Tahap Persiapan Evaluasi Pelestarian Lanskap Sejarah Periode Kerajaan Terhadap Kesiapan Bogor Sebagai Kota Pusaka

16 Tahap analisis data dengan metode 2 Cultural Mapping dilakukan mengikuti tahapan proses mapping, yaitu Perencanaan, Mendesain Pemetaan, Wawasan dan Dukungan Masyarakat, Menyusun Peta, dan Finalisasi Peta. Data analisis didapatkan dari hasil telaah pustaka, survei lapang, dan wawancara mengenai basis pengrajin lokal. Pada survei lapang, dikumpulkan data mengenai keberadaan elemen-elemen apa sajakah yang berada dalam lanskap sejarah Periode Kerajaan di Kota Bogor kemudian dilakukan cross-checking dengan hasil telaah pustaka dan pendataan yang dilakukan pihak Disbudparektif Kota Bogor. Selain itu dilakukan pengecekan delineasi hasil pemetaan dari pustaka yang digunakan dan dengan delineasi hasil survei lapang. Delineasi yang dimaksud adalah delineasi bekas wilayah kekuasaan Pakuan ibukota Kerajaan Pajajaran, dan apakah terdapat sisa-sisa peninggalannya baik dalam bentuk artefak benda maupun nonbenda. Pada wawancara mengenai basis pengrajin lokal, dikumpulkan data mengenai pengrajin-pengrajin produk lokal apa sajakah yang terdapat di lanskap sejarah Periode Kerajaan di Kota Bogor. Produk kerajinan yang ada adalah yang menggunakan bahan-bahan lokal yang dapat ditemukan pula pada masa Kerajaan Pajajaran. Basis pengrajin lokal yang berada di luar batas lanskap sejarah namun masih memiliki keterikatan akan dijadikan sebagai outlier atau komponen asing. Hasil proses mapping yang didapat selanjutnya disusun ke dalam suatu peta. Tahapan sistematisnya merujuk pada dokumen Borobudur Cultural Mapping Report and Artisan Baseline Survey yang dikeluarkan oleh UNESCO 2014 dengan beberapa perubahan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Masing-masing basis pengrajin yang telah didata kemudian disusun ke dalam suatu tabel Tabel 7 untuk mengetahui identitas pengrajin, jenis produk, bahan yang digunakan, lokasi pemasaran produk, dan moda transportasi yang digunakan mengantar produk untuk dijual. Selain itu disertakan deskripsi berupa paragraf mengenai alasan mengapa basis pengrajin tersebut dipilih untuk menguatkan ciri khas lanskap sejarah Kota Bogor Periode Kerajaan dan identitas masyarakatnya. Kemudian dilakukan analisis menggunakan metode Analisis Isi Tabel 8, dimana pesan-pesan berupa frasa atau kata yang muncul adalah bahan atau material lokal yang ditemukan pula pada masa Kerajaan Pajajaran, berdasarkan pustaka Ekadjati 2009. Tabel 7 Deskripsi basis pengrajin lokal No Identitas Lokasi Jenis Produk Bahan yang Digunakan Pemasaran Produk Moda Transportasi Pemasaran 1 Pengrajin A 2 Pengrajin B 3 Pengrajin C Sumber: Borobudur Cultural Mapping Report and Artisan Baseline Survey; dengan perubahan UNESCO 2014 Tabel 8 Perbandingan frasa-frasa yang muncul dalam pustaka Basis pengrajin Bahan Bahan 1 Bahan 2 Bahan 3 Bahan ...dst Pengrajin 1 AdaTidak Ada Pengrajin 2 Pengrajin 3 Pengrajin ...dst Sumber pustaka: Ekadjati 2009 Tahap analisis data dengan metode 3 penilaian karakteristik lanskap sejarah dilakukan menggunakan penilaian kualitas lanskap menurut Harris dan Dines 1988 terhadap tiga aspek, yaitu a keaslian originality, b keunikan uniqueness, dan c kondisi fisik dan lingkungan. Ketiga aspek tersebut dipilih sesuai dengan kebutuhan penelitian. Penilaian kualitas lanskap dilakukan untuk menyatakan derajat dari ketiga aspek tersebut, dan untuk memperdalam penilaian signifikansi maka dilakukan penelusuran sejarah. Hasil penilaian signifikansi juga ditinjau berdasarkan sepuluh kriteria Outstanding Universal Value terhadap penetapan Kota Pusaka Tabel 9. Tabel 9 Sepuluh kriteria Outstanding Universal Value of World Heritage Kriteria Deskripsi i Mewakili sebuah karya jenius kreatif manusia. ii Menunjukkan pentingnya pertukaran nilai-nilai kemanusiaan, selama rentang waktu atau dalam wilayah budaya dunia, pada perkembangan arsitektur atau teknologi, seni yang monumental, perencanaan kota, atau desain lanskap. iii Menanggung kesaksian yang unik atau setidaknya luar biasa untuk tradisi budaya atau peradaban yang hidup atau yang telah hilang. iv Menjadi sebuah contoh luar biasa dari jenis bangunan, ensemble atau lanskap yang menggambarkan signifikansi dalam sejarah manusia arsitektur atau teknologi. v Menjadi sebuah contoh luar biasa dari pemukiman tradisional manusia, penggunaan lahan, atau laut yang merupakan perwakilan dari budaya, atau interaksi manusia dengan lingkungan terutama ketika telah menjadi rentan di bawah dampak perubahan yang tidak dapat pulih. vi Akan secara langsung atau nyata terkait dengan peristiwa atau tradisi yang hidup, ide-ide, keyakinan, karya seni, dan sastra yang memiliki signifikansi universal yang luar biasa. Komite menganggap bahwa kriteria ini sebaiknya digunakan dalam hubungannya dengan kriteria lain vii Mengandung fenomena alam superlatif atau daerah keindahan alam yang luar biasa dan estetis. viii Menjadi contoh luar biasa yang mewakili tahap utama dari sejarah bumi, termasuk rekaman kehidupan, berlangsung proses geologi yang signifikan dalam pengembangan bentang alam, geomorfik, atau fitur fisiografi.