BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA
TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
Negara-negara  yang  tergabung  dalam  ASEAN  bersama  dengan  Cina, Jepang  dan  Rep.  Korea  telah  sepakat  akan  membentuk  suatu  kawasan
perdagangan  bebas.  Persetujuan  tersebut  resmi  ditandatangani  pada  bulan Oktober  2009  di  Thailand.  FTA  ini  akan  menjadi  kawasan  FTA  terbesar  di
seluruh dunia karena akan menyebabkan terjadinya integrasi perekonomian yang melibatkan  jumlah  konsumen  yang  sangat  besar.  Implikasi  bagi  Indonesia  dan
negara lain yang terlibat adalah tentu saja harus menghadapi pasar bebas kawasan ASEAN  Plus  Three  dengan  tingkat  persaingan  yang  lebih  ketat. Karena
hambatan-hambatan  perdagangan  yang  salah  satu  bentuknya  adalah  tarif  akan dihapuskan.  Dalam  bab  ini  akan  dibahas  lebih  dalam  mengenai  dampak  dari
diberlakukannya  FTA  ASEAN  Plus  Three  Indonesia,  Malaysia,  Filipina, Singapura, Thailand, Cina, Jepang dan Rep. Korea terhadap ekonomi makro dan
sektoral, khususnya bagi Indonesia.
6.1. Dampak  ASEAN  Plus  Three  Free  Trade  Area  FTA  terhadap
Ekonomi Makro Indonesia Pengaruh penghapusan tarif terhadap beberapa peubah ekonomi makro di
masing-masing  negara  ASEAN,  Cina,  Jepang  dan  Rep.  Korea  sesuai  dengan kesepakatan  kerjasama  ASEAN  Plus  Three  ASEAN,  Cina,  Jepang  dan  Rep.
Korea  pada  komoditi  yang  diperdagangkan  dapat  dilihat  pada  Tabel  6.2. Penghapusan  tarif  berdampak  pada  peningkatan  kesejahteraan  semua  negara
anggota  ASEAN  dan  Cina,  Jepang  serta  Rep.  Korea  yang  terlihat  dari  adanya peningkatan  nilai equivalent variation pada  masing-masing  negara  ASEAN  Plus
Three .  Hal  ini  mengimplikasikan  bahwa  pembentukan  kerjasama  FTA  ASEAN
Plus  Three setidaknya  memiliki  pengaruh  positif  bagi  negara  yang  terlibat.
Peningkatan  kesejahteraan  yang  terjadi  pada  ASEAN  Plus  Three  karena  adanya trade  creation  effect
dimana  kesejahteraan  masyarakat  meningkat  karena memperoleh barang dengan harga yang relatif lebih murah. Trade creation adalah
penggantian produk domestik negara yang melakukan FTA dengan produk impor yang  lebih  murah  dari  anggota  lain.  Jika  seluruh  sumber  daya  digunakan  secara
full  employment dan  dengan  melakukan  spesialisasi  berdasarkan  comparative
advantage ,  masing-masing  negara  akan  memperoleh  dampak  positif  berupa
peningkatan  kesejahteraan  masyarakat  karena  memperoleh  barang  dengan  harga yang relatif lebih murah. Indonesia mengalami peningkatan kesejahteraan sebesar
US  685.90  juta.  Sementara  peningkatan  terkecil  dialami  oleh  Filipina  yaitu sebesar US 148.85 juta dan peningkatan paling  besar dialami oleh Jepang  yaitu
sebesar  US  8428.85  juta.  Jika  dibandingkan  dengan  negara  sesama  ASEAN lainnya  seperti  Thailand  dan  Malaysia,  Indonesia  masih  mengalami  peningkatan
yang  jauh  lebih  kecil.  Hal  ini  mencerminkan  bahwa  trade  creation  effect  di Thailand dan Malaysia lebih berpengaruh positif dibanding di Indonesia.
Jika  dilihat  dampak  FTA  dalam  skema  ASEAN  Plus  Three  terhadap performa  pertumbuhan  nasional,  maka  secara  keseluruhan  terjadi  peningkatan
Produk Domestik Bruto PDB riil di semua  negara ASEAN Plus Three, kecuali Singapura  yang  mengalami  penurunan  PDB  riil  sebesar  0.03  persen.  Sebagai
negara  berkembang  yang  masih  mengandalkan  ekspor  sebagai  instrumen  untuk mengejar  pertumbuhan  ekonomi,  peningkatan  PDB  riil  yang  dialami  Indonesia
relatif  kecil,  yaitu  hanya  sebesar  0.18  persen.  Lebih  kecil  dibanding  Filipina, Malaysia dan Thailand. Dimana Thailand mengalami peningkatan PDB riil paling
besar yaitu sebesar 1.34 persen. Di kawasan Asia Timur, Rep. Korea mengalami peningkatan PDB riil paling besar, yaitu 0.56 persen. Sementara peningkatan PDB
riil  pada  Cina  dan  Jepang  masing-masing  hanya  sebesar  0.13  persen  dan  0.05 persen.  Kuantitas  PDB  meningkat  dengan  besaran  yang  relatif  kecil  dan  lebih
disebabkan oleh peningkatan konsumsi walaupun di satu sisi investasi meningkat, tetapi  peningkatannya  relatif  kecil  untuk  mendorong  peningkatan  PDB  kuantitas
volume. Uraian tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.2. Peningkatan  PDB  riil  Indonesia  dan  negara  ASEAN  Plus  Three  lainnya
lebih  disebabkan  karena  peningkatan  investasi  dan  konsumsi  rumah  tangga. Namun  investasi  yang  terjadi  di  Indonesia  jauh  lebih  kecil  dari  yang  terjadi  di
Malaysia dan Thailand. Ini menunjukkan bahwa daya tarik Investasi di Indonesia lebih  lemah  jika  dibandingkan  dengan  Malaysia  dan  Thailand.  Hal  ini  diperkuat
dengan data Global Competitiveness Index dalam World Economic Forum 2010, dimana  peringkat  Indonesia  jauh  berada  di  bawah  Malaysia  dan  Thailand.
Indonesia  berperingkat  44,  sementara  Thailand  berada  pada  peringkat  38  dan Malaysia peringkat 26.
Jika  dilihat  hasil  simulasi  penghapusan  tarif  terhadap  PDB  deflator  atau tingkat  inflasi  di  negara  ASEAN,  Cina,  Jepang  dan  Rep.  Korea  meski
meningkatkan inflasi, namun peningkatannya relatif kecil, bahkan untuk Malaysia dan  Filipina  terjadi  penurunan  tingkat  inflasi  yakni  masing-masing  sebesar  0.29
persen  dan  0.17  persen.  Sedangakan  Indonesia  meningkat  sebesar  0.25  persen, Singapura sebesar 1.12 persen, Thailand sebesar 3.53 persen. Untuk Cina, Jepang
dan  Rep.  Korea  meningkat  masing-masing  sebesar  0.35  persen;  1,07  persen  dan 1.58 persen. Meningkatnya PDB deflator di negara-negara ASEAN ini, termasuk
Indonesia, salah satunya karena masih tingginya tingkat ketergantungan beberapa komoditi impor khususnya dari Cina yang harganya menjadi meningkat sehingga
mempengaruhi  indeks  harga  umum.  Secara  umum  hal  tersebut  mengartikan bahwa antar sesama negara ASEAN Plus Three mengalami saling ketergantungan
terhadap barang-barang impor dari sesama negara ASEAN Plus Three itu sendiri. Dengan  adanya  saling  ketergantungan  tersebut,  ketika  tarif  impor  dihapuskan,
maka  permintaan  terhadap  barang-barang  impor  dapat  dipastikan  langsung meningkat,  sehingga  harganya  pun  akan  meningkat  menyesuaikan  tingkat
permintaan dan mempengaruhi indeks harga umum. Variabel  Term  of  Trade  TOT  atau  kurs  riil  mencerminkan  harga  relatif
barang-barang  antara  dua  negara.  Dari  hasil  simulasi,  TOT  negara  ASEAN menjadi  meningkat  karena  adanya  penghapusan  tarif  impor  kecuali  Filipina.
Kurs riil atau TOT tinggi mencerminkan barang-barang impor relatif lebih murah dan barang-barang domestik di negara-negara ASEAN relatif lebih mahal. Hal ini
berarti  dengan  adanya  penghapusan  tarif  impor  maka  negara  ASEAN  semakin turun daya saingnya, dimana dalam hal ini Thailand yang paling besar mengalami
peningkatan  TOT.  Sedangkan  TOT  Cina,  menurun  sebesar  0.004  persen,  yang menandakan  produk  yang  diperdagangkan  dari  Cina  sedikit  meningkat  daya
saingnya  dengan  penghapusan  tarif  di  negara-negara  ASEAN,  Cina,  Jepang  dan Rep. Korea.
Lebih  jauh,  dampak  kenaikan  atau  penurunan  ekspor  dan  impor  secara total  masing-masing  sektor  di  negara  ASEAN,  Cina,  Jepang  dan  Rep.  Korea
maupun sebaliknya berdampak pada neraca perdagangan di hampir seluruh negara
yang  terlibat.  Pada  Tabel  6.2  terlihat  bahwa  neraca  perdagangan  semua  negara mengalami  penurunan,  namun  sebenarnya  dengan  adanya  FTA  ini  justru
memperbaiki  neraca  perdagangan  diantara  sesama  negara  ASEAN  Plus  Three. Karena pada kondisi awal  sebelum diberlakukannya  FTA  neraca perdagangan di
hampir seluruh negara yang terlibat sudah mengalami defisit yang jauh lebih besar Tabel 6.1. Pada Tabel 6.1 terlihat perbedaan neraca perdagangan antara sebelum
FTA dan sesudah FTA. Pada umumnya neraca perdagangan setiap negara menjadi lebih  baik  setelah  adanya  FTA,  kecuali  yang  dialami  oleh  Thailand.  Perubahan
neraca  perdagangan  yang  relatif  paling  baik  dialami  oleh  Singapura,  yaitu  dari US  -3,950.80  juta  menjadi  US  -97.69  juta.  Sementara  Indonesia  berubah  dari
US  -4,959.60  juta  menjadi  US  -491.09  juta.  Karena  semakin  kecilnya  defisit neraca  perdagangan,  hal  ini  menunjukkan  bahwa  dengan  adanya  FTA  mampu
memperbaiki kinerja perdagangan masing-masing negara yang terlibat. Tabel  6.1.  Neraca  Perdagangan  Sebelum  dan  Setelah  ASEAN  Plus  Three  FTA
Juta dolar Negara
Neraca Perdagangan Sebelum FTA
Neraca Perdagangan Setelah FTA
Indonesia -4,959.60
-491.09 Malaysia
-4,743.90 -1,136.65
Filipina -1,543.80
-289.05 Singapura
-3,950.80 -97.69
Thailand -5,824.90
-13,730.20 Cina
-18,840.20 -3,521.26
Jepang -23,105.50
-2,732.31 Korea
-12,090.10 -2,231.78
Sumber: Data Base GTAP versi 7.0 diolah Peningkatan  TOT  term  of  trade  atau  kurs  riil  mengakibatkan  barang-
barang  dan  jasa  Indonesia  relatif  lebih  mahal  dibandingkan  barang  dan  jasa  dari luar  negeri.  Hal  ini  mengakibatkan  peningkatan  impor  Indonesia  masih  lebih
besar  dari  peningkatan  ekspornya  Tabel  6.2.  Walaupun  demikian,  perubahan penurunannya  tergolong  kecil  dibandingkan  Malaysia  dan  Thailand  serta  lebih
kecil  juga  dibandingkan  negara-negara  Asia  Timur.  Neraca  perdagangan  yang negatif  juga  merupakan  signal  bahwa  peningkatan  investasi  dibiayai  oleh  saving
tabungan.  Secara  teoritis,  kenaikan  permintaan  investasi  akan  menurunkan tabungan  bersih  dan  mengurangi  persediaan  rupiah  yang  diinvestasikan  ke  luar
negeri, sehingga kurs riil keseimbangan akan meningkat dan mengakibatkan kurs rupiah  mengalami  apresiasi,  barang-barang  domestik  menjadi  relatif  lebih  mahal
terhadap  barang  luar  negeri,  dan  ekspor  netto  turun.  Pada  gilirannya,  hal  ini mengakibatkan neraca perdagangan menjadi negatif.
Dilihat dari neraca perdagangan dengan negara-negara selain ASEAN Plus Three
maka terjadi peningkatan. Misalnya pada rest of Asia dan rest of the World. Hal ini menunjukkan bahwa defisit neraca perdagangan yang dialami oleh negara-
negara yang terlibat dalam ASEAN Plus Three FTA dapat dikompensasi apabila negara-negara tersebut melakukan perdagangan dengan kawasan lain.
Variabel  investasi  pada  masing-masing  negara  menunjukkan  performa yang  berbeda-beda  akibat  skema  FTA  ASEAN  Plus  Three.  Diharapkan  dengan
FTA ASEAN Plus Three akan memberikan fasilitas bagi penanam modal. Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanam modal sesuai dengan Undang-Undang RI
Nomor  25  Tahun  2007  tentang  Penanaman  Modal  Bab  X  Pasal  4a  pajak penghasilan    melalui  pengurangan  penghasilan  netto  sampai  tingkat  tertentu
terhadap  jumlah  penanaman  modal  yang  dilakukan  dalam  waktu  tertentu,  b pembebasan  atau  keringanan  bea  masuk  atas  impor  barang  modal,  mesin,  atau
peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri, c  pembebasan  atau  keringanan  bea  masuk  bahan  baku  atau  bahan  penolong
untuk  keperluan  produksi  untuk  jangka  waktu  tertentu  dan  persyaratan  tertentu, d  pembebasan  atau  penangguhan  Pajak  Pertambahan  Nilai  PPn  atas  impor
barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu, e penyusutan atau amortisasi yang dipercepat, f
keringanan  Pajak  Bumi  dan  Bangunan  PBB.  Berdasarkan  hasil  simulasi  yang ditunjukkan  pada  Tabel  6.2,  investasi  Indonesia  meningkat  relatif  kecil  yaitu
sebesar  1.57  persen,  sedangkan  Thailand  mengalami  peningkatan  terbesar mencapai  36.81  persen  dan  Malaysia  sebesar  10.01  persen.  Walaupun  untuk
Indonesia  peningkatan  investasi  relatif  kecil  diharapkan  dapat  memperluas kesempatan  kerja  yang  disertai  dengan  peningkatan  keahlian  dan  keterampilan
sehingga  dalam  jangka  panjang  output  dapat  ditingkatkan  dan  efisiensi  dapat tercapai.  Dengan  peningkatan  output  domestik  maka  dapat  digunakan  untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri dan akan mengurangi volume impor.
Jika seluruh sumber daya digunakan secara penuh dan dengan melakukan spesialisasi  berdasarkan  comparative  advantage,  masing-masing  negara  akan
memperoleh  dampak  positif  akibat  liberalisasi  berupa  peningkatan  kesejahteraan karena  memperoleh  barang  dengan  harga  yang  relatif  murah.  Efek  positif  dari
trade  creation tidak  hanya  berlaku  bagi  masyarakat  yang  melakukan  konsumsi
namun  Pemerintah  yang  juga  melakukan  belanja  negara,  juga  mengalami peningkatan.  Pengeluaran  Pemerintah  menjadi  meningkat  dengan  adanya
penghapusan  tarif  impor.  Hal  ini  dibuktikan  dengan  adanya  peningkatan pengeluaran  Pemerintah  yang  positif  dialami  kedua  belah  pihak  yaitu  negara-
negara  ASEAN  maupun  Cina,  Jepang  dan  Rep.  Korea.  Pengeluaran  pemerintah yang  terbesar  terjadi  pada  negara  Thailand    yaitu  sebesar  6.63  persen,  diikuti
Jepang  dan  Rep  Korea  masing-masing  sebesar  1.16  persen  dan  2.49  persen. Sementara  itu  pengeluaran  pemerintah  yang  terjadi  bagi  Indonesia  meningkat
sebesar 0.53 persen. Dibukanya  perdagangan  antara  ASEAN,  Cina,  Jepang  dan  Rep  Korea
mempunyai  konsekuensi  yang  luas  terhadap  perekonomian,  salah  satunya terhadap  konsumsi  consumption  effect.   Secara teori,  salah  satu  pengaruh  pada
konsumsi  masyarakat adalah  bergesernya garis Consumption Possibility Frontier CPF  ke  atas.  Ini  berarti  bahwa  adanya  perdagangan  membuat  masyarakat  bisa
mengkonsumsi  dalam  jumlah  yang  lebih  besar  daripada  sebelum  adanya perdagangan.  Dengan  kata  lain  bahwa  pendapatan  riil  masyarakat  yaitu
pendapatan  yang  diukur  dari  berapa  jumlah  barang  yang  bisa  dibeli  oleh  jumlah uang tersebut  meningkat dengan adanya perdagangan. Hasil simulasi kebijakan
menunjukkan  bahwa  konsumsi  di  negara  ASEAN  Plus  Three  naik  akibat dihapusnya  tarif  impor  dikedua  belah  pihak.  Konsumsi  Indonesia  mengalami
peningkatan  sebesar  0.5  persen.  Persentase  peningkatan  konsumsi  tertinggi diduduki  oleh  Thailand  sebesar  6.25  persen.  Sementara  konsumsi  di  negara
Filipina hanya akan meningkat sebesar 0.17 persen. Cina, jepang dan Rep Korea juga mengalami peningkatan konsumsi, yaitu masing-masing sebesar 0.57 persen,
1.13  persen  dan  2.03  persen.  Seluruh  informasi  mengenai  dampak  ASEAN  Plus Three
FTA  terhadap  konsumsi  pada  masing-masing  negara  ditunjukkan  pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2.   Dampak FTA dalam Skema ASEAN Plus Three terhadap Peubah Ekonomi Makro
Negara Neraca
Perdagangan US juta
Kesejahteraan US juta
PDB riil Term of
trade PDB
Deflator Investasi
Pengeluaran Pemerintah
Konsumsi Rumah
Tangga
Indonesia -491.09
685.90 0.18
0.18 0.25
1.57 0.53
0.5 Malaysia
-1136.65 1811.13
0.99 0.15
-0.29 10.01
1.08 0.55
Filipina -289.05
148.85 0.25
-0.18 -0.17
2.39 0.19
0.17 Singapura
-97.69 697.90
-0.03 0.44
1.12 1.08
1.21 1.19
Thailand -13730.20
4437.77 1.34
1.95 3.53
36.81 6.63
6.25 Cina
-3521.26 2629.35
0.13 -0.004
0.35 1.04
0.5 0.57
Jepang -2732.31
8428.85 0.05
1.08 1.07
0.45 1.16
1.13 Rep. Korea
-2231.78 5965.90
0.56 0.92
1.58 2.44
2.49 2.03
Rest Of Asia 1708.21
-4402.81 -0.04
-0.43 -0.68
-0.75 -0.76
-0.75 Rest Of World
25353.07 -13015.75
-0.01 -0.14
-0.36 -0.43
-0.38 -0.38
Sumber: Hasil Analisi GTAP
Dampak  FTA  secara  makro  ekonomi  tersebut  sejalan  dengan  hasil penelitian  yang  dilakukan  Oktaviani,  et  al  2007  yang  mengalisis  dampak  FTA
ASEAN-Cina  dan  ASEAN-Rep.  Korea.  Hasil  penelitian  tersebut  menyebutkan antara  lain  PDB  negara-negara  ASEAN  meningkat  walaupun  relatif  kecil.
Peningkatan  PDB  lebih  banyak  didorong  oleh  pengeluaran  atau  konsumsi masyarakat  yang  lebih  tinggi.  Dengan  adanya  penghapusan  tarif  impor  negara
ASEAN semakin turun dayasaingnya, terlihat dari peningkatan TOT.
6.2. Dampak  Free  Trade  Area  FTA  ASEAN  Plus  Three  terhadap