Sisa Benteng Pakuan Batas Fisik Lanskap Sejarah

lereng sungai Ciliwung yang melewati Komplek Perkantoran PAM dan memotong Jalan Pajajaran,

3. pada bagian utara berupa tebing terjal, yaitu dari ujung lembah sungai

Cipakancilan Kampung Cincau yang tersambung dengan tebing Gang Beton hingga memotong Jalan Suryakencana, dan pada

4. bagian selatan berupa benteng yang membentang dari pertemuan Jalan

Pajajaran, menembus Jalan Siliwangi, dan terus membentang hingga Kampung Lawang Gintung. Gambar 27 Perkiraan delineasi pusat Kerajaan Pajajaran Sumber: Inventarisasi Aset Pusaka Kota Bogor 2013 Danasasmita dalam Sejarah Bogor 2012 memetakan delineasi batas fisik peninggalan Kota Pakuan berdasarkan kajian sejarah laporan perjalanan dan naskah kuno. Batas yang dipetakan adalah parit lebar, alun-alun luar, benteng dan keraton Pakuan Gambar 28. Lebih lanjut Danasasmita mendeskripsikan lokasi batas-batas fisik lanskap namun tidak seluruhnya dipetakan. Gambar 28 Perkiraan delineasi benteng Pakuan Sumber: Danasasmita 2012 40 Zahorka dalam The Sunda Kingdoms of West Java 2012 memetakan sisa benteng Pakuan berdasarkan peta yang dibuat C.M Pleyte pada tahun 1910 dan dipublikasikan oleh Haan pada tahun 1911 Gambar 29. Kegiatan turun lapang menunjukkan delineasi yang relevan dan masih dapat dilihat keberadaan fisiknya, walaupun telah mengalami perubahan terutama secara spasial. Gambar 29 Delineasi sisa benteng Pakuan Sumber: Zahorka 2007 Berdasarkan kajian ketiga delineasi tersebut, terdapat beberapa perbedaan pada jenis batas fisik lanskap yang dipetakan maupun keberadaannya. Delineasi yang dipetakan tim P3KP memfokuskan pada batas fisik berupa sisa benteng dan lokasi gerbang Kota Pakuan. Namun keterangan terkait kondisi fisik dan dokumentasinya tidak disertakan, sehingga dalam buku Inventarisasi Aset Pusaka Kota Bogor yang dipublikasikan tahun 2013, sejarah Kota Bogor pada periode kerajaan adalah bagian yang paling singkat dibahas dibandingkan sejarah pada periode setelahnya. Padahal periode ini merupakan periode yang sangat berkaitan dengan perkembangan periode berikutnya. Delineasi yang dipetakan Zahorka memfokuskan pada batas fisik berupa jalur sisa benteng Pakuan dan dugaan lokasi keraton Pakuan berdasarkan kajian terhadap laporan perjalanan Pirès. Penjelasan delineasi Zahorka terpusat pada kondisi fisik sisa benteng dan situasi di sekitarnya yang telah mengalami perubahan. Pada delineasi yang dipetakan tim P3KP dan Zahorka tidak disertai keberadaan batas fisik lanskap berupa parit. Batas ini berdampingan dengan benteng dan merupakan batas alami yang melindungi keberadaan Kota Pakuan pada masa itu. Batas fisik lanskap berupa parit dideskripsikan secara rinci oleh Danasasmita dalam kajian yang dilakukannya pada tahun 1980-an. Terdapat keterangan berupa dokumentasi foto yang menampilkan kondisi fisiknya. Selain batas parit, Danasasmita juga mendeskripsikan batas fisik lanskap lainnya yaitu sisa benteng, alun-alun, keraton, tempat penobatan raja, dan gerbang kota. Berdasarkan survei lapang, beberapa batas fisik lanskap masih dapat dilihat keberadaan fisiknya. Sementara itu ada pula yang bentuk fisiknya sudah hilang sama sekali dan hanya dapat dilihat dari dokumentasi Danasasmita, seperti adanya tunggul pohon yang menandakan arah gerbang masuk Pakuan, lokasi kebun kerajaan, dan runtuhan parit, namun tidak ada penjelasan lebih mendetil terkait hal tersebut. Penjelasan kondisi batas-batas fisik lanskap dibahas secara rinci dan beberapa diantaranya disertai dokumentasi. Survei lapang yang telah dilakukan membuktikan relevansi keberadaan batas fisik pada rentang tahun 1980-an hingga saat ini dan dalam rentang tersebut terdapat perubahan baik pada kualitas fisik maupun kualitas lingkungan di sekitarnya. Untuk menilai tingkat reliabilitas dari pustaka Tim P3KP, pustaka Zahorka, dan pustaka Danasasmita tersebut, dilakukan pengkajian menggunakan metode Analisi Isi. Masalah yang dikaji adalah pustaka manakah yang frekuensi kemunculan kata-kata batas fisik lanskap tinggi. Serta pustaka manakah yang tidak membahas kata tertentu. Kata-kata tersebut adalah titik-titik batas yang membentuk delineasi wilayah kekuasaan Pakuan, yaitu 1 gerbang menuju keraton, 2 tempat penobatan raja, jalan masuk menuju Pakuan, 4 bekas parit, dan 5 sisa benteng Pakuan. Keseluruhan batas berasal dari periode yang sama, yaitu pada saat Kota Bogor masih merupakan ibukota Kerajaan Pajajaran. Pengkajian masalah ini adalah guna mengetahui pustaka yang paling relevan dan reliabilitas informasi di dalamnya tinggi sehingga sahih dan dapat dipercaya. Pembahasan mengenai hal ini dapat dilihat pada Tabel 18, dimana disebutkan batas- batas fisik lanskap, pustaka yang membahasnya, dan lokasi batas tersebut dideskripsikan. Tabel 18 Keberadaan batas fisik lanskap sejarah peninggalan Pakuan Pustaka sejarah Batas Gerbang Menuju Keraton Tempat Penobatan Raja Jalan Masuk Pakuan Jalur Parit Sisa Benteng Tim P3KP Tidak dibahasTidak ada Tidak dibahasTidak ada Dibahas , dibagi menjadi 2 yaitu Gerbang Utara dan Gerbang Selatan Tidak dibahasTidak ada Dibahas , yaitu berupa bentangan dari: - Tebing Cipaku-tebing Cipakancilan - Jl. Suryakencana- memotong Jl. Pajajaran - Sungai Cipakancilan-Jl. Suryakencana - Jl. Pajajaran- Lawanggintung Zahorka Tidak dibahasTidak ada Dibahas , yaitu berada di kompleks Situs Prasasti Batutulis Dibahas, yaitu berada di Jl. Batutulis dekat Situs Batu Congkrang Tidak dibahasTidak ada Dibahas , yaitu berada di: - Jl. Batutulis, dekat Situs Batu Congkrang - Jl. Sukasari