadi pertimbangan pihak BPRS Amanah Ummah dalam menentukan realisasi pembiayaan syariah pada nasabah. Pembiayaan syariah juga terkadang tidak sebanding dengan komposisi modal awal yang dimiliki nasabah, sehingga menjadi wajar apabila komposisi modal usaha tersebut tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Usaha yang diberikan pembiayaan syariah oleh BPRS Amanah Ummah dapat berjalan dengan kontinuitas yang lebih 144 baik. Karena masalah seperti kekurangan modal usaha dapat ditutupi oleh pembiayaan syariah tersebut. BPRS tidak mengharuskan seoarang nasabah memiliki modal awal. BPRS Amanah Ummah lebih menekankan agar nasabah dapat menjalankan usahanya dengan baik sehingga pengembalian pembiayaan menjadi lancar dan tanpa adanya tunggakan yang dapat merugikan pihak BPRS maupun nasabah lain yang seharusnya mendapatkan kesempatan mendapatkan pembiayaan syariah.

7.3.7. Pengetahuan Mengenai Akad D

1 Pengetahuan mengenai akad pembiayaan merupakan ukuran pengetahuan nasabah terhadap skim pembiayaan yang diambil. Hal ini diduga jika nasabah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai sistem pembiayaan, maka semakin mudah nasabahmitra dalam perhitungan pembiayaan yang diduga akan mempengaruhi pengambilan pembiayaan secara positif. Namun, berdasarkan analisis menggunakan Software Minitab Versi 15 didapatkan bahwa nilai P-value untuk pengetahuan mengenai akad D 1 sebesar 0,048 apabila dibandingkan dengan nilai α 0,05, maka P-value α maka hal ini menunjukkan bahwa koefisien yang ada bagi pengetahuan mengenai akad signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel pengetahuan mengenai akad bernilai positif. Elastisitas pengetahuan mengenai akad terhadap jumlah realisasi pembiayaan dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,0444. Artinya jika nasabah memiliki pengetahuan mengenai akad maka jumlah realisasi pembiayaan akan meningkat sebesar 0,0444 persen, ceteris paribus. Berdasarkan hasil tersebut terlihat jelas bahwa pengetahuan mengenai akad pembiayaan menjadi salah satu faktor penentu dalam menentukan jumlah realisasi pembiayaan syariah yang akan diberikan. Hal tersebut disebabkan pihak BPRS merasa lebih mudah memberikan pembiayaan syariah kepada nasabah yang paham mengenai akad pembiayaan yang akan digunakan. Selain itu, BPRS Amanah Ummah merasa lebih tenang menyalurkan pembiayaan yang lebih besar kepada nasabah yang mengerti akan akad pembiayaan, karena nasabah tersebut dianggap akan memahami prosedur pengembalian pembiayaan sehingga 145 mencegah terjadinya pengembalian pembiayaan yang macet dan atau pembiayaan kurang lancar serta diragukan. Tabel 33. Komposisi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Akad BPRS Amanah Ummah Tahun 2009 Pengetahuan Mengenai Akad Tahu Tidak Tahu Total Jumlah Nasabah orang 16 22 38 Persentase 42,10 57,90 100 Berdasarkan Tabel 33, diketahui bahwa nasabah yang mengatakan tidak tahu mengenai akad yang digunakan mendominasi responden pembiayaan syariah pada BPRS Amanah Ummah. Sebesar 57,90 persen atau sebanyak 22 orang responden mengatakan mereka tidak tahu-menahu mengenai akad pembiayaan yang digunakan. Namun, walaupun sebagian nasabah mengatakan tidak memahami akad yang akan digunakan dalam pembiayaan, hal ini tetap menjadi faktor penentu yang dijadikan bahan acuan bagi BPRS Amanah Ummah dalam menentukan jumlah realisasi pembiayaan yang akan diberikan kepada nasabah. BPRS Amanah Ummah akan menjelaskan terlebih dahulu akad yang akan digunakan dalam pembiayaan agar nasabah dapat memahami proedur yang harus diikuti.

7.3.8. Sektor Usaha D

2 Sektor usaha merupakan ukuran apakah nasbahmitra melakukan usaha agribisnis pada sistem on-farm atau off-farm usaha perdagangan input ataupun hasil pertanian dan pengolahan produk pertanian. Hal ini diduga bahwa sektor usaha off-farm akan lebih besar mendapatkan pembiayaan karena risiko yang ada lebih sedikit serta siklus usaha yang lebih cepat daripada sektor usaha on-farm. Namun, berdasarkan analisis menggunakan Software Minitab Versi 15 didapatkan bahwa nilai P-value untuk sektor usaha D 2 sebesar 0,007 apabila dibandingkan dengan nilai α 0,05, maka P-value α maka hal ini menunjukkan bahwa koefisien yang ada bagi sektor usaha signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel sektor usaha bernilai positif. Elastisitas sektor usaha terhadap jumlah realisasi pembiayaan dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,0445. Artinya jika sektor usaha nasabah adalah On- 146 farm maka jumlah realisasi pembiayaan yang diterima akan meningkat sebesar 0,0445 persen, ceteris paribus. BPRS Amanah Ummah akan memberikan pembiayaan kepada nasabah yang memang dianggap layak untuk menerima pembiayaan. Kelayakan usaha tersebut tidak membedakan sektor usaha apapun. Walaupun BPRS memiliki target berdasarkan sektor usaha dalam menyalurkan pembiayaan, tetapi hal itu tidak menjadi batasan bagi BPRS dalam menyalurkan pembiayaannya. Sektor usaha ini merupakan hal penting yang dilihat sebagai landasan utama untuk menilai kelayakan usaha dalam proses penyaluran pembiayaan. Sektor agribisnis yang terbagi mejadi beberapa subsistem mempengaruhi secara nyata realisasi pembiayaan syariah. Hal tersebut dapat dilihat pada penilaian efektivitas pencapaian target jumlah pembiayaan syariah pada tahun 2009. Ada beberapa sektor usaha yang pencapaian realisasi pembiayaannya tidak sesuai atau kurang dari target yang diharapkan. Tetapi, ada juga sektor usaha yang mampu mencapai realisasi pembiayaan lebih besar dari target yang diharapkan. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 34. Komposisi Responden Berdasarkan On-farm dan Off-farm pada BPRS Amanah Ummah Tahun 2009 Sektor Usaha On-Farm Off-Farm Total Jumlah Nasabah orang 8 30 38 Persentase 21 79 100 Pihak BPRS Amanah Ummah tidak kaku dalam menentukan target pasar, ketika nasabah dengan berbagai macam latar usaha yang berbeda dianggap layak dan mampu untuk mengembalikan pembiayaan yang diberikan, maka dana pembiayaan syariah dapat digulirkan kepada nasabah tersebut. Namun, pihak BPRS Amanah Ummah memiliki kecenderungan menyalurkan pembiayaan syariah yang lebih besar kepada sektor On-farm dibandingkan sektor Off-farm. Hal tersebut disebabkan nasabah pada sektor On-farm memiliki skala usaha yang besar dan memiliki aset yang dapat dijaminkan lebih besar nilainya dibandingkan pada sektor Off-farm. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa sektor usaha berpengaruh secara signifikan dalam realisasi pembiayaan syariah. 147 Komposisi On-farm dan Off-farm diambil secara proporsional, hal tersebut dilakukan untuk menunjukkan keterwakilan dari setiap sektor. Berdasarkan hasil ternyata sektor usaha nasabah pada BPRS Amanah Ummah signifikan dalam mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah. Oleh karena itu, walaupun secara keseluruhan pembiayaan disalurkan berdasarkan sektor usaha, namun BPRS akan melihat sektor usaha yang dimiliki nasabah dalam menentukan jumlah pembiayaan yang akan diberikan. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel-variabel yang digunakan memiliki elastisitas kurang dari satu atau tidak elastis yang berarti variabel endogen memiliki tingkat kepekaan yang rendah atau tidak responsif terhadap perubahan dari variabel eksogen. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan dari variabel jumlah tanggungan keluarga X 1 , keuntungan usaha X 2 , frekuensi pembiayaan X 3 , nisbah bagi hasilmargin X 4 , tahun pendidikan X 5 , komposisi modal usaha X 6 , pengetahuan mengenai akad D 1 , dan sektor usaha D 2 hanya sedikit mempengaruhi jumlah realisasi pembiayaan. 148 VIII KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan