30 sekitarnya maupun yang berada di luar Kelurahan Batutulis, masih memiliki
hubungan erat dengan sejarah Situs Prasasti Batutulis dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan.
Namun, tim P3KP dalam kajian sejarah yang telah disusun menuturkan penjelasan yang kurang mendalam terhadap obyek apa saja yang terdapat di dalam
Sub Kawasan Khusus. Penuturan di dalamnya cenderung memusat hanya pada Situs Prasasti Batutulis saja, padahal apabila dilihat dari hirarki periodisasi sejarah
di Kot a Bogor, periode kerajaan merupakan ‘pondasi’ bagi awal mula
berkembangnya sejarah Kota Bogor. Sangat sedikitnya data sejarah mengenai periode ini dan kurangnya sejarawan atau ahli khusus, menjadi kendala bagi
perkembangan pengetahuan mengenai sejarah Kota Bogor pada periode Kerajaan Pajajaran.
Kondisi Umum Kawasan 1. Kota Bogor
Berdasarkan publikasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor Bappeda dan Badan Pusat Statistik Kota Bogor BPS pada tahun 2013,
secara geografis Kota Bogor terletak di antara 106° 48’ BT dan 6° 26’ LS serta
berada di tengah wilayah Kabupaten Bogor. Lokasi Kota Bogor yang dekat dengan ibukota Indonesia Kota Jakarta merupakan potensi bagi perkembangan dan
pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, serta pariwisata berbasis sejarah dan
budaya.
Kota Bogor memiliki total luasan wilayah sebesar 11.850 hektar terbagi menjadi 6 kecamatan, 31 kelurahan, 37 desa, 210 dusun, 623 Rukun Warga RW,
2712 Rukun Tetangga RT, dan dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor dengan batasan:
a. Sebelah utara dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, Sukaraja, b. Sebelah timur dengan Kecamatan Sukaraja dan Ciawi,
c. Sebelah barat dengan Kecamatan Dramaga, Ciomas, dan d. Sebelah selatan dengan Kecamatan Cijeruk, Caringin.
2. Kelurahan Batutulis
Kelurahan Batutulis merupakan salah satu kelurahan yang masuk dalam wilayah Kecamatan Bogor Selatan. Luas wilayah Kelurahan Batutulis sebesar 66
hektar dengan ketinggian rata-rata 350 meter dari permukaan laut. Kelurahan Batutulis memiliki 43 Rukun Tetangga dan 10 Rukun Warga, 2.524 Kepala
Keluarga dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 15.289 per kilometer persegi. Batas administratif Kelurahan Batutulis yaitu:
a. Sebelah utara dengan Kelurahan Bondongan, b. Sebelah timur dengan Kelurahan Lawang Gintung,
c. Sebelah barat dengan Kelurahan Rangga Mekar, dan d. Sebelah selatan dengan Kelurahan Cipaku.
Gambar 11 Peta wilayah Batutulis tahun 1901 a, peta Kelurahan Batutulis b Sumber: KITLV Media 1901, Arsip Kelurahan Batutulis 2015
Berdasarkan kajian Daftar Obyek Wisata Kota Bogor Dalam Angka 2013, atraksi turis di wilayah Batutulis hanya tercantum situs Prasasti Batutulis. Hal ini
berbeda dengan hasil yang didapatkan pada saat observasi lapang, yaitu terdapat 5 objek peninggalan sejarah periode kerajaan dan sudah terdaftar sebagai Benda
Cagar Budaya di bawah pengawasan Dinas Kebudayaan, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif Kota Bogor, serta 1 objek yang memiliki potensi untuk dijadikan Benda
Cagar Budaya.
Analisis Karakteristik Lanskap Sejarah Periode Kerajaan Elemen Lanskap Sejarah
Lanskap sejarah periode kerajaan di Kota Bogor terbagi menjadi dua bagian, yaitu batas fisik lanskap dan objek-objek yang merupakan Benda Cagar Budaya.
Berdasarkan data yang diperoleh melalui penelusuran sejarah dan observasi lapang, batas fisik lanskap berupa sisa-sisa peninggalan sejarah Kota Bogor pada masa
masih merupakan ibukota Kerajaan Pajajaran yaitu Kota Pakuan. Lokasi dan perkembangan Kota Pakuan tidak terlepas dari pemahaman masyarakat yang hidup
pada masa itu, yaitu masyarakat Sunda.
Masyarakat dengan latar belakang kebudayaan sawah menganggap bahwa lahan ideal untuk pusat pemerintahan adalah lahan yang datar, luas, dialiri sungai,
dan terlindung pegunungan. Istilah topografik lahan jenis tersebut dikenal dengan nama garuda ngupuk dan saat ini dapat dilihat di Kota Garut, Kota Bandung, dan
Kota Tasikmalaya. Sementara kota-kota seperti Kota Cianjur, Kota Sukabumi, dan Kota Bogor dibangun berdasarkan konsep pengembangan perkebunan dan
pertanian huma. Masyarakat dengan latar belakang tersebut berorientasi pada lahan datar. Istilah topografik lahan jenis ini dikenal dengan nama lemah tanah
duwur
luhur tinggi, dimana masyarakat tidak berlindung di balik bukit, melainkan di atas bukit.
Lokasi Kota Pakuan merupakan lahan lemah duwur, dimana satu sisinya menghadap kearah Gunung Salak. Tebing Ciliwung, Cisadane, dan Cipaku
merupakan pelindung alami kota. Masyarakat pada masa itu juga menganggap
a b