Kelurahan Batutulis Evaluasi Pelestarian Lanskap Sejarah Periode Kerajaan Terhadap Kesiapan Bogor Sebagai Kota Pusaka

Benteng Kota Luar berfungsi melindungi wilayah Pakuan termasuk keraton kerajaan. Benteng ini juga berdampingan dengan gerbang masuk menuju Pakuan yang terletak di daerah Batutulis, Lawang Gintung, dan Sukasari-Tajur. Delineasi Benteng Kota Dalam memiliki wilayah yang mencakup paling banyak di Batutulis, sebagian Empang dan Sukasari. Benteng Kota Dalam berfungsi melindungi inti kota seperti keraton kerajaan dan tempat penobatan raja. Sementara itu untuk delinesi Parit, merupakan jalur delineasi yang terbagi menjadi dua, yaitu parit alami dan parit buatan. Umumnya parit alami mengambil bagian terbanyak dari delineasi karena apabila dilihat dari topografi wilayah Batutulis, banyak lereng dan tebing curam yang bagus untuk dijadikan perlindungan kota. Jalur parit ini membentang dari arah barat menuju selatan Batutulis, dekat dengan Stasiun Batutulis dan tebing Cipaku. Gambaran ketiga delineasi ini dapat dilihat pada Peta Delineasi Batas Fisik Lanskap Sejarah. Deskripsi catatan perjalanan dan laporan ekspedisi yang dimulai tahun 1687 menjelaskan rute-rute perjalanan memasuki Kota Pakuan. Penjelasan ini dapat digunakan untuk melihat perkembangan Kota Bogor yang dianggap dimulai sejak pemerintahan Kerajaan Pajajaran. Keberadaan batas-batas fisik ini belum menjadi cagar budaya yang terdaftar secara resmi dibawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor. Hal ini disebabkan mayoritas dari batas-batas tersebut telah kehilangan bentuk utuhnya sehingga keberadaannya mengandalkan dokumentasi dari masa ke masa. Namun demikian, batas fisik lanskap sejarah peninggalan Pakuan ini merupakan penciri khas lanskap sejarah di wilayah Batutulis sehingga dapat meningkatkan kekuatan karakteristik dari lanskap sejarah itu sendiri. Berikut ini adalah pemaparan kondisi batas fisik peninggalan Pakuan berdasarkan tinjauan yang dilakukan Danasasmita 2014. Pemaparan ini dibandingkan dengan kondisi yang ditinjau melalui survei lapang. Batas-batas fisik lanskap sejarah tersebut adalah:

1.1 Gerbang Menuju Keraton

Batas fisik lanskap ini dilaporkan oleh Adolf Winkler pada tahun 1690. Winkler bersama pasukannya memasuki bekas Kota Pakuan di wilayah Batutulis dari arah Tajur. Di daerah ini Winkler menemukan sebuah jalan berbatu yang tersusun rapi dan membentang menuju ke sebuah pasèban atau balai untuk menghadap raja. Pada balai tersebut ditemukan 7 pohon beringin dan sepasang disolit yang yang digunakan sebagai tempat duduk pengawal kerajaan. Saat ini, lokasi tempat yang dideskripsikan Winkler adalah Gang Amil di Jalan Batutulis. Gang Amil diapit infrastruktur bangunan dan letaknya berdampingan dengan jalan raya. Letak disolit tidak jauh dari mulut gang dan berada di dalam rumah salah seorang penduduk. Gambar 14 Kondisi Gang Amil dahulu a, Gang Amil saat ini b, batu disolit c Sumber: Komarudin 2012, dokumentasi lapang a b c 34

1.2 Tempat Penobatan Raja

Batas fisik lanskap ini dilaporkan oleh Adolf Winkler pada tahun 1690, tepat setelah Winkler dan pasukannya menemukan bekas keraton Pakuan. Winkler melaporkan penemuan batu yang berisi tulisan sebanyak 8,5 baris. Batu bertulis tersebut terletak berdampingan dengan batu panjang dan bulat yang tingginya sama dengan batu bertulis. Batu-batu ini terletak di suatu kompleks bersama beberapa jenis batu lainnya. Saat ini lokasi tersebut dinamakan Situs Prasasti Batutulis. Gambar 15 Kondisi cungkup situs dahulu a, cungkup situs saat ini b Sumber: Komarudin 2012, dokumentasi lapang Pada jaman Kerajaan Pajajaran, Situs Prasasti Batutulis merupakan wilayah terbuka sebagai tempat upacara penobatan raja-raja Pajajaran. Saat ini cungkup Situs Prasasti Batutulis masih dipertahankan. Cungkup ini dilaporkan keberadaannya pada tahun 1864. Menurut Danasasmita 2014, cungkup mulai dibuat pada akhir abad 18. Bentuk cungkup yang menutupi objek di dalamnya memutuskan hubungan kesatuan ide posisi artefak-artefaknya. Lokasi situs saat ini diapit bangunan-bangunan yaitu rumah, tempat usaha, dan sekolah. Situs juga berada berdekatan dengan jalan raya sehingga membahayakan pejalan kaki yang berjalan di sisi situs.

1.3 Jalan Masuk Menuju Pakuan

Batas fisik lanskap ini dilaporkan oleh Abraham van Riebeeck pada tahun 1709 yang datang dari arah Baranangsiang. Riebeeck melaporkan penemuan alun- alun yang di sekelilingnya terdapat 3 pohon beringin yang disebutnya sebagai bitsarboom atau pohon ‘bicara’. Sebutan ini disebabkan rapat umum kerajaan pada jaman dahulu dilakukan di bawah naungan pohon beringin dimana pembesar kerajaan yang akan berbicara berdiri di bawahnya. Saat ini alun-alun yang dideskripsikan Riebeeck adalah Alun-Alun Empang yang dikelilingi bangunan padat penduduk dan dilewati jalur lalu lintas yang ramai setiap harinya. Pembangunan fasilitas umum seperti rumah sakit, pusat perbelanjaan, dan penambahan pemukiman semakin membuat padat wilayah ini. Gambar 16 Alun-alun Empang tahun 1880 a, alun-alun Empang saat ini b Sumber: Komarudin 2012, dokumentasi lapang a b a b Setelah melewati alun-alun tersebut, Riebeeck melewati sebuah parit, kemudian jalanan menanjak yang sempit dan diapit dua parit yang terjal dan dalam. Saat ini jalan yang dilewati Riebeeck adalah Tanjakan Empang-Bondongan dan dua parit terjal tersebut menjadi jalur kereta api dan deretan pemukiman penduduk. Gambar 17 Kondisi Tanjakan Bondongan dahulu a, bekas parit dilihat dari Tanjakan Bondongan b, Tanjakan Bondongan saat ini c Sumber: Komarudin 2012, dokumentasi lapang

1.4 Bekas Parit

Batas fisik lanskap ini dilaporkan oleh Abraham van Riebeeck pada tahun 1704. Dalam perjalanannya Riebeeck menemukan batu tinggi berisi tulisan Prasasti Batutulis dan 3 buah patung arca Situs Purwakalih, yang menandakan bahwa Riebeeck telah memasuki kawasan Pakuan. Kemudian Riebeeck mencatat di sebelah barat 3 patung arca tersebut terdapat jalanan menurun terjal menuju Sungai Cisadane. Di sisi jalan tersebut diapit oleh parit yang juga terjal. Saat ini jalanan menurun tersebut adalah Jalan Drs. Saleh Danasasmita dan pada bekas parit kini dibangun jalur rel kereta api Stasiun Batutulis. Gambar 18 Tebing Cipaku tahun 1870 a, tebing Cipaku pada Jalan Drs. Saleh Danasasmita b, pemukiman di bawah tebing Cipaku c Sumber: Hamdany 2012 Komarudin 2012, dokumentasi lapang Rel kereta api di Jalan Layungsari yang dibangun di bekas parit Pakuan saat ini diapit pemukiman padat penduduk. Jalur kereta masih aktif digunakan, yaitu rute Batutulis-Cianjur-Sukabumi. a b c a b c