Dampak Free Trade Area FTA ASEAN Plus Three terhadap

Dampak FTA secara makro ekonomi tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Oktaviani, et al 2007 yang mengalisis dampak FTA ASEAN-Cina dan ASEAN-Rep. Korea. Hasil penelitian tersebut menyebutkan antara lain PDB negara-negara ASEAN meningkat walaupun relatif kecil. Peningkatan PDB lebih banyak didorong oleh pengeluaran atau konsumsi masyarakat yang lebih tinggi. Dengan adanya penghapusan tarif impor negara ASEAN semakin turun dayasaingnya, terlihat dari peningkatan TOT.

6.2. Dampak Free Trade Area FTA ASEAN Plus Three terhadap

Ekonomi Sektoral Dampak terhadap ekonomi sektoral dapat dijelaskan dengan melihat dampak FTA ASEAN, Cina, Jepang dan Rep Korea terhadap ekspor, impor, output dan harga masing-masing komoditi. Tabel 6.3 menunjukkan pengaruh penghapusan tarif impor di ASEAN Plus Three terhadap beberapa peubah ekonomi sektoral di Indonesia sesuai dengan kesepakatan kerjasama ASEAN Plus Three FTA pada komoditi yang diperdagangkan. Seperti pada uraian sebelumnya, dampak ASEAN Plus Three FTA mengakibatkan neraca perdagangan di hampir seluruh negara yang terlibat menjadi lebih baik, terlihat dari semakin kecilnya defisit neraca perdagangan, kecuali untuk negara Thailand. Walaupun Indonesia banyak melakukan ekspor pada sektor-sektor tertentu, seperti batu bara, minyak mentah, produk kimia, karet dan plastik serta logam dan barang-barang dari logam, namun hampir keseluruhan impor Indonesia meningkat dengan peningkatan antara 1.35 hingga 31.81 persen. Impor Indonesia dari sektor kimia, karet dan plastik, mesin dan peralatannya, peralatan elektronik serta kilang minyak dan produk batu bara juga merupakan komoditi andalan ekspor bagi Indonesia ke pasar ASEAN Plus Three. Hal demikian dapat terjadi karena selama ini Indonesia masih dilindungi oleh tingkat tarif impor yang relatif tinggi Bab V. Sebagai contoh adalah kasus yang terjadi pada sektor makanan olahan, dimana tarif rata-rata sebelum FTA adalah 11.86 persen. Ketika tarif ini dihilangkan, maka yang terjadi adalah meningkatnya impor Indonesia akan makanan olahan yakni sebesar 14.24 persen. Kemudian untuk kendaraan bermotor dan suku cadangnya, tarif rata-rata yang berlaku sebelum FTA adalah sebesar 8.74 persen. Ketika tarif dihapuskan, maka impor kendaraan bermotor meningkat sebesar 9 persen. Berbeda halnya pada sektor yang tingkat tarifnya relatif kecil seperti pada minyak mentah dan mineral, dengan rata-rata tingkat tarif masing-masing sebesar 0.63 persen dan 1.92 persen Tabel 5.4 Bab V. Peningkatan impor yang dialami oleh sektor tersebut juga relatif kecil yakni untuk sektor minyak mentah sebesar 2.67 persen dan mineral sebesar 1.35 persen. Ekspor di masing-masing komoditi ada yang mengalami peningkatan dan ada pula yang mengalami penurunan. Penurunan yang akan terjadi berkisar antara -0.2 hingga -12.1 persen. Peningkatan terbesar terjadi pada komoditi makanan olahan yaitu sebessar 12.36 persen, diikuti mesin dan perlengkapannya dan tanaman pangan masing-masing sebesar 8.29 persen dan 7.87 persen. Komoditi- komoditi yang merupakan andalan ekspor Indonesia ke pasar ASEAN Plus Three yang diharapkan akan mengalami peningkatan namun tidak terjadi pada seluruh komoditinya, misalnya pada komoditi batu bara, gas alam, mineral, serta minyak nabati dan hewani. Namun penurunan yang terjadi hanya berkisar -0.2 persen hingga 0.59. Sektor andalan ekspor Indonesia yang mengalami peningkatan cukup besar diantaranya adalah adalah kilang minyak 6.54 persen, produk kimia, karet dan plastik 5.78 persen serta peralatan elektronik 6.5 persen. Fenomena dibalik menurunnya ekspor andalan Indonesia salah satunya adalah karena pengaruh tarif. Sebelum terjadi FTA, tarif Indonesia di negara- negara ASEAN Plus Three lainnya untuk sektor andalan ekspor Indonesia sudah relatif rendah Tabel 5.3 Bab V. Seperti sektor batu bara 1,05 persen, gas alam 0.13 persen dan mineral 0.59 persen. Oleh sebab itu ketika tarif dihapuskan, maka tidak akan terlalu berpengaruh terhadap performa ekspor sektor-sektor tersebut. Dampak terhadap perubahan impor Indonesia juga dapat dilihat dalam Tabel 6.3. Secara keseluruhan, impor Indonesia mengalami peningkatan. Peningkatan terbesar justru terjadi pada komoditi gas alam 31.81 persen yang merupakan komoditi andalan ekspor Indonesia ke ASEAN Plus Three. Peningkatan impor yang besar juga terjadi pada komoditi makanan olahan dan tekstil yang meningkat masing-masing sebesar 14.24 persen dan 10.35 persen. Peningkatan impor yang terjadi pada seluruh komoditi ini adalah akibat dari penghapusan tarif impor, sehingga harga barang-barang impor menjadi lebih murah, yang pada akhirnya tingkat permintaan pun semakin meningkat. Dampak penghapusan tarif terhadap output juga dapat dilihat pada Tabel 6.3. Hasilnya adalah terjadi penurunan output pada hampir seluruh komoditi yang diperdagangkan Indonesia ke ASEAN, Cina, Jepang dan Rep Korea. Kecuali pada komoditi tanaman pangan; peternakan, kehutanan, perikanan; produk kimia, karet, plastik; peralatan elektronik; serta mesin dan peralatannya. Penurunan terbesar terjadi pada komoditi kendaraan bermotor dan suku cadang yakni sebesar -9.09 persen dan diikuti logam besi sebesar -4.44 persen. Untuk kendaraan bermotor dan suku cadangnya menunjukkan bahwa jika dibukanya FTA ASEAN Plus Three industri kendaraan bermotor dan suku cadang domestik dapat semakin terpuruk karena tingginya permintaan impor. Hal ini disebabkan karena daya saing indutri ini belum dapat menandingi negara-negara lain khusnya dari Jepang, Cina dan Rep Korea. Terlihat dari nilai RCA yang rendah pada industri ini Bab 5, Tabel 5.5. Hal yang sama dapat terjadi pada industri logam besi Indonesia. Bagi komoditi-komoditi yang mengalami peningkatan ouput maka dapat dikatakan bahwa komoditi ini masih mempunyai potensi untuk berdaya saing baik di pasar domestik ataupun di pasar impor. Pada tabel yang sama dapat pula dilihat dampak FTA ASEAN Plus Three terhadap harga output. Harga ouput pada sektor-sektor yang diperdagangkan Indonesia secara keseluruhan mengalami kenaikan antara 0.27 hingga 1.08 persen. Penurunan harga ouput juga terjadi khususnya pada komoditi-komoditi yang menjadi impor terbesar Indonesia, seperti kendaraan bermotor dan suku cadang. Peningkatan harga output dan penurunan output pada sebagian besar komoditi yang diperdagangkan Indonesia ASEAN Plus Three menunjukkan Indonesia belum siap melakukan Free Trade Area dengan ASEAN Plus Three. Liberalisasi akan memberikan guncangan di sektor riil. Walaupun beberapa komoditi outputnya mengalami peningkatan, namun secara total neraca perdagangan pun menunjukkan nilai yang negatif. Sementara itu, jika dilihat dampak FTA ASEAN, Cina, Jepang dan Rep. Korea terhadap jumlah tenaga kerja, maka pada sebagian besar industri terjadi penurunan jumlah tenaga kerja kesempatan kerja baik tenaga kerja yang terdidik maupun yang tidak terdidik. Penurunan tersebut terjadi pada industri yang outputnya mengalami penurunan, seperti industri kendaraan bermotor dan suku cadang, industri logam besi dan sebagian pada industri manufaktur lainnya. Sedangkan peningkatan jumlah tenaga kerja yang terdidik maupun yang tidak terdidik terjadi pada sektor pertanian, seperti tanaman pangan, peternakan, kehutanan dan perikanan, serta industri tekstil, kimia, karet, plastik dan peralatan elektronik. Hal tersebut wajar terjadi, karena peningkatan output akan menyebabkan produsen memerlukan tambahan tenaga kerja baik yang terdidik maupun tidak terdidik demikian pula sebaliknya. Peningkatan jumlah tenaga kerja terbesar terjadi pada sektor industri peralatan elektronik, yaitu sebesar 5.54 persen untuk tenaga kerja yang terdidik dan 5.44 persen pada tenaga kerja yang tidak terdidik. Hal ini menyebabkan ouput peralatan elektronik meningkat sebesar 6.5 persen. Sementara itu peningkatan yang cukup besar terjadi juga pada sektor industri mesin dan peralatannya yaitu sebesar 3.86 persen untuk tenaga kerja yang terdidik dan 3.76 persen pada tenaga kerja yang tidak terdidik yang menyebabkan ouput pada industri ini meningkat sebesar 8.29 persen. Penurunan jumlah tenaga kerja yang terbesar terjadi pada industri kendaraan bermotor dan suku cadang, yaitu turun sebesar 9.07 persen pada tenaga kerja yang terdidik dan 9.17 persen pada tenaga kerja yang tidak terdidik. Hal ini menyebabkan ouput pada industri ini mengalami penurunan yang cukup besar yaitu turun sebesar 9.09 persen. Kemudian menyebabkan ekspor industri ini mengalami penurunan. Kebutuhan domestik akan barang-barang kendaraan bermotor dan suku cadang lebih banyak diperoleh dari impor, terlihat dari peningkatan impor kendaraan bermotor dan suku cadang yang cukup besar yaitu sebesar 9 persen. Hal yang serupa terjadi pula pada industri logam besi, dimana jumlah tenaga kerjanya menurun menyebabkan ouput dan ekspornya mengalami penurunan, sementara impornya mengalami peningkatan. Tabel 6.3. Dampak Free Trade Area dalam Skema ASEAN, Cina, Jepang dan Rep. Korea terhadap Ekspor, Impor, Output dan Harga Domestik Indonesia perubahan persen Sektor Ekspor qxw Impor qiw Output q0 Harga ouput ppd Tenaga Kerja Terdidik Tidak Terdidik Tanaman pangan 7.87 3.38 0.01 1.08 0.05 0.04 Peternakan, kehutanan dan perikanan 3.54 2.89 0.19 0.8 0.25 0.23 Batu bara -0.47 10.21 -0.25 0.44 -0.36 -0.37 Minyak mentah 3.45 2.67 -0.1 0.73 -0.15 -0.16 Gas alam -0.2 31.81 -0.23 0.49 -0.33 -0.34 Mineral -0.36 1.35 -0.15 0.77 -0.16 -0.18 Makanan olahan 12.36 14.24 -0.09 0.65 -0.07 -0.15 Minyak nabati dan hewani -0.59 3.18 -0.55 0.84 -0.51 -0.6 Tekstil 7.49 10.35 0.64 -0.8 0.67 0.57 Kilang minyak 6.54 2.93 -0.42 0.53 -0.43 -0.53 Kimia, karet dan plastik 5.78 5.85 0.18 0.38 0.2 0.1 Logam besi -0.8 2.13 -4.44 0.31 -4.43 -4.53 Logam non besi 1.92 9.8 -0.42 -0.05 -0.39 -0.49 Kendaraan bermotor dan suku cadang -12.1 9.00 -9.09 -0.37 -9.07 -9.17 Peralatan transportasi 6.15 2.34 -0.81 0.28 -0.79 -0.89 Peralatan elektronik 6.5 2.76 5.53 -0.17 5.54 5.44 Mesin dan peralatannya 8.29 2.76 3.84 -0.37 3.86 3.76 Industri manufaktur lain 0.77 6.76 -0.23 0.27 -0.21 -0.31 Listrik, gas, air bersih -1.86 2.16 1.1 0.28 1.13 1.02 Jasa transportasi dan komunikasi -2.9 1.46 0.08 0.62 0.14 0.01 Jasa lain -3.9 2 -0.13 0.81 -0.13 -0.23 . Hasil analisis dampak sektoral dari adanya FTA tersebut juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani, et al 2007, yang menganalisis dampak FTA ASEAN-Cina dan ASEAN-Rep.Korea. Dalam penelitian itu menyebutkan bahwa terjadi penurunan hampir keseluruhan pada output yang diperdagangkan Indonesia ke Cina yang menunjukkan Indonesia belum siap melakukan FTA dengan Cina. Walaupun beberapa komoditi outputnya mengalami peningkatan, namun secara total neraca perdagangan pun menunjukkan nilai yang negatif. Demikian juga FTA ASEAN-Rep. Korea, walaupun penurunnya relatif lebih kecil dibandingkan FTA ASEAN-Cina. Harga output yang diperdagangkan Indonesia secara keseluruhan mengalami kenaikan. Peningkatan kesempatan kerja, baik tenaga kerja yang terdidik maupun yang tidak terdidik, terjadi pada sektor-sektor yang outputnya mengalami peningkatan. Dibukanya kerjasama FTA ASEAN Plus Three membawa konsekuensi dibukanya liberalisasi perdagangan barang. Salah satu sarana untuk mencapainya adalah dengan mengurangi atau menghilangkan hambatan tarif bea masuk yang merupakan salah satu pos dalam pendapatan negara. Oleh karena itu dampaknya dapat terlihat turunnya penerimaan Pemerintah dari pos tarif bea masuk. Namun demikian, sesuai dengan tujuan dari liberalisasi perdagangan, melalui penguranganpenghapusan hambatan tarif maka akan terjadi peningkatan volume perdagangan barang yang mencakup ekspor dan impor barang diantara negara- negara anggota maupun meningkatnya kegiatan investasi. Walaupun untuk saat ini neraca perdagangan Indonesia menunjukkan nilai negatif namun untuk investasi menunjukkan nilai yang positif. Dengan meningkatnya volume perdagangan maka akan mendatangkan multiplier effect terhadap kegiatan ekonomi lainnya yang selanjutnya akan membawa perubahan terhadap penerimaan negara dari sektor pajak. Sehingga diharapkan penerimaan Pemerintah dalam jangka panjang akan meningkat. Namun yang perlu mendapat perhatian khusus Pemerintah Indonesia bahwa ASEAN Plus Three FTA dapat dilakukan namun dengan beberapa persyaratan, yaitu: 1. ASEAN Plus Three FTA dibuka hanya bagi sektor sektor yang memiliki dayasaing tinggi competitive, seperti sektor gas alam, minyak nabati dan hewani atau sektor batu bara. Jadi Pemerintah harus memiliki komitmen tinggi untuk membuka perdagangan bagi sektor-sektor yang berdayasaing, sedangkan yang belum memiliki daya saing perlu mendapat dukungan untuk pengembangan kapasitas kelembagaan ekspor seperti memfasilitasi promosi tetap, peningkatan kemampuan negosiasi, dan usaha membangun kepercayaan internasional. 2. Sektor yang lebih padat karya menyerap tenaga kerja banyak apabila belum mempunyai kemampuan untuk berkompetisi atau berdayasaing tinggi hendaknya jangan dibuka FTA dahulu, mengingat apabila dibuka FTA maka sektor yang belum mampu bersaing akan terancam gulung tikar, sehingga berpengaruh terhadap nasib tenaga kerja yang dipekerjakan pengangguran akan meningkat. 3. Indonesia harus meningkatkan dayasaing pada sektor-sektor non primer, seperti sektor industri pengolahan agar dapat berkompetisi dalam perdagangan global, sebab sektor tersebut lebih memiliki nilai tambah jika dibandingkan sektor-sektor primer. Jika Indonesia mampu mengekspor lebih banyak pada produk-produk dari sektor industri pengolahan maka keuntungan yang didapat Indonesia tentunya akan lebih besar. FTA ASEAN Plus Three nantinya harus dipahami oleh Pemerintah dengan perspektif yang lebih luas. Terlepas dari pilihan mana yang akan diambil, apakah memandang keluar guna mempromosikan ekspor dan menganut perdagangan bebas atau sebaliknya memandang ke dalam sambil menjalankan kebijakan proteksionis atau berusaha menjalankan keduanya sekaligus, Pemerintah harus memahami kondisinya yang ada sekarang ini serta prospeknya di masa yang akan datang di tengah-tengah pergaulan masyarakat dunia. Membuka perekonomian dengan perdagangan dunia itu baik, namun ada batasnya. Karena selain mengandung manfaat dan keuntungan, FTA juga membawa resiko yang harus diperhitungkan, yaitu: 1. Karena Indonesia tidak mempunyai pilihan, yang mana harus terlibat secara aktif dalam perdagangan global, maka alternatif terbaik adalah menyesuaikan arah atau orientasi perdagangan internasional, yakni lebih mengutamakan kerjasama atau hubungan dagang dengan sesama negara ASEAN Plus Three. Bagi Indonesia akan sangat baik seandainya memperkuat upaya integrasi ekonomi diantara sesama demi menggalang kekuatan, memaksimalkan skala ekonomis, dan juga memperbesar pasar. 2. FTA ASEAN Plus Three dibuka hanya bagi komoditi Indonesia yang memiliki daya saing tinggi competitive. Jadi Pemerintah harus memiliki komitmen tinggi untuk membuka perdagangan bagi sektor yang berdaya saing sedangkan yang belum memiliki dayasaing perlu mendapat dukungan untuk pengembangan kapasitas kelembagaan ekspor seperti memfasilitasi promosi tetap, peningkatan kemampuan negosiasi, dan usaha membangun kepercayaan internasional.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN