Mekanisme Pembiayaan Murabahah di PT. BPRS Amanah Ummah

68 Dalam proses pengajuan pembiayaan, Komite awal bidang marketing akan menilai pembiayaan sampai dengan plafon Rp. 5 juta. Sedangkan, untuk plafon di atas Rp. 5 Juta akan ditentukan oleh Komite akhir Direksi yang terbagi menjadi Direktur menilai pembiayaan Rp. 5 Juta – Rp. 25 Juta, Direktur Utama menilai pembiayaan Rp. 25 Juta – Rp. 250 Juta, dan Komisaris menilai pembiayaan lebih dari Rp. 250 Juta.

5.6. Mekanisme Pembiayaan Murabahah di PT. BPRS Amanah Ummah

Murabahah secara teknis perbankannya adalah akad jual beli antara bank selaku penyedia barang dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Dari transaksi tersebut bank mendapatkan keuntungan jual beli yang disepakati bersama. Murabahah merupakan kontrak penjualan dengan basis penangguhan pembayaran deffered payment dan harga yang ditentukan berdasarkan fixed mark-up profit. Harga mark-up ini bukan dihubungkan dengan penundaan pembayaran, karena jika pihak yang didanai mengalami default pada saat jatuh tempo maka jumlah yang harus dibayar tetap sama. Mark-up sebagai tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik dana berkaitan dengan jasanya dalam memperoleh barang dan risiko yang dihadapi dalam upaya perolehan tersebut. Dalam pelaksanaan akad Murabahah ada beberapa rukun yang harus dipenuhi yaitu harus ada penjual ba’i dan pembeli musytari, ada barang yang menjadi obyek jual beli mabi’, adanya harga yang ditetapkan tsaman, dan adanya ijab qabul sighat atau akad perjanjian. Setelah pengajuan pembiayaan Murabahah disetujui oleh pihak BPRS Amanah Ummah maka dalam pencairan pembiayaan, nasabah harus memenuhi persyaratan administrasi pembiayaan murabahah yang terdiri dari biaya administrasi bank, boninvoicefaktur pembelian paling lambat harus diserahkan oleh nasabah stu minggu setelah barang dibeli karena pembiayaan yang diterima nasabah dapat berupa uang dengan memberikan surat kuasa pembelian barang kepada nasabah, agunan yang dinotariskan biaya notaris oleh nasabah dengan memperhitungkan kemungkinan kegagalan pembiayaan karena faktor-faktor diluar dugaan berfungsi untuk menghindari risiko kerugian bagi bank, dan pertanggungan asuransi syariah biaya asuransi oleh nasabah. 69 Jaminan terdiri dari dua hal yaitu jaminan pokok dan jaminan tambahan. Jaminan pokok adalah jaminan yang proporsi nilai ekonomisnya lebih tinggi dari seluruh kebutuhan jaminan yang diminta oleh bank, yang dapat diterima sebagai jaminan adalah: 1. Barang tidak bergerak, yaitu antara lain berupa tanah dan bangunan dengan prioritas utama milik pemohon pembiayaan. Apabila jaminannya bukan milik pemohon, maka yang perlu diperhatikan adalah sejauh mana hubungan antara pemilik dengan pemohon pembiayaan menyangkut hubungan bisnis dan hubungan-hubungan lainnya. Sejauh mana kemungkinan adanya penggunaan pembiayaan baik untuk sebagian maupun keseluruhan oleh pemilik jaminan. 2. Barang bergerak, antara lain dapat berupa: a. Kendaraan bermotor, dengan memperhatikan umur kendaraan, kondisi fisik kendaraan, rasionya dengan plefon pembiayaan perlu diperhitungkan penyusutan kendaraan tersebut dengan jumlah pembiayaan yang kemudian diperhitungkan untuk adanya jaminan pengganti. b. Logam mulia atau emas, dapat diterima sebagai jaminan sepanjang nilainya lebih besar dari plafon pembiayaannya. c. Surat berharga, dapat diterima sebagai jaminan sepanjang nilainya cukup dan mudah dalam penguasaan dan pencairannya. Seperti saham, warkat deposito dan lain-lain. d. Tagihan, dapat diterima sebagai jaminan sepanjang adanya kepastian pembayarannya dan syarat administrasi serta yuridis yang menjamin kelancaran pembayaran tagihan tersebut kepada atau melalui bank dapat dipenuhi. Jaminan tambahan adalah jaminan yang diterima oleh bank untuk menambah kekurangan nilai ekonomi jaminan pokok, seperti jaminan dalam bentuk avalist. Pada prinsipnya bank tidak menerima jaminan perorangan personal guarantie. Namun dalam hal-hal tertentu jenis jaminan ini dapat diterima dan hanya bersifat jaminan tambahan supporting collateral. 70

5.6.1. Ketentuan Pembiayaan Murabahah

1. Ketentuan Umum Pembiayaan Murabahah a. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam dan akad bebas dari riba. b. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. c. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. d. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. e. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah pemesan dengan harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. f. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. g. Jika Bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang pada dari pihak ketiga dengan memakai surat kuasa kepada nasabah, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank. 2. Ketentuan Pembiayaan Murabahah Kepada Nasabah a. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau aset kepada bank. b. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang. c. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus membelinya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli. d. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka UrbunDP saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. 71 e. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut. f. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta sisa kerugiannya kepada nasabah. g. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka maka:  Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga.  Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

5.6.2. Hutang dan Penundaan Pembiayaan Murabahah

Secara prinsip penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut, jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungankerugian maka nasabah tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir maka nasabah tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya, dan jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal maka nasabah tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan. Dalam pembiayaan murabahah, nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya, jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja maka pihak bank boleh melakukan denda atas pembiayaan tersebut atau melakukan eksekusi atas agunan. Untuk pembiayaan murabahah dengan sistem jatuh tempo, jika margin keuntungan sudah dilunasi oleh nasabah sedangkan pokoknya belum bisa dilunasi maka pihak bank boleh mengakadkan kembali pembiayaan tersebut tanpa margin baru hanya modal pokok. Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya 72 maka bank harus menunda tagihan hutang sampai nasabah sanggup kembali atau berdasarkan kesepakatan.

5.6.3. Manfaat Pembiayaan Murabahah

1. Adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. 2. Secara administrasi bai al-murabahah sangat sederhana, sehingga memudahkan penanganan administrasi di bank.

5.6.4. Risiko Pembiayaan Murabahah

1. Default atau kelalaian, yaitu nasabah sengaja tidak membayar angsuran. 2. Fluktuasi harga komparatif, ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah, bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut. 3. Penolakan nasabah, barang yang dikirim ditolak oleh nasabah karena rusak atau tidak sesuai dengan spesifikasi barang dengan yang ia pesan. 4. Dijual, karena bai al-murabahah bersifat jual beli dengan hutang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apapun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya, jika terjadi demikian, risiko untuk default akan besar. 73 VI ANALISIS EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN SYARIAH PADA SEKTOR AGRIBISNIS

6.1. Analisis Efektivitas Pembiayaan Syariah