Tujuan Manfaat Ruang Lingkup Gambaran Umum Komoditas

9 berkembang jika dibandingkan dengan pembenihan di Jawa Barat, hal ini sesuai dengan pendapat Bukit 2007 dalam penelitiannya yaitu hal yang menyebabkan belum berkembangnya pembenihan di Lampung adalah dikarenakan oleh kondisi cuaca, iklim, dan pH air yang kurang menunjang pembenihan, serta pakan yang berupa cacing sutera yang terbatas. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang terjadi pada pembenihan di Lampung, diantaranya: 1 Faktor apa sajakah yang mempengaruhi produksi benih patin di Kota Metro? 2 Bagaimana efisiensi teknis usahatani pembenihan patin di Kota Metro? 3 Bagaimana tingkat pendapatan usahatani pembenihan ikan patin di Kota Metro?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi patin di Kota Metro. 2 Menganalisis efisiensi teknis usahatani pembenihan ikan patin di Kota Metro. 3 Menganalisis tingkat pendapatan usahatani pembenihan ikan patin di Kota Metro.

1.4 Manfaat

Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi informasi bagi pembaca yang tertarik mengenai efisiensi teknis usahatani pembenihan dan analisis faktor yang mempengaruhi produksi benih ikan patin, penelitian ini juga diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah dalam penyelenggaraan program pemerintah berkaitan dengan usaha peningkatan produksi perikanan, khususnya daerah Lampung dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara. 10

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis efisiensi teknis usahatani, faktor yang mempengaruhi produksi, dan tingkat pendapatan usahatani pembenihan ikan patin di Kota Metro. Untuk melihat pengaruh input produksi terhadap output produksi dapat dilihat melalui analisis regresi menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier. Analisis ini berguna untuk melihat pengaruh dari input yang berpengaruh terhadap produksi, dan untuk melihat efisiensi teknisnya, maka digunakan perbandingan antara produksi observasi dengan produksi frontier. Responden utama dalam penelitian ini adalah pembenih patin di Kota Metro, Lampung adapun data-data pendukungnya berasal dari Dinas Pertanian Bidang Perikanan Kota Metro, Lampung, Kementerian Kelautan dan Perikanan. 11 II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Komoditas

2.1.1 Deskripsi Ikan Patin

Ikan merupakan salah satu mahluk hidup bertulang belakang vertebrata yang masuk ke dalam kelompok poiklilotermik berdarah dingin hidup di dalam air dan memiliki sirip. Sebagian besar ikan bernafas dengan insang, namun pada beberapa spesies ikan alat pernafasannya dibantu oleh organ pernafasan lain seperti labirin. Ikan dapat dibagi menjadi ke dalam beberapa golongan berdasarkan lokasi budidayanya, yaitu ikan air tawar, ikan air payau, dan ikan air laut. Berdasarkan klasifikasi taksonominya ikan dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu Ciprinid, siklid, salmonid, dan klaridid. Biasanya ikan dibagi menjadi ikan tanpa rahang kelas Agnatha, ikan bertulang rawan kelas Chondrichthyes, dan sisanya tergolong ikan bertulang keras kelas Osteichthyes. Ikan memiliki kandungan gizi yang lebih baik jika dibandingkan dengan sumber protein lainnya. Perbandingan kandungan nilai zat gizi pada ikan dan beberapa sumber protein dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 7. Perbandingan Kandungan Nilai Zat Gizi pada Beberapa Sumber Protein Hewani per Gram Kandungan Satuan Ikan Daging Sapi Daging Ayam Telur Utuh Susu Sapi Protein 16-20 18 20 11,8 3,3 Lemak 2-22 3 7 11,0 3,8 Karbohidrat 0,5-1,5 1,2 1,1 11,7 4,7 Abu 2,5-4,5 0,7 - - - Vitamin A IUg 50.000 600 - - 35 Vitamin D IUg 20-200.000 - - - - Air 56,79 75,5 72,9 65,5 87,6 Kolesterol Mgg 70 70 60 550 11 Asam Amino Esensial 10 10 10 10 10 Asam Amino Non Esensial 10 - 2 - 10 Sumber: Diskanlut Jawa Tengah 2010 9 9 Diskanlut Jawa Tengah. 2010. Meranda keamanan pangan produk hasil perikanan. http:diskanlut-jateng.go.idindex.phpreadnewsdetail60. [4 Maret 2011]. 12 Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat keunggulan kandungan nilai zat gizi yang dimiliki oleh ikan dibanding sumber protein hewani lainnya. Kandungan protein, lemak, vitamin A dan vitamin B tertinggi terdapat pada ikan yaitu 20 persen, 22 persen, 50.000 IUg dan 20-200.000 IUg. Ikan patin Pangasius hypophthalamus merupakan ikan air tawar yang termasuk ke dalam golongan pangasidae yaitu catfish atau ikan yang memiliki kumis atau antenna. Ikan patin berasal dari Sungai Mekong di Vietnam sampai ke Sungai Chao Praya di Thailand dan diintroduksi masuk Indonesia melalui Bogor pada tahun 1975. Ikan patin termasuk ke dalam ikan yang memiliki sifat aktif pada malam hari nocturnal dan hidup di sungai-sungai terutama liang-liang di tepi sungai. Ikan patin atau sius memiliki bentuk kepala relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala bagian bawah, dan pada kedua sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek atau antenna yang berfungsi sebagai alat peraba atau radar saat berenang. Bentuk tubuh ikan patin memanjang dengan dominan warna putih seperti perak dan warna kebiru-biruan pada bagian punggung. Ketika dewasa, tubuh ikan patin dapat mencapai ukuran panjang 120 cm. Seperti halnya ikan lele catfish yang lain, ikan patin tidak memiliki sisik. Pada bagian punggung terdapat sirip yang berbentuk jari-jari lunak sebanyak 6-7 buah dan satu jari-jari keras. Pada bagian dada terdapat sirip sebanyak 12-13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berfungsi sebagai patil. Pada bagian perut terdapat sirip yang terdiri dari 6 jari-jari lunak dan memiliki sirip anal yang tersusun dari 30-33 jari-jari lunak. Khairuman 2002. Kriteria kualitas air budidaya ikan patin dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 8. Kriteria Kualitas Air Budidaya Ikan Patin Parameter Nilai Batas I Fisika - Suhu 28-30 C II Kimia - pH - Oksigen terlarut - Amoniak - Alkalinitas - Kandungan karbondioksida 5-9 3-6 mgl 1 mgl 80-250 mgl 9-20 ppm Sumber: Khairuman 2002 13

2.1.2 Benih Ikan Patin

Ikan patin adalah salah satu ikan yang susah melakukan pemijahan sendiri jika berada di habitat aslinya. Hal ini menyebabkan perlu dilakukan pembenihan secara buatan melalui teknik kawin suntik yang menggunakan kelenjar hipofisa, sehingga benih dapat tersedia sepanjang waktu tanpa harus berada pada habitat aslinya atau tergantung musim. Ikan patin dapat memijah dengan dua cara, yaitu pemijahan secara alami dan pemijahan secara buatan. Pemijahan secara alami terjadi secara sendiri tanpa diberi perlakuan khusus dari manusia, sedangkan pemijahan secara buatan dilakukan dengan menyuntik ataupun dengan cara mengurut stripping perlakuan khusus pada ikan patin tersebut bertujuan untuk merangsang ikan patin agar ikan dapat memijah dengan cepat. Kegiatan pembenihan ikan patin secara buatan meliputi beberapa kegiatan, yaitu pemeliharaan calon indukan, pemilihan induk, pemberokan, penyuntikan, striping, penetasan, pemeliharaan larva, dan panen. Induk yang akan dipijahkan dipelihara terlebih dahulu di dalam bak khusus. Selama masa pemeliharaan, induk diberi pakan indukan setiap pagi dan sore hari. Setelah dipelihara, induk yang akan dipijahkan dipilih sesuai dengan syarat-syarat tertentu, diantaranya umur ikan patin minimal tiga tahun untuk indukan betina dan dua tahun untuk indukan jantan, bobotnya 2 Kgekor untuk indukan betina dan 1,5 Kgekor untuk indukan jantan, Indukan betina akan memiliki perut yang membesar kearah anus dan terasa empuk jika disentuh, kloaka membengkak dan berwarna merah tua dan untuk indukan jantan akan mengeluarkan sperma yang berwarna putih jika perutnya diurut ke arah anus. Pemberokan adalah kegiatan yang dilakukan kepada induk patin ketika induk ikan tersebut dipuasakan selama satu hari atau 24 jam. Induk yang dipuasakan sebaiknya diletakan pada hapa agar indukan mudah ditangkap dan dipegang, sehingga memudahkan pelaksanaan penyuntikan hipofisa. Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung ikan sedalam dua cm dan sudut penyuntikan 45 ° , setelah itu indukan betina dilepas kembali untuk pematangan gonad. Penyuntikan terhadap indukan dilakukan sebanyak dua kali dengan jeda waktu 12 jam. Masing-masing indukan membutuhkan 2,5 ml ovaprim untuk proses penyuntikan. Penyuntikan pertama dilakukan dengan menyuntikan sebanyak sepertiga dari kebutuaan yaitu 0,8 ml. Penyuntikan kedua diberikan 14 dosis 23 dari kebutuhan, yaitu 1,7 ml. Setelah disuntik, ikan akan diurut untuk pengeluaran telur dan sperma, proses ini dilakukan setelah 5-10 jam dari waktu penyuntikan. Stripping dilakukan dengan cara mengurut perut ikan dari arah dada sampai daerah kloaka. Telur yang dikeluarkan ditampung pada wadah plastik atau mangkuk kemudian dicampur dengan sperma. Pencampuran telur dan sperma dilakukan dengan menggunakan pengaduk yang halus dan elastis seperti bulu unggas. Hal ini dilakukan untuk mencegah pecahnya telur ketika diaduk. Setelah proses pencampuran, sperma dan telur yang telah tercampur tersebut siap untuk ditaburkan dalam media penetasan yang telah dipersiapkan. Media yang digunakan untuk penetasan misalnya akuarium yang beraerasi halus, hal ini bertujuan agar telur tidak berbenturan. Ketinggian air mencapai 20 cm dan penetrasi cahaya masuk hingga dasar. Waktu penetasan mencapai 18-28 jam setelah pemijahan. Setelah semua telur menetas, dilakukan penggantian air sebanyak 75 persen dengan air yang telah diinkubasidiendapkan agar stabilitas suhu air terjaga. Larva yang menetas diberi pakan tambahan setelah berusia tiga hari dan pemberian pakan dilakukan setiap dua jam sekali. Pakan yang diberikan berupa artemia, dan untuk benih yang berusia 4-5 hari diberikan pakan berupa cacing sutera sebanyak tiga kali sehari. Pemeliharaan larva dilakukan hingga larva berukuran ¾ inchi. Kondisi suhu dan temperatur air adalah kunci yang harus diperhatikan dalam proses pemeliharaan larva. Suhu dijaga diantara kisaran 29- 31°C. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai panjang benih sebesar ¾ inchi 2 cm adalah sekitar 21 hari dari penetasan. Perawatan larva merupakan proses yang paling membutuhkan perhatian lebih, karena pada fase ini benih sensitif terhadap kualitas air. Panen dilakukan ketika benih berukuran ¾ inchi atau selama 21 hari. Kegiatan panen dilakukan dengan mengambil benih menggunakan serokan. Ikan disortir dan dihitung dengan menggunakan centong. Kemudian benih ikan tersebut dikemas ke dalam kantong plastik. Dalam satu kantong plastik ukuran 40x50 cm bisa menampung 1.000 ekor benih patin. Kantong tersebut diberikan oksigen sebanyak 25 persen dari isi kantong. Input yang digunakan dalam kegiatan usaha pembenihan ikan patin dapat dilihat pada Tabel Rata-rata Sarana Produksi Kegiatan Usaha Pembenihan Ikan Patin di bawah ini. 15 Tabel 9. Rata-rata Sarana Produksi Kegiatan Usaha Pembenihan Ikan Patin di Desa Tegalwaru 52 Akuarium Tahun 2009. No Jenis Satuan Jumlah per Siklus 1 Pakan indukan Kilogram 67.5 2 Ovaprim Mili liter 25 3 Artemia Kilogram 10 4 Cacing sutera Kilogram 478.8 5 Alat suntik Unit 7 6 Obat Elbay GramLiter 5 7 Minyak tanah Liter 165 8 Listrik - - 9 Kantong plastic Kilogram 7 10 Karet gelang Kilogram 0.25 11 Oksigen Kantong 252 12 Tenaga kerja HOK 90.8 13 Transportsi - - 14 Garam Kilogram 165.5 Sumber: Zelvina 2009

2.2 Penelitian Terdahulu