Teori Perdagangan Internasional Kerangka Pemikiran Teoritis

vertikal terjadi pada perdagangan komoditi yang sama dengan kualitas yang berbeda. Selain itu, Thorpe 2005 menggunakan model gravity, yang hasilnya menunjukkan bahwa faktor yang signifikan mempengaruhi IIT pada sektor manufaktur di Asia Timur adalah GDP, perbedaan GDP, GDP perkapita, perbedaan GDP perkapita, jarak, kurs, ketidakseimbangan perdagangan, dan economies of scale . Austria 2004 yang penelitiannya bertujuan untuk menganalisis karakteristik perdagangan pada 11 sektor prioritas ASEAN periode 1997-2001 dan mengukur integrasi pada 11 sektor tersebut melalui IIT menunjukkan bahwa IIT relatif tinggi hanya pada sektor ICT dan elektronik. Penelitian Menon 1996 bertujuan untuk mengukur besarnya kontribusi pertumbuhan perdagangan intra industri dan pertumbuhan perdagangan neto terhadap pertumbuhan total perdagangan ASEAN periode 1981-1986 dan 1986- 1991 khususnya manufaktur. Dengan metode Grubel-Lloyd Index untuk mengukur IIT hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kontribusi pertumbuhan perdagangan intra industri terhadap pertumbuhan total perdagangan ASEAN adalah lebih besar dibandingkan kontribusi yang diberikan oleh perdagangan neto di sebagian besar negara ASEAN. Dari berbagai penelitian terdahulu, maka penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui dampak ASEAN Plus Three FTA cukup relevan untuk dilakukan. Dengan posisi dayasaing seperti saat ini, penelitian ini ingin melihat dampak secara luas dari adanya FTA dalam skema ASEAN Plus Three dan bagaimana jika dibandingkan dengan skema ASEAN Plus One seperti yang telah dilakukan pda penelitiannya sebelumnya.

2.4 Kerangka Pemikiran Teoritis

2.4.1. Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan merupakan suatu proses pertukaran barang dan jasa yang dilakukan atas dasar suka sama suka, untuk memperoleh barang yang dibutuhkan. Dalam masa globalisasi, perdagangan tidak hanya dilakukan dalam satu negara saja. Bahkan dunia sudah memasuki perdagangan bebas. Hampir tidak ada satu negarapun yang tidak melakukan hubungan dengan negara lain Dumairy, 1997. Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain motif mencari keuntungan, Krugman 1991 mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional: 1. Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain. 2. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi economic of scale Menurut Tambunan 2001, faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan internasional dapat dilihat dari teori penawaran dan permintaan. Dari teori penawaran dan permintaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya kelebihan produksi dalam negeri penawaran dengan kelebihan permintaan negara lain. Secara teoritis, suatu negara misal negara A akan mengekspor suatu komoditi misal pakaian jadi ke negara lain misal negara B apabila harga domestik negara A sebelum terjadinya perdagangan internasional relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik negara B Gambar 2.3. Stuktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A telah terjadi excess supply memiliki kelebihan produksi. Dengan demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Dilain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya excess demand sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli pakaian jadi dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara negara A dengan negara B, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengah harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama. O Q A O Q O Q B S B Negara A ekspor Perdagangan Internasional Negara B impor Sumber : Salvatore, 1997 Gambar 2.3. Kurva Perdagangan Internasional Keterangan: P A : Harga domestik di negara A pengekspor tanpa perdagangan internasional OQ A : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A pengekspor tanpa perdagangan internasional A : Kelebihan penawaran excess supply di negara A pengekspor tanpa perdagangan internasional X : Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A P B : Harga domestik di negara B pengimpor tanpa perdangangan internasional. OQ B : Jumlah produk domestrik yang diperdagangkan di negara B pengimpor tanpa perdagangan internasional. B : Kelebihan permintaan excess demand di negara B pengimpor tanpa perdagangan internasional. M : Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B P : Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdangangan internasional OQ : Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana jumlah yang diekspor X sama dengan jumlah yang diimpor M. Gambar 2.3 memperlihatkan sebelum terjadinya perdangangan internasional harga di negara A sebesar P A , sedangkan di negara B sebesar P B . Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari P A sedangkan permintaan di pasar internasional akan jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional P sama dengan P A maka negara B akan terjadi excess demand ED sebesar B. Jika harga internasional sama dengan P B maka di negara A akan terjadi excess supply ES sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka P A X D A A S A ES P ED B M P B DB negara A akan mengekspor komoditi pakaian jadi sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor komoditi pakaian jadi sebesar M, dimana di pasar internasional sebesar X sama dengan M yaitu Q. Konsep perdagangan bebas untuk pertama kali diperkenalkan oleh Adam Smith pada awal abad ke-19 dengan teori keunggulan absolut absolute comparative . Teori Adam Smith kemudian disempurnakan oleh David Ricardo 1817 dengan model keunggulan komparatif The Theory of Comparative Advantage . Berbeda dengan konsep keunggulan absolut yang menekankan pada biaya riil yang lebih rendah, keunggulan komparatif lebih melihat pada perbedaan harga relatif antara dua input produksi sebagai penentu terjadinya perdagangan. Menurut David Ricardo Hady, 2001, perdagangan dapat dilakukan oleh negara yang tidak memiliki keunggulan absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan dengan melakukan spesialisasi produk yang kerugian absolutnya lebih kecil atau memiliki keunggulan komparatif. Hal ini dikenal sebagai Hukum Keunggulan Komparatif Law of Comparative Advantage. Keunggulan komparatif dibedakan atas cost comparative advantage labor efficiency dan production comparative advantage labor productivity . Asumsi yang digunakan Salvator, 1997: a Hanya terdapat dua negara dan dua komoditi b Perdagangan bersifat bebas c Terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara. d Biaya produksi konstan e Tidak terdapat biaya transportasi f Tidak ada perubahan teknologi Menurut teori cost comparative advantage labor efficiency, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien. Berdasarkan analisis production comparative advatage labor productivity dapat dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut berproduski lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak produktif. Dengan kata lain, cost comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga kerja dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi. Production comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu barangjasa dibandingkan negara lain sehingga tidak memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Dengan demikian keuntungan perdagangan diperoleh jika negara melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost comparative advantage dan production advantage. Atau dengan mengekspor barang yang keunggulan komparatifnya tinggi dan mengimpor barang yang keunggulan komparatifnya rendah. Teori klasik Ricardo tersebut selanjutnya dikembangkan oleh Heckscher- Ohlin H-O dengan The Theory of Factor Proportions 1949 – 1977. Model H- O mengatakan bahwa walaupun tingkat teknologi yang dimiliki sama, perdagangan internasional akan tetap terjadi bila ada perbedaan kepemilikan faktor produksi factor endowment diantara masing-masing negara. Satu negara dengan kepemilikan kapital berlebih akan berspesialisasi dan mengekspor komoditi padat kapital capital-intensive goods, dan sebaliknya negara dengan kepemilikan tenaga kerja berlebih akan memproduksi dan mengekspor komoditi padat tenaga kerja labor-intensive goods. Pendekatan tentang perdagangan internasional untuk bisa memahami manfaat yang dapat diperoleh dari adanya perdagangan bisa dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan. Kedua pendekatan tersebut adalah: pendekatan keseimbangan parsial dan pendekatan keseimbangan umum.

2.4.2. Teori Keseimbangan Umum